Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

PENGELOLAAN KUALITAS AIR DI KARAMBA JARING APUNG

ABSTRAK

Kualitas air adalah suatu ukuran kondisi air dilihat dari karakteristik fisik, kimiawi, dan biologisnya. Kualitas air juga menunjukkan ukuran kondisi air relatif terhadap kebutuhan biota air dan manusia. Untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis. Beberapa hal yang ingin dijelaskan dalam artikel ini adalah persyaratan mutu air, pengelolaan kualitas air terhadap limbah pakan dan kotoran ikan dan pengelolaan KJA menghadapi penomena upwelling.

Kata kunci: kualitas air, pengelolaan kualitas air, karamba jaring apung.

PENDAHULUAN

Air adalah galat satu asal daya alam yg mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan & perikehidupan manusia, dan buat memajukan kesejahteraan generik, sehingga merupakan kapital dasar dan faktor primer pembangunan. Untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang & mendatang serta keseimbangan ekologis.

Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara. Sumber Daya Air dikelola berdasarkan asas kelestarian, kesimbangan, kemanfaat umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004: Pengelolaan Sumber Daya Air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.  Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air.

Kegiatan budidaya perikanan dalam umumnya membutuhkan lebih banyak air per unit area atau per unit produksi dibandingkan aktivitas peternakan & budidaya pertanian. Ketersediaan sumber air yang berkualitas sering kali memilih keberhasilan atau kegagalan usaha budidaya perikanan (Pillay, 1990).

Peran kualitas air pada budidaya ikan, diantaranya berupa: (1) penentu keberadaan aneka macam jenis organisme yang terdapat dalam ekosistem perairan, baik terhadap ikan yang dibudidayakan maupun biota lainnya sebagai penyusun ekosistem; (2) pemberi dampak yg cukup besar terhadap pertumbuhan & kelulushidupan ikan; & (tiga) penentu keberhasilan dalam budidaya ikan, selain jumlahnya harus mencukupi, kualitas yang baik akan membentuk hasil yg baik juga.

Budidaya ikan dengan Karamba Jaring Apung (KJA) di waduk dan danau merupakan budidaya berbasis pelet (budidaya intensif), menggunakan istilah lain aktivitas usaha yg efisien secara mikro namun inefisien secara makro, terutama bila dicermati berdasarkan segi dampaknya terhadap lingkungan. Pertumbuhan jumlah keramba yg terus meningkat yg berarti terus meningkatnya jumlah ikan yg dipelihara akan membuat sejumlah limbah organik yang akbar dampak anugerah pakan yang tidak efektif & efisien.

Pada saat jumlah KJA melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan proses sedimentasi yang tiggi berupa penumpukan sisa pakan di dasar perairan, limbah tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran air danau/waduk) yang pada akhirnya mempengaruhi hewan yang dipelihara. Sisa pakan dan metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam KJA serta limbah domestik yang berasal dari kegiatan pertanian maupun dari limbah rumah tangga menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau, mulai dari eutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), upwelling dan lain-lain yang yang dapat mengakibatkan organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau.

Kotoran ikan dapat menimbulkan deposisi yang meningkat di dasar perairan, selanjutnya mengakibatkan penurunan kadar oksigen di bagian dasar. Lukman (2002) menjelaskan bahwa pasokan oksigen dalam pengelolaan KJA adalah untuk respirasi biota, pembusukan feses ikan dan pembusukan sisa pakan ikan. Menurutnya untuk setiap gram organik (limbah budidaya ikan) diperlukan 1,42 gram oksigen. Konsentrasi oksigen yang tersedia berpengaruh secara langsung pada kehidupan akuatik khususnya respirasi aerobik, pertumbuhan dan reproduksi. Berdasarkan beberapa keadaan dan permasalahan tersebut perlu dilakukan penulisan ilmiah mengenai “Pengelolaan Kualitas Air di Lingkungan Karamba Jaring Apung” dalam rangka turut memberikan masukan kepada pihak terkait.

TUJUAN PENULISAN MAKALAH

Berdasarkan pertarungan pada bagian latar belakang, tujuan penulisan makalah ini adalah:

1.    Menjelaskan bagaimana pengelolaan kualitas air terhadap limbah pakan dan kotoran ikan.

2.   Menjelaskan bagaimana pengelolaan KJA menghadapi penomena upwelling.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Analisa Kualitas Air

Menurut Diersing (2009), Kualitas air adalah suatu berukuran kondisi air dilihat berdasarkan ciri fisik, kimiawi, & biologisnya. Kualitas air jua memberitahuakn berukuran kondisi air relatif terhadap kebutuhan biota air dan manusia. Karakter kualitas air yg perlu diperhatikan dalam budidaya ikan, diantaranya: (a) Karakter kimia air: Salinitas, DO (Dissolved Oxygen), BOD, COD, logam berat, Nitrat, Derajat Keasaman (pH), & Akalinitas; (b) Karakter ekamatra air: kecerahan (transparansi) air, suhu, padatan terlarut, padatan tersuspensi, bau, warna, rasa & kedalaman air. & (c) Karakter hayati air: kepadatan & kelimpahan plankton, Ephemeroptera, Plecoptera, Trichoptera, Mollusca, Escherichia coli dan Bakteri koliform.

2. Mutu dan Kelas Air

Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur & atau diuji dari parameter-parameter eksklusif & metoda eksklusif berdasarkan peraturan perundang-undangan yg berlaku. Kelas air adalah peringkat kualitas air yg dinilai masih layak buat dimanfaatkan bagi peruntukan eksklusif (Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Pasal 1).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Pasal 8, Klasifikasi Mutu & Kelas Air dibagi kedalam:

a.    Kelas Satu: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

b.   Kelas Dua: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

c.    Kelas Tiga: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

d.   Kelas Empat: air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990 Pasal 7, Penggolongan air berdasarkan peruntukkannya ditetapkan menjadi berikut :

1.   Golongan A: air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu.

2.   Golongan B: air yang dapat dighunakan sebagai air baku air minum.

3.   Golongan C: air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.

4.   Golongan D: air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, pembangkit listrik tenaga air.

Tabel 1.  Kriteria Penilaian parameter Kualitas (mutu) Air

No.

Parameter

Klasifikasi Kualitas (mutu) Air

Keterangan

Tercemar Ringan (Kelas 1)

Tercemar Sedang (Kelas 2)

Tercemar Berat

(Kelas 3)

Tercemar Sangat Berat

(Kelas 4)

1.

BOD/KOB  (mg/l)

< 1,0

1,0-3,0

3,0-6,0

>6,0

Dijabarkan dari baku mutu Air Gol-A, B, C dan D

2.

COD/KOK (mg/l)

<5 span="">

5,0-10,0

10,0-15,0

>15,0

3.

DO/OT (mg/l)

>6,0

5,0-6,0

3,0-5,0

<3 span="">

4.

pH

6,5-8,5

5,0-9,0

6,0-9,0

5,0-9,0

Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1990

3. Pengendalian Pencemaran Air

Menurut Peraturan Pemerintah 82 Tahun 2001 Pasal 1: Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sebagai akibatnya tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya buat menjamin supaya kualitas air permanen dalam kondisi alamiahnya. Pencemaran air merupakan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, tenaga & atau komponen lain ke dalam air sang kegiatan insan, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat eksklusif yg menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan & penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air buat mengklaim kualitas air agar sinkron menggunakan baku mutu air.

Upaya pengendalian pencemaran air merupakan kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota yg diatur pada Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001, adapun wewenang pada pengendalian pencemaran air merupakan;

a.   menetapkan daya tampung beban pencemaran;

b.   melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;

c.    menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;

d.   menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;

e.   memantau kualitas air pada sumber air; dan

f.     memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yg dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup yaitu; masuknya atau dimasukkannya mahluk hayati, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup, oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hayati nir dapat berfungsi sinkron dengan peruntukkannya. Demikian jua dengan lingkungan air yg bisa juga ternoda lantaran masuknya atau dimasukannya mahluk hayati atau zat yg membahayakan bagi kesehatan. Air dikatakan ternoda apabila kualitasnya turun sampai ke tingkat yg membahayakan sebagai akibatnya air nir bisa digunakan sinkron peruntukannya.

Pendayagunaan sumber daya air merupakan upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, & pengusahaan sumber daya air secara optimal supaya berhasil guna & berdaya guna. Pengendalian daya rusak air adalah upaya buat mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. Pengelolaan kualitas air adalah upaya mempertahankan dan memulihkan kualitas air yg masuk & yg berada di asal air (Sumber: Peraturan Pemerintan Nomor 42 Tahun 2008).

PENGELOLAAN KUALITAS AIR TERHADAP LIMBAH PAKAN DAN KOTORAN IKAN

Salah satu wadah budidaya perikanan yang berbasiskan air adalah karamba jaring apung (KJA/floating net cage). KJA merupakan salah satu teknik budidaya ikan di perairan umum seperti sungai, waduk, danau, dan laut. Setiap perairan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Budidaya ikan dengan KJA di waduk dan danau merupakan budidaya berbasis pelet (budidaya intensif), dengan kata lain kegiatan usaha yang efisien secara mikro tetapi inefisien secara makro, terutama apabila ditinjau dari segi dampaknya terhadap lingkungan. Pertumbuhan jumlah keramba yang terus meningkat yang berarti terus meningkatnya jumlah ikan yang dipelihara akan menghasilkan sejumlah limbah organik yang besar akibat pemberian pakan yang tidak efektif dan efisien.

Pada saat jumlahnya melampaui batas tertentu dapat mengakibatkan proses sedimentasi yang tiggi berupa penumpukan sisa pakan di dasar perairan, limbah tersebut akan menyebabkan penurunan kualitas perairan (pengurangan pasokan oksigen dan pencemaran air danau/waduk) yang pada akhirnya mempengaruhi hewan yang dipelihara. Sisa pakan dan metabolisme dari aktifitas pemeliharaan ikan dalam KJA serta limbah domestik yang berasal dari kegiatan pertanian maupun dari limbah rumah tangga menjadi penyebab utama menurunnya fungsi ekosistem danau yang berakhir pada terjadinya pencemaran danau, mulai darieutrofikasi yang menyebabkan ledakan (blooming) fitoplankton dan gulma air seperti enceng gondok (Eichornia crassipes), upwelling dan lain-lain yang yang dapat mengakibatkan organisme perairan (terutama ikan-ikan budidaya) serta diakhiri dengan makin menebalnya lapisan anaerobik di badan air danau.

Pakan ikan adalah penyumbang bahan organik tertinggi di danau/waduk (80%) dalam membentuk pengaruh lingkungan. Jumlah pakan yg nir dikonsumsi atau terbuang pada dasar perairan sang ikan lebih kurang 20?50%. Berbagai pendapat mengenai jumlah pakan yg terurai pada danau /waduk:

-       Lukman dan Hidayat (2002) bahwa sisa pakan dalam bentuk kotoran ikan yang jatuh ke perairan sekitar 50% dari pakan yang diberikan.

-       Krismono (1993) dalam Krismono dan Wahyudi (2002), pemberian pakan dengan sistem pompa memberi sumbangan berupa pakan yang terbuang sekitar 20-30% untuk setiap unit KJA dengan ukuran 7 x 7 x 3 m3.

-       Philips et al., (1993), Boyd (1999), Mc Donad et al., (1996), 30% dari jumlah pakan yang diberikan tertinggal sebagai pakan yang tidak dikonsumsi dan 25-30% dari pakan yang dikonsumsi akan diekskresikan.

-       Sutardjo (2000), limbah pakan yang terbuang ke perairan yang diperkirakan sekitar 30–40%.

-       Azwar dkk (2004), jumlah pakan pada sistem KJA yang diberikan per hari mencapai 3,3% bobot ikan dan dari jumlah pakan yang diberikan tersebut ada bagian yang tidak dikonsumsi mencapai 20–25% dari pakan yang dikonsumsi tersebut akan diekskresikan ke lingkungan.

-       Rachmansyah (2004), pakan yang diberikan pada ikan hanya 70% yang dimakan oleh ikan dan sisanya sebanyak 30% akan lepas ke badan perairan danau sebagai bahan pencemar atau limbah.

Kotoran ikan bisa menyebabkan deposisi yg meningkat pada dasar perairan, selanjutnya mengakibatkan penurunan kadar oksigen pada bagian dasar. Menurut Lukman (2002), pasokan oksigen dalam pengelolaan KJA merupakan untuk respirasi biota, pembusukan feses ikan dan pembusukan residu pakan ikan. Menurutnya buat setiap gr organik (limbah budidaya ikan) dibutuhkan 1,42 gr oksigen. Konsentrasi oksigen yg tersedia berpengaruh secara eksklusif pada kehidupan akuatik khususnya respirasi aerobik, pertumbuhan dan reproduksi.

Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam pengelolaan limbah pakan dan kotoran ikan dari KJA: (1) pengaturan musim tanam, pengendalian jumlah KJA dan padat tebar ikan di KJA dikurangi atau ikan budidaya diganti dengan jenis yang lebih toleran terhadap konsentrasi DO yang rendah seperti ikan patin, lele, dan betutu; (2) perlu disosialisasikan tentang cara pemberian pakan yang sesuai dengan ketentuan yaitu 3% dari berat badan ikan yang dibudidayakan dan diberikan tiga kali sehari yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah sisa pakan yang masuk perairan; dan (3) perlu disosialisasikan KJA yang ramah lingkungan yaitu KJA ganda dan konstruksi KJA dengan pelampung polystyrene foam.

PENGELOLAAN KJA MENGHADAPI PENOMENA UPWELLING

Umbalan atau upwelling merupakan peristiwa alam yang terjadi pengadukan atau pembalikan air dari lapisan bawah naik ke permukaan dan sebaliknya. Proses ini berakibat pada kematian ikan dan hewan air lainnya secara masal.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan mencegah kematian ikan akibat “up-welling” adalah:

1.      Mensosialisasikan kepada pembudidaya ikan perihal tanda-tanda akan terjadinya kematian missal ikan. Tanda-tanda itu antara lain berupa: cuaca mendung dan atau hujan yang terus-menerus selama 2-3 hari berturut-turut (tidak ada cahaya matahari masuk ke badan air), dan kualitas air waduk mulai menunjukkan penurunan.

2.      Mengurangi jumlah KJA yang beroperasi atau mengurangi kepadatan ikan yang dipelihara. Jumlah ikan yang dipelihara harus berada di bawah daya dukung perairan.

3.      Segera memanen ikan yang ukurannya mendekati ukuran konsumsi, untuk menekan kerugian yang dapat timbul.

4.      Memilih jenis ikan yang lebih toleran terhadap kadar oksigen yang rendah.

5.      Memindahkan KJA secara regular, missal 1 tahun sekali ke posisi dengan kondisi air yang lebih baik. Serta melakukan aerasi di KJA yang merupakan kegiatan tanggap darurat dan dapat dilakukan hanya sementara waktu.

6.      Untuk mengurangi resiko kematian ikan, juga bisa dilakukan penebaran ikan pemakan planton guna pengendalian blooming alga.

PENUTUP

Pengelolaan kualitas air pada lingkungan daerah budidaya ikan termasuk KJA adalah kewajiban bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, pelaku primer perikanan, dan warga perikanan sebagai upaya mempertahankan & memulihkan kualitas air yg masuk dan yg berada di sumber air. Pemanfaatan sumber daya ikan dapat menaruh peningkatan taraf hayati yang berkelanjutan & berkeadilan melalui pengelolaan perikanan, pengawasan, & sistem penegakan aturan yg optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, ZI., Ningrum, S & Ongko, S. 2004. Manajemen Pakan Usaha Budidaya Ikan di Karamba Jaring Apung. Dalam Pengembangan Budidaya Perikanan di Perairan Waduk. Pusat Riset Budidaya Perikanan. Jakarta.

Diersing, Nancy (2009). "Water Quality: Frequently Asked Questions." Florida Brooks National Marine Sanctuary, Key West, FL.

Krismono. 1992. Penelitian Potensi Sumberdaya Perairan Waduk Wadaslintang, Mrica, Karangates dan Waduk Selorejo buat Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung. Buletin Penelitian Perikanan Darat. Vol. II No. 2 Juni. 20 hal.

Lukman & Hidayat. 2002. Pembebanan dan Distribusi Organik di Waduk Cirata. Jurnal Teknologi Lingkungan. P3TL-BPPT. Vol. Tiga (dua): 129 ? 135.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Peraturan Pemerintan Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.

Peraturan Pemerintah Nomor dua Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air.

Phillips, M.J, Clarke, R. Dan Mowat, A. 1993. Phosphorus Leaching from Atlantic Salmon Diets, Aquacultural Engineering. 12 (1993) : 47 ? 54.

Pillay T.V.R., (1990). Aquaculture, Principles, and Practise. Fishing News Boks. 575 p. Oxford, London, Edinburgh, Cambridge, Victoria.

Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan bagi Pengembangan Budidaya Bandeng dalam Keramba Jaring Apung. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Disertasi.

Sutardjo. 2000. Pengaruh Budidaya Ikan dalam Kualitas Air Waduk (Studi Kasus pada Budidaya Ikan dalam Keramba Jaring Apung, pada Ciganea, Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat). Program Studi Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana. Universitas Indonesia. Jakarta. Tesis.

Umaly, R.C and M.A.L.A Cuvin. 1988. Limnology. National Book Store Publisher. Manila.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

MEMAHAMI TAKSONOMI, MORFOLOGI DAN ASPEK BIOLOGI IKAN KERAPU

Pendahuluan

Keberhasilan dalam bisnis budidaya ikan tidak terlepas dari pengetahuan mengenai hayati yg meliputi : Taksonomi, morfologi, penyebaran/distribusi, daerah asal, pakan dan kebiasaan makannya. Dengab mengetahui hayati ikan Kerapu maka bisnis pengembangan teknologi budidaya menurut fase pembenihan di bak terkendali hingga fase pembesaran yang dilakukan pada karamba jaring apung akan berhasil.

Beberapa jenis ikan Kerapu yg telah berhasil dibudidayakan & bahkan telah diekspor ke berbagai manca Negara diantaranya : Kerapu macan, Kerapu Tikus, kerapu kertang dan lain-lain.

Menurut Nontji (9187), nama kerapu biasanya digunakan untuk empat marga anggota suku Srranidae, yaitu Epinephelus, Variola, Plectropomus dan Cromileptes. Sebagian besar anggota suku Serranidae hidup di perairan yang relative dangkal dengan dasar terumbu karang, tetapi beberapa jenis diantaranya dapat ditemukan pada kedalaman sekitar 300 m. adapun parameter ekologi yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu, yaitu temperature air 24-31ÂșC, salinitas antara 30-33 ppt, kandungan oksigen terlarut >3,5 ppm dan pH antara 7,8-8 (Yushimitsu et al., 1986).

Kerapu merupakan ikan karnivora yang cenderung menangkap mangsa yang aktif di dalam kolom air (Nybakken,, 1988). Hasil analisa isi perut ikan kerapu menunjukkan bahwa ikan kerapu merupakan pemangsa ikan-ikan yanglebih kecil, moluska dan beberapa jenis  udang (Nybakken, 1988). Sedangkan larva ikan kerapu merupakan pemangsa trokofor, zooplankton, kopeppoda dan larva bulu babi. Tampobolon dan Mulyadi (1989), menjelaskan bahwa ikan kerapu mempunyai kebiasaan makan di siang hari dan malam hari, namun lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari.

Takosonomi dan Morfologi Kerapu

Ikan kerapu sudah menjadi komoditas ekspor menurut output budidaya laut dan berdasarkan banyak sekali jenis kerapu yang telah banyak dibudidayakan secara komersial diantaranya kerapu macan dan kerapu Tikus.

Phylum                  :    Chordata

Subphylum            :    Vertebrata

Class                    :    Osteichtyes

Sub-class              :    Actinopterygii

Ordo                    :    Percomorphi

Sub-ordo              :    Percoidea

Family                   :    Serranidae

Genus                   :    Ephinephelus

Species                 : Ephinephelus suillus, E. fuscogutatus

Kerapu lumpur, Kerapu macan.

Genus                   :    Cromileptes

Species                 :    Chromileptes altivelis (Kerapu Tikus

Geneus                 :    Plectropomus

Species                 : Plectropomus maculates, P. leopardus

Kerapu sunu

Ikan Kerapu macan adalah ikan karang yg tergolong pada family Serranidae menggunakan poly nama lokal.

Heemstra (1993), telah mendiskripsikan morfologi ikan Kerapu Macan sebagai berikut : Bentuk badan memanjang gepeng atau agak membulat, luasan antar ousat (kepala) datar cenderung cekung. Kepala bagian depan untuk ikan dewasa terdapat lekukan mata yang cekung sampai dengan sirip punggung. pre operculum membundar dengan pinggiran bergerigi dengan tepi bagian atas cekung menurun secara vertikal ke hamper ujung operculum. Bagian tengah rahang bawah terdiri dari 3 atau 4 baris gigi dengan barisan bagian dalam dua (2) kali lebih panjang daripada bagian luar. Tapis insang terdiri dari 10-12 tungkai dengan bagian dasar tidak terhitung. Sirip punggung terdiri dari 14 – 15 tulang rawan dan 11 tulang keras dengan barisan ke-3 atau ke-4 lebih panjang  sedangkan pada sirip anus terdapat 3 tulang keras dan 8 tulang rawan dengan panjang 2,0 – 2,5 bagian panjang kepala. Warna tubuh coklat muda dengan lima seri tompel coklat besar yang tidak beraturan. Badan, kepala dan sirip ditutupi oleh titik-titik kecil coklat dimana pada bagian tompel berwarna lebih gelap. Sirip ekor membundar dan mata besar menonjol. Panjang, standar untuk ikan dewasa 11-55 cm.

Gambar Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogutatus)

Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) mempunyai cirri-ciri morfologi sirip punggung dengan 10 duri keras dan 18 – 19 duri lunak, sirip perut dengan 3 duri keras dan 10 duri lunak, sirip ekor dengan 1 duri keras dan 70 duri lunak. Panjang total 3,3 -  3,8 kali tingginya, panjang kepala seperempat panjang total, leher bagian atas cekung dan semakin tua semakin cekung, mata seperenam kepala, sirip punggung semakin kebelakang melebar, warna putih kadang kecoklatan dengan totol hitam pada badan, kepala dan sirip. Weber and Beofort (1940) dalam Ahmad (1991). Sedangkan menurut Heemstra dan Randall (1993) seluruh permukaan tubuh kerapu Tikus berwarna putih keabuan, berbintik bulat hitam  dilengkapi sirip renang berbentuk melebar serta moncong kepala lancip menyerupai bebek atau tikus.

Gambar Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis)

Selain jenis Kerapu Macan dan Kerapu Tikus terdapat beberapa jenis kerapu lain yang telah bisa dibudidayakan di dalam Karamba Jaring Apun (KJA) antara lain :

Kerapu lumpur (Epinephelus tauvina).Nama lain dari jenis ikan ini adalah kerapu balong, estuary grouper.  Kerapu ini banyak dibudidayakan karena pertumbuhannya cepat dan benihnya mudah diperoleh di laut, terutama musim-musim tertentu. Habitat kerapu lumpur ada di  kawasan terumbu karang, perairan berpasir, dan bahkan hutan mangrove.

Ukurannya sanggup mencapai 200 kg per ekor.

Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus, Plectropomus maculates, P.leavis) Ada dua jenis kerapu sunu yang dikenal sebagai ikan laut  komersial, yaitu jenis Plectropoma maculates dan Plectropoma leopardus. Kerapu sunu memiliki tubuh agak bulat memanjang (Jawa: gilig). Tubuh sering berwarna merah atau makot. Pada tubuhnya terdapat bintik-bintik berwarna biru, dengan tepi gelap.

Penyebaran/Distribusi

Ikan kerap macan beredar luas berdasarkan daerah asia Pasifik termasuk laut merah, tetapi lebih dikenal dari berdasarkan Teluk Persi, Hawaii atau Polynesia. Terdapat juga dihampir seluruh perairan pulau tropis Hindia & Samudra Pasifik Barat dari Pantai Timur Afrika sampai menggunakan Mozambika. Ikan ini dilaporkan banyak juga ditemukan di Madagaskar, India, Thailand, Indonesia, pantai tropis Australia, Jepang, Philipina, Papua Neuguinea, & Kaledonia Baru (Heemstra, 1993). Di perairan Indonesia yang dikenal poly ditemukan ikan kerapu Macan adalah perairan pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, pulau Buru, & ambon (Weber & Beaufort,1931).

Di Indonesia ikan Kerapu Tikus poly ditemukan pada daerah perairan Teluk Banten, Ujung Kulon, Kepulauan Riau, Kepulauan Seribu, Kepulauan Karimunjawa, Madura, Kalimantan dan Nusa Tenggara. Ikan kerapu tersebar luas berdasarkan daerah Asia Pasifik, Laut Merah, Polynesia, terdapat juga hamper semua perairan tropis Hindia, Pasifik Barat & Pantai Timur Afrika.

Di Indonesia terdapat 38 jenis, 25 jenis diantaranya sangat umum dikenal masyarakat. Kerapu dapat tumbuh besar, bahkan dilaporkan di perairan Aceh pernah tertangkap ikan kerapu lumpur (Epinephelus tauvina) dengan panjang sekitar 2 meter dan berat kira-kira 200 kg. kerapu besar ini hidup di perairan pantai yang berlumpur didepan muara sungai (Nontji, 1987).

Siklus Reproduksi.

Ikan kerapu merupakan ikan yang memiliki sifat reproduksi hermaprodit protogini, yaitu dalam perkembangan mencapai dewasa (matang gonad) berjenis kelamin betina dan akan berubah sebagai jantan apabila ikan tadi tumbuh sebagai lebih akbar atau bertambah umurnya. Fenomena perubahan jenis kelamin pada ikan kerapu erat hubungannya dengan kegiatan pemiajahan, umur, indeks kelamin & berukuran.

Habitat

Ikan kerapu Macan hidup di dasar perairan berbatu samai dengan kedalaman 60 meter dan daerah dangkal yang mengandung batu koral (Heemstra, 1993). Pada siklus hidupnya ikan Kerapu Macan muda hidup di perairan karang dengan kedalam 0,5 – 3 meter pada area padang lamun, selanjutnya menginjak dewasa menuju ke perairan yang lebih dalam.  Telur dan larva kerapu Macan bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal.

Ikan Kerapu Tikus banyak dijumpai di perairan batu karang, atau daerah karang berlumpur, hidup pada kedalaman 40 – 60 meter. Siklus hidupny sama dengan kerapu Macan.ikan kerapu termasuk kelompok ikan stenohaline (Breet dan Groves, 1979), oleh Karen aitu jenis ikan ini mampu beradaptasi pada lingkungan perairan yang  berkadar garam rendah. Ikan kerapu merupakan organisme yang bersifat nocturnal, dimana pada siang hari lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang dan pada malam hari aktif bergerak di kolom air untuk mencari makan.

Menurut Chua & Teng (1978), parameter ekologis yg cocok buat pertumbuhan ikan kerapu, yaitu temperature berkisar 24 - 31?C, salinitas berkisar 30-33 ppt, kandungan oksigen terlarut lebih dari 3,lima ppm & pH antara 7,8 ? 8,0. Perairan menggunakan kondisi tersebut pada umumnya terdapat dalam perairan terumbu karang (Nybakken, 1988).

Pakan dan Kebiasan Pakan

Hampir seluruh jenis ikan Kerapu merupakan hewan karnivora. Ikan kerapu dewasa adalah pemakan ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang-udangan, sedangkan larvanya memangsa larva moluska (trokofor), rotifer,  mikro krutacea, kopepoda, dan zooplankton. Sebagai ikan karnivora, kerapu cenderung menangkap mangsa yang aktif bergerak di dalam kolom air (Nybakken, 1988). Tampubolon dan Mulyadi (1989), mengungkapkan bahwa ikan kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang dan malam hari, namun lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari.

SUMBER:

http//supmladong.Kkp.Go.Id

Mulyadi A., 2014. Diktat Pembesaran Ikan Kerapu pada Karamba Jaring Apung. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Aceh.

#Tag : Kerapu

PEMILIHAN LOKASI BUDIDAYA IKAN KERAPU

Tidak seluruh perairan pantai bisa dijadikan tempat pemasangan Karamba Jaring

Apung (KJA).  Keberadaan lokasi banyak mengandung resiko, bermasalah dan tidak memenuhi persyaratan secara ekologis hendaknya dihindari.  Faktor pemilihan lokasi yang tepat meliputi dua faktor, yaitu faktor pertimbangan umum dan faktor persyaratan kualitas air

Faktor Pertimbangan Umum

Pertimbangan umum yang dimaksud antara lain meliputi :

1.Perairan wajib terlindungi menurut angin & gelombang yg kuat.

Badai dan gelombang besar mudah merusak konstruksi karamba sehingga memperpendek umur rakit.  Gelombang yang terus menerus menyebabkan terganggunya aktovitas pemberian pakan dan juga dapat menyebabkan ikan menjadi stress dan selera makannya berkurang sehingga menurunkan produksi.  Tinggi gelombang yang disarankan untuk menentukan lokasi pembesaran ikan Kerapu Tikus dan Kerapu Macan tidak lebih dari 0,5 meter pada saat musim Barat maupun Timur.

Dua.Kedalaman Perairan

Kedalaman perairan yang ideal untuk pembesaran ikan kerapu menggunakan KJA adalah 5 – 15 meter. Perairan yang terlalu dangkal (< 5 meter) dapat mempengaruhi kualitas air yang berasal dari sisa kotoran ikan yang membusuk dan perairan yang terlalu dangkal sering terjadi serangan ikan Buntal yangmerusak jaring. Sebaliknya kedalaman >15 meter membutuhkan tali jangkar yang terlalu panjang.

Tiga. Dasar Perairan

Pemilihan lokasi yang ideal untuk budidaya Kerapu Macan dan Tikus adalah yang memiliki dasar perairan berkarang hidup dan berpasir putih.  Hal ini berkaitan dengan habitat asli ikan Kerapu.

4. Jauh dari limbah pencemaran

Lokasi harus bebas dari bahan pencemaran yang mengganggu kehidupan ikan. Limbah tempat tinggal tangga seperti detergen & sampah organik bisa mempengaruhi kondisi perairan atau sebagai pathogen & mengganggu ikan secara eksklusif. Sedangkan limbah buangan tambak dapat menaikkan kesuburan perairan yg menjadikan suburnya organisme penempel seperti kutu ikan, teritip & kekerangan lainnya yg banyak melekat dan menutupi jaring pemeliharaan.

5. Tidak menghambat Alur Pelayaran

Lokasi yang berdekatan atau dialur pelayaran akan mengganggu ikan pemeliharaan, terutama adanya gelombang yang disebabkan serta limbah bahan bakar bahtera atau kapal motor tersebut.

6.Dekat menggunakan asal pakan

Ada dua jenis pakan yang diberikan untuk ikan kerapu yaitu pakan buatan dan pakan ikan segar.  Untuk pakan segar perlu diperhatikan tentang ketersediaannya di sekitar lokasi budidaya. Hal ini berkaitan dengan jenis ikan segar, serta kualitas pakan segar. Apabila jauh dari tempat pelelangan ikan, maka dapat dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan nelayan bagan.

7.Dekat menggunakan wahana & prasarana transportasi

Tersedianya wahana & prasarana transportasi berupa jalan darat menuju ke lokasi, adalah lokasi yang sangat baik karena dapat memudahkan transportasi benih & output panen. Hal ini bisa melancarkan penjualan hasil panen ke pasar yg dituju

8.Keamanan

Yang dimaksud dengan aspek ini  adalah terjaminnya keamanan usaha, baik dari tangan-tangan jahil, hama penyakit, ataupun gangguan lain dari masyarakat sekitar.

9.Tenaga Kerja

Lokasi terpilih merupakan lokasi yang banyak menyediakan tenaga kerja terampil dan upahnya wajar.  Sebaiknya tenaga kerja diambil dari daerah sekitar usaha.

Faktor Persyaratan Kualitas Air

Didalam budidaya ikan, secara umum kualitas air dapat diartikan sebagai setiap peubah (variabel) yang mempengaruhi pengelolaan, kelangsungan hidup, dan produktivitas ikan yang dibudidayakan.  Kualitas air ini meliputi sifat fisk dan kimia air.

1. Kualitas Fisik air

a.  Kecepatan arus:

kecepatan arus yang ideal untuk pembesaran ikan Kerapu Macan dan Kerapu Tikus adalah : 15 – 30 cm/detik. Kecepatan arus >30 cm/detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan jangkar. Sebaliknya kecepatan arus yang terlalu kecil dapat mengurangi pertukaran air dalam jaring, sehingga berpengaruh terhadap ketersediaan oksigen, serta ikan mudah terserang parasit.

b.  Kecerahan

kecerhaan perairan yang baik untuk budidaya ikan Kerapu Macan dan Kerapu Tius di karamba adalah >4 meter. Hal ini berkaitan dengan pemantauan ikan di dasar jaring serta pemantauan sisa pakan. Kecerahan yang rendah karena tingkat bahan organik  yang tinggi menyebabkan cepatnya perkembangan organisme penempel seperti kutu ikan,  lumut, cacing, kekerangan dan lain-lain yang dapat menempel pada ikan dan jaring.

c.  Suhu Air

Suhu air yangoptimal sebaiknya 27-32?C. Hal ini sangat krusial bagi pertumbuhan ikan yang dipelihara. Lokasi budidaya juga sebaiknya terhindar dari stratifikasi suhu & oksigen.

Dua. Kualitas Kimia Air

Beberapa parameter kualitas kimia air yang perlu diketahui diantaranya :

a.  Salinitas (kadar garam)

Fluktuasi salinitas bisa mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan kerapu yang dipelihara. Oleh karenanya calon lokasi tidak boleh berdekatan menggunakan muara sungai kususnya buat jenis Kerapu Tikus & Kerapu Macan. Lokasi di muara sungai tak jarang mengalami stratifikasi salinitas, sehingga bisa Mengganggu terjadinya difusi oksigen secara vertikal. Salinitas yg ideal buat pembesaran Ikan Kerapu Macan & Kerapu Tikus merupakan 30-33 ppt.

b.  Konsentrasi Ion Hidrogen (pH)

Kondisi perairan menggunakan pH netral atau sedikit kearah basa sangat ideal buat kehidupan ikan air bahari. Sedangkan apabila pH rendah mengakibatkan aktifitas tubuh menurun atau ikan sebagai lemah, lebih mudah terkena infeksi dan umumnya diikuti menggunakan taraf mortalitas tinggi. Ikan diketahui memiliki toleransi dalam pH antara 4,0 ? 11,0. Pertumbuhan ikan kerapu Macan & kerapu Tikus akan baik pada nilai pH normal, yaitu 8,0 ? 8,dua.

c.  Oksigen terlarut (DO)

konsentrasi dan ketersediaan oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi ikan yang dibudidayakan. Oksigen terlarut sangat dibutuhkan bagi kehidupan ikan dan organisme air lainnya. Konsentrasi oksigen dalam air dapat mempengaruhi  pertumbuhan, konversi pakan, dan mengurangi daya dukung perairan. Ikan Kerapu Macan dan Kerapu Tikus dapat hidup layak dalam karamba jaring apung dengan konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 5 ppm.

d.  Senyawa Nitrogen

Bentuk senyawa nitrogen dalam air laut bermacam-macam dan yang bersifat racun terhadap ikan dan organisme lainnya ada 3 senyawa yaitu Amonia (NH3-N), Nitrit (NO2-N) dan Nitrat (NO3-N).

e.  Pospat

Kadar posfat yang tinggi di perairan akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi dan akan merangsang tumbuhnya plankton. Jika kondisi plankton melimpah atau blooming dan terjadi kematian masal (die off) maka akan menyebabkan penurunan oksigen secara drastis yang akan menyebabkan kematian masal ikan dan organisme ekuatik lainnya (Adnan, 1994 dalam Mayunar, 1995). Untuk keperluan budidaya ikan kandungan fosfat dalam perairan yang aman adalah 0,2 – 0,5 mg/l.

SUMBER:

http//supmladong.Kkp.Go.Id

Mulyadi A., 2014. Diktat Pembesaran Ikan Kerapu pada Karamba Jaring Apung. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Pusat Pendidikan Kelautan & Perikanan, Aceh.

#Tag : Kerapu

MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP BUDIDAYA IKAN KERAPU

Budidaya ikan laut di Indonesia telah mangalami perkembangan yang sangat pesat akhir-akhir ini. Upaya peningkatan sumber devisa Negara dari sector perikanan adalah dengan pengembangan perikanan yang berbasis kerakyatan. Salah satu upaya pemanfaatan lahan perairan Indonesia yang luas tersebut adalah melalui pengembangan usaha budidaya ikan Kerapu di karamba jaring apung (KJA).  Komoditas kerapu yang sudah berkembang di Indonesia ada dua spesies yaitu kerapu macan  atau Tiger Grouper (Epenephellus fuscogutatus) dan Kerapu Tikus atau Humpback Grouper (Cromileptes altivelis).

Penguasaan teknologi yg menyeluruh mengenai budidaya kerapu di KJA merupakan kunci berdasarkan keberhasilan usaha itu sendiri. Penguasaan ini meliputi pengetahuan internal ikan kerapu yg dipelihara dan beberapa faktor eksternal misalnya teknik budidaya, pakan, dan hama dan penyakit ikan. Disamping itu pengetahuan tentang lokasi budidaya, penentuan sarana dan prasarana.

Teknik budidaya ikan Kerapu Macan dan Kerapu tikus di KJA relative sederhana dan sama yaitu mencakup pendederan, penggelondongan dan pembesaran. Ketiga tahapan ini dibedakan berdasarkan berukuran awal tebar dan berukuran akhir ikan dipanen. Fase pendederan memiliki berukuran awal tebar benih hari ke-40 s/d 60 (D-40 ? D-60) dan dipanen dalam berukuran 25-30 gr/ekor utnuk selanjutnya dijadikan berukuran awal fase penggelondongan. Fase penggelondongan dipanen pada ukuran 75-100 gr/ekor, buat dijadikan awal fase pembesaran yang berakhir pada berukuran konsumsi yaitu antara 400-600 gr/ekor.

Pakan merupakan faktor eksternal penting dalam budidaya ikan, sebab pakan merupakan satu-satunya  masukan gizi dan energy dari luar untuk menunjang pertumbuhannya. Pemberian pakan dengan kualitas dan kuantitas yang baik dapat mengoptimalkan usaha budidaya ikan kerapu di KJA.

Pemantauan kualitas perairan yang kontinyu merupakan faktor eksternal lain yang menentukan keberhasilan budidaya. Hama dan penyakit diketahui  sering menjadi penyebab utama kegagalan.. pencegahan merupakan alternatif terbaik dibandingkan pengobatan.

Teknik panen & metode transportasi memegang peranan penting pada kelancaran bisnis budidaya ikan. Seperti diketahui bahwa ikan kerapu adalah komoditas ekspor yg mempunyai nilai jual lebih apabila dipasarkan pada keadaan hidup.

Aspek-aspek npendukung budidaya pada atas akan sebagai sia-sia bula bisnis budidaya membuat nilai akhir yg negative pada ekonomi. Oleh karenanya, perhitungan, perhitungan yg matang & terpola atas komponen-komponen primer maupun pendukung yang perlu dilalakukan.

SUMBER:

http//supmladong.Kkp.Go.Id

Mulyadi A., 2014. Diktat Pembesaran Ikan Kerapu pada Karamba Jaring Apung. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Pusat Pendidikan Kelautan & Perikanan, Aceh.

#Tag : Kerapu

PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA BUDIDAYA ROTIFERA (PAKAN ALAMI)

Rotifera adalah zooplankton yang biasa digunakan untuk pakan alami ikan, terutama untuk larva ikan yang ukurannya sangat kecil, seperti pada larva ikan malas (ikan betutu). Rotifera merupakan pakan awal larva Ikan. Untuk keperluan budidaya Rotifera, kita perlu membudidayakan Chlorella sp terlebih dahulu. Apabila kepadatan Chlorella sp. telah mencapai kepadatan tertinggi maka inokulasi bibit Rotifera ke dalam wadah Chlorella sp. dapat dilakukan.

Gambar 1. Rotifera

Budidaya zooplankton, dalam hal ini Rotifera, merupakan pakan awal larva Ikan. Untuk keperluan budidaya Rotifera, kita perlu membudidayakan Chlorella sp terlebih dahulu. Apabila kepadatan Chlorella sp. telah mencapai kepadatan tertinggi maka inokulasi bibit Rotifera ke dalam wadah Chlorella sp. dapat dilakukan. Atau sebagian Chlorella sp. dipanen dan dipindahkan ke wadah budidaya Rotifera.

Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memberi pakan berupa ragi roti pada Rotifera. Berdasarkan penelitian–penelitian yang sudah dilakukan, ternyata Rotifera yang diberi pakan ragi roti dapat menghasilkan populasi sepuluh kali dibandingkan dengan yang diberi fitoplankton. Kedua cara budidaya di atas dapat dilakukan, sebab Rotifera termasuk zooplankton yang bersifat filter feeder yaitu cara makannya dengan menyaring partikel makanan dari media tempat hidupnya.

Beberapa persyaratan lingkungan yang diperlukan Rotifera, antara lain suhu media tidak terlalu tinggi, yang baik sedikit di bawah suhu optimum. Suhu optimum untuk Rotifera Brachionus sp. adalah 25oC, walaupun dapat hidup pada suhu 15–31oC. Selanjutnya pH air di atas 6,6 di alam, namun pada kondisi budidaya biasanya 7,5; ammonia harus lebih kecil dari 1 ppm; oksigen terlarut >1,2 ppm.

Untuk cara budidaya dengan menggunakan Chlorella sp. sebagai pakan Rotifera, maka prosedur penyiapan wadah dan media sama seperti pada budidaya Chlorella sp. Wadah budidaya Rotifera dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Pada saat kepadatan Chlorella sp. mencapai puncak maka dilakukan inokulasi Rotifera; dan sehari (sesaat) sebelumnya pemupukan ulang perlu dilakukan. Tujuannya adalah agar supaya Chlorella sp. segera mendapatkan mineral sebelum populasi fitoplankton kekurangan mineral.

Cara di atas menggunakan wadah budidaya Rotifera yang sama dengan wadah budidaya Chlorella sp. Cara ini mempunyai kelemahan, yaitu dengan adanya pemupukan ulang maka hal ini akan menyebabkan kualitas air kurang baik untuk Rotifera. Cara yang lebih baik adalah dengan membudidayakan Rotifera pada wadah terpisah, dan fitoplankton serta medianya dipanen dari wadah fitoplankton dan dimasukkan ke wadah budidaya Rotifera setiap hari.

Kegiatan pertama untuk budidaya Rotifera adalah menyiapkan wadah yang bersih dan sudah disanitasi. Adapun cara penyiapan wadah dan air untuk budidaya Rotifera ini sama dengan persiapan dan air padabudidaya Chlorella. Jika populasi fitoplankton sudah mencapai puncak maka sebagian fitoplankton bersama media dipindahkan ke wadah Rotifera. Wadah fitoplankton yang sudah berkurang volume airnya, biasanya ditambahkan 50% kembali air tawar, lalu dipupuk ulang.

Penambahan fitoplankton ke wadah Rotifera dilakukan setiap hari. Penambahan dilakukan sampai hari ke 4 dan biasanya pada hari ke 5 panen Rotifera dapat dilakukan. Pada pemindahan Chlorella sp. perlu digunakan saringan berupa kantong penyaring (plankton net) yang lubangnya 100 mm, untuk mencegah kemungkinan terbawanya copepoda, yang nantinya akan memakan Rotifera.

Pada budidaya Rotifera dengan menggunakan Chlorella sp. sebagai pakannya diperlukan wadah/bak budidaya Chlorella sp. dan wadah/bak budidaya Rotifera sebanyak 6 : 1 (dalam volume). Artinya untuk menyiapkan makanan Rotifera dalam satu wadah diperlukan 6 wadah fitoplankton. Hal ini dilakukan karena populasi Chlorella sp. harus disediakan setiap hari untuk makanan Rotifera. Populasi Chlorella sp. akan mencapai puncak 5-6 hari, dan Rotifera 2–3 hari. Artinya untuk satu siklus budidaya Rotifera diperlukan tiga kali panen Chlorella sp., supaya budidaya Rotifera berlanjut maka diperlukan wadah Chlorella sp. 2 x 3 wadah, yaitu 6 wadah (volume). Budidaya Rotifera dengan menggunakan Chlorella sp. sebagai pakannya umum dilakukan di Panti Benih ikan karena biayanya murah.

SUMBER:

Mokoginta I., 2003.  Modul Budidaya Rotifera - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:

Delbare, D. And Dhert, P. 1996. Cladoecerans, Nematodes and Trocophara Larvae, p. 283 ? 295. In Manual on The Production and Use of Live Food (P. Lavens and P. Sorgelos, eds). FAO Fisheries Technical Paper 361.

Sulasingkin, D. 2003. Pengaruh konsentrasi ragi yang tidak sama terhadap pertumbuhan populasi Daphnia sp. Skripsi. FPIK. IPB.

#Tag : Pakan Alami

MEMAHAMI TEKNIK PEMILIHAN BIBIT DAN PENANAMAN RUMPUT LAUT

Bibit sebaiknya dipilih berdasarkan tumbuhan yg masih segar yang bisa diperoleh berdasarkan flora rumput bahari yang tumbuh secara alami maupun dari flora budidaya. Penyediaannya segera dilakukan sesudah konstruksi rakit aktivitas budidaya telah terpasang dan sumber bibit telah tersedia. Bibit yg dipakai berupa stek, wajib baru, dan masih belia & banyak cabang.

Kriteria Bibit :

Dalam penyediaan bibit  sebaiknya diseleksi bibit yang baik dari hasil  panen dengan ciri-ciri : (a). Bercabang banyak,  rimbun  dan runcing (b). Tidak terdapat bercak dan terkelupas (c). Warna spesifik (cerah). (d). Umur 25 – 35 hari.  Berat bibit yang ditanam adalah antara 50 – 100 gram per rumpun dan (e). Tidak terkena penyakit ice-ice.

Penanganan Bibit :

Yang wajib diperhatikan pada membawa bibit supaya tidak terjadi kerusakan selama dalam bepergian adalah :

§  Bibit harus tetap dalam keadaan basah/lembab  selama dalam perjalanan

§  Tidak terkena air tawar atau hujan

§  Tidak terkena minyak atau kotoran-kotoran lain

§  Jauh dari sumber panas seperti mesin kendaraan dan lainnya

§  Tidak terkena sinar matahari.

Sedangkan ciri-ciri bibit yg buruk merupakan :

§  warna kemerahan

§  Thallus berlendir

§  Bau tidak enak/busuk

§  Thallus rusak/patah-patah.

§  Tidak ada bagain  thallus yang transparan tidak berpigmen.

Cara pengepakan bibit :

§  Kantong plastik lebar sesuai dengan potongan-potongan bibit yang akan dibawa

§  Bibit rumput laut  dimasukan ke dalam kantong plastik tanpa dipadatkan supaya bibit tidak rusak, kemudian diikat.

§  Bagian atas kantong dilubangi dengan  jarum untuk sirkulasi udara

§  Kantong plastik dimasukkan ke dalam kotak karton

Setelah hingga pada tujuan, bibit harus segera dibuka & direndam dalam air bahari yang diberi aerasi kemudian diseleksi selanjutnya siap dilakukan penanaman.

Metode Budidaya Rumput Laut Eucheuma sp

Budidaya Eucheuma dapat dilakukan dengan 5 (lima) metode yaitu : metoda lepas dasar,  metoda rakit apung, metode long line (rawai), metode jalur (kombinasi), dan metode kantong jaring.

Metoda Lepas Dasar

Metode ini dilakukan di atas dasar perairan yang berpasir atau pasir berlumpur. Hal ini penting  untuk memudahkan penancapan patok/pacang. Penancapan patok akan sulit dilakukan bila dasar perairan terdiri dari batu karang.  Patok terbuat dari kayu yang berdiameter sekitar  5 cm sepanjang 1 m yang salah satu ujungnya runcing. Jarak antara patok untuk merentangkan tali ris sekitar 2,5 m. Setiap patok dipasang berjajar dan dihubungkan dengan tali ris polyethylen(PE) berdiameter 8 mm. Jarak antara tali rentang sekitar 20 cm. Tali ris yang telah berisi ikatan tanaman direntangkan pada tali ris utama dan posisi tanaman budidaya berada sekitar 30 cm diatas dasar perairan (perkirakan pada saat surut terendah masih tetap terendam air).

Metode tanggal dasar umumnya berukuran 100 m x 5m. Luasan ini membutuhkan bahan-bahan sebanyak :

Æ  Patok kayu : panjang 1 m (diameter 5 cm) sebanyak  275 buah

Æ  Tali rentang : bahan PE (diameter 3,5 – 4 mm) sebanyak  10 kg

Æ  Tali ris : bahan PE  (diameter 8 mm)   sebanyak  15 kg

Æ  Tali  PE (diameter 1-2 mm) sebanyak 1 kg

Æ  Bibit rumput laut sebanyak  1.000  kg (ukuran bibit  biasanya  50-100 gram/titik)

Metode  Rakit Apung

Metode rakit apung adalah cara pembudidayaan rumput laut dengan menggunakan rakit yang terbuat dari bambu/kayu. Metode ini cocok diterapkan pada perairan berkarang dengan pergerakan airnya didominasi oleh ombak. Ukuran tiap rakit sangat bervariasi bergantung pada ketersediaan material dan disesuaikan dengan kondisi perairan tetapi pada prinsipnya tidak terlalu besar sehingga mempermudah perawatan rumput laut yang ditanam. Metoda rakit apung cocok dilakukan pada kedalaman  lebih dari 2 meter.

Untuk menahan agar rakit tidak hanyut terbawa oleh arus digunakan jangkar atau patok dengan tali penahan (rope) yang berukuran 9 mm. Untuk menghemat areal dan memudahkan pemeliharaan, beberapa rakit dapat dijadikan satu dan tiap rakit diberi jarak sekitar 1 meter.

Keuntungan pemeliharaan dengan metode ini adalah antara lain pemeliharaan mudah dilakukan, tanaman terbebas dari gangguan hama, pemilihan lokasi lebih fleksibel dan intensitas cahaya matahari lebih besar. Kelemahan dari metode ini adalah biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan sarana budidaya relatif tinggi, tanaman sering muncul kepermukaan air terutama saat laut kurang berombak sehingga  dapat menyebabkan cabang-cabang tanaman menjadi pucat karena kehilangan pigmen dan akhirnya akan mati.

Untuk pemeliharan yg efektif & efisien, umumnya 1 unit usaha terdiri dari 20 rakit yg masing-masing rakit berukuran lima m x dua,5 m. Satu rakit terdiri berdasarkan 24 tali menggunakan jeda antara masing-masing tali 20-25 centimeter. Setiap tali dapat diikatkan 9 rumpun tanaman , jeda antara rumpun yang satu menggunakan yg lainnya adalah 25 cm, sebagai akibatnya dalam satu rakit akan terdiri berdasarkan 300 rumpun menggunakan berat rata-rata per rumpun 100 gram atau diharapkan bibit sebesar 30 kg . Pertumbuhan tanaman dengan menggunakan metode apung, umumnya lebih baik daripada metode tanggal dasar, lantaran pergerakan air dan intensitas cahaya lebih baik bagi pertumbuhan rumput bahari.

Sarana & alat-alat yg dibutuhkan buat 1 unit usaha budidaya rumput laut berukuran 5 m x 2,lima m adalah menjadi berikut :

Æ  bambu sebanyak 80 batang

Æ  tali rakit PE berdiameter 10 mm sebanyak 6 kg

Æ  tali rentang PE (diameter 3,5 mm – 4 mm) sebanyak  33 kg

Æ  jangkar  4  buah

Æ  tali D15 60 gulung

Æ  tempat penjemuran  1.2 m  x  10 m

Æ  peralatan budidaya (keranjang, pisau, gergaji, dan parang)

Æ  perahu jukung, sebanyak 1 unit,

Æ  bibit rumput laut sebanyak 600 kg.

Metode Rawai (Long Line)

Metode rawai (long line) adalah metode budidaya dengan menggunakan tali panjang yang dibentangkan. Metode budidaya ini banyak diminati oleh masyarakat karena alat dan bahan yang digunakan lebih tahan  lama, lebih murah dan mudah untuk didapat. Tali (diameter 8 mm) yang digunakan sepanjang 50 – 100 meter yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar, kemudian setiap 25 meter diberi pelampung utama yang dapat terbuat dari drum plastik atau styrofoam kemudian pada setiap jarak 5 meter diberi pelam-pung yaitu berupa potongan styrofoam/ karet sandal atau botol aqua bekas 500 ml yang berfungsi untuk memudahkan pergerakan tanaman setiap saat.

Sewaktu memasang tali utama harus diperhatikan arah arus  pada posisi  sejajar atau sedikit  menyudut untuk menghindari terjadinya  belitan tali satu dengan lainnya. Bibit rumput laut seberat 100 gram diikatkan sepanjang tali dengan jarak titik 20-25 cm. Antara tali satu dengan lainnya berjarak antara 1-3 m dengan mempertimbangkan kondisi arus dan gelombang setempat.

Jarak antar blok selebar 1 m (dalam satu blok terdapat 4 tali) yang berfungsi untuk jalur sampan pengontrolan (jika dibutuh-kan). Untuk satu hektar hamparan dapat dipasang 142 tali, @ 500 titik atau diperoleh 71.000 titik.  Dengan berat bibit awal 100 gram maka untuk 1 ha areal dibutuhkan bibit 7.100 kg .

Panen dilakukan setelah rumput laut berumur lebih kurang 45 hari.  Bila 100 gram bibit dapat mengasilkan 1 kg, maka panen diperkirakan  dapat mencapai 71.000 kg per ha. Bibit  untuk penanaman berikutnya dapat diambil dari seleksi hasil panen sebanyak 10%-nya atau sebanyak 7.100 kg, sehingga hasil panen yang dikeringkan sebanyak 62.900 kg basah atau 7.800 kg kering (dengan konversi 1 : 8).

Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk 1 unit usaha budidaya rumput laut dengan metode long-line  adalah sebagai berikut:

Bahan dan alat primer :

Æ  Tali titik (ukuran 0,4 cm) sebanyak 10 kg

Æ  Tali jangkar (diameter 10 mm) sebanyak 50 kg

Æ  Tali jangkar sudut (diameter 6 mm) sebanyak 10 kg

Æ  Jangkar tancap dari kayu (diameter 50 mm) sebanyak 104 buah

Æ  Pelampung styrofoam sebanyak 60 kg

Æ  Pelampung botol aqua/karet sandal secukupnya

Sarana penunjang :

Æ  Perahu sampan sebanyak 1 buah

Æ  Timbangan seberat 100 kg

Æ  Waring 50 m3

Æ  Para-para penjemuran dari kayu/bambu (ukuran 6 m x 8 m) sebanyak 3 unit

Æ  Pisau kerja 5 buah

Æ  Masker/snorkel 1 buah

Æ  Karung plastik (ukuran 50 kg)  sebanyak 1000 lembar

Metode Jalur (Kombinasi)

Metode ini merupakan kombinasi antara metode rakit dan metode long line. Kerangka metode ini terbuat dari bambu yang disusun sejajar. Pada kedua ujung setiap bambu dihubungkan dengan tali PE 0,6 mm sehingga membentuk persegi panjang dengan ukuran 5 m x 7 m perpetak. Satu unit terdiri dari 7 – 10 petak. Pada kedua ujung setiap unit diberi jangkar seberat 100 kg.   Penanaman dimulai dengan mengikat bibit rumput laut ke tali jalur yang telah dilengkapi tali PE 0,1 cm sebagai pengikat bibit rumput laut.  Setelah bibit diikat  kemudian tali jalur tersebut dipasang pada kerangka yang telah tersedia dengan jarak tanam yang digunakan minimal 20 cm x 30 cm.

Metode Keranjang (kantong jaring)

Metode keranjang adalah metode budidaya rumput bahari dengan memakai kantong jaring sebagai indera produksi. Kantong jaring tersebut diikatkan dalam lali (long line) atau pada rakit. Metode ini digunakan buat mengatasi agresi ikan dan penyu.

Dalam metode ini digunakan kantong jaring menggunakan berukuran 1 ? 1.5 inchi yg terbuat menurut tali PE ukuran D18-21. Kantong memiliki berukuran diameter 30 ? 50 cm dan tinggi 50 ? 75 cm & ditunjang sang rangka kawat. Kantong digantungkan dalam tali atuu rakit menggunakan jeda 50 ? 100 cm antara kantong.

Persyaratan lokasi metode ini merupakan arus wajib lebih kuat (25 ? 40 cm/dtk) sehingga peredaran air relatif baik. Kecepatan arus yang kurang baik akan menyebabkan rumput laut tewas & membusuk lantaran kurang oksigen dan nutrien.

Beberapa pengalamn memakai metode ini adalah sbb: a) biomas pada saat awal penanaman 0.Lima kg ; b) lama pemeliharaan 45 ? 60 hari ; c) biomas akhir 7 ? 10 kali biomas awal (dapat mencapai lima kg/kantong). Bahan & alat-alat yang dibutuhkan pada metode ini adalah :

§  Kantong jaring

§  Tambang utama (12 mm)

§  Tambang ris (10 mm)

§  Tambang jangkar (20 mm)

§  Jangkar

§  Pelampung utama (V : 10 L)

§  Pelampung antara (V : 1 – 5 L)

Selain sarana utama,  metode ini membutuhkan sarana penunjang seperti pada metode lainnya.

Perawatan

Keberhasilan suatu usaha rumput laut sangat tergantung pada perawatan. Perawatan harus dilakukan   setiap  hari  untuk   membersihkan   tanaman  dari  tumbuhan pengganggu   dan  menyulam tanaman yang mati dan terlepas.  Khusus untuk kegiatan penyulaman hanya dilakukan pada minggu pertama setelah rumput laut  ditanam.

Monitoring pertumbuhan rumput laut perlu dilakukan beberapa kali dengan cara sampling.  Berat awal bibit berkisar antara 50 – 100 gram. Sampling pertma dilakukan setelah tanaman berumur 21 hari.    Sedangkan sampling ke dua dilakukan pada saat panen .  Penentuan sampel dilakukan secara acak. Suatu kegiatan budidaya rumput laut Eucheuma Cottonii dikatakan baik jika laju pertumbuhan rata-rata harian minimal 3 %.

SUMBER:

http//supmladong.Kkp.Go.Id

Mulyadi A., 2014. Modul "Budidaya Rumput Lautdanquot; menjadi Bahan Ajar. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Aceh.

#Tag : Rumput Laut

BUDIDAYA IKAN NILA MERAH

Budidaya ikan nila merah (Oreochromis sp.) sangat mudah. Selain dapat memijah secara alami, juga tidak memerlukan perlakuan khusus. Keadaan ini menjadikan budidaya ikan nila merah berkembang sangat pesat di pelosok tanah air. Budidaya ikan nila merah dilakukan dalam beberapa tahapan.

Pematangan Gonad di kolam tanah

Pematangan gonad nila merah bisa dilakukan di kolam tanah. Caranya, siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan selama 2 – 4 hari dan perbaiki seluruh bagian kolam; isi air setinggi 80 – 100 cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 400 ekor induk; beri pakan tambahan (pelet) sebanyak 3 persen/hari (3 kg) setiap hari. Catatan : induk jantan dan betina dipelihara terpisah.

Pematangan di bak tembok

Pematangan gonad juga bisa dilakukan di bak. Caranya, siapkan bak tembok ukuran panjang 6 m, lebar 4 m dan tinggi 1 m; keringkan selama 2 – 4 hari; isi air setinggi 80 – 100 cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 100 ekor induk; beri pakan tambahan (pelet) sebanyak 3 persen/hari. Catatan : induk jantan dan betina dipelihara terpisah.

Seleksi

Seleksi induk dilakukan dengan melihat tanda-tanda pada tubuh. Tanda induk betina : tubuh memanjang; warna agak kusam; perut agak gendut, gerakan lamban, punya dua alat kelamin yang membulat, satu lubang telur satu lubang kencing, dan berukuran 300 – 500 gram. Tanda induk jantan : tubuh membulat; warna cerah; bersirip kemerahan; gerakan lincah, punya satu alat yang memanjang, terkadang keluar cairan putih bening bila dipijit lubang kelaminnya, dan berukuran antara 400 - 500 gram.

Pemijahan Secara Tradisional I

Pemijahan secara tradsional I dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; perbaiki seluruh bagiannya; keringkan selama 3 – 5 hari; isi air setinggi 40 - 60 cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 300 ekor induk betina; masukan pula 100 ekor induk jantan; biarkan memijah; panen larva dilakukan pada hari ke 14 – 20 dengan sekup net di permukaan kolam.

Pemijahan Secara Tradisional II

Pemijahan secara tradsional II juga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; buat kobakan di dasar kolam (di salah sudut dekat pintu pembuangan), dengan ukuran panjang panjang 4 m, lebar 2 m dan tinggi 1 m; perbaiki seluruh bagiannya; keringkan selama 3 – 5 hari; isi air setinggi 40 - 60 cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 300 ekor induk betina; masukan pula 100 ekor induk jantan; biarkan memijah.

Panen larva dilakukan pada hari ke 14 pagi hari, dengan cara mengeringkan kolam. Induk akan tertampung dalam kobakan dan agar tidak mabuk, beri aliran dari kolam sebelah. Sementara larva akan naik menuju aliran air dari pintu pemasukan dan akhirnya akan tertampung dalam kemalir. Penangkapan larva dilakukan pada kubangan depan pintu pengeluaran.

Setelah larva tertangkap semua, seluruh bagian kolam diperbaiki, permukaan pematang yang bocor ditutup, kemalir tengah digali lagi (lebar 40 dan tinggi 10 cm), permukaan tanah dasar (bekas sarang pemijahan) diratakan. Kolam yang sudah diperbaiki dijemur hingga sore hari. Pada sore itu juga kolam diisi air lagi hingga ketinggian semula. Panen dilakukan 14 hari kemudian, dan terus dilakukan setiap 14 hari sekali.

Pemijahan Secara Tradisional III

Pemijahan secara tradsional III dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; perbaiki seluruh bagiannya; keringkan selama 3 – 5 hari; isi air setinggi 40 - 60 cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 300 ekor induk betina; masukan pula 100 ekor induk jantan; biarkan memijah; tebar pupuk (kotoran ayam atau puyuh) pada hari ke 12; biarkan pupuk itu bereaksi hingga tumbuh pakan alami; setelah itu, seluruh induk betina yang sedang mengerami akan mengeluarkan larvanya hingga larva tersebar pada seluruh permukaan air kolam; biasanya terjadi pada hari ke 16; tangkap larva dengan sekup net di permukaan kolam hingga habis.

Pemijahan intensif klikhttp://bibaharie.blogspot.com

Pendederan I

Pendederan pertama dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalirnya; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 5 – 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 50.000 ekor larva pada pagi hari; setelah 2 hari, beri 1 – 2 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; setelah 2 minggu, sebar ke kolam lain bila penuh; panen dilakukan setelah berumur 3 minggu.

Pendederan II

Pendederan kedua dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 1.000 m2; keringkan 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalirnya; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 10 – 15 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 40.000 ekor (telah diseleksi); beri 3 – 5 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen setelah berumur sebulan.

Pendederan III

Pendederan ketiga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 1.000 m2; keringkan 4 – 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalirnya; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 10 – 15 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 20.000 ekor ukuran 5 – 8 cm (telah diseleksi); beri 3 – 5 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam; panen setelah berumur sebulan.

Pembesaran di kolam tanah

Pembesaran nila merah bisa dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan sebuah kolam ukuran 1.000 m2; perbaiki seluruh bagiannya; tebarkan 10 – 15 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 60 cm dan rendam selama 5 hari; masukan 50 kg benih (10.00 ekor ukuran 10 – 12 cm atau 20 gram/ekor atau disebut juga sangkal) hasil seleksi; beri pakan 3 persen setiap hari, 3 kg di awal pemeliharaan dan bertambah terus sesuai dengan berat ikan; alirkan air secara kontinyu; lakukan panen setelah 3 bulan. Sebuah kolam dapat menghasilkan ikan konsumsi sebanyak 200 – 300 kg.

Pembesaran di kolam jaring apung

Pembesaan nila merah bisa juga dilakukan di kolam jaring apung (KJA). Pembesaran ini tidak sebagai komoditas utama, tetapi sebagai komoditas sampingan. Caranya, siapkan sebuah kolam jaring apung lapis kedua; masukan 200 kg benih (sangkal); selama pemeliharaan tidak diberi pakan tambahan, tetapi hanya memanfaatkan pakan sisa ikan mas; Panen dilakukan setelah 3 bulan. Sebuah kolam jaring aung dapat meghasilkan ikan konsumsi sebanyak 400 - 500 kg.

SUMBER:

http://bdp-unhalu.blogspot.coM

http://agusrochdianto.wordpress.com

http://ebookbrowsee.net

#Tag : Nila

BUDIDAYA IKAN BAWAL AIR TAWAR

Budidaya bawal air tawar (Colosoma macropomum) mulai berkembang sejak 15 tahun yang lalu. Ikan inpun tidak bisa memijah secara alami. Pemijahan bawal air tawar hanya bisa dilakukan secara buatan atau lebih dikenal dengan istilah kawin suntik (induce breeding).

Pematangan Gonad

Pematangan gonad bawal air tawar dilakukan di kolam tanah. Caranya, siapkan kolam ukuran 100 m2; keringkan selama 2 – 4 hari dan perbaiki seluruh bagian kolam; isi air setinggi 50 – 70 cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 100 ekor induk ukuran 3 – 5 kg; beri pakan tambahan berupa pellet tenggelam sebanyak 3 persen/hari. Catatan : induk jantan betina dipelihara terpisah.

Seleksi

Seleksi induk bawal air tawar dilakukan dengan melihat indikasi-tanda dalam tubuh. Tanda induk betina yg matang gonad : perut gendut; gerakan lamban dan lubang kelamin kemerahan. Tanda induk jantan : gerakan lincah, lubang kelamin kemerahan, bila dipijit keluar cairan putih susu. Usahakan ketika seleksi mengangkap ikan lebih berdasarkan satu, sebagai cadangan bila sesudah diseleksi kurang matang.

Pemberokan

Pemberokan induk bawal air tawar dilakukan pada bak selama semalam. Caranya, siapkan bak tembok berukuran panjang 4 m, lebar tiga & tinggi 1 m; keringkan selama dua hari; isi dengan air higienis dengan tinggi 40 ? 50; masukan lima ? 8 ekor induk; centimeter dan biarkan mengalir selama pemberokan. Catatan : Pemberokan bertujuan untuk membuang sisa pakan pada tubuh & mengurang kandungan lemak. Karena itu, selama pemberokan nir diberi pakan tambahan.

Penyuntikan menggunakan ovaprim

Penyuntikan adalah kegiatan memasukan hormon perangsang ke tubuh induk betina. Hormon perangsang yang umum digunakan adalah ovaprim. (suplayer ovaprim dll). Caranya, tangkap induk betina yang sudah matang gonad; sedot 0,6 ml ovaprim untuk setiap kilogram induk; suntikan bagian punggung induk tersebut; masukan induk yang sudah disuntik ke dalam bak lain dan biarkan selama 10 - 12 jam.

Catatan : penyuntikan dilakukan dua kali, menggunakan selang waktu 6 jam. Penyuntikan pertama sebesar 1/3 takaran menurut takaran total (atau 0,2 mililiter/kg induk) dan penyuntikan kedua sebesar dua/tiga dosis total (atau 0,4 ml/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali, berbarengan penyuntikan kedua menggunakan takaran 0,dua ml/kg induk jantan.

Penyuntikan menggunakan hypopisa

Penyuntikan mampu jua menggunakan larutan kelenjar hypopisa ikan mas. Caranya, tangkap induk betina yang sudah matang gonad; siapkan 2 kg ikan mas berukuran 0,lima kg untuk setiap kilogran induk betina; pangkas ikan mas tersebut secara vertikal tepat di belakang tutu insang; potong bagian ketua secara horizontal tepat pada bawah mata; buang bagian otak; ambil kelenjar hypopisa; masukan kelenjar hipofisa tersebut ke pada gelas penggerus & hancurkan; masukan 1 cc aquabides & mixer hingga homogen; sedot larutan hypopisa itu; suntikan ke bagian punggung induk betina; masukan induk yang telah disuntik ke bak lain dan biarkan selam 10 ? 12 jam.

Catatan : penyuntikan dilakukan 2 kali, dengan selang ketika 6 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/tiga takaran dari takaran total (atau 0,6 kg ikan mas/kg induk betina) & penyuntikan ke 2 sebesar 2/3 takaran total (atau 1,4 kg ikan mas/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali, berbarengan penyuntikan kedua dengan takaran 0,6 ml/kg induk jantan.

Pengambilan sperma

Pengambilan sperma dilakukan 1/2 jam sebelum pengeluaran telur. Caranya, tangkap 1 ekor induk jantan yang telah matang kelamin; lap sampai kemarau; kemasan tubuh induk dengan handuk kecil; pijit ke arah lubang kelamin; tampung sperma ke pada mangkuk plastik atau cangkir gelas; campurkan 200 cc Natrium Clhorida (larutan fisiologis atau inpus); mixer sampai sejenis. Catatan : pengeluaran sperma dilakukan oleh dua orang. Satu orang yg memegang ketua dan memijit dan satu orang lagi memegang ekor & mangkuk plastik. Jaga supaya sperma tidak terkena air.

Pengeluaran telur

Pengeluaran telur dilakukan sehabis 10 ? 12 jam sehabis penyuntikan, tetapi 9 jam sebelumnya dilakukan pengecekan. Cara pengeluaran telur : siapkan 3 butir baskom plastik, sebotol Natrium chlorida (inpus), sebuah bulu ayam, kain lap & tisu; tangkap induk dengan sekup net; keringkan tubuh induk dengan handuk mini atau lap; kemasan induk menggunakan handuk & abaikan lubang telur terbuka; pegang bagian kepala oleh satu orang & pegang bagian ekor oleh yang lainnya; pijit bagian perut ke arah lubang telur sang pemegang kepala; tampung telur pada baskom plastik; campurkan larutan sperma ke dalam telur; aduk sampai rata menggunakan bulu ayam; tambahkan Natrium chrorida & kocok hingga homogen; buang cairan itu agar telur-telur bersih berdasarkan darah; telur siap ditetaskan.

Penetasan pada akuarium

Penetasan telur bawal air tawar dilakukan di akuarium. Caranya : siapkan 20 buah akuarium ukuran panjang 80 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air bersih setinggi 30 cm; pasang tiga buah titik aerasi untuk setiap akuarium dan hidupkan selama penetasan; tebarkan tebar secara merata ke permukaan dasar akuarium; 2 – 3 hari kemudian buang sebagian airnya dan tambahkan air baru hingga mencapai ketinggian semula; 2 hari kemudian beri pakan berupa naupli artemia secukupmnya; lakukan panen pada hari ke tujuh dengan menggunakan gayung plastik; larva ini siap ditebar ke kolam penederan I.

Pendederan I di kolam

Pendederan I bawal air tawar dilakukan pada kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan selama 4 ? 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 centimeter dan tinggi 10 centimeter; ratakan tanah dasarnya; tebarkan lima - 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 centimeter & rendam selama lima hari (air nir dialirkan); tebar 50.000 ekor larva dalam pagi hari; sesudah dua hari, beri 1 ? 2 kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen benih dilakukan sehabis berumur 3 minggu.

Pendederan I pada bak tembok

Pendederan I bawal air tawar bisa jua dilakukan di bak tembok & plastik. Caranya : siapkan bak tembok atau plastik berukuran panjang tiga m, lebar 1 m m dan tinggi 0,6 m; keringkan selama dua hari; pasang lima butir 7 butir titik aerasi; pasang 4 butir pemanas air; masukan 100.000 larva hasil dari loka penetasan; beri pakan berupa naupli artemia sampai hari ke 7; siphon setiap hari (bersihkan dengan selang) residu naupli artemia yang nir tergoda; beri pakan cincangan cacing rambut yg telah dicuci dengan air bersih; siphon setiap hari cacing yg nir tergoda; panen sehabis berumur 3 minggu; seleksi benih-benih tadi menggunakan ayakan seleksi. Benih yang dipanen ukuran 0,lima ? 1,0 inchi.

Pendederan II

Pendederan ke 2 juga dilakukan pada kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan 4 ? 5 hari; perbaiki semua bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 centimeter & tinggi 10 cm; ratakan tanah dasar; tebarkan 5 - 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm & rendam selama lima hari (air tidak dialirkan); tebar 30.000 ekor benih hasil pendederan I (telah diseleksi); beri dua ? 4 kg tepung pelet atau pelet yg sudah direndam setiap hari; panen benih dilakukan setelah berumur sebulan.

Pendederan III

Pendederan ketiga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam berukuran 500 m2; keringkan 4 ? 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalirnya; ratakan tanah dasarnya; tebarkan dua karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 centimeter dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 20.000 ekor hasil dari pendederan II (telah diseleksi); beri 4 - 6 kg pelet; panen benih dilakukan sebulan lalu.

Pembesaran

Pembesaran bawal air tawar dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan sebuah kolam ukuran 500 m2; perbaiki semua bagiannya; tebarkan 6 - 8 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 - 60 cm dan rendam selama lima hari; masukan 10.000 ekor benih output seleksi menurut pendederan III; beri pakan tiga persen setiap hari, 3 kg pada awal pemeliharaan dan bertambah terus sinkron dengan berat ikan; alirkan air secara kontinyu; lakukan panen selesainya 2 bulan. Sebuah kolam dapat menghasilkan ikan konsumsi ukuran 125 gr sebanyak 400 ? 500 kg.

Pembesaran pada keramba jaring apung lapis pertama

Pembesaan bawal air tawar mampu pula dilakukan pada kolam jaring apung (KJA). Caranya, siapkan sebuah kolam jaring apung lapis pertama; masukan 300 kg benih hasil pendedera III yang sudah diseleksi; beri pelet setiap hari secara adlibitum (beri waktu lapar & hentikan sesudah kenyang; lakukan panen sehabis 3 bulan. Sebuah keramba jaring apung dapat meghasilkan ikan konsumsi sebanyak 1,lima ? Dua ton.

SUMBER:

http://bdp-unhalu.Blogspot.CoM

http://agusrochdianto.Wordpress.Com

http://ebookbrowsee.Net

#Tag : Bawal

BUDIDAYA IKAN CUPANG

Cupang juga tak perlu dibahas. Mulai anak TK hingga siswa SLA tahu. Karena ikan hias yang bernama latinBetta sp. ini sudah menjadi mainan mereka, dan cupang ini banyak dijual di toko-toko ikan hias, penjual ikan hias jalanan, juga pedagang keliling. Selain sebagai binatang adu, ikan ini juga sebagai hiasan.

Beda jantan dan betina

Beda jantan dan betina ikan cupang sangat jelas. Bisa dari jauh dan tidak perlu dipegang. Perbedaan tersebut bisa dilihat dari warna, bentuk sirip, bentuk perut dan gerakan. Betina ditandai dengan warna tubuh yang lebih gelap atau kusam, sirip-siripnya lebih pendek dari jantan, perut lebih gendut dan tidak banyak bergerak atau tidak banyak berlaga. Sedangkan jantan bertubuh lebih terang dari betina, sirip lebih panjang, perut ramping dan lebih banyak bergerak atau berlaga. Induk jantan dan betina mulai dipijahkan setelah berumur 6 bulan.

Pematangan gonad

Pematangan gonad dilakukan pada akuarium kecil atau toples. Caranya, siapkan dua akuarium berukuran panjang 20 centimeter, lebar 20 cm dan tinggi 20 cm atau toples menggunakan volume 2 ? 3 liter (satu buat jantan & satu untuk betina); keringkan selama dua hari; isi air setinggi 15 cm, masukan satu ekor induk jantan atau betina; beri pakan berupa cacing secukupnya cacing rambut atau cacing sutra.

Pemijahan

Pemijahan dilakukan pada akurium atau toples. Caranya, siapkan dua akuarium ukuran panjang 20 cm, lebar 20 centimeter dan tinggi 20 centimeter atau toples menggunakan volume 2 ? Tiga liter (satu buat jantan & satu buat betina); keringkan selama 2 hari; isi air dengan tinggi 15 cm; masukan serumpun eceng goduk menjadi pelindung; masukan satu ekor induk jantan; masukan induk betina; biarkan memijah.

Catatan : Proses pemijahan diawali menggunakan pembuatan sarang sang induk jantan berupa buih di bagian atas air. Selanjutnya mengajak betina untuk memijah. Pemijahan mampu terjadi kapan saja, mampu pagi, siang, sore atau malam. Bila telah memijah ditandai dengan adanya telur pada pada busa dan jantan berada di bagian atas, menunggui telur sembari mengibas-ngibaskan siripnya. Telur akan menetas pada ketika 24 ? 36 jam dan mulai berenang setelah berumur lima ? 6 hari. Satu ekor induk betina sanggup membuat larva sebanyak 500 ? 1.500 ekor.

Pendederan

Pendederan dilakukan pada akuarium atau toples yang sama. Caranya, tangkap induk jantan & masukan pulang ke tempat pematangan gonad; tangkap jua induk betina & masukan ke loka pematang gonad; larva yg sudah berumur 6 hari diberi pakan berupa infusoria, atau rotifera, atau naupli artemia; panen selesainya satu bulan.

Pendederan II & III

Pendederan II dilakukan di akuarium atau toples lain. Caranya, siapkan sebuah akuarium ukuran panjang 20 cm, lebar 20 cm & tinggi 20 cm atau toples menggunakan volume 2 ? 3 liter; keringkan selama dua hari; isi air setinggi 15 centimeter, masukan 30 ekor benih yg berasal berdasarkan loka pendederan; beri pakan berupa cacing rambut atau cacing sutra sinkron dosis; panen sehabis satu bulan. Pendederan II dilakukan misalnya pendederan II, tetapi dengan kepadatan 20 ekor.

Pembesaran

Pembesaran dilakukan di akuarium atau toples lain. Caranya, siapkan sebuah akuarium berukuran panjang 20 centimeter, lebar 20 cm & tinggi 20 centimeter atau toples dengan volume dua ? Tiga liter; keringkan selama dua hari; isi air dengan tinggi 15 cm, masukan 10 ekor benih yang asal berdasarkan loka pendederan; beri pakan berupa cacing rambut atau cacing sutra sesuai takaran; panen sesudah dua bulan. Ikan siap dijual.

SUMBER:

http://bdp-unhalu.Blogspot.CoM

http://agusrochdianto.Wordpress.Com

http://ebookbrowsee.net

#Tag : Cupang

ANALISA USAHA PEMBENIHAN IKAN PATIN

Ikan patin (Pangasius spp.) merupakan salah satu komoditi perikanan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Permintaan lokal dan ekspor ikan Patin semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai salah satu primadona perikanan air tawar, masyarakat mulai melakukan budidaya pembesaran patin karena produksinya dari alam semakin menurun. Wilayah produsen ikan patin di Indonesia meliputi Sumatera, seluruh wilayah provinsi di Kalimantan dan Jawa.

Beberapa alasan dari para pengusaha dalam menjalankan bisnis pembenihan ikan patin, antara lain karena 1) harga benih patin nisbi baik & stabil; dua) secara ekonomis menguntungkan; tiga) permintaan pasar akan benih patin tergolong tinggi; 4) teknologi pembenihan ikan patin sudah dikuasai; & 5) syarat alam/potensi sumber daya & ekologi daerah mendukung.

A. Pemilihan Pola Usaha

Pemilihan pola bisnis dipakai kriteria minimal bahwa bisnis tersebut bersifat hemat & bankable, baik dari segi jumlah & berukuran benih yang dijual dan harganya sinkron menggunakan harga pasar yang berlaku waktu ini.

Pola usaha yg dipilih pada pembenihan ikan patin merupakan :

1. Produksi benih kategori PIIA (ukuran 1-2 inchi) minimal adalah 110.000 ekor per-siklus dengan 8 siklus per-tahun atau produksi dan penjualan benih >880.000 ekor per-tahun. Benih tersebut adalah benih patin kelas sebar hasil pemeliharaan di dalam bak larva dan atau kolam pendederan. Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi benih ukuran 1-2 inchi tersebut sekitar 25-35 hari per-siklus, sedangkan produksi 8 siklus per-tahun disebabkan karena induk patin betina mempunyai frekuensi tingkat kematangan gonad yang rendah pada musim kemarau.

Dua. Induk yang diperlukan buat memproduksi benih yang demikian adalah kurang lebih 1-2 ekor induk betina menggunakan berat tiga-5 kg per-ekor dan dua-5 ekor induk jantan dengan berat 2-4 kg per-ekor. Dengan memakai pakan protesis berprotein tinggi (28-35%), satu induk betina ukuran tadi dapat membentuk telur (fekunditas) lebih kurang 150-500 ribu buah setiap pemijahan dan dapat dipijahkan lebih kurang 2-3 kali pada setahun menggunakan umur produktif 2-3 tahun.

Tiga. Dalam menjaga kontinuitas produksi maka jumlah indukan secara holistik berkisar antara 1:1,5-2. Disamping itu, minimal tersedia 6-10 pasang induk pada syarat usia produktif buat memulai usaha.

4. Penetasan telur hasil pemijahan dapat menggunakan tali atau corong, dengan rata-rata tingkat keberhasilan penetasan (hatching rate) dan sintasan/kelangsungan

hidup (survival rate) masing-masing adalah 70%.

B. Aspek Keuangan

Komponen & Struktur Biaya

Komponen biaya dalam analisis kelayakan usaha pembenihan ikan patin dibedakan menjadi dua, yaitu porto investasi dan biaya operasional.

SUMBER:

DUB-DJPB, 2012. Leaflet  Analisa Usaha Pembenihan Ikan Patin. http//dub.djpb.kkp.go.id Direktorat Usaha Budidaya, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Jakarta.

#Tag : Patin