Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Sardine Run, Fenomena Unik Ikan-ikan di Pesisir Timur Afrika Selatan

Fenomena ini dikenal menggunakan kata KwaZulu-Natal Sardine Run (KZN run) atau migrasi kawanan terbesar di Bumi.

Sekali dalam setahun, Afrika Selatan sebagai rumah bagi peristiwa alam yg menakjubkan. Para penjelajah bahari akan menyaksikan ribuan spesies bahari mulai dari berbagai jenis lumba-lumba, kawanan gannet, dan banyak lagi pada jeda dekat pada kenyataan ini.

Fenomena ini dikenal menggunakan kata KwaZulu-Natal Sardine Run (KZN run) atau migrasi kawanan terbesar di Bumi. Ketika sekawanan ikan sarden melakukan perjalanan di sepanjang provinsi KwaZulu-Natal yang terletak di pesisr timur Afrika Selatan. Sardine Run biasanya terjadi di bulan Mei hingga Juni.

Selama trend dingin pada belahan bumi selatan, suhu perairan dekat pantai mulai mendingin di bawah 22 derajat Celsius atau 71,6 derajat Fahrenheit. Ikan sarden melakukan ekspansi wilayah yang cocok menggunakan syarat terakhir habitat mereka. Perairan dingin memikat ikan sarden untuk berenang di dekat pantai dalam kawanan akbar. Bagi predator besar misalnya hiu & paus yang memakan sarden, migrasi besar ini adalah seremoni akbar !

?Migrasi musiman ini menunjukkan kesempatan langka buat menyaksikan tontonan yg luar biasa. Masyarakat kurang lebih nir biasa melihat kenyataan ini pada tanggal pantai," istilah Carl van der Lingen, peneliti di Marine Research Institute pada Universitas Cape Town.

Sardine run menjadi magnet bagi aneka macam macam spesies. Mulai menurut gannets Cape, penguin Afrika, paus humpback, lumba-lumba & hiu. Van der Lingen memperkirakan ratusan juta ikan berpartisipasi dalam kenyataan ini.

"Kami telah melakukan 3 survei di pantai, pada setiap survei diperkirakan terdapat lebih kurang 30.000 ton sarden," kata van der Lingen. Jumlah ini diasumsikan bila setiap ikan berbobot kurang lebih 70 gram, maka totalnya menjadi 430 juta ikan.

Ia pula memperkirakan terdapat hampir 10.000 lumba-lumba & ribuan gannets terkait dengan KZN run.

Jumlah migrasi ikan ini sungguh luar biasa, ditambah eksistensi spesien lain menjadi predator yg berkumpul pada satu tempat. Jumlah ini kentara lebih besar menurut migrasi rusa kutub menurut Afrika Timur dalam konteks biomassa.

KwaZulu-Natal sardine run lebih berdasarkan sekedar sebuah acara tahunan pada mana orang berduyun-duyun ke pantai hanya buat melihatnya. Lebih menurut itu, ia merupakan fenomena yg mempesona ilmuwan.

(K.N Rosandrani. Sumber : Alexandra E. Petri / nationalgeographic.Com)

Sumber : National Geographic Indonesia

PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN BANJAR

ABSTRAK

Kabupaten Banjar mempunyai sumberdaya perikanan & kelautan yg sangat potensial buat dikembangkan.Kabupaten Banjar pula termasuk keliru satu kabupaten pada Kalimantan Selatan yang memiliki potensi perairan yg lengkap, yaitu perairan umum & perairan bahari (tempat pesisir). Potensi ini telah dimanfaatkan sang rakyat buat kegiatan penangkapan & budidaya. Kegiatan penangkapan yg dilakukan masyarakat meliputi kegiatan penangkapan pada perairan bahari & perairan generik. Berdasarkan jumlah alat penangkapan ikan yg digunakan pada Kabupaten Banjar, maka urutan penggunaan indera tangkap ikan yg digunakan mayoritas nelayan dan alasan penggunaannya (kesesuaian dengan budaya & keadaan perairan) merupakan sebagai berikut: (1) Payang (termasuk Lampara); (dua) Dogol (termasuk lampara dasar, cantrang); (3) Rawai tetap/rawai permanen dasar; (4) Jaring insang hanyut; & (5) Jermal.

Kata kunci: alat penangkapan ikan, nelayan, kabupaten banjar.

PENDAHULUAN

Kabupaten Banjar terletak antara  2˚49’55’’  sampai dengan   3˚93’38” dan 114˚30’20’’ sampai 115˚35’37” Bujur Timur,  serta terletak pada ketinggian 0 sampai dengan 250 m dari permukaan laut. Topografinya terdiri dari dataran rendah (bagian Barat), berbukit-bukit (bagian Tengah) dan Pegunungan (sebelah Timur) yang merupakan gugusan pegunungan Meratus.Wilayah dataran rendah sebagian besar terdiri dari wilayah berawan dan sedikit rawa pantai. Wilayah Kabupaten Banjar ± 4.529.85 km2,  secara administrative dibagi menjadi 17 kecamatan ditambah 2 kecamatan baru yang selanjutnya dibagi dalam 288 kelurahan/desa.

Kabupaten Banjar mempunyai sumberdaya perikanan dan kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan.Kabupaten Banjar juga termasuk salah satu kabupaten di Kalimantan Selatan yang mempunyai potensi perairan yang lengkap, yaitu perairan umum dan perairan laut (kawasan pesisir). Potensi ini telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kegiatan penangkapan dan budidaya. Kegiatan penangkapan yang dilakukan masyarakat meliputi kegiatan penangkapan di perairan laut dan perairan umum (waduk, sungai dan rawa). Sedangkan kegiatan budidaya yang dilakukan masyarakat meliputi kegiatan budidaya  kolam, jaring apung, karamba, dan tambak.

Satu-satunya kecamatan di Kabupaten Banjar yg memiliki potensi kelautan atau mempunyai wilayah pesisir/pantai merupakan Kecamatan Aluh-Aluh. Dari sembilan belas desa yang terdapat pada Kecamatan Aluh-aluh, masih ada 12 (duabelas) desa pantai/pesisir yang dikembangkan potensi perikanan lautnya. Ke-12 desa itu adalah: Labat Muara, Tanipah, Sungai MusaBakambat, Aluh-aluh Kecil, Aluh-aluh Besar, Pulantan, Podok, Kuin Besar, Kuin Kecil, Simpang Warga Dalam dan Simpang Warga Luar.

Teknik penangkapan ikan ialah teknik atau cara-cara mempergunakan alat penangkapan ikan (Ayodhyoa, 1981). Menangkap ikan membutuhkan peralatan dan teknik yang tepat untuk menangkap ikan, baik yang masih tradisional maupun yang menggunakan teknologi moderen. Sedangkan yang dimaksud dengan alat penangkapan ikan adalah segala macam alat yang di pergunakan dalam proses penangkapan ikan  termasuk kapal, alat tangkap dan alat bantu penangkapan (Pranoto, 1997). Dengan peralatan dan teknik penangkapan yang tepat akan dapat menangkap ikan dengan hasil yang baik.

PEMBAHASAN

Sumberdaya perairan di Kabupaten Banjar yang dapat dan telah dimanfaatkan rakyat untuk bidang perikanan & kelautan (khususnya penangkapan ikan), diantaranya adalah :

1.   Potensi laut seluas 1lima.000  Ha dengan panjang garis pantai 26 Km. Luas lahan yang dikembangkan/dimanfaatkan untuk usaha perikanan laut adalah sebesar tiga.200 Ha.

dua.   Perairan Sungai/DAS (Daerah Aliran Sungai) di Kabupaten Banjar adalah seluas 779.377 Ha.  Perairan Sungai / DAS yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat meliputi :

-       Sungai Martapura, luasnya adalah 427.113 Ha,  yaitu sepanjang 70 Km dari Kecamatan Astambul hingga Kota Banjarmasin.

-       Sungai Riam Kanan, luasnya adalah 161.132 Ha, yaitu sepanjang 23 Km dari Desa Awang Bangkal hingga ke Kecamatan Astambul, dengan prioritas pengelolaan 20,70%.

-       Sungai Riam Kiwa, luasnya adalah 191.132 Ha, yaitu sepanjang 60 Km dari Kecamatan Astambul sampai Kab. Tapin (Binuang), dengan prioritas pengelolaan 24,50%.

tiga.   Kabupaten Banjar berdasarkan drainase tanahnya, 12 kecamatan dari 19 kecamatan yang ada memiliki drainase tergenang selama 3–6 bulan seluas 6lima.030 Ha dan drainase tergenang selama setahun dengan luas 79.255 Ha.

Produk perikanan tangkap perairan laut di Kab.Banjar meliputi ikan Manyun, Kakap, Bawal Hitam/putih, Gulamah, Pari, Alu-alu/Barakuda, Udang Putih dan Udang Bajang. Sedangkan untuk produk penangkapan di perairan umum meliputi ikan Gabus, Betok, Sepat Siam, Nila, Belida, Gurame, wader/puyau, Toman, Betutu, Baung dan Udang Galah. Sampai saat ini tercatat 4.783 RTP perikanan tangkap, dengan 21.503 unit alat tangkap yang umum digunakan (Lampara Dasar, Jaring Insang Tetap dan Hanyut, Jermal/Togo,  Rawai, Pancing, Bubu, Tempirai, Lukah,  dll). Untuk armada penangkapan, tercatat tiga.341 unit armada penangkapan (1.100 armada perairan laut berupa kapal motor 0-5 GT dan dua.241unit armada perairan umum berupa 1.862 unit perahu tak bermotor dan 379 unit perahu motor tempel). Untuk meningkatkan produksi hasil tangkap, berbagai kegiatan pendukung dilaksanakan oleh Kab.Banjar diantaranya pemberian bantuan alat tangkap dan pembentukan kelompok nelayan tangkap.

Tabel 1. Data Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut Tahun 2012

NO

KOMODITAS

PRODUKSI (TON)

NILAI PRODUKSI (RP.000)

1.

Udang Putih

3,34tiga.72

33,731,923

dua.

Udang Bajang

746.83

9,690,256

tiga.

Sembilang

14.06

168,697

4.

Belanak

28.53

285,271

lima.

Kakap Merah

6.23

137,163

6.

Bawal

2lima.27

568,506

7.

Bara-bara

5tiga.11

584,193

8.

Pari

21lima.46

2,585,525

9.

Menangin

249.69

5,024,716

10.

Otek

26.36

353,218

11.

Bara kuda

dua.98

44,727

1dua.

Dako

dua.48

22,364

1tiga.

Manyung

11.26

112,646

14.

Selangat

9.28

92,768

1lima.

Kakap

4.09

102,155

16.

Ikan lainnya

2,808.11

12,141,124

Jumlah

7,547.46

65,645,252

Sumber: DPK, 201tiga.

Tabel dua. Data Produksi Perikanan Tangkap Perairan Umum Tahun 2011 (dalam ton)

NO

KOMODITAS

SUNGAI

RAWA

WADUK

JUMLAH

1.

Gabus

467.56

7tiga.07

540.63

dua.

Toman

2lima.45

3dua.31

57.76

tiga.

Sepat

51.10

66.45

117.55

4.

Nila

28.12

628.73

656.85

lima.

Baung

46.72

3dua.66

79.37

6.

Patin

27.79

27.79

7.

Sanggang

40.63

40.63

8.

Kapar

4.01

4.01

9.

Gurame

40.20

40.20

10.

Belida

4.58

4.58

11.

Adungan

57.48

57.48

1dua.

Betutu

6.77

6.77

1tiga.

Udang Galah

149.69

149.69

14.

Udang Sapit

8.45

8.45

1lima.

Bakut

6.93

6.93

16.

Betok

461.75

97.60

559.35

17.

Puyau

28.54

1dua.65

41.19

18.

Sepat Siam

151.55

10.94

16dua.48

19.

Ikan lainnya

39.17

0.87

180.20

220.24

Jumlah

1,53tiga.46

287.27

96tiga.28

dua.781.97

Sumber: DPK, 201tiga.

Urutan penggunaan alat tangkap ikan yang digunakan mayoritas nelayan di Kabupaten Banjar berdasarkan  banyaknya penggunaan, dan alasan penggunaannya (kesesuaian dengan budaya dan keadaan perairan) adalah sebagai berikut:

1.   Payang (termasuk Lampara)

Alasan penggunaannnya:

-    Sesuai dengan jenis hasil tangkapan utamanya berupa udang bajang dan udang putih.

-    Sebagai alat tangkap ikan yang cukup produktif.

-    Jenis alat penangkapan ikan yang digerakkan/dioperasikan langsung dengan kapal dan sesuai dengan karakteristik perairan operasi penangkapan ikan di perairan dalam dan laut terbuka.

dua.   Dogol (termasuk lampara dasar, cantrang)

Alasan penggunaannnya:

-    Sesuai dengan jenis hasil tangkapan utamanya berupa udang bajang dan udang putih.

-    Sebagai alat tangkap ikan yang cukup produktif.

-    Jenis alat penangkapan ikan yang digerakkan/dioperasikan langsung dengan kapal dan sesuai dengan karakteristik perairan operasi penangkapan ikan di perairan dalam dan laut terbuka.

tiga.   Rawai tetap/rawai tetap dasar

Alasan penggunaannnya:

-    Sesuai dengan jenis hasil tangkapan utamanya berupa ikan sembilang, bara-bara, otek, kakap merah, menangin, bara kuda, dako dan manyung .

-    Sebagai alat tangkap ikan yang cukup produktif

-    Operasional alat tangkap: (a) lebih efesien dari segi penggunaan waktu; (b) Pengoperasian alat tangkap lebih sederhana dan simpel; (c) Lebih selektif untuk mendapatkan hasil tangkapan sesaui dengan target ikan yang akan di tangkap; (d) Lebih ramah lingkungan; dan (e) pengoperasiaannya memerlukan biaya yang relatif murah;

-    Jenis alat penangkapan ikan pasif yang sesuai dengan karakteristik perairan operasi penangkapan ikan di perairan dangkal dan daerah karang.

4.   Jaring insang hanyut

Alasan penggunaannnya:

-    Sesuai dengan jenis hasil tangkapan utamanya berupa ikan bawal, pari, menangin.

-    Sebagai alat tangkap ikan yang cukup produktif.

-    Jenis alat penangkapan ikan yang dipasang (setting) sementara di suatu perairan dan diangkat kembali setelah selang waktu tertentu, sesuai dengan karakteristik perairan operasi penangkapan ikan di perairan dalam dan laut terbuka.

lima.   Jermal

Alasan penggunaannnya:

-    Sesuai dengan jenis hasil tangkapan utamanya berupa udang bajang, udang putih dan ikan belanak.

-    Sebagai alat tangkap ikan yang cukup produktif.

-    Operasional alat tangkap: (a) lebih efesien dari segi penggunaan waktu; (b) pengoperasian alat tangkap lebih sederhana dan simpel; (c) lebih selektif untuk mendapatkan hasil tangkapan sesaui dengan target ikan yang akan di tangkap; (d) Lebih ramah lingkungan; dan (e) pengoperasiaannya memerlukan biaya yang relatif murah;

-    Jenis alat penangkapan ikan pasif yang sesuai dengan karakteristik perairan operasi penangkapan ikan di perairan dangkal dan sekitar 2 hingga 6 mil dari tepi pantai.

KESIMPULAN

Berdasarkan jumlah alat penangkapan ikan yang dipakai pada Kabupaten Banjar, maka urutan penggunaan indera tangkap ikan yang digunakan lebih banyak didominasi nelayan dan alasan penggunaannya (kesesuaian menggunakan budaya dan keadaan perairan) merupakan sebagai berikut: (1) Payang (termasuk Lampara); (dua) Dogol (termasuk lampara dasar, cantrang); (3) Rawai tetap/rawai permanen dasar; (4) Jaring insang hanyut; & (5) Jermal.

DAFTAR PUSTAKA

DPK, 201tiga. Produksi Perikanan Tangkap Kabupaten Banjar Tahun 201dua. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banjar, Martapura.

Http://komunitaspenyuluhperikanan.Blogspot.Com/2012/04/potensi-perikanan-kabupaten-banjar.Html.

Razi F., 2010. Profil dan Penyeleggaraan Penyuluhan Perikanan Kawasan Minapolitan Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Pusat Penyuluhan Kelautan & Perikanan BPSDMKP, Jakarta.

Mengenal Ikan Mas Rajadanu

Penyediaan benih ikan yg bermutu merupakan salah satu kebutuhan primer pada mempertinggi produktivitas usaha budidaya ikan air tawar .Benih ikan bermutu yang didapatkan oleh Balai-Balai Penelitian perlu dikembangkan penyebarluasannya pada wilayah.

Hasil kajian adaptasi ikan mas strain Rajadanu yang dilaksanakan oleh IPPTP Mataram, kerjasama dengan Balitkanwar Sukamandi pada TA. 1996/1997 diketahui daya adaptasi dan laju pertumbuhannya lebih baik dari Majalaya yang sudah lama dikenal di NTB. Selain itu dari segi rasa tidak berbeda dengan Majalaya. Melihat kenyataan tersebut Balai Benih Ikan (BBI) Batukumbung mengembangkan pembenihan Rajadanu dan pada awal Pebuari 1998 benih Rajadanu telah berhasil diproduksi. Kajian Pembesaran Rajadanu hasil pembenihan tersebut telah dilaksanakan di kolam BBI Batukumbung dan di sawah (minapadi) di desa Teratak Lombok Tengah TA. 1999/2000, menunjukkan bahwa daya adaptasi Rajadanu yang dipelihara di kolam cukup tinggi dengan kelangsungan hidup (SR) mencapai 75%, produktivitas sebesar 5.050 t/ha, masa pemeliharaan 3 bulan. Pada pemeliharaan di sawah (minapadi legowo), tingkat kelangsungan hidup mencapai 73%, dengan produktivitas rata-rata 204 kg/ha, masa pemeliharaan 60 hari.
Ikan mas strain Rajadanu

BIOLOGI IKAN MAS RAJADANU

Rajadanu termasuk bangsa (ordo) Cypriniformes, sub bangsa Cyprinoidei, suku (family) Cyprinoidea, sub suku Cyprininae, marga (genus) Cyprinus dan jenis (species) Cyprinus carpio, strain Rajadanu.

Ciri-karakteristik morfologi:

  1. Bentuk badan memanjang dengan perbandingan panjang total dan tinggi badan 3,5 : 1.
  2. Badan bersisik penuh dengan ukuran sisik normal.
  3. Punggung berwarna hijau keabu-abuan, makin kearah perut warna sisik semakin memutih dan sampai perut berwarna putih.

POTENSI BIOLOGI

1. Sifat reproduksi induk:

  • Kematangan induk : betina : umur 1,5 – 2 tahun, dengan bobot 2-3 kg; jantan : umur 0,5 -1 tahun dengan bobot 0,6 - 1 kg.
  • Diameter telur :1,3 – 1,6 mm
  • Fekunditas/ kg induk: 148.000 151.000 butir.
  • Derajat penetasan : 85 – 93 %
  • Panjang larva : 4 – 7 mm.

Dua. Kebiasaan makan

Ikan mas Rajadanu termasuk pemakan segala (hewan pemakan daging dan tumbuh-tumbuhan). Makanannya berupa jasad hewan atau tanaman yang umumnya hidup didasar perairan. Hewan dasar tersebut misalnya Cacing, Siput, dll. Ikan mas Rajadanu makan dengan cara mengambil lumpur, menghisap bagian-bagian yang dapat dicerna & sisanya akan dimuntahkan. Ikan mas Rajadanu menaruh daya adaptasi dan laju pertumbuhan yg tinggi menggunakan hadiah pakan buatan.

Tiga. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah fungsi menurut metoda budidaya yang di terapkan, padat penebaran, mutu dan jumlah pakan, mutu air dan kompetisi. Hasil kajian pada kolam BBI Batukumbung, benih ukuran 5-8 cm (lima-10 gram) menggunakan kepadatan 10 ekor/m2, diberikan pakan komersial 3-5% dari berat individu dalam saat tiga bulan bisa mencapai 73,29 gr per ekor. Sementara hasil kajian minapadi menggunakan cara tanam jajar legowo, benih ukuran lima-8 cm menggunakan kepadatan 5000 ekor/ha, dalam saat 60 hari pemeliharaan dapat mencapai 33,87 gram per ekor.

Sumber : Lembar keterangan pertanian (Liptan) IP2TP Mataram No. 06/Liptan/2000

Semoga Bermanfaat...

PRINSIP-PRINSIP PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN

PRINSIP KELESTARIAN SUMBER DAYA PERIKANAN

Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan diharapkan tidak menyebabkan rusaknya fishing ground, spawning ground, maupun nursery ground ikan.  Selain itu, tidak pula merusak hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun yang memiliki keterkaitan ekologis dengan ikan.

PRINSIP KELESTARIAN BUDAYA

Pengelolaan dan pemanfaatan asal daya perikanan dalam era swatantra daerah seyogianya wajib memperhatikan pula kearifan lokal, pengetahuan lokal, hukum-hukum adat, dan aspek kelembagaan lainnya yg berkaitan menggunakan pengelolaan sumber daya tadi.

Di Indonesia ada beberapa wilayah yang mempunyai aturan pengelolaan asal daya perikanan yang bersifat tradisional, contohnya: sasi pada Maluku, rompong pada Sulawesi Selatan, & ondoafi pada Irian Jaya.

PRINSIP EKONOMI

Pengelolaan & pemanfaatan asal daya perikanan pada konteks otonomi daerah dibutuhkan mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah & pendapatan orisinil daerah sehingga sanggup mewujudkan kemandirian dan keadilan ekonomi.

PRINSIP PARTISIPATIF

Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan akan bisa berjalan dengan baik apabila melibatkan partisipasi seluruh pihak yang terkait.

PRINSIP AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI

Pengelolaan & pemanfaatan sumber daya perikanan harus memperhatikan pula aspek akuntabilitas dan transparansi pada pelaksanaannya.

PRINSIP KETERPADUAN

Prinsip keterpaduan dalam pengelolaan & pemanfaatan sumber daya perikanan adalah hal yg penting buat diupayakan. Melalui keterpaduan pada antara pemangku kepentingan, proses perencanaan, pelaksanaan,

& pengawasan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan akan bisa berjalan dengan baik.

PRINSIP PERSATUAN DAN KESATUAN

Pengelolaan & pemanfaatan asal daya perikanan pada era otonomi wilayah merupakan upaya memberdayakan kekuatan rakyat lokal buat menjaga keberadaan NKRI.

Dari 7 prinsip pengelolaan asal daya perikanan yang sebagai landasan menuju desentralisasi, dari pendapat saya (penyusun) prinsip yg paling krusial adalah ?Prinsip Partisipatif?, menggunakan beberapa alasan menjadi berikut:

-    Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, otoritas pengelolaan sumber daya perikanan adalah pemerintah melalui menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perikanan, dengan beberapa kewenangan (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009). Akan tetapi dalam kerangka otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan, otoritas dan wewenang tersebut didelegasikan (desentralisasi) ke daerah (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004). Selain itu, pengelolaan perikanan harus mempertimbangkan hukum adat dan kearifan lokal serta memperhatikan peran serta masyarakat (Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009).

-    Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan yang begitu besar pada pemanfaatannya diperlukan kejelasan pengaturan, sehingga sumber daya tersebut dapat dikelola dengan efisien dan efektif untuk kepentingan pembangunan  ekonomi di masa sekarang dan masa depan. Penjabaran kewenangan yang dilakukan perlu diikuti dengan pengembangan system dan mekanisme hubungan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, dalam rangka mendorong upaya sikronisasi dan integrasi antara kebijakan makro dengan kebijakan teknis serta pelaksanaan pengelolaan sumber daya perikanan.

-    Penetapan kebijakan operasional pengelolaan sumber daya perikanan pada tingkat daerah (pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota) yang dapat mengembangkan kebijakan pada tingkat lebih operasional untuk dapat digunakan dalam pengelolaan kelautan dan perikanan sesuai dengan karakteristik masing-masing.

-    Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan akan dapat berjalan dengan baik jika melibatkan partisipasi dan peran serta semua pihak yang terkait.

SUMBER:

http://student.Ut.Ac.Id/

http://www.Ut.Ac.Id/html/suplemen/mmpi5102/pelukisan.Htm

Satria, Arif. Et.Al (2002) Acuan Singkat Menuju Desentralisasi Pengelolaan Sumber Daya Perikanan

#Tag : Ekosistem

Mengenal Mangrove : Bruguiera exaristata Ding Hou

Nama setempat : Tidak tahu.

Deskripsi umum : Semak atau pohon yang selalu hijau dengan ketinggian mencapai 10 m. Kulit kayu berwarna abu-abu tua, pangkal batang menonjol, dan memiliki sejumlah besar akar nafas berbentuk lutut.

Daun : Permukaan atas daun berwarna hitam, bagian bawah memiliki bercak-bercak, tepi daun sering tergulung ke dalam. Unit & letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat memanjang. Ujung: meruncing. Ukuran: 5,5-11,5 x 2,5 x4,5 cm.
Daun Bruguiera exaristata Ding Hou

Bunga : Bunga hijau-kekuningan, tepi daun mahkota memiliki rambut berwarna putih dan kemudian akan rontok. Letak: di ketiak daun, menggantung. Formasi: soliter. Daun mahkota: 8-10; panjang 10-13 mm. Kelopak bunga: 8-10; panjang 10-15 mm.
Bunga Bruguiera exaristata Ding Hou

Buah : Hipokotil berbentuk tumpul, silindris agak menggelembung. Ukuran: Hipokotil: panjang 5-7 cm dan diameter 6-8 mm
Buah Bruguiera exaristata Ding Hou

Ekologi : Tumbuh di sepanjang jalur air atau menuju bagian belakang lokasi mangrove. Kadang-kadang ditemukan suatu kelompok yang hanya terdiri dari jenis tersebut. Substrat yang cocok adalah tanah liat dan pasir. Toleran terhadap salinitas yang tinggi. Hipokotil relatif kecil dan mudah tersebar oleh pasang surut atau banjir. Anakan tumbuh tidak baik di bawah lindungan. Bunga dan buah terdapat sepanjang tahun.

Penyebaran : Penyebaran terbatas. Diketahui dari Timor, Irian Jaya Selatan dan Australia Utara.

Kelimpahan : Cukup umum.

Manfaat : Tidak tahu.

Catatan : Pada masa lalu B. sexangula sering dikelirukan dengan jenis ini.

Sumber : Panduan Pengenalan Mangrove Indonesia.2006.

Semoga Bermanfaat...

PENGOLAHAN KECAP IKAN

PENDAHULUAN

Kecap ikan adalah cairan yan diperoleh dari hasil fermentasi ikan di dalam larutan garam. Selama fermentasi, mikroba halofilik seperti Saccharomyces, Torulopsis, dan Pediococcus yang tahan garam berkembang menghasilkan senyawa flavor.

BAHAN

1)    Ikan. Sebaiknya digunakan ikan-ikan kecil yan kurang disukai untuk dikonsumsi. Ikan dicuci bersih, ditiriskan dengan sempurna. Kemudian dihamparkan dan diangin-anginkan selama satu jam.

2)    Garam. Garam kasar ditumbuk sampi halus. Jumlah: 20% dari berat ikan.

3)    Bumbu. Bumbu kecap adalah jahe, lengkuas, kayu manis, dan gula merah.

PERALATAN

1)    Wadah fermentasi. Alat ini digunakan untuk fermentasi ikan menjadi kecap ikan. Untuk usaha rumahtangga dapat digunakan ember plastik. Untuk usaha agak besar, perlu menggunakan wadah dari logam yang tahan garam, atau wadah dari fiber glass.

2)    Wadah perebus. Wadah ini digunakan untuk merebus cairan kecap.

3)    Kompor

4)    Kain penyaring. Alat ini digunakan untuk menyaring kecap hingga diperolehkecap yang jernih.

5)    Botol

6)    Alat penutup botol

7)    Pemberat. Dibuat dari kayu dan di atasnya diletakkan coran semen

8)    pemberat.

CARA PEMBUATAN

1) Proses Pendahuluan

a.     Bila menggunakan ikan ukuran sedang dan besar, ikan harus disiangi untuk membuang jeroan dan insang. Kemudian ikan dicuci, dibelah dan dipotong-potong berukuran 3-4 cm.

b.    Bila menggunakan ikan berukuran kecil (teri) ikan cukup dicuci dan ditiriskan.

Dua) Fermentasi Kecap No. 1

a.     Dasar wadah fermentasi ditaburi dengan garam yang telah ditumbuk halus setinggi 0,25 cm, kemudian ikan disusun membentuk satu lapisan. Di atas lapisan ini ditaburi lagi garam setinggi 0,25 cm secara merata, kemudian diatasnya disusun lagi satu lapis ikan. Demikian seterusnya sampai wadah penuh. Garam yang digunakan adalah 20 % dari berat ikan. Setiap 1 kg ikan membutuhkan 200 g garam halu. Wadah ditutup rapat kemudian disimpan (difermentasi) selama 3-6 bulan.

b.    Setelah masa fermentsi tersebut, saluran cairan pada bagian wadah dibuka, dan ciran yang keluar ditampung melalui kain saring (2 lapis).

c.     Cairan jernih ini disebut kecap nomor 1.

3)  Fermentasi Kecap No. 2

Ikan-ikan yg belum musnah, dapat dibubuhi garam lima% menurut berat ikan semula. Kemudian difermentasikan lagi selama 3 bulan. Cairan yg diperoleh merupakan kacap angka 2. Kecap angka dua ini tidak sejernih dan nir sesedap kecap angka 1.

4)  Penyiapan Bumbu Kecap Asin

a.     Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan kecap membutuhkan 40 gram jahe).

b.    Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan kecap membutuhkan 40 gram lengkuas).

c.     Kayu manis dipotong kecil-kecil (tiap liter kecap membutuhkan 20 gram kayu manis).

d.    Bumbu-bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain, diikat dan diberi tali dari benang katun yang kuat.

5)  Penyiapan Bumbu Kecap Manis

a.     Gula merah diiris-iris, dan digiling sampai halus (tiap liter kecap membutuhkan 500 gram gula merah).

b.    Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan kecap membutuhkan 40 gram jahe)

c.     Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1 liter cairan kecap membutuhkan 40 gram lengkuas).

d.    Kayu manis dipotong kecil-kecil (tiap liter kecap membutuhkan 20 gram kayu manis).

e.    Gula merah dan bumbu-bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain, diikat dan diberi tali dari benang katun yang kuat.

6)   Pembumbuan dan Pemasakan Kecap Asin

Cairan kecap (yang angka 1 atau angka dua) ditambahkan menggunakan air (tiap liter cairan kecap ditambah menggunakan 0,5 liter air). Cairan direbus sampai mendidih. Setelah itu api dikecilkan sekedar menjaga agar cairan tetap mendidih. Bumbu kecap asin yang telah dibungkus diatas dicelupkan ke pada cairan yang mendidih dan diaduk-aduk terus menerus selama 15 menit. Kecap yg dihasilkan adalah kecap asin. Ketika masih panas, kecap asin ini disaring menggunakan 2 lapis kain saring.

7)   Pembumbuan dan Pemasakan Kecap Manis

Cairan kecap (yang angka 1 atau nomor dua) dibubuhi dengan air (tiap liter cairan kecap ditambah menggunakan 0,lima liter air). Cairan direbus hingga mendidih. Setelah itu api dikecilkan sekedar menjaga supaya cairan permanen mendidih.

Bumbu kecap cantik yg sudah dibungkus diatas dicelupkan ke dalam cairan yang mendidih dan diaduk-aduk rata terus menerus selama 15 menit. Kecap yang didapatkan adalah kecap manis. Ketika masih panas, kecap manis ini disaring dengan dua lapis kain saring.

8) Pembotolan

Kecap yang masih panas segera dimasukkan ke dalm botol, lalu ditutup kedap & diberi label.

SUMBER:

http://www.Ristek.Go.Id

https://www.google.com/search?q=ikan+pindang+ duri+lunak&source=

Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat, Hasbullah, Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Industri Sumatera Barat.

Mengenal Mangrove : Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

Nama setempat : Pertut, taheup, tenggel, putut, tumu, tomo, kandeka, tanjang merah, tanjang, lindur, sala-sala, dau, tongke, totongkek, mutut besar, wako, bako, bangko, mangimangi, sarau.

Deskripsi umum : Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut.

Daun : Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak). Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips sampai elips-lanset. Ujung: meruncing Ukuran: 4,5-7 x 8,5-22 cm.
Daun Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

Bunga : Bunga bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9-25 mm. Letak: di ketiak daun, menggantung. Formasi: soliter. Daun Mahkota: 10-14; putih dan coklat jika tua, panjang 13-16 mm. Kelopak Bunga: 10-14; warna merah muda hingga merah; panjang 30-50.
Bunga Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

Buah : Buah melingkar spiral, bundar melintang, panjang 2-2,5 cm. Hipokotil lurus, tumpul dan berwarna hijau tua keunguan. Ukuran: Hipokotil: panjang 12-30 cm dan diameter 1,5-2 cm.
Buah Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

Ekologi : Merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta tahap awal dalam transisi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di areal dengan salinitas rendah dan kering, serta tanah yang memiliki aerasi yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove, sepanjang tambak serta sungai pasang surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substrat-nya terdiri dari lumpur, pasir dan kadang-kadang tanah gambut hitam. Kadang-kadang juga ditemukan di pinggir sungai yang kurang terpengaruh air laut, hal tersebut dimungkinkan karena buahnya terbawa arus air atau gelombang pasang. Regenerasinya seringkali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga dan buah terdapat sepanjang tahun. Bunga relatif besar, memiliki kelopak bunga berwarna kemerahan, tergantung, dan mengundang burung untuk melakukan penyerbukan.

Penyebaran : Dari Afrika Timur dan Madagaskar hingga Sri Lanka, Malaysia dan Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat dan Australia Tropis.

Kelimpahan : Umum dan tersebar luas.

Manfaat : Bagian dalam hipokotil dimakan (manisan kandeka), dicampur dengan gula. Kayunya yang berwarna merah digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang.

Sumber : Panduan Pengenalan Mangrove Indonesia.2006.

Semoga Bermanfaat...

SIKLUS BIOGEOKIMIA

Siklus biogeokimia adalah representasi menurut sirkulasi & siklus ulang bahan pada alam. Yg menggambarkan aliran elemen penting dari lingkungan ke makhluk hidup & kembali ke lingkungan Siklus biogeokimia primer yang dipelajari dalam ekologi adalah daur air, siklus karbon, dan siklus nitrogen, di samping itu juga mempelajari daur phosphor & sulfur.

Gambar 1. Siklus biogeokimia secara umum

Sumber: http://www.Colorado.Edu/GeolSci/courses/ GEOL1070/ chap04/chapter4.Html

Daftar berikut adalah menjelaskan lokasi penyimpanan primer (waduk) untuk hal-hal krusial, proses dimana setiap elemen terintegrasi pada tanaman dan hewan darat (asimilasi) dan proses menggunakan mana setiap elemen mengacu pada lingkungan (rilis).

1. Siklus air

dua. Siklus karbon

tiga. Siklus nitrogen

4. Siklus phosphor

5. Siklus sulfur

SIKLUS KARBON

Siklus Karbon adalah galat satu yang paling krusial untuk manusia, untuk kehidupan kita lantaran merupakan:

1. Galat satu unsur primer yg menciptakan jaringan insan

dua. Diharapkan buat flora, dasar dari makanan insan

Dan pula ditimbulkan daur tadi krusial bagi sistem iklim yang menetapkan latar belakang buat lingkungan kita. Karbon dioksida (CO 2) & metana (CH 4) gas rumah kaca yg membantu mengatur suhu global.

Gambar dua. Siklus karbon

Sumber: http://www.Colorado.Edu/GeolSci/courses/ GEOL1070/ chap04/chapter4.Html

SIKLUS NITROGEN

Gambar tiga. Siklus nitrogen

Sumber: http://www.Colorado.Edu/GeolSci/courses/GEOL1070/ chap04/chapter4.Html

SIKLUS AIR

Siklus hidrologi memberitahuakn transfer air dari lautan ke atmosfer lalu ke daratan & pulang ke samudera lagi

SUMBER:

http://student.Ut.Ac.Id/

http://www.Colorado.Edu/GeolSci/courses/GEOL1070/ chap04/chapter4.Html

#Tag : Ekosistem

Mengenal Mangrove : Bruguiera hainessii C.G.Rogers

Nama setempat : Berus mata buaya.

Deskripsi umum : Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian mencapai 30 meter dan batang berdiameter sekitar 70 cm. Kulit kayu berwarna coklat hingga abu-abu, dengan lentisel besar berwarna coklat-kekuningan dari pangkal hingga puncak.

Pohon Bruguiera hainessii C.G. Rogers

Daun : Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan di bawahnya. U nit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips sampai bulat memanjang. Ujung: meruncing. Ukuran: 9-16 x 4-7 cm.
Daun Bruguiera hainessii C.G.Rogers

Bunga : Letak: Di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga (panjang tandan: 18-22 cm). Formasi: kelompok (2-3 bunga per tandan. Daun Mahkota: putih, panjang 7-9 mm. Berambut pada tepi bawah dan agak berambut pada bagian atas cuping. Kelopak Bunga: 10; hijau pucat; bagian bawah berbentuk tabung, panjangnya 5 mm.
Bunga Bruguiera hainessii C.G.Rogers

Buah : Hipokotil berbentuk cerutu atau agak melengkung dan menebal menuju bagian ujung. Ukuran: Hipokotil: panjang 9 cm dan diameter 1 cm.
Buah Bruguiera hainessii C.G.Rogers

Ekologi : Tumbuh di tepi daratan hutan mangrove pada areal yang relatif kering dan hanya tergenang selama beberapa jam sehari pada saat terjadi pasang tinggi.

Penyebaran : Dari India hingga Burma, Thailand, Malaysia, seluruh Indonesia dan Papua New Guinea.

Kelimpahan : Agak kurang umum.

Manfaat : Tidak tahu.

Sumber : Panduan Pengenalan Mangrove Indonesia.2006.

Semoga Bermanfaat...

PERSYARATAN JAMINAN MUTU DAN KEMANAN HASIL PERIKANAN PADA UNIT PENGUMPUL/SUPPLIER

1. Persyaratan Umum

a.     unit pengumpul/supplier hanya menerima bahan baku dari unit pembudidayaan ikan yang bersertifikat cara budidaya ikan yang baik, kapal penangkap dan kapal pengangkut ikan yang bersertifikat cara penanganan ikan yang baik;

b.    unit pengumpul/supplier harus memperhatikan jenis ikan tertentu yang dilarang atau memerlukan persyaratan tertentu yang dipasarkan untuk konsumsi manusia, misalnya:

1)    ikan beracun yang berasal dari famili Tetraodontidae, Molidae, Diodontidae, Canthigasteridae; dan

2)    produk hasil perikanan yang mengandung biotoksin seperti jenis ikan karang yang mengandung toksin ciguatera dan kekerangan yang mengandung toksin hayati misalnya: Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Diarethic Shellfish Poisining (DSP), Amnesic Shellfish Poisining (ASP), Neurotic Shellfish Poisining (NSP).

c.     unit pengumpul/supplier dilarang menggunakan bahan tambahan yang tidak diizinkan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan;

d.    unit pengumpul/supplier dilarang menggunakan bahan kimia misalnya: Pestisida, fumigan, desinfektan dan deterjen. Apabila digunakan maka harus di bawah pengawasan petugas yang mengetahui bahaya penggunaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

e.    unit pengumpul/supplier yang menangani produk beku harus mempunyai sarana:

1)    pembekuan yang mampu menurunkan suhu secara cepat hingga mencapai suhu pusat -180C; dan

2)    penyimpanan beku (cold storage) yang mampu menjaga suhu produk -180C atau lebih rendah.

f.      unit pengumpul/supplier yang menangani produk segar harus mempunyai sarana pendinginan yang mampu mempertahankan suhu produk pada titik leleh es;

g.     unit pengumpul/supplier yang akan melakukan penanganan atau pengolahan ikan harus memiliki, membangun atau bermitra dengan unit pengolah ikan; dan

h.    pengumpul/supplier dilarang memasarkan hasil olahan yang tidak sesuai standar untuk dikonsumsi manusia.

Dua. Persyaratan Lokasi & Bangunan

a.     Lokasi

Unit Pengumpul/Supplier wajib memenuhi persyaratan lokasi menjadi berikut:

1)    unit pengumpul/supplier harus dibangun di lokasi yang tidak tercemar dan berdekatan dengan sumber bahan baku yang bermutu baik, serta dapat diakses untuk melakukan pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan; dan

2)    unit pengumpul/supplier tidak diperbolehkan dibangun di lingkungan pemukiman, kawasan industri atau kegiatan lain yang dapat mencemari hasil perikanan yang diolah.

b.    Bangunan

Unit Pengumpul/Supplier harus memenuhi persyaratan fasilitas bangunan minimal sebagai berikut:

1)    ruang kerja yang cukup untuk melakukan kegiatan dengan kondisi yang higienis;

2)    bangunan harus mampu menghindari kontaminasi terhadap hasil perikanan dan terpisah antara ruang penanganan hasil perikanan yang bersih dan ruang penanganan hasil perikanan yang kotor;

3)    bangunan harus dirancang dan ditata dengan konstruksi sedemikian rupa untuk mendukung proses penanganan secara saniter, cepat, dan tepat;

4)    bangunan harus dirawat, dibersihkan, dan dipelihara secara saniter;

5)    bangunan harus mampu melindungi produk dari binatang pengganggu dan potensi kontaminasi lainnya;

6)    ruangan yang digunakan untuk penanganan hasil perikanan harus memenuhi persyaratan:

a)    lantai harus mempunyai kontruksi kemiringan yang cukup, kedap air, mudah dibersihkan dan disanitasi, serta dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan pembuangan air;

b)    dinding harus rata permukaannya, mudah dibersihkan, kuat, dan kedap air;

c)    pintu terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan;

d)    langit-langit atau sambungan atap mudah dibersihkan;

e)    ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup untuk menghindari kondensasi; dan

f)     penerangan yang cukup, baik lampu maupun cahaya alami.

7)    bangunan harus dilengkapi fasilitas untuk mendukung kebersihan karyawan dengan konstruksi dan jumlah yang memadai sebagai berikut:

a)    toilet tidak berhubungan langsung dengan ruang penanganan;

b)    bak cuci kaki dan fasilitas cuci tangan yang mudah dijangkau untuk digunakan sebelum, selama dan sesudah melakukan penanganan hasil perikanan; dan

c)    ruang tempat penyimpanan barang-barang karyawan (loker).

8)    memiliki ruang atau tempat khusus untuk menyimpan es dan bahan kebutuhan penanganan lainnya, misalnya bahan pengemas.

Tiga. Peralatan dan Perlengkapan

a.     Peralatan dan perlengkapan yang digunakan berhubungan langsung dengan ikan harus dirancang dan terbuat dari bahan tahan karat, tidak beracun, tidak menyerap air, mudah dibersihkan dan tidak menyebabkan kontaminasi terhadap hasil perikanan;

b.    Peralatan dan perlengkapan harus ditata sedemikian rupa pada setiap tahapan proses untuk menjamin kelancaran, mencegah kontaminasi silang dan mudah dibersihkan; dan

c.     Peralatan dan perlengkapan yang digunakan untuk menangani limbah yang dapat menyebabkan kontaminasi, harus diberi tanda dan dipisahkan dengan jelas supaya tidak dipergunakan untuk menangani ikan, bahan penolong, bahan tambahan pangan, serta produk akhir.

4. Pekerja

a.     pekerja yang melakukan kegiatan penanganan hasil perikanan harus sehat, tidak sedang mengalami luka, tidak menderita penyakit menular atau menyebarkan kuman penyakit menular;

b.    menggunakan pakaian dan perlengkapan kerja yang bersih dan tutup kepala sehingga menutupi rambut secara sempurna;

c.     mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan;

d.    tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum di area penanganan produk; dan

e.    pekerja yang menangani produk tidak diperbolehkan menggunakan asesoris, kosmetik, obat-obat luar, atau melakukan tindakan yang dapat mengkontaminasi produk.

5. Penanganan Hasil Perikanan

a.     Produk Segar

1)    produk segar yang sedang atau masih menunggu untuk ditangani, dikemas dan/atau dikirim, harus diberi es atau disimpan di ruang dingin yang mampu mempertahankan suhu produk pada titik leleh es; dan

2)    penanganan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga mencegah kontaminasi atau penurunan mutu.

b.    Produk Beku

1)    harus memiliki fasilitas penyimpanan yang mampu mempertahankan suhu pusat produk -180C;

2)    apabila karena alasan teknis dipersyaratkan suhu yang lebih tinggi, misalnya dengan menggunakan pembekuan air garam untuk tujuan pengalengan diperbolehkan sepanjang tidak lebih tinggi dari -9°C; dan

3)    disimpan pada ruang penyimpanan beku yang dilengkapi dengan alat pencatat/perekam suhu otomatis yang mudah dibaca, sensor suhu harus diletakkan di tempat yang suhunya paling tinggi.

6. Pengepakan & Pelabelan

a.     Pengepakan harus dilakukan pada kondisi yang higienis untuk menghindari kontaminasi pada hasil perikanan;

b.    Bahan pengepak harus memenuhi persyaratan higiene, yaitu:

1)    tidak boleh mempengaruhi karakteristik organoleptik dari hasil perikanan;

2)    tidak boleh menjadi sumber kontaminasi yang membahayakan kesehatan manusia; dan

3)    harus cukup kuat melindungi hasil perikanan.

c.     Bahan pengepakan tidak boleh digunakan kembali kecuali wadah tertentu yang terbuat dari bahan yang kedap air, halus, dan tahan karat yang mudah dibersihkan dan disanitasi;

d.    Bahan pengepakan yang digunakan untuk produk segar yang di-es harus dilengkapi dengan saluran pembuangan untuk lelehan air;

e.    Untuk tujuan pengawasan ketertelusuran (traceability) produk, digunakan label (untuk produk yang dikemas) atau dokumen yang menyertai (untuk produk yang tidak dikemas), adapun informasi tersebut mencakup:

1)    asal dan jenis produk yang dapat ditulis secara lengkap atau singkatan dengan menggunakan huruf besar; dan

2)    nama dan nomor registrasi unit pengumpul/supplier.

f.      Memperhatikan persyaratan pelabelan untuk produk-produk perikanan tertentu misalnya yang beracun (poisoning) atau memerlukan persyaratan tertentu untuk dikonsumsi.

SUMBER:

Ditjen P2HP, 2013. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 52A/KEPMEN-KP/2013 tentang Persyaratan Jaminan Mutu & Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan & Distribusi.