PROSEDUR PENDAFTARAN UNIT PENGOLAH IKAN (UPI) KE NEGARA MITRA
SUMBER:
BKIPM, 2011. Leaflet Prosedur Pendaftaran Unit Pengolah Ikan (UPI) ke Negara Mitra. Badan Karantina Ikan, Pengawasan Mutu dan Keamanan Produk Hasil Perikanan, Jakarta. di download pada laman http://www.bkipm.kkp.go.id/files/publikasi/poster/Leaflet_Pendaftaran_UPI.pdf
PENANGANAN HAMA DAN PENYAKIT PADA RUMPUT LAUT
Dengan semakin berkembangnya usaha budidaya rumput laut di Indonesia segala permasalahan dan hambatan yang mungkin terjadi terutama terhadap kemungkinan serangan hama dan penyakit pada tanaman rumput laut perlu mendapat diperhatikan khusus. Serangan hama dan penyakit bila dibiarkan dapat berakibat menurunnya produksi. Oleh karena itu perlu diketahui jenis hama dan penyakit yang menyerang rumput laut sehingga dapat diambil langkah-langkah penanggulangannya atau paling tidak dapat memperkecil kerugian. Data mengenai dampak penyakit terhadap produksi budidaya rumput laut masih sangat terbatas.
HAMA
Hama tanaman budidaya rumput laut umumnya merupakan organisme laut yang memangsa tanaman rumput laut. Organisme ini hidup dengan rumput laut sebagai makanan utamanya atau sebagian masa hidupnya memakan rumput laut. Hama dapat menimbulkan kerusakan secara fisik pada tanaman budidaya, seperti; tanaman terkelupas, patah atau habis dimakan sama sekali.
Hama yang menyerang tanaman budidaya rumput laut berdasarkan ukuran akbar kecilnya hama dikelompokkan sebagai dua bagian, yaitu hama mikro (mikro grazer) hama makro (makro grazer) (Doty, 1987).
A. Hama Mikro
Hama mikro merupakan organisme laut yang umumnya berukuran panjang < 2 cm, hidup menempel pada thallus tanaman rumput laut dan biasanya tidak tampak pada thallus yang sehat. Hama mikro yang sering dijumpai pada tanaman budidaya rumput laut adalah : larva bulu babi (Tripneustes) dan larva teripang (Holothuria sp.).
Larva Bulu Babi
Organisme ini berbentuk planktonik, melayang-layang di air dan kemudian menempel pada rumput laut. Organisme ini menutupi permukaan thallus dan menyebabkan thallus berwarna kuning.
Larva Teripang
Larva teripang merupakan organisme planktonis yang menempel dan menetap pada thallus rumput laut. Larva ini kemudian tumbuh dan menjadi besar. Larva teripang yang sudah besar dapat memakan thallus rumput laut dengan cara menyisipkan ujung-ujung cabang rumput laut ke dalam mulutnya.
B. Hama Makro
Beberapa hama makro yang sering ditemui menyerang rumput laut pada tanaman budidaya rumput laut antara lain : Ikan beronang (Siganus spp.), bintang laut (Protoneustes nodosus), bulu babi (Diadema spp), Bulu babi duri pendek (Tripneustes sp.) dan penyu hijau (Chelonia midas).
Ikan Baronang
Ikan baronang (Siganus spp.) merupakan hama perusak terbesar pada budidaya rumput laut. Cara penanggulangan hama ini relatif sulit. Benih ikan beronang mempunyai sifat bergerombol merupakan hama yang paling serius serangannya. Ikan ini memakan seluruh thallus sebelah luar. Akibatnya tanaman rumput laut hanya tertinggal kerangkanya saja. Rumput laut akan mati dalam dalam beberapa hari. Serangan ikan baronang sifatnya musiman terutama pada musim benih, sehingga di setiap daerah waktu serangannyapun berbeda.
Cara melindungi tanaman rumput laut dari serangan ikan baronang dapat dilakukan dengan mengatur waktu penanaman. Awal penanaman rumput laut sebaiknya di laur musim benih ikan baronang. Dengan cara tersebut diharapkan kerugian dapat diperkecil. Penanaman secara serentak juga dapat mengurangi serangan hama ikan.
Bintang Laut
Bintang laut (Protoneostes) merupakan hama yang mempunyai kemampuan memanjat pada tanaman rumput laut dan dapat menutupi cabang-cabangnya. Cabang-cabang tanaman rumput laut yang ditutupi/ditempeli oleh bintang laut akan mati serta banyak percabangan yang patah. Serangan bintang laut pengaruhnya relatif kecil. Serangan bintang laut tidak terjadi pada tanaman yang jauh dari dasar perairan.
Bulu Babi dan Bulu Babi Duri Pendek
Bulu babi (Diadema) dan babi duri pendek (Tripneustes) merupakan hama yang merusak bagian tengah thallus. Serangan bulu babi dapat mengakibatkan bagian cabang-cabang utama thallus terlepas dari tanaman induk. Serangan bulu babi pengaruhnya relatif kecil dan tidak terasa terutama pada areal budidaya yang cukup luas. Hama bulu babi tidak dapat menyerang rumput laut yang jauh dari dasar perairan.
Penyu Hijau
Penyu hijau (Chelonia midas) merupakan hama yang merusak tanaman budidaya paling ganas. Penyu hijau biasanya menyerang pada malam hari. Hama ini dapat memangsa habis tanaman budidaya pada areal yang tidak terlalu luas. Tanda-tanda tanaman rumput laut terserang penyu hijau adalah: tanaman hanya tertinggal pada ikatan tali rafia saja dan tampak bekas-bekas seperti dipotong benda tajam atau pisau. Cara menanggulangi serangan penyu hijau terhadap tanaman rumput laut dilakukan adalah dengan melindungi areal budidaya dengan memasang pagar dari jaring. Pada areal budidaya yang cukup luas serangan hama ini tampak tidak berarti. Serangan akan tampak terutama pada daerah tepi atau dekat dengan perbatasan perairan dalam.
C. PENYAKIT
Penyakit rumput laut dapat didefinisikan sebagai suatu gangguan fungsi atau terjadinya perubahan anatomi atau struktur yang abnormal. Misalnya adanya perubahan dalam laju pertumbuhan dan penampakan seperti warna dan bentuk. Perubahan ini pada akhirnya berpengaruh terhadap tingkat produktifitas hasil. Terjadinya penyakit umumnya disebabkan oleh adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dan adanya interaksi antara faktor lingkungan (suhu, kecerahan, salinitas, dll) dengan jasad patogen (organisme yang berperan sebagai penyebab penyakit).
Penyakit ?Ice-ice?
Ice-ice adalah penyakit yang banyak menyerang tanaman rumput laut jenis Eucheuma spp. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1974 di Philipina. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya bintik/bercak-bercak pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi pucat dan berangsur-angsur menjadi putih dan akhirnya thallus tersebut terputus. Penyakit ini timbul karena adanya mikroba yang menyerang tanaman rumput laut yang lemah. Gejala yang diperlihatkan adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa cabang menjadi putih thallus menjadi putih dan membusuk.
Adanya perubahan lingkungan seperti ; arus, suhu, dan kecerahan di lokasi budidaya dapat memicu terjadinya penyakit ice-ice. Tingkat penyerangannya terjadi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Trono (1974), bahwa: penyebab Ice-ice ini adalah perubahan lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhan yang menyebabkan menurunnya daya tahan rumput laut tersebut. Sedangkan Uyenco et al (1981) mengatakan bahwa: kemungkinan penyebab terjadinya penyakit ini karena adalah bakteri patogen tertentu. Hal ini menjadikan bahwa sebenarnya timbulnya bakteri tersebut merupakan serangan sekunder. Kemungkinan efektifitas serangan bakteri hanya terjadi pada saat pertumbuhan tanaman tidak efektif.
Penyakit White Spot
Penyakit White spote terdapat pada jenis rumput laut Laminaria japonica di Cina. Gejala awal penyakit ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna thallus dari coklat kekuning-kuningan menjadi putih kemudian menyebar keseluruh thallus dan bagian tanaman membusuk dan rontok.
Pemberantasan hama dilaksanakan dengan penjagaan saluran masuk pintu air dengan saringan, agar hama predator seperti ikan-ikan tidak masuk ke dalam tambak pemeliharaan. Pemberantasan penyakit White spot pada rumput laut dilakukan dengan mengganti air tambak seminggu dua kali. Apabila dalam seminggu air tambak tidak diganti, maka pada thallus (batang) rumput laut akan terjadi bercak putih yang akan menghambat pertumbuhan rumput laut, bahkan dapat menyebabkan kematian.
Penyakit ice-ice dan White Spote biasanya terjadi pada bulan April atau Mei yaitu pada saat kecerahan perairan tinggi. Pada kondisi ini tingkat kelarutan unsur Nitrat tidak tercukupi untuk keperluan fotosintesa sehingga berakibat terjadinya perubahan warna secara nyata. Penyakit ini dapat ditanggulangi dengan cara menurunkan posisi tanaman lebih dalam dari posisi semula untuk mengurangi penetrasi sinar matahari. Cara lain juga dapat dilakukan dengan pemberian pupuk Nitrogen. Akan tetapi saran ini masih perlu dikaji lebih lanjut.
Kompetitor
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut ini salah satunya termasuk tumbuhan penempel. Tumbuhan penempel bersifat kompetitor dalam menyerap nutrisi untuk pertumbuhan, kadang-kadang algae filamen dapat menjadi pengganggu karena menutupi permukaan rumput laut yang menghalangi proses penyerapan dan fotosintesa. Tumbuhan penempel tersebut antara lain Hypnea, Dictyota, Acanthopora, Laurencia, Padina, Amphiroa dan alga filamen seperti Chaetomorpha, Lyngbya dan Symploca (Atmadja & Sulistijo, 1977).
Binatang penempel yang mengganggu apabila koloninya cukup besar menutupi batang rumput laut adalah tunikata yang dapat mengganggu proses fotosintesa. Gangguan ini dapat mengakibatkan tanaman menjadi busuk pada bagian yang tertutup total oleh tunikata.
SUMBER:
http//supmladong.kkp.go.id
Mulyadi A., 2014. Modul "Budidaya Rumput Laut" sebagai Bahan Ajar. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Aceh.
TEKNIK MEMPRODUKSI INDUK IKAN LELE MATANG GONAD
Induk merupakan keliru satu faktor yg penting diperhatikan dalam melakukan aktivitas pembenihan. Kualitas induk yg dipijahkan sangat mensugesti kualitas benih yg dihasilkan. Induk yg dirawat dengan baik & memiliki syarat yang prima dapat membentuk benih yang baik pula. Untuk membentuk induk yang berkualitas wajib dilakukan beberapa perawatan yaitu : menyiapkan kolam induk, memberi pakan, mengelola kualitas air, memantau kesehatan induk ikan.
A. Menyiapkan Kolam Induk
Dalam pembuatan kolam pemeliharaan induk sebaiknya ukurannya tidak terlalu luas. Hal ini buat memudahkan pengontrolan & pengawasan dalam pemeliharaan induk. Prosedur kerja dalam menyiapkan kolam pemeliharaan induk, yaitu:
1. Keringkan dasar kolam dan perbaiki kolam dengan cara :
a. Membuka saluran pembuangan air dan menutup saluran pemasukan air.
b. Membiarkan air dalam kolam habis. c. Mengeringkan selama 3 - 4 hari.
d. Memeriksa dinding dan dasar kolam agar dapat diketahui ada tidaknya kebocoran.
e. Menambal dengan cara menimbun menggunakan lumpur atau tanah jika terdapat kebocoran. Jika lubang kebocoran terlalu besar maka sebelumnya diisi dengan batu agar lebih kuat menahan tekanan air kemudian ditimbun dengan lumpur.
f. Menekan timbunan lumpur atau tanah sehingga tambalan lebih padat dan kuat.
g. Memperbaiki pematang yang rusak terkikis air dengan cara menimbun menggunakan tanah dasar sehingga pematang lebih tebal dan kuat.
Dua. Isilah air ke dalam kolam dengan cara menutup saluran pembuangan air dan membuka saluran pemasukan air, isi sampai ketinggian 80 - 100 cm.
B. Memilih Calon Induk Ikan Lele
1.
Calon induk jantan dan
betina
wajib
berdasarkan
berdasarkan
keturunan yg tidak selaras.
Dua.
Pertumbuhan rupawan.
3.
Sehat dan nir stigma.
Memilih calon induk ikan lele dengan syarat & karakteristik - ciri sebagai berikut :
4. Bentuk badan proporsional.
lima. Secara keseluruhan mulai berdasarkan ujung mulut sampai ujung ekor tidak ada luka.
6. Bagian kepala relatif lebih kecil berdasarkanpada bagian badannya.
Tabel 1. Kriteria induk sesuai SNI
No
Kriteria
Satuan
Jenis kelamin
Jantan
Betina
1.
Umur
bulan
8 - 12
12 - 15
Dua.
Panjang standar
Cm
40 - 45
38 - 40
3.
Bobot matang
pertama
g/ekor
500 - 750
400 - 500
4.
Fekunditas
butir/kg
-
50.000 -
100.000
lima.
Diameter telur
Mm
-
1,4 - 1,lima
Prosedur kerja pada memilih calon induk yg baik :
1. Keringkan kolam pemeliharaan induk dengan cara menutup saluran pemasukan air dan membuka saluran pengeluaran air.
Dua. Tangkap induk menggunakan serokan induk.
Tiga. Angkut induk dan tampung pada wadah penampungan.
4. Amati & pilih induk sinkron dengan kriteria calon induk yg baik.
lima. Timbang induk jantan dan betina menggunakan timbangan, sesuaikan berat induk yang timbang dengan kriteria berat induk sesuai SNI (lihat tabel 1).
6. Ukur panjang standar memakai penggaris, sesuaikan hasil pengukuran menggunakan kriteria panjang standar berdasarkan SNI (lihat tabel 1).
7. Masukkan induk yang telah dipilih ke dalam wadah
pemeliharaan induk secara terpisah.
C. Memberi Pakan
Agar memperoleh induk matang gonad yang berkualitas, setiap hari induk wajib diberi pakan yang bergizi. Jenis pakan yang diberikan adalah pellet dengan kandungan protein sesuai SNI, yaitu :
Tabel Dua. Kandungan protein pellet yang dibutuhkan induk lele sesuai SNI
No
Jenis Induk
Kandungan Protein
(%)
Pemberian Pakan
Dosis
(% per hari)
Frekuensi
(kali/hari)
1.
Lele
> 30
3 ? 4
2 - 3
Prosedur kerja :
1. Hitung kebutuhan pakan berdasarkan bobot biomassa induk. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
a. Mengambil sampel ikan yang akan dihitung bobot rata - ratanya. Sampel ikan yang diambil sesuai dengan SNI, yaitu minimal berdasarkan 30 ekor ikan sampel atau 10 % berdasarkan populasi.
b. Menimbang sampel ikan per individu. c. Menghitung rata - rata bobot ikan.
d. Mengalikan rata - rata bobot ikan tersebut dengan jumlah populasi ikan yang dipelihara.
E. Selanjutnya, mengalikannya dengan dosis pemberian pakan sesuai menggunakan SNI (lihat tabel 2 pada atas).
Dua. Timbang jumlah kebutuhan pakan untuk sehari.
3. Bagi jumlah pakan yang ditimbang dengan frekuensi pemberian pakan dalam sehari sesuai SNI (lihat tabel di atas). Misalkan frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari berarti pakan diberikan pada waktu pagi (07.00), siang (1Dua.00) dan sore (17.00), sedangkan kalau frekuensinya 2 kali/hari berarti pakan diberikan pada waktu pagi (07.00) dan sore (17.00).
4. Tampung pakan yang akan diberikan ke dalam baskom plastik.
lima. Tebarkan pakan sedikit demi sedikit secara merata ke dalam kolam pemeliharaan induk. Apabila induk sudah tidak mau makan, maka pemberian pakan dihentikan dan
apabila pakan masih tersisa pakan diberikan dalam siang atau sore hari.
D. Mengelola Kualitas Air
Prosedur kerja :
1. Lakukan pergantian air satu kali dalam seminggu atau apabila kualitas air sudah menurun sebanyak 50%, dengan cara membuka saluran pembuangan.
Dua. Lakukan pengukuran parameter kualitas air.
Tabel 3. Kisaran optimum parameter kualitas air sesuai SNI
No | Kisaran Optimum Parameter Kualitas Air |
1. | Suhu : 25 - 30 °C |
Dua. | pH : 6,5 - 8,5 |
3. | Oksigen terlarut : > 4 mg/l |
4. | Kecerahan : 25 - 30 cm |
lima. | Ammonia (NH3) : < 0,01 mg /l |
a. Pengukuran suhu (°C)
Frekuensi dan saat pengukuran suhu air dilakukan sinkron SNI yaitu menggunakan memakai thermometer pada permukaan dan dasar wadah menggunakan frekuensi 2 kali per hari dalam pagi jam 06.00 & siang jam 14.00. Prosedur pengukuran suhu :
1) Thermometer dikalibrasi terlebih dahulu.
2) Celupkan thermometer ke dalam air kolam pemeliharaan yang akan diukur suhunya. Thermometer dicelupkan sampai seluruh bagian thermometer terendam selama ± 5 menit dengan
cara membelakangi matahari dan hinberdasarkan kontak langsung dengan tangan.
3) Angkat thermometer kemudian amati dan baca angka yang ditunjukkan oleh skala thermometer.
4) Catat skala yg ditunjukkan, yg merupakan nilai suhu hasil pengukuran.
B. Pengukuran pH (derajat keasaman)
Frekuensi dan waktu pengukuran pH dilakukan sesuai dengan SNI, yaitu dengan menggunakan kertas indikator lakmus atau pH meter. Frekuensi pengukuran dilakukan dua kali per hari pada jam
06.00 dan jam 14.00.
Prosedur pengukuran pH menggunakan pH meter :
1) Buka tutup pH meter.
Dua) Geser tombol yg masih ada dibagian atas pH meter & tunggu hingga angka yg ditunjukkan pH meter menampakan 0.0.
3) Celupkan ujung pH meter ke dalam air kolam pemeliharaan dan tunggu sampai angka yang terdapat pada pH meter stabil.
4) Amati & baca nomor yg ditunjukkan pH meter lalu catat.
Prosedur pengukuran pH menggunakan kertas lakmus:
1) Ambil satu lembar kertas lakmus kemudian celupkan ke dalam air kolam budidaya.
Dua) Keringkan dengan cara mengangin-anginkan kertas lakmus sampai perubahan warna yg tertera dalam kertas lakmus tetap.
3) Cocokkan kertas lakmus tersebut dengan warna standar pada pH indikator yang sudah diketahui nilai pHnya. Warna yang sesuai dengan warna yang ditunjukkan pH indikator adalah nilai pH yang diukur.
c. Pengukuran oksigen terlarut (DO)
Pengukuran oksigen terlarut dengan menggunakan DO meter. Frekuensi pengukuran dilakukan dua kali per hari pada jam 06.00 dan jam 14.00.
Prosedur pengukuran DO :
1) Lakukan kalibrasi sebelum digunakan yaitu menggunakan menekan tombol nol dalam saat kalibrasi sensor tidak dipasang terlebih dahulu.
2) Celupkan sensor DO meter ke dalam media pemeliharaan.
3) Catat angka yang tertera pada layar yang merupakan hasil pengukuran.
D. Kecerahan
Untuk mengukur kecerahan air menggunakan secchi disk dengan satuan meter atau cm dilakukan setiap hari pada siang hari pukul 1Dua.00. Cara pengukurannya, yaitu :
1) Masukkan sechi disk ke pada air yang akan diukur kecerahannya.
2) Turunkan secara perlahan hingga piringan yang berwarna putih tidak tampak. Catat kedalaman air ketika pertama kali piringan secchi terlihat menghilang (nilainya H).
3) Naikkan pulang sechi disk secara perlahan ke atas.
Mencatat kedalaman air ketika pertama kali piringan yang berwarna putih nampak (nilainya T).
4) Hitung nilai kecerahan (C) dengan rumus sebagai
berikut :
H T
C =
2
E. Memantau Kesehatan Induk Ikan
Prosedur kerja dalam memantau kesehatan induk adalah sebagai berikut :
1. Lakukan pengamatan visual setiap hari untuk memeriksa adanya gejala penyakit yang menyerang induk ikan (kondisi ikan aktif atau berada dipermukaan air, gerakan ikan agresif, tubuh ikan apakah terdapat penyakit).
Dua. Lakukan pencegahan penyakit pada ikan, dengan cara :
a. Membuat sistem pemasukan air yang ideal menggunakan sistem paralel.
b. Memberikan pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitas.
c. Memindahkan induk setelah dilakukan pemijahan dengan cara hati - hati.
d. Menjaga kualitas air dengan melakukan treatment probiotik secara teratur sebanyak 0,3 ppm setiap hari.
e. Meningkatkan ketahanan tubuh induk melalui aplikasi imunostimulant secara teratur seperti vitamin dan pemberian probiotik.
f. Menggunakan sistem biosecurity pada area budidaya untuk mencegah masuk dan menyebarnya patogen pada unit budidaya dengan cara membuat pagar keliling di area budidaya, memasang tempat cuci tangan dan foot bat di depan pintu masuk area budidaya, mencuci bersih peralatan kerja sebelum dan sesudah digunakan.
3. Ambil ikan yang menunjukkan gejala terserang penyakit dengan menggunakan serokan induk.
4. Obati ikan yang sakit memakai obat yang cocok dengan penyakit, dengan dosis sesuai SNI, yaitu obat - obatan : kalium permanganat 1 - 3 mg/l, formalin 25 ppm, garam
500 - 1.000 mg/l menggunakan cara perendaman selama 24 jam dilakukan berulang - ulang sebesar tiga kali dengan selang saat sehari. Tahapan dalam pengobatan induk ikan yg terserang penyakit :
a. Menyiapkan wadah buat pengobatan berukuran 1 x 2 m. B. Mengisi air dengan tinggi 30 cm.
c. Sebelum mengobati ikan sebaiknya gunakan perlengkapan khusus seperti baju, sarung tangan dan masker.
D. Menyiapkan obat sinkron dengan penyakit ikan.
e. Memasukkan aerasi ke dalam wadah pengobatan.
f. Melarutkan obat ke dalam air dalam wadah pengobatan dengan dosis sesuai SNI.
G. Memasukkan induk ikan yang terserang penyakit.
lima. Karantina induk ikan yang terinfeksi penyakit sampai sembuh.
SUMBER:
http//pusdik.Kkp.Go.Id
PusdikKP, 201Dua. Modul Teaching Factory "Pembenihan Ikan Air Tawar". Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
MEMAHAMI TEKNIK PENEBARAN BENIH PADA PEMBESARAN IKAN LELE
A. Memilih Benih
Benih yang siap tebar merupakan benih yg ukuran tiga-lima cm dan lima-8 cm, benih ditebarkan menggunakan kepadatan per m2 bervariasi tergantung jenis biota yang akan dipelihara. Agar output berdasarkan aktivitas pembesaran memuaskan maka benih yang dipilih adalah benih yang unggul.
Ciri-karakteristik benih yang baik yaitu :
1. Mempunyai ukuran yg seragam
dua. Sehat & tidak cacat atau luka
tiga. Bergerak aktif dan lincah
Cara menguji respon benih yg sehat yaitu:
1. Alirkan air ke wadah pemeliharaan atau penampungan kemudian amati, benih yang sehat akan bergerak melawan arus
2. Saat pemberian pakan benih yang sehat akan responsive yaitu dengan menghampiri pakan menggunakan cepat saat pakan diberikan
tiga. Benih yg sehat akan menyebar atau menjauhi asal gangguan bila ada gangguan
Tabel 1. Kriteria Benih lele yang baik menurut SNI: 01-6484.2-
2000
Kriteria | Satuan | Pendederan I | Pendederan II | Pendederan III | Pendederan IV |
Lama pemeliharaan |
Hari
20
40
lima4
7lima
Panjang Total
Cm
0,7lima-1
1-3
tiga-lima
lima-8
Bobot Minimal
Gram
1
2,lima
lima
10
Keseragaman
Ukuran
%
>7lima
>7lima
>7lima
>7lima
Keseragaman
Warna
%
100
>90
>90
>90
B. Aklimatisasi
Sebelum benih ditebar ke pada kolam maka perlu dilakukan aklimatisasi terlebih dahulu. Tujuannya yaitu buat menyesuaikan suhu dalam kantong dengan suhu kolam pemeliharaan supaya benih ikan yang ditebar nir stress karena terjadi disparitas suhu yang mendadak. Proses aklimatisasi suhu adalah menjadi berikut:
1. Meletakkan kantong packing yg berisi benih ke dalam kolam tempat benih akan ditebar.
2. Biarkan kantong packing mengapung di permukaan air selama 10-1lima menit atau sampai kantong berembun.
Tiga. Jika kantong telah berembun itu adalah tanda bahwa suhu kantong dan suhu kolam relatif sama & tutup kantong dapat dibuka.
C. Penebaran Benih
Penebaran benih dilakukan ketika suhu air rendah kolam masih rendah yaitu dalam pagi hari antara pukul 06.00 ? 07.00 atau pada sore hari pada atas pukul 16.00. Tujuannya supaya benih
nir stres akibat suhu tinggi. Benih yang ditebar terlalu siang bisa menjadi stres dampak kepanasan. Berikut merupakan cara benebaran benih;
1. Membuka tutup kantong packing benih yang sudah berembun
2. menggulung kantong plastik packing sampai mendekati permukaan air kantong
3. Percikkan air kolam sedikit demi sedikit ke pada kantong menggunakan memakai tangan
4. Miringkan kantong packing sampai sebagian kantong tenggelam
lima. Biarkan benih keluar dengan sendirinya. Setelah terlihat benih berani berenang keluar kantong sendiri itu merupakan tanda bahwa kondisi air pada kantong sudah relative sama dengan air pada kolam.
Pada awal pemeliharaan, ketinggian air dipertahankan minimal 70 cm, dan bila masa pemeliharaan telah telah mencapai dua bulan ketinggian air dinaikan, sehingga menjelang pemeliharaan empat bulan ketinggian diusahakan mencapai 1,lima m.
Khusus penebaran benih di KJA benih di tebar pada dalam hapa buat memudahkan pengontrolan dan pada biasanya mata jaring KJA berukuran akbar sehingga jika langsung dilepas maka ikan akan lolos menurut jaring.
Tabel 2. Standar penebaran ikan lele
Padat Tebar | Satuan | P I | P II | P III | P IV | PB 1 | PB 2 |
Lele | ekor/m2 | 100 | lima0 | 2lima | 20 | 10-1lima | tiga-lima |
Ukuran minimum | cm | 0,7lima-1 | 1-3 | tiga-lima | lima-8 | 10-1lima | 100-1lima0 |
Cara mengukur panjang total ikan menurut SNI: 01-
6484.4-2000 yaitu dengan membentangkan tubuh ikan kemudian ukur ikan mulai menurut ujung verbal sampai ujung ekor menggunakan jangka sorong atau penggaris yg dinyatakan pada satua centimater atau millimeter.
SUMBER:
http//pusdik.Kkp.Go.Id
PusdikKP, 2012. Modul Teaching Factory "Pembesaran Ikan Air Tawar". Pusat Pendidikan Kelautan & Perikanan, Badan Pengembangan SDM Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
MEMAHAMI PRINSIP-PRINSIP DAN METODE BUDIDAYA RUMPUT LAUT
Rumput bahari dikenal pertama kali oleh bangsa Cina kira - kira tahun 2700 SM. Pada saat itu rumput laut banyak digunakan untuk sayuran & obat - obatan. Pada tahun 65 SM, bangsa Romawi memanfaatkannya sebagai bahan baku kosmetik. Tetapi menggunakan perkembangan ketika, pengetahuan tentang rumput lautpun semakin berkembang. Spanyol, Perancis, dan Inggris membuahkan rumput laut menjadi bahan baku pembuatan gelas.
Kapan pemanfaatan rumput laut pada Indonesia tidak diketahui. Hanya dalam waktu bangsa Portugis tiba ke Indonesia kurang lebih tahun 1292, rumput laut telah dimanfaatkan menjadi sayuran. Baru dalam masa sebelum perang dunia ke - 2, tercatat bahwa Indonesia sudah mengekspor rumput laut ke Amerika Serikat, Denmark, dan Perancis.
Indonesia menjadi negara kepulauan dengan jumlah pulau 17.504 buah & panjang garis pantai mencapai 81.000 km merupakan mempunyai potensi yg akbar buat pengembangan budidaya laut. Rumput laut adalah galat satu komoditas budidaya bahari yang bisa diandalkan, gampang dibudidayakan, dan memiliki prospek pasar yg baik dan bisa menaikkan pemberdayaan warga pantai. Rumput bahari merupakan galat satu komoditas perdagangan internasional. Komoditas ini sudah pada ekspor lebih berdasarkan 30 negara.
Perairan Indonesia menjadi daerah tropika memiliki sumberdaya rumput bahari yang cukup akbar baik menjadi sumberdaya plasma nutfah menggunakan kurang lebih 555 jenis rumput bahari di perairan Indonesia (ekspedisi Laut Siboga 1899-1900 oleh Van Bosse). Jenis yang poly masih ada pada perairan Indonesia merupakan Gracilaria, Gelidium, Eucheuma, Hypnea, Sargasum & Turbinaria. Dari beberapa jenis rumput laut sudah bisa dikembangkan ratusan jenis produk yg bisa dimanfaatkan dalam aneka macam bidang, antara lain dalam industri pangan & non pangan. Sebagian akbar rumput laut berdasarkan Indonesia masih pada ekspor pada bentuk kemarau dan baru sebagian kecil diolah dalam bentuk bahan 1/2 jadi dan bahan jadi. Negara lain selain Indonesia sebagai pengahasil rumput laut merupakan Jepang, Amerika Serikat, Kanada, daratan Eropa, Filipina, Thailand, Malaysia, India ,Chili dan Madagaskar. Perkembangan ekspor selama 5 tahun terakhir, pertanda peningkatan perolehan devisa Indonesia dari rumput bahari sebesar 43,04% per tahun yaitu berdasarkan US$ lima,935 juta tahun 1998 semakin tinggi menjadi US$ 15,785 juta dalam tahun 2002. Perolehan devisa berdasarkan negara Spanyol, China & USA dalam dua tahun terakhir ini memperlihatperkembangan yang menggembirakan yaitu semakin tinggi masing-masing sebesar 122,2% pertahunnya buat Spanyol, 533,25% buat China dan 184,68% untuk USA. Perolehan devisa ekspor rumput laut Indonesia selama tahun 2002 mencapai US$ 15,785 juta terutama dari berdasarkan negara China senilai US$ dua,553 juta (16,17%), Spanyol senilai US$ 2,351 juta (14,90%) & Denmark senilai US$ 2,132 juta (13,51%).
Jenis alga merah yang mempunyai nilai hemat adalah Eucheuma sp, Gracilaria sp, Gelidium sp, Sargassum sp & Turbinaria sp. Dari jenis tadi yg sudah dibudidayakan adalah jenis Eucheuma sp dan Gracilaria sp. Eucheuma sp dibudidayakan di perairan pantai/laut, sedangkan Gracilaria sp bisa dibudidayakan pada tambak.
Dalam budidaya rumput laut Euchema sp. Yang sudah dikembangkan pada Indonesia masih ada beberapa teknik yaitu Metoda Lepas Dasar, Metoda Rakit Apung, Metoda Jalur (kombinasi), Metoda Rawai (Longline) dan metode keranjang. Sedangkan budidaya rumput laut Gracilaria sp. Masih ada 2 metode yaitu Metode Tebar dan Metode Lapas Dasar.
1. JENIS RUMPUT LAUT POTENSIAL
Rumput bahari dibagi dalam empat kelas yaitu : Chlorophyceae (ganggang hijau), Rhodophyceae (ganggang merah), Cyanophyceae (ganggang biru), Phaeophyceae (ganggang coklat).
Jenis rumput bahari potensial yang dimaksud disini adalah jenis rumput bahari yang sudah dikenal dipakai diberbagai industri sebagai sumber karagin, supaya-agar & alginat. Karaginofit adalah rumput laut yg mengandung bahan primer polisakarida karagin, agarofit merupakan rumput laut yang mengandung bahan primer polisakarida supaya-supaya keduanya adalah rumput bahari merah (Rhodophyceae). Alginofit adalah rumput laut cokelat (Phaeophyceae) yg mengandung bahan utama polisakarida alginat.
1.1. Karagenofit
Rumput bahari yg mengandung karaginan merupakan berdasarkan marga Eucheuma. Karaginan ada tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa karaginan dikenal dengan tipe cottonii & lambda karaginan. Jenis rumput laut yang potensial adalah E. Cottonii dan E. Spinosum merupakan rumput laut yang secara luas diperdagangkan, baik buat keperluan bahan standar industri pada dalam negeri maupun buat ekspor. Sedangkan E. Edule dan Hypnea hanya sedikit sekali diperdagangkan dan nir dikembangkan pada bisnis budidaya. Hypnea umumnya dimanfaatkan oleh industri supaya. Sebaliknya E.Cottonii dan E. Spinosum dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Dari ke 2 jenis tersebut E. Cottonii yg paling banyak dibudidayakan lantaran permintaan pasarnya sangat akbar. Jenis lainnya Chondrus spp., Gigartina spp., dan Iridaea nir ada pada Indonesia, mereka merupakan rumput bahari sub-tropis.
Rumput laut Eucheuma pada Indonesia umumnya tumbuh di perairan yg memiliki rataan terumbu karang melekat dalam substrat karang meninggal atau kulit kerang ataupun batu gamping pada wilayah intertidal & subtidal. Tumbuh beredar hampir diseluruh perairan Indonesia. Wilayah potensial buat pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma terletak perairan pantai Nangro Aceh Darusalam (Sabang); Sumatera Barat (Pesisir Selatan, Mentawai); Riau (Kepulauan Riau, Batam); Sumatra Selatan; Bangka Belitung, Banten (dekat Ujung Kulon, Teluk Banten/P.Panjang); DKI Jakarta (Kepulauan Seribu); Jawa Timur (Karimun Jawa, Situbondo dan Banyuwangi Selatan, Madura); Bali (Nusa Dua/Kutuh Gunung Payung, Nusa Penida, Nusa Lembongan); Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat dan Lombok Selatan, pantai Utara Sumbawa Besar, Bima, & Sumba); Nusa Tenggara Timur ( Maumere, Larantuka, Kupang, P. Roti selatan ); Sulawesi Utara; Gorontalo; Sulawesi Tengah; Sulawesi Tanggara; Sulawesi Selatan; Kalimantan Barat; Kalimantan Selatan (pulau Laut); Kalimantan Timur; Maluku (P. Seram, P. Osi, Halmahera, Aru/Kai).
1.Dua. Agarofit
Agarofite merupakan jenis rumput laut penghasil agar misalnya Gracilaria spp. Dan Gelidium spp/Gelidiella yang diperdagangkan buat keperluan industri di pada negeri maupun buat diekspor. Agar-supaya merupakan polisakarida yg semakin meningkat nilainya bila bisa ditingkatkan menjad agarose. Agar-supaya bisa membangun jeli misalnya karaginan namun kandungan sulfatnya masih ada, jika sudah bebas berdasarkan kandungan sulfat sebagai agarose.
Kualitas supaya-supaya yang ekstraksi berdasarkan Gelidium/Gelidiella lebih tinggi dibanding berdasarkan Gracilaria. Dalam industri supaya-supaya bahan dari Gelidium mutunya bisa ditingkatkan menjadi agarose, sedangkan dari Gracilaria masih belum bisa. Agar-supaya berdasarkan Gracilaria telah bisa ditingkatkan menjadi agarose, tetapi masih dalam skala laboratorium.
Jenis yang dikembangkan secara luas merupakan Gracilaria spp. Di Indonesia umumnya yang dibudidayakan pada tambak merupakan jenis Gracilaria verrucosa. Jenis ini memiliki Thallus berwarna merah ungu dan kadang-kadang berwarna kelabu kehijauan dengan percabangan alternate atau dichotomy, perulangan lateral berbentuk silindris, meruncing pada ujung dan mencapai tinggi 1-3 cm serta berdiameter antara 0,5 - 2,0 mm. Gracilaria yg banyak dibudidayakan adalah G. Verucosa & G. Gigas , jenis ini berkembang di perairan Sulawesi Selatan ( Jeneponto, Takalar, Sinjai, Bulukumba, Wajo, Paloppo, Bone, Maros ); Pantai utara P. Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes, Pemalang, Tuban dan Lamongan); Lombok Barat. Gracilaria selain dipanen dari output budidaya pula dipanen dari alam. Panen dari alam kualitasnya kurang baik karena tercampur dengan jenis lain.
1.Tiga. Alginofit
Alginofite adalah jenis rumput bahari penghasil alginat seperti Sargasssum spp., Turbinaria spp., Laminaria spp., Ascophyllum spp., & Macrocystis spp. Sargassum & Turbinaria poly dijumpai pada perairan bahari Indonesia, sedangkan Laminaria, Ascophyllum dan Macrocystis sedikit dijumpai di Indonesia, karena jenis tersebut hidup pada daerah sub-tropis.
Sargassum dan Turbinaria belum diusahakan budidaya karena sangat sulit disamping rendemen alginate menurut ke dua jenis tersebut sangat kecil dibandingkan Laminaria yg sudah dibudidayakan di Jepang dan China, & permintaan sargassum masih sangat terbatas. Penyebaran Sargassum pada alam sangat luas terutama pada daerah rataan terumbu karang pada semua wilayah perairan pantai.
2. BUDIDAYA EUCHEUMA
Faktor ? Faktor yang perlu diperhatikan pada budidaya rumput bahari : pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan budidaya, penyediaan bibit yang baik & cara pembibitan, metoda budidaya dan perawatan, panen, dan penyimpanan.
Dua.1. Pemilihan Lokasi Budidaya
Faktor primer menunjang keberhasilan budidaya rumput bahari merupakan pemilihan lokasi yang sempurna. Pertumbuhan rumput bahari sangat dipengaruhi sang kondisi ekologi setempat. Penentuan suatu lokasi harus disesuaikan menggunakan metode budidaya yg akan digunakan. Penentuan lokasi yang galat berakibat fatal bagi bisnis budidaya rumput laut, karena laut yang bergerak maju tidak dapat diprediksi. Dalam pemilihan lokasi buat budidaya rumput bahari, perlu dipertimbangkan faktor resiko, kemudahan (aksesibilitas) dan faktor ekologis. Faktor tersebut saling berkaitan & saling mendukung. Untuk memperoleh lokasi tang baik untuk budidaya, pemilihan perlu dilakukan di beberapa lokasi.
Dua.1.1. Faktor Resiko
a. Masalah Keterlindungan; Untuk menghindari kerusakan secara fisik wahana budidaya maupun rumput laut menurut impak angin dan gelombang yg besar , maka dibutuhkan lokasi yg terlindung. Lokasi yang terlindung umumnya didapatkan di perairan teluk atau perairan terbuka tetapi terlindung sang adanya penghalang atau pulau di depannya.
B. Masalah Keamanan; Masalah pencurian & perbuatan sabotase mungkin dapat dialami, sehingga upaya pendekatan pada beberapa pemilik usaha lain atau menjalin hubungan baik menggunakan masyarakat kurang lebih, perlu dilakukan.
C. Masalah Konflik Kepentingan.; Beberapa kegiatan perikanan (kegiatan penangkapan ikan, pengumpul ikan hias) dan aktivitas lain (pariwisata, perhubungan bahari, industri, taman nasional laut) dapat berpengaruh terhadap aktivitas bisnis rumput laut & bisa mengganggu beberapa wahana rakit.
Dua.1.2. Faktor Kemudahan
Pemilik usaha budidaya rumput bahari cenderung memilih lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal, sehingga kegiatan monitoring dan penjagaan keamanan bisa dilakukan dengan mudah. Kemudian lokasi dibutuhkan berdekatan menggunakan sarana jalan, karena akan mempermudah dalam pengangkutan bahan, sarana budidaya, bibit, dan hasil panen. Hal tadi akan mengurangi porto pengangkutan.
Dua.1.Tiga. Faktor Ekologis
Parameter ekologis yg perlu diperhatikan antara lain : arus, syarat dasar perairan, kedalaman, salinitas, kecerahan, pencemaran, dan ketersediaan bibit & energi kerja yang terampil.
A. Arus; Rumput bahari adalah organisma yg memperoleh makanan melalui aliran air yang melewatinya. Gerakan air yg cukup akan menghindari terkumpulnya kotoran dalam thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah adanya fluktuasi yang akbar terhadap salinitas juga suhu air. Suhu yang baik buat pertumbuhan rumput laut berkisar 20 ? 28o. Arus dapat disebabkan oleh arus pasang surut. Besarnya kecepatan arus yang baik antara : 20 ? 40 cm/dtk. Indikator suatu lokasi yang mempunyai arus yang baik umumnya ditumbuhi karang lunak dan padang lamun yang bersih berdasarkan kotoran dan miring ke satu arah.
B. Kondisi Dasar Perairan; Perairan yang memiliki dasar pecahan-pecahan karang dan pasir kasar, dicermati baik buat budidaya rumput bahari Eucheuma cottonii. Kondisi dasar perairan yg demikian merupakan petunjuk adanya gerakan air yang baik, sedangkan apabila dasar perairan yg terdiri menurut karang yg keras, menampakan dasar itu terkena gelombang yg besar & apabila dasar perairan terdiri menurut lumpur, menampakan gerakan air yg kurang.
C. Kedalaman Air; Kedalaman perairan yg baik buat budidaya rumput bahari Eucheuma cottonii adalah 30 ? 60 cm pada ketika surut terendah buat (lokasi yang ber arus kencang) metoda tanggal dasar, dan dua - 15 m buat metoda rakit apung, metode rawai (long-line) & sistem jalur. Kondisi ini buat menghindari rumput bahari mengalami kekeringan & mengoptimalkan perolehan sinar mentari .
D. Salinitas; Eucheuma cotonii (sinonim: Kappaphycus alvarezii) merupakan alga bahari yg bersifat stenohaline, nisbi tidak tahan terhadap disparitas salinitas yg tinggi. Salinitas yang baik berkisar antara 28 - 35 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt. Untuk memperoleh perairan dengan salinitas demikian perlu dihindari lokasi yang berdekatan menggunakan muara sungai.
E. Kecerahan; Rumput laut memerlukan cahaya mentari sebagai sumber tenaga guna pembentukan bahan organik yang diperlukan bagi pertumbuhan & perkembangannya yang normal. Kecerahan perairan yang ideal lebih menurut 1 (satu) m. Air yang keruh umumnya mengandung lumpur yang dapat menghalangi tembusnya cahaya mentari pada dalam air, sebagai akibatnya kotoran dapat menutupi bagian atas thallus, yang akan mengganggu pertumbuhan & perkembangannya
f. Pencemaran; Lokasi yg sudah sang limbah tempat tinggal tangga, industri, juga limbah kapal laut harus dihindari.
G. Ketersediaan Bibit; Lokasi yg masih ada stock alami rumput bahari yang akan dibudidaya, adalah petunjuk lokasi tadi cocok buat bisnis rumput bahari. Apabila tidak masih ada asal bibit bisa memperolehnya dari lokasi lain. Pada lokasi dimana Eucheuma cottonii mampu tumbuh, umumnya terdapat juga jenis lain misalnya Gracilaria & Sargassum.
H. Tenaga Kerja; Dalam menentukan tenaga kerja yang akan ditempatkan pada lapangan sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi budidaya, sebagai akibatnya dapat menaikkan kinerja dan sekaligus berhemat biaya transportasi.
Sumber:
http//supmladong.Kkp.Go.Id/
SUPM Ladong, 2012. Modul ?Budidaya Rumput Laut?. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Pusat Pendidikan Kelautan & Perikanan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan, Aceh.
TEKNIK PEMANENAN PADA BUDIDAYA IKAN KERAPU
Pemanenan dilakukan menggunakan hati-hati supaya tidak banyak menggelepar. Ikan yang terlalu poly menggelepar selain cepat mengelami rigormortis jua banyak mengeluarkan lendir dan kemungkinan terluka. Adanya luka & lendir pada bagian atas kulit akan mendorong pertumbuhan bakteri dalam ikan. Ikan pula wajib dihindarkan dari sinar matahari dan diusahakan agar permukaan ikan nir engering. Bila ikan dimasukkan buat dibawa pada keadaa hayati, haus segera dikemas sesuai menggunakan teknik pengemasan yang diinginkan (Transportasi kemarau atau basah); dan jika akan dibawa dalam keadaan mati, maka ikan harus segera disesuaikan menggunakan teknik pengemasan yg benar.
1. Cara Pangemasan (Packing)
Beberapa cara pengemasan ikan yg akan ditransportasikan pada keadaan hayati :
a. Sistem Kring
Beberap jenis ikan dapat tetap hidup walaupun berada diluar air, asalkan tetap dingin dan basah. Sistem ini biasanya diawali dengan meminsankan ikan dengan kejutan dingin, immobilized dengan bahan tanaman (biji karet, singkong, ekstrak cengkih, dll) diteruskan dengan pengemasan menggunakan media (lumut, rumput laut, serutan kayu, serbuk gergaji, es hancuran, dll), selanjutnya ditransportasikan dalam kondisi suhu sejuk.
b. Sisem Basah
Sistem ini dapat menggunakan wadah/tanki, atau kantong. Untuk sistem tangki, faktor yang perlu diperhatikan adalah oksigen terlarut, CO2, suhu, keseimbangan osmotic, kepadatan ikan, amoniak (NH3).
Pada sistem kantong, biasanya digunakan kantong plastik. Kantong ini diisi air tidak penuh dan sisanya diisi dengan oksigen murni serta ditutup rapat. Selain pasok oksigen bagi ikan, cara pengemasan demikian juga dimaksudkan untuk mengantisipasi tingginya CO2 yang dikeluarkan oleh ikan.
2. Waktu Panen
Waktu panen umumnya ditentukan sang ukuran permintaan pasar. Ukuran super umumnya ukuran 500 gram ? 1000 gram/ekor & merupakan berukuran yg memiliki nilai jual tertinggi.
Untuk jenis kerapu macan ketika panen adalah setelah pemeliharaan 5 ? 6 bulan berdasarkan berat awal 50-70 gr/ekor. Sedangkan dalam ikan kerapu tikus saat panen dilakukan sehabis masa pemeliharaan 9 bulan berdasarkan berat awal 75-100 gram/ekor. Pemanenan ikan buat calon induk, umumnya dilakukan sehabis berukuran ikan mencapai ukuran diatas 1000 gr/ekor.
Pelaksaaan panen sebaiknya dalam pagi hari aau sore hari, agar bisa mengurangi stress dalam ikan selam berlangsung pemanenan. Pengangkutan ke loka tujuan penjualan, diusahakan pada malam hari, untuk memudahkan pengaturan suhu & menghindari ikan stress.
3. Peralatan Panen
Peralatan panen yg diperlukan buat berukuran konsumsi diantaranya :
- Timbangan sensitive 0-50 kg untuk menimbang ikan
- Scoop net untuk mengangkat ikan yang dipanen dari jaring
- Sarana transportasi laut atau darat untuk mengangkut ikan yang dipanen sampai tujuan
- Bak fiberglass kapasitas 1-2 m3 dan tangki air untuk menampung ikan,
- Tabung oksigen dan selang aerasi untuk menjaga kandungan oksigen terlarut pada air
- Keranjang plastic untuk menimbang ikan,
- Tambang plastic untuk mengikat
4. Sampling dan Penyortiran
Sebelum dilakukan pemanenan terlebih dahulu dilakukan sampling yang bertujuan untuk mengetahui ikan dan estimasi hasil panen. Penyortiran juga dilakukan untuk memilih ikan yang diperkirakan memiliki berat yang sama dan mempunyai bentuk yang baik atau sempurna tidak memiliki cacat pada fisik ikan.
5. Metode Panen
Metode panen dalam budidaya ikan Kerapu di Karamba Jaring Apung (KJA) adalah :
a. Panen Total
Metode ini semua ikan yg dipelihara dipanen. Biasanya hal ini dilalukan karena pemintaan pembeli dalam jumlah poly atau semua ikan sudah memenuhi persyaratan berat buat pada panen.
b. Panen Sebagian
metode ini dilakukan lantaran beberapa alas an, yakni ukuran ikan yang dipelihara tidak seragam, permintaan pembeli yang mengklasifikasikan berat eksklusif atau permintaan pembeli yg relative sedikit. Panen selektif ini dilakukan dengan mengambil sebagian ikan yg sudah ,asuk berukuran tertentu, sedangkan sisanya bisa dipisahkan buat dipelihara lagi.
6. Teknik Panen
a. Produk Ikan Hidup
Pemanenan ikan di Karamba jaring Apung bisa segera dilakukan sesudah seluruh alat-alat yg akan digunakan buat pemanenan telah tersedia. Biasanya ikan dipuasakan 24 jam sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari ikan muntah selama pengangkutan.
Tahapan panen :
w Mula-mula jaring dibagi dua bagian dengan menggunakan bambu atau kayu
w Persiapkan bak penampungan sementara volume ± 1 ton yang diisi air laut bersih (untuk pemanenan ikan hidup).
w Ikan diambil dengan mengunakan scopnet.
w Ikan ditampung dalam bak penampungan. Satu bak dapat berisi 100 ekor ikan.
w Ikan segera dibawa ke darat menggunakan kapal/perahu.
w Dengan menggunakan ember/container kecil, ikan-ikan tersebut dipindahkan dari kapal ke bak penampungan di darat.
w Bak penampungan di darat berukuran 4-10 ton yang terlebih dahulu diisi air laut bersih dan dilengkapi peralatan aerasi.
b. Produk Ikan Mati Segar.
Pemanenan produk ikan meninggal segar pada KJA, relative sama misalnya pada pemanenan buat produk ikan hidup, hanya saja kepadatan ikan di bak penampungan ad interim (di kapal) dapat mencapai 300 ekor/bak.
Ikan lalu dibawa ke darat, dan bisa eksklusif dikemas dalam bak/box kayu yg sudah diberi es, atau ditampung di bak penampungan volume 4-10 ton, yg sudah diisi air bahari, ditambah es garam dapur untuk meningkatkan kecepatan kematian ikan dan mengurangi akumulasi bakteri.
SUMBER:
http//supmladong.Kkp.Go.Id
Mulyadi A., 2014. Diktat Pembesaran Ikan Kerapu di Karamba Jaring Apung. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Aceh.
PENGINOKULASIAN BIBIT DAN PEMUPUKAN SUSULAN PADA BUDIDAYA ROTIFERA (PAKAN ALAMI)
Bibit Rotifera dapat diperoleh dari Panti Benih Brachionus sp. terlihat seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 1. Rotifera, Brachionus sp.
Reproduksi Rotifera secara parthenogenesis dan bergantung pada suhu air. Rotifera bersifat filter feeder sehingga makanannya dapat berupa fitoplankton atau ragi roti. Kepadatan awal fitoplankton dalam media Rotifera minimum terbaik adalah 13–14 x 106 sel/ml. Kepadatan sel Chlorella sp. perlu dipertahankan setiap harinya, sehingga pemberian Chlorella sp. ke dalam bak budidaya Rotifera dilakukan setiap hari. Pada hari pertama budidaya mulai dilakukan, wadah/bak diisi dengan air bersama Chlorella sp., yang berasal dari hasil budidaya Chlorella sp. sebanyak 25% volume bak Rotifera. Lalu Rotifera diinokulasi dengan kepadatan 100 individu/ml media. Keesokan harinya 25% volume Chlorella sp. ditambahkan kembali. Demikian seterusnya sampai hari ke empat. Pada hari ke lima, Rotifera dapat dipanen.
Supaya fitoplankton selalu tersedia, maka pada hari pertama fitoplankton dipanen, yang biasanya dipanen sebanyak 50% volume, bak fitoplankton diisi air tawar kembali; sehingga volume kembali 100%. Air dalam bak Chlorella sp. dipupuk kembali dengan dosis yang sama seperti di awal budidaya dilakukan. Demikian selanjutnya untuk bak Chlorella sp. pada bak
berikutnya pada hari ke dua dan seterusnya. Dengan demikian Chlorella sp. dapat dipanen secara berurutan.
Pada waktu Chlorella sp. dipindahkan dari bak Chlorella sp. ke bak Rotifera dengan menggunakan selang, maka air berisi Chlorella sp. dialirkan melalui kantung plankton net 100 mm untuk mencegah masuknya kotoran dan predator ke bak Rotifera.
Gambar 2. Pemindahan Chlorella ke dalam bak kultur Rotifera
Pada saat populasi Rotifera mencapai puncaknya yaitu dalam hari ke lima sehabis inokulasi, Rotifera dapat dipanen & diberikan ke larva ikan.
SUMBER:
Mokoginta I., 2003. Modul Budidaya Rotifera - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
REFERENSI:
Delbare, D. And Dhert, P. 1996. Cladoecerans, Nematodes and Trocophara Larvae, p. 283 ? 295. In Manual on The Production and Use of Live Food (P. Lavens and P. Sorgelos, eds). FAO Fisheries Technical Paper 361.
Sulasingkin, D. 2003. Pengaruh konsentrasi ragi yang tidak sinkron terhadap pertumbuhan populasi Daphnia sp. Skripsi. FPIK. IPB.
PENANGANAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA KERAPU
Penyakit muncul sebagai suatu proses yang dinamis hasil interaksi antara inang (host), jasad penyebab penyakit (pathogen) dan lingkungan (environtment). Kesimbangan ketiga faktor tersebut menyebabkan tidak munculnya penyakit. Hal yang sebaliknya akan terjadi apabila keseimbangan tersebut terganggu.
A. Jenis-jenis penyakit
Penyakit yg tak jarang muncul dalam pemeliharaan ikan kerapu diantaranya :
1. Parasit
Parasit penyebab penyakit yang menyerang ikan kerapu al : Monogenia insang (Diplectanum sp., Haliotrema sp., Pseudorhabdosynochus sp.) dan pada kulit (Benedina sp), Isopoda (golongan crustacean) yang menyerang pangkal lidah dan insang, Crystocaryon irritans (golongan Protozoa) yang menyerang kulit dan Thricodina sp. (golongan Protozoa) yang menyerang kulit, insang dan sirip.
Gejala yang ditimbulkan sang agresi Monogenia, antara lain kehilangan nafsu makan, mobilitas renang lambat. Serangan trematoda insang ditunjukkan menggunakan tanda-tanda berupa : nafsu makan berkurang, tubuh dan insang pucat, produksi lendir tinggi serta berenang pada bagian atas air menggunakan megap-megap dan tutup insang terbuka.
Serangan Cryptocaryon irritans ditandai dengan adanya bintik-bintik putih yang cukup dalam, ikan kehilangan nafsu makan, sebagian sisik lepas serta mata membengkak. Infestasi Thricodina sp pada ikan menimbulkan gejala yang hamper sama dengan serangan Cryptocaryon irritans, kecuali kerusakan pada kulit jarang terjadi.
Akibat yang ditimbulkan oleh adanya agresi parasit umumnya nir bersifat fatal, umumnya kematian terjadi dalam jangka saat yg lama .
2. Bakteri
Jenis bakteri yang sering menyerang antara lain ditemukan Vibrio sp dan Tenacibaculum maritimum. Ikan yang terserang Vibrio sp. menunjukan gejala antara lain : nafsu makan berkurang, terjadi kelesuan, pembusukan pada sirip, mata menonjol dan terjadi pengumpulan cairan pada perut. Kematian yang ditimbulkan oleh serangan bakteri akut mungkin tidak terjadi secara masaal, dan berlangsung secara bertahap dalam waktu yang tidak lama.
3. Virus
Hasil analisa virus yang dilakukan dengan metode PCR (Polyymerase Chain Reaction) ditemukan infeksi VNN (Viral Nervous Ncrosis Virus) dan Iridovirus pada ikan Kerapu Tikus dan Kerapu Macan. VNN termasuk dalam golongan Nodaviridae sedangkan GIV (Grouper Iridovirus) termasuk dalam family Iridoviridae.
Ikan kerapu yang terjangkit VNN ditandai dengan tanda-tanda sbb :
· Ikan mengendap di dasar
· Kesimbangan renang terganggu (kadangkala berputar-putar)
· Hemoragik pada pangkal operculum dan gelembung renang
· Bagian luar tubuh dan organ dalam tetap dalam keadaan baik (tanpa luka). Serangan penyakit bersifat sporadic pada larva ikan, sedang pada pembesaran dan nduk bersifat subkilinis.
Gejala klinis sesifik infeksi Iridovirus berupa : ikan mengendap di dasar dalam posisi miring (selama berminggu-minggu), tingkat kematian yang relative rendah (kasus tanpa diikuti infeksi sekunder) dan kematian terjadi setelah beberap minggu pasca timbulnya gejala klinis. Perubahan pathogolis penyakit ini berupa warna tubuh menjadi gelap, hiperemi mandibula serta hipertrofi atau atrofi limpa dan thymus.
B. Penanganan Penyakit
Penanganan penyakit meliputi usaha-usaha pencegahan, pengobatan dan pemberantasan. Usaha-usaha tersebut meliputi pemberian multivitamin, perendaman dengan H2O2 150 ppm selama 30 menit. Apabila telah terjadi luka disertai dengan infeksi sekunder pengobatan dilakukan dengan perendaman akriflavin konsentrasi 5-10 ppm selama 1-2 jam masing-masing dilakukan 3 hari berturut-turut. Untuk pencegahan di karamba jaring apung perendaman dengan air tawar dilakukan 1-2 minggu sekali.
Pengobatan sekaligus pemberantasan terhadap infestasi Monogenia pada ikan-ikan yang dipelihara dalam bak pemeliharaan dilakukan dengan perendaman sekaligus pemindahan dri satu bak ke bak lainnya. Peendaman dapat dilakukan dengan H2O2 150 ppm selama 30 menit. Pada perendaman pertama diharapkan semua stadium parasit yang ada pada tubuh ikan, kecuali telur akan lepas. Setelah parasit lepas ikan dipindahkan dalam bak kedua yang bebas penyakit. Selama tujuh hari telur parasit yang tertinggal dalam tubuh akan berkembang menjadi encomiracidium. Perendaman yang kedua dilakukan untuk melepaskan oncomiracidium dari tubuh ikan. Setelah perendaman ikan terbebas dari semua stadium monogenia. Ikan-ikan ini dapat dipindahkan kembali kedalam bak pemeliharaan yang pertama setelah sebelumnya dilakukan desinfeksi dan pengeringan selama tujuh hari.
Penanganan terhadap infeksi virus dilakukan dengan pemusnahan ikan-ikan terinfeksi dan atau karantina yang diikuti juga dilakukan terhadap ikan yang baru didatangkan dari luar lokasi budidaya.SUMBER:
http//supmladong.Kkp.Go.Id
Mulyadi A., 2014. Diktat Pembesaran Ikan Kerapu di Karamba Jaring Apung. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Aceh.
MEMAHAMI TEKNIK PEMELIHARAAN KERAPU
Aspek yang perlu diperhatikan dalam bisnis pembesaran ikan kerapu pada Karamba Jaring Apung antara lain : ketersediaan peralatan kerja lapangan, kualitas benih sebar, teknik penebaran, padat penebaran, jenis pakan dan teknik pemberian pakan, monitoring pertumbuhan, pergantian jaring, pengamaan kesehatan ikan & pengukuran kualitas air media pemeliharaan.
1. Pelaratan Kerja
Beberapa peralatan yang perlu dipersiapkan antara lain : peralatan lapangan misalnya gunting, serok/scoop net, selang batu aerasi, aerator (compressor), ember, wadah pakan, cool box (freezer), bahtera motor, peralatan sampling, timbangan, penggaris, ATK, & alat ukur kualitas air : suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH & sebagainya.
2. Kualitas benih sebar
a. Benih ikan kerapu Tikus
Benih yg digunakan dalam pembesaran pada Karamba Jaring Apung bisa dari berdasarkan tangkapan alam, maupun menurut output pembenihan. Kelemahan benih dari hasil tangkapan umumnya ukuran kurang sergam. Beberapa criteria benih sebar Kerapu Tikus yg dipakai dalam pembesaran antara lain :
- Ukuran 50-70 gr dengan panjang badan 15-17 cm atau telah dipelihara 6 bulan dari lepas pembenihan (7-9 cm).
- Warna tubuh : abu-abu kecoklatan, cerah
- Bentuk tubuh : anggota organ tubuh lengkap, tidak cacat dan tidak Nampak kelainan bentuk, sehat serta bebas penyakit.
- Gerakan / perilaku : responsif, bergerombol, respon terhadap pakan aktif, sangat responsif.
Gambar 1. Benih ikan kerapu tikus
b. Benih Ikan Kerapu Macan
Kriteria yang wajib diperhatikan :
- Ukuran 50-70 gr dengan panjang badan 15-17 cm atau telah dipelihara 3 bulan dari lepas pembenihan (5-7 cm).
- Warna dan bentuk tubuh : kecoklatan, cerah, tidak bengkok, sirip lengkap
- Kesehatan : anggota tubuh lengkap, tidak cacat dan tidak menampakan kelainan bentuk tubuh, sehat serta bebas penyakit.
- Gerakan / perilaku : responsif, bergerombol, respon terhadap pakan aktif, sangat responsif.
Gambar dua. Benih kerapu Macam
3. Teknik Penebaran Benih
Dalam melakukan penebaran benih, perlu diperhatikan hal-hal menjadi berikut :
- Waktu tebar
Penebaran usahakan dilakukan pada pagi hari atau sore hari
- Aklimatisasi/penyesuaian diri
Aklimatisasi perlu dilakukan lantaran berkaitan dengan adanya perbedaan kodnsisi air seperti suhu dan salinitas. Untuk benih yang dari dari lokasi yg jauh & pengepakannya memakai kantong plstik, cara/proses aklimatisasi dilakukan secara perlahan-huma. Setelah kantong plastic dibuka, kedalam kantong ditambahkan air laut dari karamba sedikit demi sedikit. Jika perbedaan salinitas sekita 1-2 permil, ikan dapat segera ditebar. Sedangkan buat pengangkutan benih menurut lokasi pembenihan yg dekat menggunakan menambahkan air bahari di karamba kedalam ember, lalu ember dimiringkan perlahan ke dalam jaring, sebagai akibatnya perbedaan salinitas lebih kurang 1-dua permil, ikan dibiarkan keluar menggunakan sendirinya.
Gambar tiga. Penebaran benih
4. Padat penebaran
Padat penebaran yg diukur dengan satuan ekor/satuan volume, perlu diperhatikan karena berkaitan menggunakan berapa output optimum yg bisa diperoleh dnegan padat penebaran tertentu.
Besarnya padat penebaran yang bisa dipakai tertera pada tabel :
No | Kegiatan | Jenis ikan |
Kerapu tikus | Kerapu macan | |
1. |
2.
3.
Padat penebaran ekor/m3:
- Tanpa jaring bertiingkat
- Dengan jaring bertingkat
Lama pemeliharaan (bulan)
Sintasan produksi (%)
20 - 25
35 - 40
11 - 13
95
20 ? 25
35 ? 40
5 ? 6
95
5. Jenis Pakan
Pemilihan jenis pakan buat embesaran ikan Kerapu wajib didasarkan dalam kemauan ikan buat memangsa pakan yang diberikan, kualitas, nutrisi & nilai hemat/harga. Umumnya jenis pakan, berupa ikan rucah segar (ikan-ikan non ekonomis krusial), nisbi lebih murah harganya terutama pada musimnya, lebih disukai sang ikan dan nilai gizi umumnya telah mencukupi untuk ikan-ikan budidaya. Jenis pakan yang bisa diberikan merupakan pellet, buat mengubah pakan rucah.
Keuntungan pakan pellet antara lain :
- Mudah dalam penyimpanan, dengan memperhatikan masa kadaluarsa, dan tidak memerluakn freezer,
- Ketersediaan pakan buatan tidak bergantng persediaan dari alam,
- Dapat diatur formulasi pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan ikan peliharaan.
6. Teknik Pemberian Pakan
Rasio Pemberian Pakan
Untuk jenis kerapu rasio pemberian pakan berkisar 5-7,5 % untuk jenis pakan I kan rucah, sedangkan untuk jenis pakan pellet, rasio pemberian pakan berkisar 1,5-3% per hari.
Frekuensi & ketika pemberian pakan
Frekuensi hadiah pakan dan waktu pemberiannya harus sempurna agar membuat pertumbuhan yg baik dan pakan bisa efisien. Hal ini berhubungan dengan kecepatan pencernaan dan pemakaian tenaga. Untuk pembesaran Kerapu di KJA sebaiknya diberikan 2 kali sehari yakni pada pagi & sore hari.
Penambahan multivitamin Pada ransum ikan
Pada ikan kerapu penambahan multivitamin dapat menambah kekebalan tubuh, ikan dapat tumbuh secara normal, mencegah terjadinya lodosis dan scoliosis atau tumbuh bengkok lantaran perkembangan tulang belakang yang nir sempurna, bisa mempertinggi sintasan ikan, atau berperan pada menurunkan angka kematian. Penambahan multivitamin pula berpengaruh terhadap kinerja ikan, warna tubuh ikan terlihat lebih cerah & lebih militan.
Dosis pemberian multivitamin bervariasi & bisa dilihat pada petunjuk penggunaanya. Kisaran takaran merupakan dua-5 gr/kg pakan per minggu. Vitamin C dapat dibubuhi buat melengkapi multivitamin. Vitamin merupakan tergolong yg larut pada air, & gampang rusak sehingga disarankan anugerah vitamin C dalam ransum pakan dilakukan sesaat sebelum pemberian pakan, dengan menambahkan binder, misalnya putih telur. Dosis vitamin C yangdigunakan adalag dua gram/kg pakan dan diberikan dua kali per minggu.
Gambar 4. Pemberian Pakan
7. Monitoring pertumbuhan
Kegiatan yg dilakukan merupakan : sampling buat mengukur berat dan panjang total ikan, menentukan pertambahan takaran pakan & pencatatan kematian ikan. Sampling ikan dilakukan minimal sebulan sekali menggunakan mengambil ikan secara acak 10% berdasarkan populasi atau minimal 30 ekor ikan, ikan diukur berat per ekor & panjang totalnya.
Bila ada ikan yg mangkat dicatat, hal ini dimaksudkan buat memperoleh nilai sintasan ikan selama pemeliharaan.
Laju pertumbuhan umumnya dinyatakan dalam % Berat total tubuh (BW)/hari, dan dipengaruhi sang jeniss pakan, jumlah yg diberikan dan mutu pakan. Hasil kajian di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung, laju pertumbuhan Kerapu tikus merupakan : 1 ? 1,3% BW/hari dan kerapu macan 1,5 ? 2% BW/hari.
8. Pergantian jaring
Pergantian jaring dilakukan minimal tiga minggu sekali, atau diadaptasi dngan syarat perairan setempat. Pergantian jaring dilakukan dengan maksud buat menjaga sirkulasi air & menjaga resiko terkena penyakit. Jaring yg kotor usahakan dijemur untuk lalu disemprot & dibersihkan agar dapat dipakai pulang.
Gambar 5. Pergantian Jaring
9. Pengamatan Kesehatan Ikan dan pengukuran kualitas air media
· Pengataman Kesehatan Ikan
Pengamatan secara visual & organoleptik dilakukan buat pemeliharaan ektoparasit dan morfologi ikan. Seangkan pengamatan secara mikroskopik dapat dilakukan di laboratorium, buat pemeriksaan jasad pathogen (endo parasit, fungi, bakteri & virus)
· Pengamatan Kualitas Air Media
Cara pengukuran kualitas air (suhu, salinitas, pH, Oksigen terlarut, phospat, amoniak, dll), dilakukan dengan memakai peralatan :
Parameter | Alat |
Thermometer Refraktometer Ph meter Kertas lakmus DO meter Test kid | Suhu Salinitas pH pH oksigen teralrut phospat, amoniak |
Frekuensi pengukuran di lakukan minimum 2 kali seminggu.
SUMBER:
http//supmladong.Kkp.Go.Id
Mulyadi A., 2014. Diktat Pembesaran Ikan Kerapu pada Karamba Jaring Apung. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Pusat Pendidikan Kelautan & Perikanan, Aceh.
PEMBERIAN PAKAN DAN PEMANENAN PADA BUDIDAYA ROTIFERA (PAKAN ALAMI)
Rotifera merupakan zooplankton yg biasa dipakai buat pakan alami ikan, terutama buat larva ikan yang ukurannya sangat kecil, seperti pada larva ikan malas (ikan betutu).
Rotifera adalah pakan awal larva Ikan. Untuk keperluan budidaya Rotifera, kita perlu membudidayakan Chlorella sp terlebih dahulu. Apabila kepadatan Chlorella sp. Sudah mencapai kepadatan tertinggi maka inokulasi bibit Rotifera ke pada wadah Chlorella sp. Bisa dilakukan.
Pada budidaya Rotifera dengan menggunakan kuliner Chlorellasp. Maka kepadatan Chlorella sp. Pada media budidaya perlu dipertahankan, dalam kepadatan 13?14 x 106 sel per mililiter media setiap hari.
Caranya adalah sebagai berikut. Pada hari pertama, hanya 25% volume bak budidaya Rotifera diisi air dengan Chlorella sp. Pada hari kedua ditambahkan 25%, hari ketiga 25%, hari ke empat 25%. Pada hari ke lima Rotifera dapat dipanen seluruhnya. Budidaya Rotifera dapat dimulai dari awal kembali. Pengamatan kepadatan Rotifera perlu dilakukan setiap hari, untuk melihat apakah populasi Rotifera bertambah.
Pemanenan Rotifera dapat dilakukan seluruhnya pada hari ke 5. Atau pada hari ke 5 Rotifera dipanen sebagian, 50% volume media, kemudian bak budidaya diisi kembali dengan media Chlorella sp. hingga 100% volume. Rotifera dapat dipanen kembali setelah tiga hari bak diisi Rotifera kedua kali. Cara ini hanya berlaku 2–3 kali panen. Pada panen ketiga seluruhnya dipanen dan budidaya Rotifera dimulai kembali dari awal.
Sama seperti pada panen Chlorella sp., pada waktu panen dilakukan, ujung selang diberi plankton net (50 mm) yang harus terendam di dalam ember. Hal ini dilakukan agar tekanan air dari selang berkurang, sehingga Rotifera tidak rusak. Pemanenan dilakukan dengan cara menyiphon air budidaya, yaitu mengeluarkan air dari bak dengan memanfaatkan perbedaan tinggi air, antara air di dalam bak dan di dalam ember. Selama panen, air di ember harus diaerasi.
Gambar 1. Pemanenan Rotifera
SUMBER:
Mokoginta I., 2003. Modul Budidaya Rotifera - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.
REFERENSI:
Delbare, D. And Dhert, P. 1996. Cladoecerans, Nematodes and Trocophara Larvae, p. 283 ? 295. In Manual on The Production and Use of Live Food (P. Lavens and P. Sorgelos, eds). FAO Fisheries Technical Paper 361.
Sulasingkin, D. 2003. Pengaruh konsentrasi ragi yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi Daphnia sp. Skripsi. FPIK. IPB.