Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Tampilkan postingan dengan label penyuluhan. Tampilkan semua postingan

JENIS - JENIS PUKAT HELA (trawl) DAN PUKAT TARIK (seine nets)

Pukat hela & pukat tarik memiliki jenis yang bermacam - macam sesuai jenis ikan yang ditangkap. Berikut jenis dari masing - masing indera tangkap pukat hela & pukat tarik.

A. Jenis - Jenis Pukat Hela (trawl)

1. Pukat Hela Dasar (Bottom trawl)

a. Pukat hela dasar berpalang (Beam trawls)

Beam trawls

b. Pukat hela dasar berpapan (Otter trawls)

Otter trawls

c. Pukat hela dasar dua kapal (Pair Trawls)

Pair trawls

d. Nephrops trawl (Nephrops trawl)

Nephrops trawl

e. Pukat hela dasar udang (Shrimp trawl)

Shrimp trawl

2. Puka Hela Pertengahan (Midwater trawls)

a. Pukat hela pertengahan berpapan (Otter trawls)

Otter trawls

     b. Pukat hela pertengahan dua kapal (Pair Trawls)

Pair trawls

c. Pukat hela pertengahan udang (Shrimp trawl)

Shrimp trawl

3. Pukat Hela Kembar Berpapan (Otter twin trawls)

Otter twin trawls

4. Pukat Dorong

B. Jenis - Jenis Pukat Tarik (Seine Nets)

1. Pukat Tarik Pantai (Beach seines)

Beach seines

2. Pukat Tarik Berkapal (Boat or vessel seines)

a. Dogol (Danish seines)

Danish seines

b. Scottish seines

Scottish seines

c. Pair seines

d. Payang
Payang

e. Cantrang
Cantrang

f. Lampara Dasar
Lampara dasar

Sumber : PERMEN KP No. 2 Tahun 2015

Semoga Bermanfaat...

Alat Tangkap Ikan Yang Dilarang Berdasarkan PERMEN KP No. 2 Tahun 2015

Berdasarkan PERMEN KP No. 2 Tahun 2015 menyatakan bahwa penggunaan alat tangkap Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dilarang.

Penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia telah mengakibatkan menurunnya sumber daya ikan dan mengancam kelestarian lingkungan sumber daya ikan, sehingga perlu dilakukan pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets).

Pukat Hela (trawls) adalah semua jenis alat penangkapan ikan berbentuk jaring berkantong, berbadan dan bersayap yang dilengkapi dengan pembuka jaring yang dioperasikan dengan cara ditarik/dihela menggunakan satu kapal yang bergerak. Pukat Hela (trawls) merupakan kelompok alat penangkapan ikan terbuat dari jaring berkantong yang dilengkapi dengan atau tanpa alat pembuka mulut jaring dan pengoperasiannya dengan cara dihela di sisi atau di belakang kapal yang sedang melaju (SNI 7277.5:2008). Alat pembuka mulut jaring dapat terbuat dari bahan besi, kayu atau lainnya.
Salah satu jenis pukat hela (trawl)

Pengoperasian alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dilakukan dengan cara menghela pukat di sisi atau di belakang kapal yang sedang melaju. Pengoperasiannya dilakukan pada kolom maupun dasar perairan, umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal termasuk udang dan crustacea lainnya tergantung jenis pukat hela yang digunakan. Pukat hela dasar dioperasikan di dasar perairan, umumnya untuk menangkap ikan demersal, udang dan crustacea lainnya. Pukat hela pertengahan dioperasikan di kolom perairan, umumnya menangkap ikan pelagis.

Pukat Tarik (seine nets) adalah kelompok alat penangkapan ikan berkantong (cod-end) tanpa alat pembuka mulut jaring, pengoperasiannya dengan cara melingkari gerombolan (schooling) ikan dan menariknya ke kapal yang sedang berhenti/berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalui kedua bagian sayap dan tali selambar. (SNI 7277.6:2008). Pengoperasian Pukat tarik (seine net) dilakukan dengan cara melingkari gerombolan ikan pelagis atau ikan demersal dengan menggunakan kapal atau tanpa kapal.

Salah satu pukat tarik (seine nets)

Pukat ditarik ke arah kapal yang sedang berhenti atau berlabuh jangkar atau ke darat/pantai melalui tali selambar di kedua bagian sayapnya. Pengoperasiannya dilakukan pada permukaan, kolom maupun dasar perairan umumnya untuk menangkap ikan pelagis maupun ikan demersal tergantung jenis pukat tarik yang digunakan. Pukat tarik pantai dioperasikan di daerah pantai untuk menangkap ikan pelagis & demersal yang hidup di daerah pantai. Dogol dan lampara dasar dioperasikan pada dasar perairan umumnya menangkap ikan demersal. Payang dioperasikan di kolom perairan umumnya menangkap ikan pelagis.

Pukat hela dan pukat tarik memiliki jenis yang bermacam - macam sesuai jenis ikan yang ditangkap. Berikut jenis dari masing - masing alat tangkap pukat hela dan pukat tarik. Untuk penjelasan mengenai jenis - jenis pukat hela dan pukat tarik silahkan baca disini. JENIS - JENIS PUKAT HELA (trawl) DAN PUKAT TARIK (seine nets).

Sumber : PERMEN KP No. 2 Tahun 2015. Tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) DI Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Semoga Bermanfaat...

Sardine Run, Fenomena Unik Ikan-ikan di Pesisir Timur Afrika Selatan

Fenomena ini dikenal menggunakan kata KwaZulu-Natal Sardine Run (KZN run) atau migrasi kawanan terbesar di Bumi.

Sekali dalam setahun, Afrika Selatan sebagai rumah bagi peristiwa alam yg menakjubkan. Para penjelajah bahari akan menyaksikan ribuan spesies bahari mulai dari berbagai jenis lumba-lumba, kawanan gannet, dan banyak lagi pada jeda dekat pada kenyataan ini.

Fenomena ini dikenal menggunakan kata KwaZulu-Natal Sardine Run (KZN run) atau migrasi kawanan terbesar di Bumi. Ketika sekawanan ikan sarden melakukan perjalanan di sepanjang provinsi KwaZulu-Natal yang terletak di pesisr timur Afrika Selatan. Sardine Run biasanya terjadi di bulan Mei hingga Juni.

Selama trend dingin pada belahan bumi selatan, suhu perairan dekat pantai mulai mendingin di bawah 22 derajat Celsius atau 71,6 derajat Fahrenheit. Ikan sarden melakukan ekspansi wilayah yang cocok menggunakan syarat terakhir habitat mereka. Perairan dingin memikat ikan sarden untuk berenang di dekat pantai dalam kawanan akbar. Bagi predator besar misalnya hiu & paus yang memakan sarden, migrasi besar ini adalah seremoni akbar !

?Migrasi musiman ini menunjukkan kesempatan langka buat menyaksikan tontonan yg luar biasa. Masyarakat kurang lebih nir biasa melihat kenyataan ini pada tanggal pantai," istilah Carl van der Lingen, peneliti di Marine Research Institute pada Universitas Cape Town.

Sardine run menjadi magnet bagi aneka macam macam spesies. Mulai menurut gannets Cape, penguin Afrika, paus humpback, lumba-lumba & hiu. Van der Lingen memperkirakan ratusan juta ikan berpartisipasi dalam kenyataan ini.

"Kami telah melakukan 3 survei di pantai, pada setiap survei diperkirakan terdapat lebih kurang 30.000 ton sarden," kata van der Lingen. Jumlah ini diasumsikan bila setiap ikan berbobot kurang lebih 70 gram, maka totalnya menjadi 430 juta ikan.

Ia pula memperkirakan terdapat hampir 10.000 lumba-lumba & ribuan gannets terkait dengan KZN run.

Jumlah migrasi ikan ini sungguh luar biasa, ditambah eksistensi spesien lain menjadi predator yg berkumpul pada satu tempat. Jumlah ini kentara lebih besar menurut migrasi rusa kutub menurut Afrika Timur dalam konteks biomassa.

KwaZulu-Natal sardine run lebih berdasarkan sekedar sebuah acara tahunan pada mana orang berduyun-duyun ke pantai hanya buat melihatnya. Lebih menurut itu, ia merupakan fenomena yg mempesona ilmuwan.

(K.N Rosandrani. Sumber : Alexandra E. Petri / nationalgeographic.Com)

Sumber : National Geographic Indonesia

Mengenal Mangrove : Bruguiera exaristata Ding Hou

Nama setempat : Tidak tahu.

Deskripsi umum : Semak atau pohon yang selalu hijau dengan ketinggian mencapai 10 m. Kulit kayu berwarna abu-abu tua, pangkal batang menonjol, dan memiliki sejumlah besar akar nafas berbentuk lutut.

Daun : Permukaan atas daun berwarna hitam, bagian bawah memiliki bercak-bercak, tepi daun sering tergulung ke dalam. Unit & letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: bulat memanjang. Ujung: meruncing. Ukuran: 5,5-11,5 x 2,5 x4,5 cm.
Daun Bruguiera exaristata Ding Hou

Bunga : Bunga hijau-kekuningan, tepi daun mahkota memiliki rambut berwarna putih dan kemudian akan rontok. Letak: di ketiak daun, menggantung. Formasi: soliter. Daun mahkota: 8-10; panjang 10-13 mm. Kelopak bunga: 8-10; panjang 10-15 mm.
Bunga Bruguiera exaristata Ding Hou

Buah : Hipokotil berbentuk tumpul, silindris agak menggelembung. Ukuran: Hipokotil: panjang 5-7 cm dan diameter 6-8 mm
Buah Bruguiera exaristata Ding Hou

Ekologi : Tumbuh di sepanjang jalur air atau menuju bagian belakang lokasi mangrove. Kadang-kadang ditemukan suatu kelompok yang hanya terdiri dari jenis tersebut. Substrat yang cocok adalah tanah liat dan pasir. Toleran terhadap salinitas yang tinggi. Hipokotil relatif kecil dan mudah tersebar oleh pasang surut atau banjir. Anakan tumbuh tidak baik di bawah lindungan. Bunga dan buah terdapat sepanjang tahun.

Penyebaran : Penyebaran terbatas. Diketahui dari Timor, Irian Jaya Selatan dan Australia Utara.

Kelimpahan : Cukup umum.

Manfaat : Tidak tahu.

Catatan : Pada masa lalu B. sexangula sering dikelirukan dengan jenis ini.

Sumber : Panduan Pengenalan Mangrove Indonesia.2006.

Semoga Bermanfaat...

Mengenal Mangrove : Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

Nama setempat : Pertut, taheup, tenggel, putut, tumu, tomo, kandeka, tanjang merah, tanjang, lindur, sala-sala, dau, tongke, totongkek, mutut besar, wako, bako, bangko, mangimangi, sarau.

Deskripsi umum : Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian kadang-kadang mencapai 30 m. Kulit kayu memiliki lentisel, permukaannya halus hingga kasar, berwarna abu-abu tua sampai coklat warna berubah-ubah). Akarnya seperti papan melebar ke samping di bagian pangkal pohon, juga memiliki sejumlah akar lutut.

Daun : Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan pada bagian bawahnya dengan bercak-bercak hitam (ada juga yang tidak). Unit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips sampai elips-lanset. Ujung: meruncing Ukuran: 4,5-7 x 8,5-22 cm.
Daun Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

Bunga : Bunga bergelantungan dengan panjang tangkai bunga antara 9-25 mm. Letak: di ketiak daun, menggantung. Formasi: soliter. Daun Mahkota: 10-14; putih dan coklat jika tua, panjang 13-16 mm. Kelopak Bunga: 10-14; warna merah muda hingga merah; panjang 30-50.
Bunga Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

Buah : Buah melingkar spiral, bundar melintang, panjang 2-2,5 cm. Hipokotil lurus, tumpul dan berwarna hijau tua keunguan. Ukuran: Hipokotil: panjang 12-30 cm dan diameter 1,5-2 cm.
Buah Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk.

Ekologi : Merupakan jenis yang dominan pada hutan mangrove yang tinggi dan merupakan ciri dari perkembangan tahap akhir dari hutan pantai, serta tahap awal dalam transisi menjadi tipe vegetasi daratan. Tumbuh di areal dengan salinitas rendah dan kering, serta tanah yang memiliki aerasi yang baik. Jenis ini toleran terhadap daerah terlindung maupun yang mendapat sinar matahari langsung. Mereka juga tumbuh pada tepi daratan dari mangrove, sepanjang tambak serta sungai pasang surut dan payau. Ditemukan di tepi pantai hanya jika terjadi erosi pada lahan di hadapannya. Substrat-nya terdiri dari lumpur, pasir dan kadang-kadang tanah gambut hitam. Kadang-kadang juga ditemukan di pinggir sungai yang kurang terpengaruh air laut, hal tersebut dimungkinkan karena buahnya terbawa arus air atau gelombang pasang. Regenerasinya seringkali hanya dalam jumlah terbatas. Bunga dan buah terdapat sepanjang tahun. Bunga relatif besar, memiliki kelopak bunga berwarna kemerahan, tergantung, dan mengundang burung untuk melakukan penyerbukan.

Penyebaran : Dari Afrika Timur dan Madagaskar hingga Sri Lanka, Malaysia dan Indonesia menuju wilayah Pasifik Barat dan Australia Tropis.

Kelimpahan : Umum dan tersebar luas.

Manfaat : Bagian dalam hipokotil dimakan (manisan kandeka), dicampur dengan gula. Kayunya yang berwarna merah digunakan sebagai kayu bakar dan untuk membuat arang.

Sumber : Panduan Pengenalan Mangrove Indonesia.2006.

Semoga Bermanfaat...

Mengenal Mangrove : Bruguiera hainessii C.G.Rogers

Nama setempat : Berus mata buaya.

Deskripsi umum : Pohon yang selalu hijau dengan ketinggian mencapai 30 meter dan batang berdiameter sekitar 70 cm. Kulit kayu berwarna coklat hingga abu-abu, dengan lentisel besar berwarna coklat-kekuningan dari pangkal hingga puncak.

Pohon Bruguiera hainessii C.G. Rogers

Daun : Daun berkulit, berwarna hijau pada lapisan atas dan hijau kekuningan di bawahnya. U nit & Letak: sederhana & berlawanan. Bentuk: elips sampai bulat memanjang. Ujung: meruncing. Ukuran: 9-16 x 4-7 cm.
Daun Bruguiera hainessii C.G.Rogers

Bunga : Letak: Di ujung atau ketiak tangkai/tandan bunga (panjang tandan: 18-22 cm). Formasi: kelompok (2-3 bunga per tandan. Daun Mahkota: putih, panjang 7-9 mm. Berambut pada tepi bawah dan agak berambut pada bagian atas cuping. Kelopak Bunga: 10; hijau pucat; bagian bawah berbentuk tabung, panjangnya 5 mm.
Bunga Bruguiera hainessii C.G.Rogers

Buah : Hipokotil berbentuk cerutu atau agak melengkung dan menebal menuju bagian ujung. Ukuran: Hipokotil: panjang 9 cm dan diameter 1 cm.
Buah Bruguiera hainessii C.G.Rogers

Ekologi : Tumbuh di tepi daratan hutan mangrove pada areal yang relatif kering dan hanya tergenang selama beberapa jam sehari pada saat terjadi pasang tinggi.

Penyebaran : Dari India hingga Burma, Thailand, Malaysia, seluruh Indonesia dan Papua New Guinea.

Kelimpahan : Agak kurang umum.

Manfaat : Tidak tahu.

Sumber : Panduan Pengenalan Mangrove Indonesia.2006.

Semoga Bermanfaat...

Download Materi Penyuluhan Perikanan : Folder

Berikut model media penyuluhan perikanan yang berbentuk folder yang dapat anda download :

No

Materi

Download

1.

Manfaat Terumbu Karang Bagi Indonesia

DOWNLOAD

dua.

Cara Membuat Pellet Ikan

DOWNLOAD

tiga.

Cara Pemeliharaan Alat Tangkap Ikan

DOWNLOAD

4.

Cara Pembuatan Kecap Ikan

DOWNLOAD

lima.

Cara Pembuatan Media Kultur Probiotik

DOWNLOAD

6.

Cara Memilih Bibit Ikan Lele yang Baik

DOWNLOAD

7.

Mengenal Multitester

DOWNLOAD

8.

Sanitasi & Higienis Produk Perikanan

DOWNLOAD

9.

Wadah Produk Perikanan

DOWNLOAD

10.

Analisa Usaha Pembesaran Ikan Patin

DOWNLOAD

11.

Budidaya Bekicot

DOWNLOAD

1dua.

Pemijahan Ikan Mas Koki

DOWNLOAD

1tiga.

Prinsip Memulai Usaha

DOWNLOAD

14.

Cara Pembuatan Nugget Ikan Lele

DOWNLOAD

1lima.

Cara Pemberian Pakan Ikan

DOWNLOAD

16.

Budidaya Belut

DOWNLOAD

17.

Budidaya Cacing Tanah

DOWNLOAD

18.

Cara Pembuatan Kerupuk Ikan

DOWNLOAD

19.

Budidaya Lobster Air Tawar

DOWNLOAD

20.

Cara Pembuatan Bandeng Tanpa Duri

DOWNLOAD

21.

Teknik Kultur Kutu Air

DOWNLOAD

2dua.

Budidaya Ikan Gurame

DOWNLOAD

2tiga.

Budidaya Ikan Lele

DOWNLOAD

24.

Budidaya Ikan Patin

DOWNLOAD

2lima.

Budidaya Udang Galah

DOWNLOAD

26.

Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok

DOWNLOAD

27.

Pembenihan Ikan Lele

DOWNLOAD

28.

Pengelolaan Kolam

DOWNLOAD

29.

Budidaya Udang Bersama Padi

DOWNLOAD

30.

Fungsi Gizi Dalam Pakan Ikan

DOWNLOAD

31.

Cara Membuat Kastangel Ikan

DOWNLOAD

3dua.

Budidaya Pakan Alami

DOWNLOAD

3tiga.

Bahan Alat Penangkap Ikan

DOWNLOAD

34.

Klasifikasi Alat Penangkap Ikan

DOWNLOAD

3lima.

Mengenal Mesin Kapal Perikanan

DOWNLOAD

36.

Pentingnya Merawat Mesin Kapal Perikanan

DOWNLOAD

37.

Cara Pembuatan Bandeng Crispy

DOWNLOAD

38.

Cara Pembuatan Bandeng Isi

DOWNLOAD

39.

Manfaat Mangrove

DOWNLOAD

40.

Manfaat Padang Lamun

DOWNLOAD

*file akan diupdate bila terdapat materi penyuluhan perikanan dalam bentuk folder yang terkini

Semoga Bermanfaat...

Peta Sebaran Kelompok Perikanan di Kabupaten Ciamis

Peta sebaran merupakan peta yg menggambarkan sebaran lokasi loka/bangunan pada suatu daerah.

Peta sebaran kelompok perikanan merupakan gambaran lokasi kelompok - kelompok perikanan yang ada di Kabupaten Ciamis. Peta ini merupakan salah satu alat bantu penyuluh perikanan ataupun stakeholder agar lebih mengetahui posisi dari kelompok - kelompok perikanan yang ada di Kabupaten Ciamis

Untuk posisi gambar yg lebih kentara anda bisa melihatnya diPeta Sebaran Kelompok Perikanan Di Kabupaten Ciamis.

Manajemen Kelompok

Manajemen Kelompok dibutuhkan bisa meningkatkan kemampuan pelaku utama perikanan menjadi kader pelaksana pada mengelola Kelompok KP diberbagai bidang kegiatan dan usaha agar sanggup mempertinggi kapasitas eksklusif juga kelembagaan.

Dalam melakukan manajemen gerombolan terdapat beberapa hal yg dapat dilakukan diantaranya :

1. Pembentukan kelompok

2. Kerjasama antar grup

tiga. Dinamika grup

4. Pengembangan gerombolan

5. Administrasi kelompok

A. PEMBENTUKAN KELOMPOK

Adapun syarat-syarat dalam pembentukan gerombolan tani merupakan menjadi berikut :

  1. Adanya kepentingan dan tujuan bersama antara anggota
  2. Adanya pertemuan tentang pembentukan kelompok
  3. Pertemuan harus dihadiri dan diketahui oleh penyuluh, kepala desa serta tokoh masyarakat setempat
  4. Membuat ad/art serta peraturan-peraturan lain yang dianggap perlu
  5. Penumbuhan dan pengembangan kelompok tani didasari prinsip dari, oleh dan untuk petani
  6. Jumlah anggota minimal 20 orang petani atau disesuaikan dengan kondisi lingkungan masyarakat dan usahataninya
  7. Setiap anggota harus melampirkan e-ktp dan nik
  8. Kelompok harus didaftarkan pada dinas/instansi terkait agar dinas/instansi terkait dapat mengeluarkan sertifikat kelompok
  9. Sebaiknya kelompok tani berbadan hokum atau memiliki akta notaris
B. KERJASAMA KELOMPOK

  1. Komunikasi
  2. Paham Hak dan Kewajiban
  3. Berperan serta dalam kelompok

Manfaat kerjasama gerombolan :

Kerjasama dapat menambah produktivitas dan meningkatkan moral pengurus. Apalagi jika dilengkapi dengan sikap yang lebih baik terhadap tugasnya tanpa pamrih.

Kerjasama menjadi efektif  jika :

  1. Pengurus perlu memahami segala ketentuan dan mekanisme kerja yang ditetapkan.
  2. Setiap pengurus diharapkan ikut memecahkan masalah
  3. Pengurus perlu menyadari kemungkinan saran yang diajukan oleh Bidang lain untuk Bidang mereka.
  4. Mengenali masalah dari Bidang lain, sehingga dapat membantu memberikan sumbangan bagi Bidang tersebut.
Pola & perilaku yang tidak efektif bagi kelompok kerja, diantaranya :

  1. Saling tidak menyetujui tindakan pengurus Bidang lain.
  2. Mempertahankan pendapat masing-masing secara kaku atau menolak gagasan pihak lain tanpa alasan yang jelas, atau menarik diri jika pendapatnya tidak disetujui
  3. Tidak mau membantu, masalah pengurus bidang lain
  4. Menjatuhkan kawan sesama Pengurus
  5. Memaksakan usulan tanpa kejelasan manfaatnya atau jika usulan dilaksanakan, maka akan meningkatkan biaya besar atau makin mempersulit proses kerja.

C. DINAMIKA KELOMPOK

Kelompok akan bergerak maju apabila mempunyai :

  1. Tujuan bersama
  2. Kebersamaan
  3. Disiplin
  4. Jiwa Kepemimpinan
  5. Komunikasi
  6. Peran aktif
D. PENGEMBANGAN KELOMPOK

jika grup sudah dinais dan adanya tujuan mengembangkan atau menaikkan skala usaha maka bisnis tadi dapat ditingkatkan menjadi lebih akbar seperti Gabungan Kelompok Perikanan (Gapokkan), Asosiasi,juga Korporasi.

E. ADMINISTRASI KELOMPOK

Bahwa grup yg baik dimulai berdasarkan lancarnya kegaitan administrasi di gerombolan , pada hal ini gerombolan secara rutin mengisi buku - kitab administrasi grup sinkron peruntukkannya.

Buku administrasi kelompok terdiri dari :

  1. Buku data anggota
  2. Buku tamu
  3. Buku absen rapat
  4. Buku inventaris kelompok
  5. Buku kas
  6. Buku rencana kelompok
  7. Buku notulen rapat
  8. Buku surat
Berikut materi yang disampaikan dalam bentuk bahan tayang :

Semoga bermanfaat...

Media Penyuluhan : Flip Chart / Peta Singkap

Flip Chart/Peta Singkap adalah lembaran-lembaran kertas yang berisi gambar dan goresan pena yang disusun secara berurutan, bagian atasnya disatukan menggunakan spiral sebagai akibatnya mudah disingkap.

Peta singkap / Flip chart [sumber]

Dalam menciptakan peta singkap perlu diperhatikan ini dan urutan setiap lembarnya. Berikut syarat pada pembuatan peta singkap :

A. Bentuk

  1. Lembar pertama memuat judul pesan yang akan disampaikan, biasanya ditulis dengan huruf kapital atau huruf balok.
  2. Setiap lembar hanya memuat satu sub judul materi dan penjelasan ringkas
  3. Setiap lembar diusahakan berisi informasi yang tidak padat dan jelas dibaca
  4. Lembaran yang berisi kombinasi tulisan dan gambar atau ilustrasi lain dibuat secara proporsional

B. Isi

  1. Secara keseluruhan peta singkap merupakan satu unit materi pembelajaran.
  2. Setiap lembar hanya berisi pokok-pokok penting dari materi yang akan dibahas. Oleh karena itu hindari pemuatan informasi yang tidak berguna atau berlebihan.
  3. Sebaiknya lembar pertama dan kedua dibiarkan kosong sebagai penutup/pelindung semua lembar berikutnya agar tidak terlebih dahulu terbaca oleh peserta.
  4. Pokok-pokok materi yang ditulis atau digambar harus singkat, jelas dan langsung kepada maksudnya. Jangan terlalu banyak pesan yang ingin disampaikan.
  5. Materi yang disajikan sebaiknya berupa kombinasi antara tulisan dan gambar atau ilustrasi lainnya.
  6. Tulisan, gambar dan ilustrasi lain yang dibuat harus disesuaikan dengan kapasitas kelas (jumlah pembelajar).

C. Ukuran

Ukuran peta singkap perlu diadaptasi menggunakan jumlah peserta :

  1. Ukuran kecil (30 X 50 cm atau 40 X 60 cm) untuk peserta 10 orang (sedikit)
  2. Ukuran sedang  (60 X 80 cm) untuk peserta 20 orang
  3. Ukuran besar (80 X 100 cm) untuk peserta 30 – 40 orang

D. Cara Pembuatan

  1. Bila tidak yakin akan kemampuan menulis dan menggambar, sebaiknya melakukan penjiplakan tulisan atau gambar yang diinginkan dari sumber lain. Penjiplakan ini dapat dilakukan dengan mengunakan kertas tipis transparan (kertas kalkir).
  2. Penjiplakan tulisan dan gambar dilakukan dengan menggunakan skala tertentu.
  3. Gambar dan tulisan yang dibuat sendiri sebaiknya dibuatkan sketsa terlebih dahulu di atas kertas HVS atau kertas gambar lain.
  4. Gambar yang diperlukan dari majalah, koran dan sumber lain digunting rapi dan ditempel pada lembaran peta singkap.
  5. Tulisan bisa  dibuat dengan menyablon dari huruf pindah (mecanorma, rugos, dan letter set).
  6. Bahan peta singkap  dapat menggunakan kalender bekas.

E. Menulis / Menggambar Pada Peta Singkap

  1. Siapkan isian (tulisan atau gambar) yang akan diterakan di atas lembaran peta singkap.
  2. Siapkan spidol standard dan yang besar, aneka warna (utamakan yang memiliki warna kuat)
  3. Usahakan menulis seringkas mungkin.
  4. Gunakan gambar yang menarik, terutama bila tidak harus menggunakan banyak kata dengan banyak baris.
  5. Batasi satu lembar untuk satu pokok bahasan, dan selalu beri judul.
  6. Biasakan berpikir dengan kata-kata kunci dan ungkapan-ungkapan pendek yang sederhana dan mudah dimengerti.
  7. Batasi penggunaan bahasa asing atau bahasa daerah / lokal, serta kiasan-kiasan ber”sayap” yang membingungkan peserta.
  8. Tampilkan secara berurut dan sistematis.

F. Cara Penggunaan Peta Singkap

  1. Tempatkan peta singkap pada alat penyangga dan yakinkan bahwa peta singkap tersebut sudah terfiksir rapi (dengan menggunakan dua penjepit, atau lak ban), serta kedudukan alat penyangga cukup stabil.
  2. Letakkan peta singkap pada ketinggian ideal, serta jelas terlihat dari setiap penjuru kelas.
  3. Penyaji berdiri di samping kanan papan penyangga (kecuali kidal).
  4. Gunakan alat penunjuk untuk membantu menunjuk materi yang diterangkan dan menyingkap setiap lembaran.
  5. Berikan cukup waktu kepada peserta untuk melihat dan membaca pesan yang dituliskan.
  6. Untuk lembaran yang dapat disobek (dicabut) sebaiknya ditempelkan di dinding atau tempat lain yang mudah dilihat oleh peserta.

Sumber : Pembuatan Peta Singkap; Peta Singkap

Semoga Bermanfaat...

Hukum Adat Laot Aceh Bagian 2

Keputusan musyawarah panglima laot tentang hukum adta laot merupakan ketetapn menurut hukum yang telah terdapat sebelumnya menurut masing-masing daerah norma pada provinsi Aceh menggunakan demikian semua panglima laot se-Aceh bisa mengumumunkan kepada seluruh nelayan yang ada didaerahnya masing-masing.

Hukum istiadat bahari di Aceh merupakan aturan adat yang berlaku pada masyarakat nelayan diwilayah masing-masing. Nelayan atau pengusaha perikanan bahari didaerah melakukan bisnis penangkapan ikan pada daerah hukum norma tadi wajib tunduk dalam aturan adat yg berlaku didaerah itu (hak ulayat laut).

Panglima laot adalah forum tata cara yg keduduknanya berfungsi sebagai ketua norma bagi kehiduoan warga nelayan: (a) resolusi konflik; (b) advokasi nelayan; (c) koordinasi menggunakan aneka macam pihak, pemerintahan, & nonpemerintahan, demi kesejahteran warga nelayan pantai.

Di daerah perairan laot Aceh masih ada sejumlah aturan penankapan ikan & bagi hasil ikan. Aturan tadi tetap adalah hukum aat bag nelayan yang melakukan penangkapan didaerah itu.

Diwilayah Aceh jua dikenal beberapa hari pantang melaut, yakni sebagai berikut:

  1. Kenduri adat laot dilaksanakan selambat-lambatnya 3 tahun sekali atau tergantung kesepakatan dan kesanggupan nelayan setempat, dinyatakan 3 hari pantang melaut pada acera kenduri tersebut dihitung sejak keluar matahari pada hari kenduri hingga tenggelam matahari pada hari ketiga.
  2. Hari jum’at dilarang melaut selama satu hari, terhitung dari terbenamnya matahari hari kamis samapai dengan terbenamnya matahari pada hari jum’at.
  3. Hari raya idul fitri, dilatng melaut selama 4 hari terhitung sejak tebenamnya matahari pada satu hari sebelum hari raya sampai dengan terbenamnya matahari pada hari kedua hari raya.
  4. Hari raya idul Adha dilarang melaut selama 4 hari, terhitung mulai terbenamnya matahari pada satu hari sebelum hari raya sampai dengan terbenamnya matahari hari ketiga hari raya.
  5. Hari kemerdekaan 17 agustus dilarang melaut selama satu hari terhitung mulai tenggelamnya matahari pada tanggal 16 agustus sampai dengan terbenamnya matahari pada 17 agustus.
  6. Terakhir pantang melaot ditambah satu hari lagi pada tanggal 26 desember sebagai usaha untuk selalu mengingat musibah terbesar sepanjang abad, gempa yang disusul gelombang tsunami di Aceh yang terjadi pada Ahad, 26 desember 2004. Pantang laot 26 desember ini, diputuskan setelah musyawarah panglima laot se-Aceh pada 9-12 desember 2005 di Banda Aceh.

Ada empat aspek tata cara laot yg sekarng berlangsung, yakni pertama, adat sosial. Adat sosial pada operasional & kehidupan nelayan antara lain:

  1. Pada saat terjadi kerusakan kapal/perahu atau alat alat tangkap lainnya dilaut mereka memberikan suatu tanda yaitu menaikkan bendera tanda meminta bantuan (SOS), bagi perahu yang melihat aba-aba terseburt langsunf datang mendekati dan memberi bantuan. (b) jika terjadi musibah nelayan tenngelam dilaut, seluruh perahu mencari mayat dilaut, perhai tersebut berkewajiban mengambil dan membawa mayat tersebut kedaratan.
  2. Kedua, adat pemeliharaan lingkungan yang mencakup: (a) dilarang melakukan pemboman, peracunan, pembiusan, penglistrikan, pengambilan terumbu karang dan bahan-bahan lain yang dapat merusak lingkungan hidup ikan dan biota lainnya, (b) dilarang menebang-merusak poho-pohon kayu dipesisir panatai laut seperti pohon arun/cemara,, pandan, ketapang, bakau dan pohon lainnya yang hidup di pantai, (c) dilarang menangkap ikan/biota laut lainnya yang dilindungi (lumba-lumba, penyu dan lain sebagainya)
  3. Ketiga adat kenduri laut. Adat kenduri laut dimasing-masing lhok dan kabupaten/kota dalam provinsi Aceh mempunyai ciri sendiri dan bervariasi satu dengan lainnya, menurut keadaan masing-masing daerah, dan tetap mempertahankan nilai-nilai islami.
  4. Keempat adat barang hanyut. Setiap barang (perahu, perahu panglong dll) yang hanyut dilaut dan ditemukan oleh seorang nelayan, harus diserahkan kepada panglima laot setempat untuk pengurusan selanjutnya.

Untuk keberlangsugan tata cara tersebut jua ada hukuman hukumnya. Bagi nelayan yang melanggar ketentuan akan dikenakan tindakan aturan, berupa: (a) semua output tnagkapannya disita, (b) tidak boleh melaut minimun selam 3 hari & selama-lamanya 7 hari.

Apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap tindakan hukum yang sudah ditetapkan, maka forum hukom istiadat laot akan merogoh tindakan administratif melalui pejabat yg berwenang sesudah terlebih dahulu bermusyawarah menggunakan staf forum aturan istiadat laot.

Diseluruh Aceh tercata terdapat 146 lhok yang masing-masing dipimpin panglima laot lhok. Seiring dengan kebutuhan masing-masing dan makin luasnya jangkauan wilayah, para panglima laot kemudian menciptakan organisasi ditingkat kecamatan, kabupaten, & provinsi.

Pembentukan panglima laot diwilayah provinsi, pernah mendapat kritikan dari beberapa kalangan pemerhati adat. Kritikan bahkan protes ini lahir karena dalam sejarahnya panglima laot ini hanya ada di Lhok. Masalahnya, bagaimana dengan kepentingan yang lintas lhok atau lintas kabupaten dan kota. Ketika masalah ditangkapnya banyak nelayan Aceh diluar negeru, tentu peran ini tak bisa dilaksanakan oleh panglima laot lhok. Yang lebih penting lagi, lembaga ini diputuskan oleh panglima laot dan para pelaku dan pemerhati adat, bukan sebagai top down tapi buttom up.

Dalam satu daerah lhok, dimana nelayan berpangkalan dan rakyat nelayan bertempat tinggal, dipimpin sang seseorang panglima laot. Wilayah lhok yg dimaksud adalah suatu wilayah pesisir pantai atau nelayan dimana nelayan berdomisili & melakukan penangkapan ikan. Wilayah tadi dapat berorientasi buat satu gampong pantai, beberapa gampong (satu kemukiman), kecamatan, atau satu kepulauan misalnya halnya pulo Aceh.

Sumber Hukum Adat Laot Aceh

Semoga Bermanfaat...

Kearifan Lokal dalam Mengelola Laut dan Pesisir di Indonesia

Pengelolaan sumberdaya pesisir & laut melalui penguatan kearifan lokal merupakan suatu kegiatan atau aktifitas stakeholders dalam memanfaatkan segala yang terdapat pada pesisir & bahari, khususnya sumberdaya ikan, terumbu karang, dan mangrove menggunakan cara-cara yang ramah lingkungan buat kesejahteraan hayati insan. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut pula mencakup aspek upaya atau bisnis stakeholders dalam mengganti ekosistem pesisir dan bahari buat memperoleh manfaat aporisma dengan mengupayakan transedental produksi & mengklaim kelestarian sumberdaya tadi.

Aspek kearifan lokal pada pengelolaan sumberdaya pesisir & laut tadi termanifestasikan dalam kegiatan atau kegiatan yang ramah lingkungan karena kearifan lokal itu sendiri merupakan berbagai gagasan berupa pengetahuan dan pemahaman rakyat setempat terkait interaksi insan dengan alam pada mengelola sumberdaya pesisir dan laut yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, & bernilai baik. Kearifan lokal pula menyangkut keyakinan, budaya, norma kebiasaan & etika yang baik tentang interaksi manusia menggunakan alam (sumberdaya pesisir & laut) menjadi suatu komunitas ekologis.

Berikut adalah model Kearifan Lokal Dalam Mengelola Laut dan Pesisir pada Indonesia :

1. Hukum Adat Laot Di Aceh

Hukum norma laut pada Aceh merupakan aturan adat yang berlaku pada masyarakat nelayan diwilayah masing-masing. Nelayan atau pengusaha perikanan bahari didaerah melakukan bisnis penangkapan ikan pada daerah hukum norma tadi wajib tunduk dalam aturan norma yang berlaku didaerah itu (hak ulayat bahari). Selengkapnya silahkan baca :

a.Hukum Adat Laot Aceh Bagian 1

b.Hukum Adat Laot Aceh Bagian 2.
Logo Lembaga Hukum Adat Laut

dua. Tradisi Lilifuk Di Nusa Tenggara Timur

Kata lilifuk dari berdasarkan Bahasa Dawan (Bahasa Suku Timor), yaitu kata ?Nifu? Yg merupakan kolam. Dinamai demikian karena sesungguhnya lilifuk adalah suatu cekungan di permukaan dasar perairan pantai yang digenangi air dalam saat surut tertinggi. Selengkapnya silahkan baca :

a. Hukum Adat Lilifuk Di Nusa Tenggara Timur

b. Nilai - Nilai Yang Terkandung Pada Hukum Adat Lilifuk

c. Tahapan Penyelesaian Masalah atau Perkara Adat Dalah Hukum Adat Lilifuk
Persiapan Tradisi Lilifuk

tiga. Tradisi Awig - Awig Di Nusa Tenggara Barat

Awig-awig merupakan anggaran yg dibentuk menurut konvensi rakyat buat mengatur kasus tertentu dengan maksud memelihara ketertiban dan keamanan pada kehidupan rakyat. Awig-awig ini mengatur perbuatan yang boleh dan yang tidak boleh, hukuman serta orang atau lembaga yg diberi wewenang oleh rakyat untuk menjatuhkan saksi. Selengkapnya silahkan baca :

a. Hukum Adat Awig - Awig Di Nusa Tenggara Barat

b. Peran Awig - Awig Bagi Masyarakat
Tradisi Awig - Awig Banyak Diterapkan di Daerah Bali dan Nusa Tenggara Barat

4. Tradisi Hadingmulung Di Nusa Tenggara Timur

Hadingmulung merupakan sebuah kearifan lokal masyarakat hukum adat Kerajaan Baranusa dalam melakukan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dengan melakukan sistem pengaturan pemanfaatan yang diatur secara berkala. Selengkapnya silahkan baca Hadingmulung, Kearifan Lokal di Perairan Alor Nusa Tenggara Timur.
Kondisi Alam Yang Terjaga Melalui Penerapan Tradisi Hadingmulung

lima. Tradisi Mane'e Di Sulawesi Utara

Tradisi mane’e merupakan tradisi upacara adat masyarakat pesisir kepulauan talaud, yang berisi kegiatan menangkap ikan secara tradisional yang dilakukan setahun sekali pada waktu yang telah di tentukan. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Mane'e Di Sulawesi Utara .
Tradisi Mane'e

6. Tradisi Sasi Di Maluku

Sasi dapat diartikan sebagai larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati (hewani maupun nabati) alam tersebut. Selengkapnya silahkan baca Hukum Adat Sasi Di Maluku.
Tradisi Sasi di Maluku

7. Tradisi Bameti dan Balobe Di Maluku Tengah

Kegiatan bameti dilakukan hampir pada semua negeri di pulau Saparua, apalagi pada negeri-negeri yang memiliki hamparan pantai yang luas. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat air meti (air surut) dan lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan dan biasanya pada saat musim timur di mana ikan banyak dan gelombang besar. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Bameti dan Balobe Di Maluku Tengah .
Penggunaan Tombak Pada Tradisi Bameti dan Balobe

8. Tradisi Huhate di Nusa Tenggara Timur

Huhate sebenarnya mirip seperti joran yang dipakai kebanyakan nelayan, namun masih sangat tradisional. Tangkai pancingnya menggunakan bambu khusus yang lentur, kemudian kail yang tidak berkait diikat pada seutas tali. Pada kail Huhate biasanya diberi bulu ayam atau potongan tali rafia sehingga menyamarkannya dari penglihatan ikan. Tak lupa diberi pemberat untuk memudahkan pemancing mengarahkan kailnya ke laut. Apabila tidak menggunakan pemberat, kemungkinan besar kail akan melayang tak karuan karena angin. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Menangkap Ikan Dengan Teknik Huhate Di Larantuka .
Penangkapan Ikan Menggunakan Alat Tangkap Huhate

9. Tradisi Petik Laut Di Banyuwangi

Sebagai wujud rasa syukur dan juga hormat kepada alam, beberapa warga di Indonesia kerap melakukan tradisi sesaji kepada laut. Pada bulan-bulan tertentu nelayan atau penduduk di pesisir pantai melakukan larung sesaji ke lautan. Salah satu tradisi larung sesaji yang cukup terkenal di Indonesia adalah Petik Laut. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Petik Laut Di Banyuwangi .
Tradisi Petik Laut Di Banyuwangi

Diolah dari banyak sekali asal

Semoga Bermanfaat...

Hukum Adat Laot Aceh Bagian 1

Dalam warga Aceh, terdapat pengelompokan penting pada pembagian dan pengaturan kekuasaan norma yang jelas pada suatu wilayah.

Pertama : Panglima Laot . Lembaga hukum adat laot/panglima laot merupakan suatu lembaga yang memimpin adat dan kebiasaan yang berlak dibidang penangkapan ikan dilaut, termasuk dalam hal mengatur tempat (areal) penangkapan, penambatan perahu dan penyelesain sengketa bagi hasil. Pada dasarnya panglima laot merupakan tugas pokok dalam menjaga persatuan dan kesatuan kaum nelayan, dan tugas ini tidaklah mudah mengingat perilaku nelayan kadang kala menyerupai ganasnya laut (dalam penelitian hakim disebutkan nelayan sedikit tempramen. Hakim Nya’pha (1980) memberi catatan bahwa panglima laot harus mampu dan arif dalam bertindak.

Lembaga ini pula bertugas menegakkan aturan tata cara dan memberi hukuman berupa hukuman & melaksanakan kenduri bagi nelayan diwilayahnya yg melanggar aturan berupa serangan-agresi lantaran suatu hal. Disamping itu panglima laut jua mempunyai wewenang dibidang adat kelautan dalam hal mengurus dan mengatur batas wilayah lautan yang dapat buat dilayari dan dapat dipunguti output.

Kedua, Keujreun Blang . Keujreun blang berkaitan dengan kegiatan bersawah, figur  yang menjadi keujreun blang pun biasanya berasal dari petani yang tekun dan disiplin. Biasanya untuk dapat menduduki jabatan fungsionaris lembaga keujreun blang harus memenuhi syarat-syarat, selain hasil pemilihan dan persetujuan pejabat setempat, yakni (1) berpengalam dalam bidang kemasyarakatan, (2) menguasai hukum pertanian, (3) memahami keuneunong. Disamping itu keujreun blang dalam hal lain bersama para pimpinan adat lainnya berwenang mengadili dan memberi sanksi pada pelanggaran hukum adat dibidang pertanian, baik itu pada prosesi pelaksanaan itu sendiri, maupun dalam hal-hal lain yang berkaitan lansung dengan pelaksanaan adat istiadat pertanian.

Ketiga Lembaga Petuah Seneubok , yang merupakan salah satu lembaga yang memimpin dan mengatur tentang pembukaan lahan (hutan) untuk pertanian dan perkebunan. Lembaga ini berwenang dalam mengatur dan mengatur proses pembukaan lahan yang dilakukan masyarakat adat sehingga setiap masyarkat akan memperoleh hak yang sam dalam pembukaan hutan. Lembaga ini menjadi lambaga yang harus dipatuhi oleh setiap masyarakat adat yang ingin membuka ladang untuk pertanian karena lembaga ini dapat memberi sanksi bagi yang melanggarnya.

Bidang perburuan pun sebagai bagian dari eksistensi hutan, para pemburu wajib mematuhi tata cara gle yang diatur forum seunebok. Dalam norma Aceh, lembaga seunebok mengatur perkara perburuan buat kelestarian alam dan lingkungan hutan, baik dengan menentukan hewan (berdasarkan jenis & usia) yg boleh diburu, juga dalam hal perilaku pemburu yg tidak boleh seenaknya membakar hutan ketika memburu, karena bisa Mengganggu hutan (alam) dan merugikan.

Seperti halnya pada proses turun kesawah, kenduri jua dikenal dalam forum seunebok ini, umumnya dilakukan sebelum atau selesainya membuka lahan kawasan seunebok & sehabis panen. Pada waktu-ketika eksklusif jua diadakan dalam ketika flora mulai berbungan dengan makna religius yg sangat pada.

Melihat tata cara laot Aceh, kita kemudian perlu melihat pasal 7 UU Nomor 44 tahun 1999, yang menjelaskan bahwa daerah dapat membangun lembaga tata cara dan mengakui forum-lambaga istiadat dan mengakui forum-forum norma yang telah terdapat sinkron menggunakan kedudukannya masing-masing diprovinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kemukiman, & kelurahan/desa atau gampong.

Diperjelas lagi menggunakan pasal 1 ayat (5) Peraturan Daerah nomor 7 tahun 200, menegaskan: ?Lembaga norma sesuatu organisasi kemasyarakatan adar yg dibentik sang suatu masyarakat hukum tata cara eksklusif, memiliki daerah eksklusif & harta kekayaan sendiri serta berhak & berwenang buat mengatur & mengurus dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan menggunakan istiadat Aceh.

Pemimpin aturan istiadat laut pada rakyat Aceh diklaim panglima laot atau abu laot. Pengangkatannya dilakukan melalui suatu pemilihan dalam musyawarah. Jabatan ini bersifat profesional. Calon yang dipilih berdasarkan kalangan pawang laot, yang tentu sangat berpengalaman pada bidang kelautan.

Utuk menjadi panglima laot wajib mengerti masalah-perkara tata cara laot, cara menangkap ikan, arif dan bijaksana, dan berwibawa. Tugas & tanggung jawab panglima laot menggambarkan bahwa relatif berat & penuh resiko. Apalagi dalam melaksanakan tugas tadi, wajib berhadapan dengan para nelayan, para pawang, atau para mereka yang umumnya beremosial tinggi. Semetara, buat melaksanakan itu, mereka mendapatkan imbalan yg tidak seberapa. Namun, suasana yg berwibawa membuat jabatan ini dihormati.

Dalam pengaturan aturan, pasal 1 ayat (14) perda angka 7 tahun 2000 disebutkan: ?Forum panglima laut merupakan suatu forum yang berlaku dibidang penangkapan ikan dilaut, termasuk pada hal mengatur tempat (areal) penangkapan, penambatan perahu & penyelesain konkurensi?

Sebagai lemabaga hukum norma, panglima laot yg dikenal turun temurun sang masyarakat Aceh, mempunyai peran yg sangat strategis dalam bidang kelautan. Masalah telah jua secara tegas diatur pada UU nomor 22 tahun 1999, UU angka 44 tahun 1999, UU nomor 18 Tahun 2001, & perda angka 7 tahun 2000.

Jadi secara eksplisit tak terdapat alasan tata cara laot pada Aceh nir mampu dilaksanakan, lantaran hal ini telah ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan. Satu hal lagi yang menjadi keunggulan hukum norma laot, dimana rakyat patuh pada aturan adat bahari, lantaran aturan tersebut mereka sepakati sendiri. Penyelesainnya pun dilakukan sang lembaga sendiri secara musyawarah dan kekeluargaan.

Sumber : Hukum Adat Laot Aceh

Semoga Bermanfaat...

Hukum adat Lilifuk di Nusa Tenggara Timur

Wilayah pesisir Teluk Kupang mengalami peningkatan kegiatan pembangunan, baik yang dilakukan sang pihak swasta maupun rakyat kurang lebih. Banyaknya aktivitas pembangunan ini menaruh imbas jelek bagi lingkungan pesisir karena pembangunan yang dilakukan masih pada penguasaan oleh kepentingan ekonomi menggunakan mengesampingkan keberlanjutan lingkungan pesisir & asal daya alamnya. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir saja wilayah ini sudah mengalami perubahan yang signifikan menggunakan didirikannya bangunan-bangunan perhotelan & industri, baik itu pertokoan juga restaurant. Bangunan-bangunan tadi didirikan sempurna di daerah pesisir sebagai akibatnya mengakibatkan reklamasi pantai. Selain itu aktivitas menurut rakyat lebih kurang wilayah pesisir pula memberikan sumbangan besar terhadap kerusakan lingkungan pada wilayah pesisir. Salah satu aktivitas tersebut merupakan kegiatan penangkapan ikan yg tidak ramah lingkungan.

Pengelolaan wilayah pesisir membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak baik pemerintah maupun pihak swasta termasuk masyarakat, terkhusus masyarakat pesisir memiliki peran yang besar sebagai pihak yang paling dekat dengan wilayah pesisir itu sendiri. Masyarakat pesisir dapat memberikan dukungan nyata terhadap pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan. Masyarakat di wilayah pesisir Teluk Kupang memiliki hukum adat yang dapat mendukung keberlangsungan dari sumber daya alam di wilayah pesisir yakni hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) yang berlaku di wilayah pesisir Desa Kuanheun, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Perairan laut Desa Kuanheun yang juga merupakan bagian dari Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu.

Hukum tata cara lilifuk adalah suatu budaya penangkapan ikan dengan indera dan cara yg ramah lingkungan menggunakan memperhatikan kelestarian ekosistem pesisir dan pula keberlangsungan biota yang ada.

Ketetapan Pada Hukum Adat Lilifuk

Kata lilifuk berasal dari Bahasa Dawan (Bahasa Suku Timor), yaitu kata “nifu” yang artinya kolam. Dinamai demikian karena sesungguhnya lilifuk merupakan suatu cekungan di permukaan dasar perairan pantai yang digenangi air pada saat surut tertinggi. Daerah cekungan ini akan menyerupai kolam yang besar dengan kedalaman maksimum 5 (lima) meter dan luasnya mencapai ± 20.000 (dua puluh ribu) m2. Ketika air laut surut, lilifuk akan dipenuhi dengan berbagai biota laut yang terjebak di dalamnya, seperti: ikan lada dan ikan dusung sertai ditumbuhi beberapa jenis tanaman rumput laut. Ketetapan mengenai pengelolaan lilifuk dibuat oleh Suku Baineo sebagai tuan tanah (pah tuaf) atau pemilik dari lilifuk. Adapun hal-hal yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

  1. Panen lilifuk dilakukan setahun sekali pada bulan Desember yang dikenal dengan istilah “tut nifu”.
  2. Ketika akan melakukan panen, diwajibkan untuk mengundang seluruh masyarakat desa dan desa-desa tetangga.
  3. Setiap orang dilarang untuk memasuki atau mengambil biota laut di wilayah lilifuk di luar dari waktu panen yang ditetapkan.
  4. Pada saat panen, setiap orang wajib menggunakan alat penangkapan ikan yang tidak merusak lilifuk.
  5. Setiap orang yang mengikuti panen diwajibkan untuk memberikan upeti kepada Suku Baineo berupa beberapa ekor ikan dari hasil tangkapannya. Pemberian upeti ini dikenal dengan istilah “tanaib ika” yang artinya ”memotong hasil ikan”.
  6. Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketetapan Suku Baineo dikenakan sanksi adat, yakni denda (opat) berupa seekor babi (fafi).

Eksistensi Hukum Adat Lilifuk pada Menyelesaikan Masalah Perusakan Lingkungan Pesisir Teluk Kupang

Hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) mengenal beberapa larangan sebagai berikut:

  1. Dilarang mengunakan alat tangkap yang merusak lilifuk (kais taleu talas);
  2. Dilarang melakukan penangkapan ikan di lilifuk jika bukan waktunya (at panen an mui oras);
  3. Dilarang mengambil penyu (kaisat het hek ke);
  4. Dilarang mengambil pasir dan batu laut (kais taitis snaen);
  5. Dilarang mencemari laut (kais taleu tasi);
  6. Dilarang merusak tempat pengeringan garam (kais taleu atoni in masi).

Nilai - Nilai Dalam Hukum Adat Lilifuk, selengkapnya silahkan baca dalam artikel disini

Tahapan Penyelesaian Masalah Atau Perkara Adat, selengkapnya silahkan baca pada artikel disini

Sumber : Ranny Unbanunaek. Penerapan Hukum Adat Lilifuk terhadap Perusakan Lingkungan

Pesisir Teluk Kupang.

Semoga Bermanfaat...

Nilai - Nilai yang terkandung Pada Hukum Adat Lilifuk

Ada 7 (tujuh) nilai dalam hukum tata cara lilifuk, pada antaranya:

1. Nilai Religius

Masyarakat Kuanheun percaya akan adanya kekuatan yang menguasai laut yang disebut dengan Raja Laut (Uis Tasi). Hal ini dapat ditemukan dalam mitos-mitos yang dipercayai, yakni apabila seseorang melakukan pelanggaran hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk), seperti menangkap ikan sebelum waktunya, maka orang tersebut dipercaya akan mendapat sial. Hal ini dikarenakan ada keyakinan bahwa lilifuk dijaga oleh sesuatu yang memiliki kekuatan gaib (supernatural power).

2. Nilai Ekologi

Hukum tata cara lilifuk mengatur bahwa pada melakukan penangkapan ikan pada lilifuk, setiap orang wajib menggunakan alat tangkap yg tidak merusak lilifuk yang dalam ungkapan adatnya: ?Het ika at paek at pake bale le kana leu tasi? Adalah menangkap ikan memakai alat yang tidak merusak bahari.

Norma-norma dalam hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk)  bertujuan untuk menjamin keberlangsungan sumber daya laut agar dapat hidup, tumbuh, berkembang secara optimal, serta mendapat perlindungan dari ancaman perusakan, pemusnahan, dan pencemaran dari berbagai kegiatan atau perilaku manusia yang mengabaikan kelestarian sumber daya pesisir. Hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) ditujukan untuk menjaga lingkungan pesisir mereka.

3. Nilai Komunal

Sebagai tuan tanah (pah tuaf) dari lilifuk, tidak membuat Suku Baineo memiliki lilifuk secara mutlak. Suku Baineo berkuasa terhadap pengelolaan lilifuk, namun hasil dan manfaat dari lilifuk tetap menjadi milik dari setiap warga Desa Kuanheun.

Sekalipun Suku Baineo memiliki interaksi yg bertenaga dengan lilifuk menjadi pemilik tanah namun hal tersebut nir melemahkan nilai kepemilikan bersama atas manfaat lilifuk. Selain itu, dalam merampungkan setiap pelanggaran lilifuk pun wajib dilakukan secara musyawarah dan konsensus menggunakan melibatkan berbagai pihak & rakyat.

4. Nilai Relasi Sosial

Hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) memberikan gambaran mengenai bagaimana manusia seharusnya membangun relasi sosial yang baik, harmonis, seimbang, serasi dan selaras baik antara manusia dengan manusia, maupun manusia dengan lingkungannya.

Hukum ini berusaha untuk menciptakan jalinan hubungan yang baik antar masyarakat melaluipemberian undangan untuk panen dan musyawarah yang dilakukan dalam menyelesaikan segala permasalahan. Tidak hanya relasi antar manusia, hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) juga berupaya untuk menciptakan relasi yang baik antar manusia dengan lingkungan dengan cara menjaga dan berusaha melestarikannya. Ada kesadaran bahwa lingkungan sebagai bagian dari hidup mereka yang bersama-sama memiliki keterikatan satu sama lain yang harus selalu dipertahankan.

5. Nilai Solidaritas & Tanggungjawab

Upaya perlindungan yang dilakukan melalui aturan tata cara lilifuk menunjukan adanya rasa tanggung jawab dan solidaritas menurut masyarakat Kuanheun terhadap keberlangsungan hidup biota laut dan kelestarian lingkungan. Masyarakat merasa bertanggungjawab untuk menjasa kelangsungan hidup biota bahari dengan menjaganya supaya nir punah dan terancam hidupnya sang tindakan serakah insan.

Melalui upaya penangkapan ikan yg ramah lingkungan & tidak Mengganggu lingkungan lilifuk, rakyat sudah menaruh perhatian terhadap kehidupan laut menggunakan berusaha membangun lingkungan yang baik bagi perkembangbiakan biota bahari agar dapat terus lestari. Masyarakat merasa bertanggung jawab terhadap keberlangsungan lingkungan hidup.

6. Nilai Kepemimpinan Sosial

Pengakuan dan penghargaan terhadap eksistensi pemimpin adat terdapat dalam hukum tata cara lilifuk. Pemimpin istiadat, misalnya lembaga istiadat (amnais alat), kepala desa (temukung), tuan tanah (pah tuaf), dan amnasit memiliki peran sentral pada penyelesaian perkara & ritual-ritual istiadat. Masyarakat memberikan ketaatan terhadap keputusan yg dibuat oleh pemimpin adat.

Setiap keputusan yang dibuat oleh seorang pemimpin akan diikuti oleh masyarakat sebagai sesuatu yang benar. Peran dan tugas yang dilakukan oleh pemimpin mereka telah membangun rasa kepemimpinan di dalam masyarakat. Nilai kepemimpinan ini juga terlihat dari sikap masyarakat yang jika ingin melakukan sesuatu di wilayah tuan tanah, maka akan meminta izin kepada tuan tanah sebagai pemimpin mereka dalam ungkapan (“a etun auf tuaf” artinya “kasih tahu tuan tanah”)

7. Nilai Pendidikan

Hukum tata cara lilifuk (atolan indera lilifuk) menjadi wahana pembelajaran banyak hal, baik mengenai ekologi, komunal (kebersamaan), solidaritas & tanggung jawab, relasi sosial maupun tentang kepemimpinan sosial.

Hukum istiadat lilifuk (atolan indera lilifuk) mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan & bagaimana seharusnya manusia menjalin hubungan yang baik & serasi menggunakan sesama dan lingkungan.

Sumber : Ranny Unbanunaek. Penerapan Hukum Adat Lilifuk terhadap Perusakan Lingkungan Pesisir Teluk Kupang

Semoga Bermanfaat...

Hukum Adat Awig - Awig Di Nusa Tenggara Barat

Saat ini, hubungan antara sumberdaya laut & pesisir dengan kewenangan pengelolaan masyarakat norma mulai menjadi perhatian dan kepentingan menurut pemerintah dan penghasil kebijakan. Selain itu, beberapa inisiatif menurut warga & dorongan global internasional mulai bermunculan buat mendukung masyarakat nelayan walaupun aturan nasional yang spesifik, kebijakan-kebijakan, & instrumen aturan lainnya yang mengakui kewenangan pengelolaan masyarakat adat terhadap sumber daya bahari & pesisir belum masih ada di Indonesia.

Namun pelaksanaan otonomi daerah dan pelimpahan kewenangan yang sekarang ini sedang di lakukan oleh pemerintah pusat kepada daerah merupakan langkah yang cukup menjanjikan serta mengkhawatirkan untuk mendukung pengelolaan sumber daya laut dan pesisir oleh masyarakat adat, walaupun hal ini masih perlu dilihat lebih jauh lagi. Salah satu keraifan lokal yang sangat menarik untuk di bahas yaitu kearifan lokal masyarakat Lombok Barat Provinsi NTB yang disebut dengan ‘ Awig-awig ”.

PENGERTIAN AWIG - AWIG

Awig-awig adalah aturan yang dibuat berdasarkan kesepakatan masyarakat untuk mengatur masalah tertentu dengan maksud memelihara ketertiban dan keamanan dalam kehidupan masyarakat. Awig-awig ini mengatur perbuatan yang boleh dan yang dilarang, sanksi serta orang atau lembaga yang diberi wewenang oleh masyarakat untuk menjatuhkan saksi.

Munculnya awig-awig yang berlaku di wilayah Lombok semakin kuat seiring dengan hadirnya UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah. Seperti aturan-aturan lokal lainnya, di era sentralistik banyak sekali praktik-praktik tradisional pengelolaan perikanan yang mengalami kematian akibat homogenisasi hukum dan pemonopolian pelaksanaan penegakan hukum oleh aparat. Akibatnya, keberadaan aturan-aturan lokal (hak ulayat) yang selama ini berlaku di masyarakat secara turun-menurun menjadi tidak lagi berfungsi dan mengalami degradasi, sehingga masyarakat yang merasa tidak dihargai oleh pemerintah banyak melakukan pembangkangan-pembangkangan terhadap hukum formal. Memudarnya kepercayaan masyarakat dan terjadinya pembangkangan terhadap hukum formal disebabkan oleh pemerintah itu sendiri yang tidak menegakkan hukum secara tegas.

LATAR BELAKANG MUNCULNYA AWIG - AWIG

Sementara itu adanya penguatan awig-awig pada pengelolaan perikanan di daerah ini ditentukan sang masalah utama yaitu pertarungan. Adapun munculnya permasalahan dalam kegiatan pemanfaatan asal daya ikan ditentukan oleh rusaknya lingkungan (ekologi), pertambahan penduduk (demografi), lapangan pekerjaan yang semakin sedikit (mata pencarian), lingkungan politik sah, perubahan teknologi dan perubahan taraf komersialisasi (pasar).

Dengan melihat faktor-faktor yg menyebabkan konflik pada wilayah pesisir, rakyat Lombok Barat merasa terpanggil dan menyadari buat mengadakan pemugaran sistem pengelolaan asal daya. Oleh karenanya, dibentuklah awig-awig secara tertulis sebagai anggaran main pada pengelolaan perikanan demi membentuk pembangunan pesisir yg berkelanjutan. Kekuatan awig-awig yg mengatur sistem pengelolaan beserta tersebut merupakan suatu kesadaran kolektif dari masyarakat. Peran masyarakat nelayan dalam pembentukan awig-awig sangat besar dibandingkan pemerintah.

Semakin menurunnya output tangkapan ikan dampak aktifitas penggunaan indera tangkap yang nir ramah lingkungan, maka rakyat nelayan menghendaki suatu aturan yg tegas pada pengelolaan asal daya pesisir & bahari, sebagai akibatnya dapat membentuk kelestarian sumber daya & peningkatan penghasilan rakyat nelayan. Pertarunga-konflik yg kerap muncul & menjadi bahan perbincangan rakyat nelayan tersebut, langsung disikapi oleh pihak pimpinan kelompok buat ditindaklanjuti pada tingkat skala kecil yaitu dengan cara menyelenggarakan diskusi kelompok nelayan. Sehingga dalam pembentukan awig awik berawal dari tahap informal yaitu berawal berdasarkan omongan omongan, kemudian berlanjut dalam termin musyawarah antar rakyat sampai terbentuk sebuah konvensi buat menciptakan aturan & diperkuat dengan campur tangan pemerintah darah dalam bentuk peraturan daerah.

Sumber : Awig-awig” Kearifan Lokal masyarakat Lombok Barat sebagai pengatur sistem perikanan untuk melestarikan Ekositem Laut

Semoga Bermanfaat...

Tahapan Penyelesaian Masalah Atau Perkara Adat Dalam hukum Adat Lilifuk

Ada tahapan tertentu yg harus ditempuh pada merogoh tindakan konkrit untuk memperbaiki aturan yang sudah dilanggar itu pelanggaran tata cara. Tahapan penyelesaian masalah atau kasus tata cara disebut menggunakan ator sinlasi yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pelaporan (Mu ota lasi atau tatek oko mama)

Apabila terjadi kasus atau pelanggaran istiadat, pertama-tama akan dilaporkan mengenai masalah atau pelanggaran tadi kepada ketua desa (temukung), forum adat (amnais alat), ketua suku Baineo ataupun amnasit.

Penyampaian laporan dapat dilakukan oleh korban, pelaku (asanat) maupun orang lain. Proses pelaporan ini dikenal dengan istilah “mu ota lasi” yang artinya “menceritakan masalah/pelanggaran”. Proses ini juga dapat disebut dengan istilah “tatek oko mama” yang artinya “membawa/mendudukkan tempat sirih” apabila yang melaporkan masalah atau pelanggaran adat tersebut adalah pelaku itu sendiri. Hal ini disebabkan pada saat melapor, pelaku akan mengakui kesalahannya dan langsung meminta maaf yang dilambangkan dengan membawa tempat sirih (oko mama).

2. Perundingan (Tok ta bua)

Setelah menerima laporan dari pelapor, maka semua pihak terkait akan melakukan perundingan yang disebut dengan istilah ”tok ta bua” yang artinya “duduk bersama”.

Dalam perundingan tadi, mereka akan melakukan musyawarah buat memilih hukuman istiadat yg akan dijatuhkan kepada pelaku dengan mendengarkan kesaksian jika terdapat pihak lain yang sebagai saksi perkara atau pelanggaran tersebut. Dalam penentuan sanksi, setiap pihak yg berunding akan memperhatikan kemampuan menurut pelaku, apakah pelaku dapat memenuhi sanksi istiadat yg diberikan atau tidak.

3. Putusan (Tafek lasi)

Setelah putusan hukuman adat sudah ditetapkan pada perundingan , maka akan disampaikan pada pelaku tentang putusan hukuman yang akan diterimanya yg akan didahului menggunakan anugerah nasehat dan pedoman hidup sang galat satu pihak yang sudah ditunjuk.

Setelah memberikan nasehat kepada pelaku, maka akan disampaikan putusan mengenai sanksi adat yang diberikan. Dalam hukum adat, sanksi adat yang biasa dijatuhkan adalah sanksi denda (opat).

4. Eksekusi putusan (Ta naoba fekat)

Pelaksaan putusan ini akan didahului oleh penyembelihan hewan denda yang dibawa oleh pelaku. Hewan yang telah disembelih akan dimasak dan kemudian dinikmati bersama oleh lembaga adat (amnais alat), kepala desa (temukung), amnasit, pelaku (asanat), dan juga masyarakat (toh).

Proses makan beserta ini jua menjadi lambang bahwa pengikatan diri terhadap ketetapan aturan norma, terutama bagi pelaku buat balik mengikatkan dirinya pada aturan istiadat yg telah dilanggarnya sebagai akibatnya pada kemudian hari nir lagi melakukan pelanggaran. Proses ini jua akan membersihkan diri pelaku atas dampak (kesialan) & kesalahan yg sudah dilakukannya waktu melanggar hukum adat serta memperbaiki hubungannya dengan masyarakat pasca pelanngarannya.

Sumber : Ranny Unbanunaek. Penerapan Hukum Adat Lilifuk terhadap Perusakan Lingkungan Pesisir Teluk Kupang

Semoga Bermanfaat...