Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

MEMAHAMI KONSEP DAN PRINSIP PENGELOLAAN YANG EFEKTIF PADA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN (KKP)

Program pemantauan jangka panjang menggunakan indikator yang sesuai, & diharapkan buat memilih apakah hasil yang diharapkan sudah dicapai. Kesehatan ekosistem & keanekaragaman biologi serta kesejahteraan rakyat lokal tergantung pada KKP yang wajib dipantau, demikian juga dengan proses pengelolaan. Sebagai contoh, bila tujuan sebuah KKP adalah buat memelihara kesehatan terumbu karang, lalu apa yang wajib dipantau untuk melihat adanya perubahan dalam ekosistem tersebut? Jika kondisi terumbu karang ternyata memburuk, hal ini menampakan sudah terjadi penurunan kesehatan terumbu karang yang dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor seperti:

(a)   faktor alamiah, dalam hal ini pengelola KKP tidak dapat melakukan tindakan mitigasi,

(b)   strategi pengelolaan yang tidak efektif, dalam hal ini pengelolaan akan perlu melakukan adaptasi dan perbaikan strategi, atau

(c)    penyebab yang berasal dari luar KKP, misalnya, dengan kawasan yang persis bersebelahan, dalam hal ini manajer KKP perlu berkonsultasi dengan mereka yang bertanggung jawab untuk mencoba dan menemukan jalan keluarnya.

Demikian pula bila pengelolaan bertujuan memperbaiki mata pencaharian masyarakat lokal, diperlukan sebuah program pemantauan untuk melihat apakah pendapatan keluarga meningkat dengan adanya KKP, misalnya tangkapan ikan meningkat, pemasukan dari pariwisata atau peluang mata pencaharian lain yang ditawarkan oleh KKP; atau bahkan ada penurunan, misalnya akibat penangkapan ikan yang semakin dibatasi.  Sebuah kajian mengenai keefektifan pengelolaan akan membantu menunjukkan di mana perlu dilakukan perbaikan dan peningkatan pada program pemantauan yang ada sekarang, atau apakah diperlukan program yang baru.

Kegiatan pemantauan di pada KKP umumnya meliputi:

(1)   Pemantauan jangka panjang pada parameter lingkungan dan sosial ekonomi;

(2)   Pemeriksaan becara berkala terhadap implementasi rencana melalui jadwalyang direncanakan dan pelaporan;

(3)   Evaluasi dan tinjauan pada proyek-proyek yang dibiayai penyandang dana;

(4)   Peninjauan ulang rencana pengelolaan;

(5)   Kajian keefektifan pengelolaan.

Bila memungkinkan, masyarakat lokal harus dilibatkan dalam kegiatan pemantauan karena akan membantu meningkatkan rasa keterlibatan mereka dengan KKP.  Partisipasi relawan dapat menurunkan biaya dalam melaksanakan kegiatan pemantauan.

2.  Cara menyusun program pemantauan dan evaluasi untuk kawasan konservasi perairan

Penyusunan program pemantauan dan evaluasi (P&E) dapat dibagi dalam dua jenis pekerjaan, yaitu pertama adalah menentukan apa yang perlu dipantau; dan kedua adalah merancang dan merencanakan program pemantauan dan evaluasi.

Penentuan apa yang perlu dipantau mencakup kegiatan:

(1)   Penentuan cakupan dari keseluruhan program P&E

(2)   Identifikasi tujuan akhir dan tujuan KKP

(3)   Pemilihan indikator yang relevan dengan setiap tujuan akhir dan/atau tujuan

(4)   Peninjauan dan pembuatan prioritas indkator

Perancangan dan perencanaan program pemantauan dan evaluasi mencakup kegiatan:

(1)   Identifikasi dan/atau rancanglah metode pemantauan

(2)   Pengkajian sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan program pemantauan

(3)   Pengembangan suatu rencana kerja dan tata waktu P&E yang komprehensif

Kiat Kiat  Pemantauan dan Evaluasi (P&E)

(1)   Bila dananya memungkinkan, tunjuklah seseorang untuk mengawasi seluruh komponen dalam rencana P&E.

(2)   Kegiatan pemantauan harus dibentuk segera setelah KKP ditetapkan, diikuti dengan survei dasar dan pengkajian.

(3)   Mengembangkan sebuah rencana P&E keseluruhan yang mencakup seluruh komponen – pastikan bahwa program pemantauan dapat dilakukan untuk seluruh tujuan KKP.

(4)   Bila memungkinkan, libatkan pemangku kepentingan di seluruh komponen P&E.

(5)   Pastikan bahwa data dari semua program pemantauan dan alat pemeriksaan dikumpulkan, dianalisis, diinterpretasikan dan juga tersedia.

Melalui proses dengan tahapan di bawah ini,  Anda akan menghasilkan sebuah rencana kerja kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap kawasan konservasi perairan.  Rencana kerja P&E ini kemudian dapat digabungkan kedalam dokumen rencana pengelolaan sehingga implementasi rencana pengelolaan dapat dengan mudah dikawal dan diketahui perkembangannya.  Sebuah rencana pengelolaan KKP yang dilengkapi dengan rencana pemantauan merupakan sebuah rencana pengelolaan yang dirancang untuk efektif menangani permasalahan yang dialami kawasan konservasi perairan.

Pekerjaan tersebut akan dijelaskan lebih rinci di bawah ini. Dalam P&E, istilah metode dan pendekatan dapat membingungkan, demikian juga dengan istilah pemantauan dan evaluasi.

2.1        Menentukan cakupan keseluruhan program P&E

Langkah pertama adalah menentukan ruang lingkup sumber daya dan kapasitas KKP dalam mengukur keefektifan pengelola yang mungkin juga terbatas. Kebutuhan P&E yang spesifik (misal untuk proyek yang dibiayai badan penyandang dana) harus dipertimbangkan dandimasukkan dalam keseluruhan program. Diperlukan keseimbangan yang seksama antara investasi sumber daya dalam pengelolaan itu sendir dan dalam mengkaji dampaknya. Banyak KKP yang menginvestasikan waktu dan sumber dayanya untuk mengumpulkan data yang tak pernah mereka gunakan. Sebaliknya, selama evaluasi seringkali dijumpai bahwa informasi kunci malahan tidak dikumpulkan.  Memantau variabel lingkungan tunggal (misal, kesehatan terumbu karang) atau memeriksa pelaksanaan melalui mekanisme laporan tahunan, peninjauan akuntansi keuangan dan proyek, itu penting tetapi tidak dapat secara sendiri menunjukkan bahwa tujuan KKP telah terpenuhi. Diperlukan suatu pendekatan analitis dan terpadu, dengan data dari setiap komponen pemantauan yang dikumpulkan dan dianalisis.

2.2        Mengidentifikasi tujuan akhir dan tujuan KKP

Langkah kedua adalah mendaftarkan seluruh tujuan akhir dan tujuan antara.  Pernyataan tujuan-tujuan tersebut mungkin sudah ada (misal, di dalam rencana pengelolaan, deklarasi atau legislasi untuk KKP) dan tepat, namun bisa juga tujuan yang ada perlu diperbaiki.  Pada KKP yang baru, tujuan-tujuan ini mungkin masih perlu dikembangkan.

Tujuan dalam kategori cakupan yang lebih luas yang disebut tujuan akhir, walaupun beberapa rencana pengelolaan KKP menggunakan pernyataan "misi" dan "maksud", yang serupa dengan tujuan akhir dan tujuan antara.  Kebanyakan KKPmemiliki tujuan-tujuan ganda yang mencakup aspek-aspek biofisik, sosial ekonomi dan tata kelola dari kawasan konservasi.

Tujuan merupakan pernyataan yang spesifik yang menggambarkan hasil yang diinginkan dari KKP, dan apa yang ingin dicapai oleh pengelola. Suatu tujuan yang baik harus SMART Specific/spesifik, Measurable/terukur, Achievable/dapat dicapai, Realistic/realistis, Time-bound/dibatasi waktu:

· Specific/spesifik – jelas sehingga dapat dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan.

· Measurable/terukur – didefinisikan menurut skala standar (misalnya persentase, angka), dan dapat diukur pada tiap titik waktu.

· Achievable/dapat dicapai – seharusnya cukup jelas ketika tujuan telah tercapai

· Realistic/realistis – praktis dan tepat dalam konteks lokal.Sebagai contoh, akan tidak praktis memiliki tujuan yang tidak mencakup penggunaan sumber daya jika masyarakat lokal bergantung pada sumber daya pada KKP untuk beberapa aspek dalam kehidupan mereka.

· Time-bound/dibatasi waktu – dapat dicapai dengan skala waktu yang wajar. Secara umum, tujuan tidak lebih dari 10 tahun, walaupun skala waktu yang lebih panjang (bahkan 50 tahun) mungkin diperlukan untuk kegiatan konservasi berumur panjang, seperti untuk jenis yang lambat berbiak (misalnya penyu dan dugong), atau habitat yang rusak dengan pemulihan yang lambat (misalnya terumbu karang). Walaupun skala waktu perlu dipertimbangkan, tapi tidak penting untuk menyertakan batas waktu dalam pencapaian suatu tujuandalam pembuatan kalimat tujuan itu sendiri dan seringkali lebih baik untuk tidak melakukannya.

2.3        Bagaimana menentukan apa yang akan dimonitor?

2.3.1         Pilihlah indikator yang relevan dengan setiap jenis tujuan

Indikator yang tepat harus dipilih - misal unit yang mewakili ciri-ciri atau parameter yang lebih luas. Tidak mungkin kita memantau setiap spesies biota atau proses. Seringkali indikator yang tidak realistis terlalu sulit untuk diukur secara berkala dengan keterampilan dan kapasitas yang tersedia, atau kita akan gagal untuk mengukur dampak atau keberhasilan yang telah dipilih pada awalnya dan akhirnya programP&E harus disesuaikan. Kajian dasar merupakan dokumen deskriptif yang mengidentifikasi ancaman dan ciri-ciri ekologi dan sosial ekonomi, dan statusnya saat KKP dibentuk.  Kadang-kadang kajian dasar mengidentifikasi nilai-nilai dan target KKP yang dapat dipantau dalam jangka panjang. Pengelolaan Efektif’ adalah penilaian berbagai dimensi yang mempertimbangkan masalah-masalah biofisik, sosial ekonomi dan tata kelola.  Sejumlah indikator yang berbeda biasanya akan dibutuhkan untuk menentukan apakah tujuan akhir dan tujuan KKP sudah dicapai.  Berbagai faktor dapat menyebabkan setiap KKP memiliki karakteristik yang berbeda-beda setiap KKP cenderung memerlukan indikator-indikator yang berbeda untuk program monitoringnya.

Mengingat terbatasnya sumber daya manusia dan keuangan pada KKP, indikator yang dipilih harus yang sederhana dan dapat langsung diukur.  Untuk menghindari pemilihan indikator yang tidak sesuai berdasarkan pilihan Anda lakukan analisis yang cermat pada:

(1)   Tujuan dan jenis perubahan yang diinginkan, demikian juga bagaimana kemajuan tersebut akan diukur.

(2)   Ketersediaan sumber daya manusia, teknikal dan keuangan.

Ada dua jenis indikator yang diperlukan:

(1) indikator dampakyang mengukur adanya perubahan dalam sistem (misalnya, kepadatan koral sebagai ukuran dari kesehatan koral), dan

(2) indikator prosesatau ‘standar kinerja’yang mengukur sampai di mana suatu kegiatan telah dilaksanakan (misalnya, jumlah patroli yang sudah dilakukan).

Indikator yang tepat harus mendekati tujuan yang diinginkan untuk diukur. Sebagai contoh, kelimpahan dan keragaman terumbu karang merupakan indikator yang baik bila tujuan pengelolaan adalah memelihara kesehatan terumbu karang. Pemilihan indikator juga harus berdasarkan pada pemahaman kita terhadap ancaman yang ada. Sebagai contoh, bila peristiwa El Nino merupakan ancaman yang berpotensi maka indikatornya juga harus mencakup suhu permukaan laut dan pemutihan koral. Harap dicatat bahwa mungkin akan sulit untuk mencirikan suatu perubahan, atau efeknya, hanya untuk satu penyebab tertentu saja . Sebagai contoh, adanya peningkatan pada jumlah penyu yang meletakkan telur dapat terjadi karena adanya pengelolaan pantai yang baik atau adanya penurunan penangkapan penyu di luar KKP.

Indikator yang baik harus tepat dan jelas sehingga setiap orang yang berbeda dapat mengukurnya dan mendapatkan hasil yang serupa. Setiap indikator harus memperhatikan hanya satu jenis data (misalnya, jumlah penyu yang meletakkan telur , bukan jumlah keseluruhan penyu).Indikator berupa benda-benda yang mudah ditemukan atau dilihat (misal, pemasangan tambat apung, jumlah survei terumbu karang yang telah dilakukan) akan lebih mudah diperoleh dari pada tujuan yang mengharapkan terjadinya perubahan perilaku (misalnya, penyadartahuan terangkat, pemberdayaan perempuan meningkat).

2.4        Meninjau dan membuat indikator prioritas

Langkah ini diperlukan karena sepertinya sangat tidak mungkin KKP memiliki sumber daya untuk memantau seluruh indikator yang telah teridentifikasi. Beberapa indikator yang baik biasanya lebih baik daripada banyak indikator yang lemah.  Bahkan bila hal ini dikompromikan, kita tidak dapat menentukan kesehatan seluruh jenis biota yang membangun keanekaragaman hayati. Sebuah indikator yang baik harus memenuhi kriteria berikut, dan ini akan membantu dalam pemilihan akhir dan pembuatan prioritas:

1)      Didefinisikan dengan jelas dan dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan.

2)      Mudah diukur dan ditafsirkan, biayanya efektif, dan dapat dikumpulkan, dianalisis serta dilaporkan secara tepat sesuai persyaratan kualitatif dan kuantitatif.

3)      Konsisten, sehingga selalu dapar mengukur hal yang sama, dan tidak berubah dari waktu ke waktu; harus tepat dan jelas sehingga orang yang berbeda dapat mengumpulkan data dengan kualitas yang sama.

4)      Mencerminkan perubahan dalam parameter yang terukur dalam skala ruang dan waktu.

5)      Mencerminkan ketersediaan kapasitas manusia; misalnya keragaman jenis koral dapat merupakan indikator yang tidak tepat bila tidak ada identifikasi jenis koral sampai ke tingkat jenis

6)      Wilayah yang dijadikan lokasi pengambilan sampel sebaiknya sering didatangi agar data yang dikumpulkan dapat memiliki arti; misalnya, suatu jenis atau peristiwa yang sangat langka biasanya bukan merupakan indikator yang baik, karena akan banyak pengamatan yang tidak dilakukan dan akan sulit menentukan kecenderungannya.

2.5        Merancang metode pemantauan

Hal ini terkait dengan protokol pengambilan sampel dan tata waktunya. Ada banyak sekali informasi dan panduan tentang metode pemantauan. Kebanyakan KKP telah memiliki program pemantauan yang sedang berlangsung dan akan memberikan dasar yang baik bagi pengembangan program P&E secara menyeluruh.  Beberapa hal yang perlu dimasukkan adalah sebagai berikut:

(1)   Pengukuran kuantitatif (yang hasilnya berupa angka) adalah yang paling obyektif, namun demikian hasil pengukuran tersebut akan bernilai jika data kualitatifnya (misal, data berdasarkan penilaian individual sesuai dengan seperangkat kriteria yang telah ditentukan sebelumnya) tersedia.

(2)   Pada saat program pemantauan dimulai, waktu atau musim (misalnya berapa kali per tahun) dan frekuensi (misal, mingguan, bulanan, dua bulanan, tahunan, musiman) pengambilan data sebanyak mungkin harus tetap.  Perubahan waktu atau frekuensi pengambilan sampel dapat menurunkan kekuatan (‘kekuatan statistik’) uji tersebut, dan membatasi kesimpulan yang akan dibuat. Frekuensi pengambilan sampel yang tepat akan tergantung pada parameter yang akan dipantau. Sebagai contoh, pemantauan tahunan untuk pertumbuhan pohon mungkin mencukupi, tetapi memantau tingkat pengendapan pada muara sungai mungkin perlu dilakukan setiap minggu.

(3)   Menentukan ukuran pengambilan sampel yang tepat(misal, jumlah transek, jumlah lokasi pengambilan sampel).  Secara umum, semakin besar ukuran pengambilan sampel, maka penafsirannya akan semakin meyakinkan.  Namun, ukuran sampel perlu diseimbangkan dengan sumber daya manusia dan keuangan yang tersedia untuk melaksanakan pemantauan.

(4)   Menyetujui persyaratan, format dan singkatan sebelum pengumpulan data (misalnya, membuat kamus data), dan membentuk progam pelatihan agar hal di atas digunakan secara konsisten; selalu menunjuk unit pengukuran, jelas bagaimana data akan dicatat. Memelihara buku catatan sebagai cadangan pencatatan pada komputer. Pencatatan langsung dengan mengisi semua kolom pada lembar data untuk menunjukkan bahwa tidak ada data yang hilang dan mencatat bila ada masalah atau penyimpangan.Bila memungkinkan, pindahkan data pada lembar data yang bersih setelah kembali dari lapangan, dan buatlah salinan/fotokopi sehingga dokumen aslinya dapat disimpan.

(5)   Pemantauan yang terbaik dilakukan oleh, atau dengan keterlibatan penuh dari, petugas KKP dan pemangku kepentingan yang relevan. Mungkin juga perlu, dan seringkali menguntungkan, untuk menggunakan peneliti atau konsultan dari luar untuk merancang penelitian, mengumpulkan data dan menafsirkan hasilnya. Dalam hal di atas, penting untuk menyampaikan hasilnya kembali kepada petugas KKP dan digunakan untuk keputusan pengelolaan ke depannya. Keterlibatan para pemangku kepentingan seperti masyarakat lokal dan operator pariwisata dapat meningkatkan penyadartahuan mengenai KKP dan dapat memberikan masukan dan umpan balik yang berguna.

(6)   Karena kegiatan pemantauan tidak sepenting isu-isu pengelolaan sehari-hari, tanggung jawab P&E harus lebih ditentukan dalam hal staf yang terkait dan waktu yang tersedia untuk membuat analisis dan penafsiran. Kepatuhan terhadap tugas-tugas yang terdapat dalam rencana P&E harus dipantau dan dibuat penyesuaian seperlunya.

Kiat menyusun metode pemantauan

(1)   Literatur yang luas mengenai bagaimana merancang progam pemantauan harus dikonsultasikan.

(2)   Dapatkan nasihat teknis, terutama selama tahap awal perancangan program pemantauan untuk memastikan penggunaan sumber daya manusia dan keuangan yang optimal.

(3)   Pengalaman dan keterampilan lokal harus digunakan bila sesuai.

(4)   Membuat kaitan antara program pemantauan jangka panjang melalui organisasi-organisasi nasional atau regional.

Menyetujui persyaratan, format dan singkatan sebelum pengumpulan data (misalnya, membuat kamus data), dan membentuk progam pelatihan agar hal di atas digunakan secara konsisten; selalu menunjukkan unit pengukuran, jelas bagaimana data akan dicatat. Memelihara buku catatan sebagai cadangan pencatatan pada komputer. Pencatatan langsung dengan mengisi semua kolom pada lembar data untuk menunjukkan bahwa tidak ada data yang hilang dan mencatat bila ada masalah atau penyimpangan. Bila memungkinkan, pindahkan data pada lembar data yang bersih setelah kembali dari lapangan, dan buatlah salinan/fotokopi sehingga dokumen aslinya dapat disimpanà perlu dicek lagi versi bahasa inggrisnya apakah memang diperlukan, karena merupakan pengulangan dari butir 4 di atas.

2.6        Mengkaji kebutuhan sumber daya untuk menjalankan program pemantauan

Sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan program pemantauan termasuk partisipasi petugas, peralatan dan pendanaan.  Susunan rencana dapat dimulai dengan:

1)      Mengidentifikasi jumlah orang yang dibutuhkan, sampai ke petugas KKP mana yang dapat digunakan dan apakah diperlukan bantuan dari luar untuk mengumpulkan data.

2)      Bila diperlukan sebuah pelatihan, identifikasi bagaimana pelatihan ini akan dilaksanakan

3)      Bila memerlukan bantuan dari luar, tentukan sumber yang berpotensi untuk membantu (misalnyalembaga pendidikan lokal dan insitusi teknis, lembaga swadaya masyarakat (LSM), karyawan pemerintah, relawan lokal dan/atau dari luar negeri, konsultan)

4)      Tentukan peralatan yang diperlukan dan tunjukkan apakah peralatan tersebut telah tersedia atau masih harus dicari

5)      Menyiapkan perkiraan anggaran

2.7.        Mengembangkan rencana kerja dan jadwal P&Eyang komprehensif

Mengingat kompleksitas dalam P&E, sebuah perencanaan yang menyeluruh untuk KKP perlu dikembangkan sebagai berikut:

1)      Mungkin diperlukan rencana yang terpisah untuk setiap komponen tertentu (misalnya untuk pemantauan terumbu karang, yang akan melibatkan metode, jadwal dan petugas tertentu). Berbagai komponen sektoral ini harus terintegrasi dalam rencana P&E yang komprehensif.

2)      Tata waktu untuk berbagai kegiatan dan komponen utama;

3)      Indikator dan gambaran metode;

4)      Penyimpanan data dan proses analisis

5)      Tanggung jawab untuk setiap komponen;

6)      Kebutuhan pelaporan (misalnya format, frekuensi) untuk badan kawasan konservasi, penyandang dana,dan/atau pengelola yang berwenang;

7)  Anggaran (catat bahwa pendanaan untuk komponen yang berbeda mungkin berasal dari sumber yang berbeda).

SUMBER:

PUSLATKP, 2014. MODUL A.033102.001.01. Membuat Konsep Rencana Pemantauan Kawasan Konservasi Perairan pada Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan,  Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Didownload dari http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/dokumen/modul-pelatihan.

#Tag : Ekosistem

PERANAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG

Terumbu karang merupakan komunitas yang khas dan tumbuh terbatas di daerah tropika.  Struktur dasar terumbu adalah bangunan kalsium karbonat (kapur) yang sangat banyak, yang sebagian besar dibentuk oleh binatang karang (polip).  Hewan karang ini termasuk kelas Anthozoa, filum Coelenterata, yang hidup berkoloni dan masing-masing menempati semacam mangkuk kecil dari bahan kapur yang keras tadi.

Gambar  1. Aneka warna dan bentuk karang keras (Foto: Wikipedia Commons)

Sebetulnya jenis-jenis binatang karang hidup di lautan di seluruh dunia, termasuk di wilayah kutub dan ugahari (temperate, bermusim empat).  Akan tetapi hanya hewan karang hermatipik yang bisa menghasilkan terumbu, dan karang ini hidup terbatas di wilayah tropis.  Salah satu sebabnya ialah karena karang hermatipik hidup bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan (dinoflagellata) di dalam sel-sel tubuhnya.  Kehidupan simbiotik yang dikenal sebagai zooxanthellae ini memerlukan sinar matahari yang cukup sepanjang tahun untuk berfotosintesis, dan lingkungan yang relatif hangat dengan suhu optimal perairan sekitar 23-25ºC.

Berkurangnya laju fotosintesis akan mempengaruhi kemampuan karang membentuk terumbu.  Sehingga kedalaman laut yang optimal untuk membentuk terumbu berada kurang dari 25 m, di mana cahaya matahari masih memadai untuk fotosintesis.  Umumnya terumbu karang tidak dapat terbentuk pada kedalaman lebih dari 50-70 m.

KEANEKARAGAMAN ANGGOTA KOMUNITAS

Komunitas terumbu karang merupakan salah satu komunitas yang paling kaya jenis di lautan dan bahkan juga di dunia.  Seperti telah disebutkan, penyusun utama komunitas ini adalah hewan-hewan karang yang membentuk aneka rupa karang keras (ordo Madreporaria).  Di samping itu juga terdapat aneka jenis karang lunak (Octocorallia), gorgonia, kipas laut, cambuk laut serta berbagai jenis alga.  Beberapa macam alga juga memproduksi kalsium karbonat, bahkan kelompok alga yang disebut alga koralin menghasilkan endapan kalsium karbonat di substrat yang ditumbuhinya dan merekatkan bagian-bagian yang lepas, seperti pecahan karang, menjadi satu.

Gambar 2. Bintang Laut Biru dan Berbagai Organisme Laut di Terumbu Karang  (Foto: Wikipedia Commons)

Keberadaan bongkah-bongkah karang otak, rumpun karang tanduk rusa, kepingan karang meja dan lain-lain menyediakan banyak relung (niche) untuk kehidupan organisme lainnya.  Aneka jenis teripang, bintang laut, bulu babi, siput laut, kerang dan tiram, hingga ke ratusan spesies ikan, udang dan kepiting, penyu serta ular laut, bisa ditemukan di terumbu karang.

Terumbu karang tumbuh di semua perairan tropis, kecuali di beberapa tempat seperti di pantai barat Afrika bagian selatan dan pantai barat Amerika Selatan, di mana secara berkala terjadi arus dingin dan upwelling air dingin yang membatasi pertumbuhan terumbu karang.

Kekayaan jenis karang yang terbesar berada di wilayah Indo-Pasifik, khususnya Asia Tenggara.  Dari sekitar 800 jenis karang pembentuk terumbu di dunia, lebih dari 600 jenis ditemukan di perairan Asia Tenggara (Burke dkk., 2002).  Sementara Wells (1957, dalam Nybakken 1988) mencatat sekurangnya terdapat 50 genera dan 700 spesies karang di wilayah Indo-Pasifik, yang mencakup perairan-perairan di Kepulauan Nusantara, Filipina, Papua hingga Australia.

TIPE TERUMBU

Telah dijelaskan bahwa terumbu karang membutuhkan perairan yang hangat dan sinar matahari yang kuat untuk tumbuh baik.  Kondisi demikian banyak ditemukan di perairan dangkal yang tak jauh dari pantai, terutama di sekitar pulau-pulau yang memiliki perairan jernih.  Sementara itu sebagai hewan laut sejati, terumbu karang memerlukan kadar garam air laut yang normal antara 32-35‰ atau yang lebih tinggi.  Di bagian laut yang berkadar garam lebih rendah, misalnya dekat muara sungai-sungai besar, terumbu karang akan terhalang pertumbuhannya.

Di samping itu aliran sungai juga membawa serta endapan tanah dan bahan organik lainnya.  Bahan-bahan ini akan memperkeruh air laut, mengurangi penetrasi sinar matahari, dan endapannya dapat menutupi karang serta mematikan hewan-hewan karang.  Oleh sebab itu karang lebih berkembang pada wilayah-wilayah perairan dengan gelombang besar.  Gelombang laut yang kuat tidak banyak merusak karang yang masif.  Sementara itu, gelombang justru menghalangi pengendapan, memberikan air yang segar dan memperkaya kandungan oksigen dalam air laut.

Dari segi letaknya dikenal setidaknya tiga tipe terumbu karang, yakni terumbu tepi, terumbu penghalang dan atol.  Terumbu karang tepi (fringing reef) adalah terumbu yang tumbuh relatif tidak jauh dari garis pantai.  Sedangkan terumbu karang penghalang (barrier reef) terletak agak jauh dari pantai, diantarai oleh laut yang cukup dalam.  Contoh terumbu penghalang yang terkenal adalah The Great Barrier Reef, yang membentang hampir sepanjang 2000 km di timur Australia.

Atol adalah terumbu karang berbentuk cincin yang biasanya terdapat di laut dalam.  Di tengah-tengahnya terdapat semacam danau air asin dangkal yang dikenal sebagai gobah atau laguna (lagoon).  Para ahli menduga bahwa atol berasal dari terumbu karang tepi yang tumbuh di sekeliling suatu pulau vulkanik.  Suatu ketika, karena sebab tertentu pulau vulkanik itu tenggelam.  Apabila pulau itu tenggelam dengan perlahan-lahan, terumbu yang terus tumbuh itu dapat mengimbangi kecepatan tenggelamnya pulau dan bertahan tumbuh di permukaan laut menjadi atol.  Akan tetapi ada pula yang pulaunya tenggelam dengan cepat dan terumbu karangnya turut mati bersama tenggelamnya pulau tersebut.

ANCAMAN KELESTARIAN

Terumbu karang merupakan ekosistem yang kaya jenis namun rentan oleh kerusakan, terutama yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.  Banyak aktivitas manusia, yang secara langsung maupun tidak langsung, yang bisa mengancam kelestarian terumbu karang.

Gambar  3. Terumbu Karang Tepi di Sekeliling Sebuah Pulau di Kepulauan Palau

(Foto: FL Colin/ www.Coralreefresearchfoundation.Org)

Kegiatan penangkapan ikan, terutama di dekat pesisir, yang dilakukan secara tidak hati-hati dapat mengancam kehidupan terumbu karang.  Banyak penangkapan yang telah dilakukan secara berlebihan, sehingga populasi ikan-ikan karang terancam.  Penggunaan jaring dasar seperti pukat harimau, misalnya, dapat pula merusak dan membongkar terumbu.  Apalagi penggunaan bahan-bahan yang merusak seperti bahan peledak dan racun potasium untuk memanen ikan-ikan karang.

Kegiatan-kegiatan pembangunan pesisir seperti penambangan pasir laut, pengerukan dan reklamasi pantai, serta pembangunan fasilitas-fasilitas transportasi dan wisata laut sangat mempengaruhi kehidupan terumbu yang berdekatan.  Selain sedimentasi dan pencemaran laut yang diakibatkannya, kegiatan-kegiatan pembangunan ini bisa mengubah pola-pola arus laut lokal dan mengancam kelestarian terumbu karang.

Ancaman besar datang dari meningkatnya aktifitas manusia di daratan.  Aktifitas ini, terutama terkait dengan kegiatan pembangunan wilayah, telah meningkatkan sedimentasi dan bahan organik dalam air sungai, yang pada gilirannya terbawa ke laut.  Meningkatnya endapan ini telah membunuh karang di banyak tempat dan sebaliknya, ketersediaan nutrisi mendorong pertumbuhan alga sehingga mendominasi terumbu.

Gambar 4. Terumbu Karang Membentuk Relung yang Beraneka buat Kehidupan Laut yg Beragam

(Foto: www.Divethereef.Com)

Di samping itu pencemaran laut pun turut meningkat.  Aneka bahan pencemar yang berasal dari industri dan limbah domestik perkotaan mengalir ke laut bersama aliran sungai yang melewati kota-kota itu.  Bahan pencemar lain datang dari lalu lintas transportasi laut, serta tumpahan minyak atau limbah pengeboran minyak lepas pantai.  Semua ini memberikan pengaruh negatif terhadap kesehatan terumbu karang.

Secara totalitas, Burke dkk. (2002) memperkirakan sekitar 88% terumbu karang di Asia Tenggara terancam oleh aktifitas manusia.  Dan kurang lebih 50% terumbu yang terancam itu berada pada tingkat keterancaman yang tinggi atau sangat tinggi.

SUMBER:

http://student.Ut.Ac.Id/

Burke, L., E. Selig and M. Spalding.  2002.  Reefs at Risk in Southeast Asia.  World Resources Institute.

Nybakken, J.W.  1988.  Biologi Laut: suatu pendekatan ekologis.  Alih bahasa  H. Muh. Eidman dkk.  Penerbit Gramedia.  Jakarta.

#Tag : Ekosistem

USAHA PEMBESARAN IKAN NILA SKALA RUMAH TANGGA

SUMBER:

DUB-DJPB, 2013. Leaflet Usaha Pembesaran Ikan Nila Skala Rumah Tangga didownload pada http://www.djpb.kkp.go.id/download/IKan%20nila.pdf

#Tag : Nila

PEMBESARAN IKAN BAWAL BINTANG DI KARAMBA JARING APUNG (KJA)

SUMBER:

DUB-DJPB, 2014. Leaflet Pembesaran Ikan Bawal Bintang di Karamba Jaring Apung (KJA) di doowload dari website Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya pada laman  http://www.djpb.kkp.go.id/download/leaflet%20Ikan%20bawal%20bintang.pdf.

#Tag : Bawal

MEMAHAMI TEKNIK MEMBUAT DRAFT DOKUMEN RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

Kini saatnya, anda menuang semua hasil dari tahapan penyusunan rencana pengelolaan KKP kedalam sebuah dokumen perencanaan sesuai dengan arahan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.30/MEN/2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan).  Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan merupakan dasar untuk melakukan pengelolaan kawasan.  Rencana pengelolaan tersebut disusun oleh satuan unit organisasi pengelola.

Rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan terdiri atas rencana jangka panjang,  rencana jangka menengah dan  rencana kerja tahunan.  Berikut adalah penjelasan singkat tentang substansi dar setiap kategori rencana pengelolaan tersebut.

Rencana Jangka Panjang:

1.      Rencana jangka panjang pengelolaan kawasan konservasi perairan berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak tanggal ditetapkan dan dapat ditinjau sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

2.      Rencana jangka panjang memuat kebijakan pengelolaan kawasan konservasi perairan, yang meliputi:

a.      visi dan misi;

b.      tujuan dan sasaran pengelolaan; dan

c.       strategi pengelolaan, yaitu :

i.      penguatan kelembagaan;

ii.      penguatan pengelolaan sumber daya kawasan; dan/atau

iii.      penguatan sosial, ekonomi, dan budaya.

Rencana Jangka Menengah:

1.      Rencana jangka menengah pengelolaan kawasan konservasi perairan berlaku selama 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran dari visi, misi, tujuan, sasaran pengelolaan, dan strategi pengelolaan kawasan konservasi perairan.

2.      Strategi pengelolaan kawasan konservasi perairan untuk penguatan kelembagaan dilakukan melalui program antara lain:

a.      peningkatan sumber daya manusia;

b.      penatakelolaan kelembagaan;

c.       peningkatan kapasitas infrastruktur;

d.      penyusunan peraturan pengelolaan kawasan;

e.      pengembangan organisasi/kelembagaan masyarakat;

f.        pengembangan kemitraan;

g.      pembentukan jejaring kawasan konservasi perairan;

h.      pengembangan sistem pendanaan berkelanjutan; dan/atau

i.        monitoring dan evaluasi.

3.      Strategi pengelolaan kawasan konservasi perairan untuk penguatan pengelolaan sumber daya kawasan dilakukan melalui program antara lain:

a.      perlindungan habitat dan populasi ikan;

b.      rehabilitasi habitat dan populasi ikan;

c.       penelitian dan pengembangan;

d.      pemanfaatan sumber daya ikan;

e.      pariwisata alam dan jasa lingkungan;

f.        pengawasan dan pengendalian; dan/atau

g.      monitoring dan evaluasi.

4.      Strategi pengelolaan kawasan konservasi perairan untuk penguatan sosial, ekonomi, dan budaya dilakukan melalui program antara lain:

a.      pengembangan sosial ekonomi masyarakat;

b.      pemberdayaan masyarakat;

c.       pelestarian adat dan budaya; dan/atau

d.      monitoring dan evaluasi.

Rencana Kerja Tahunan:

1.      Rencana kerja tahunan pengelolaan kawasan konservasi perairan disusun berdasarkan rencana jangka menengah dalam bentuk rencana kegiatan dan anggaran yang disusun satu tahun sekali.

2.      Rencana kegiatan dan anggaran sekurang-kurangnya memuat uraian kegiatan, penanggung jawab, waktu pelaksanaan, alokasi anggaran dan sumber pendanaan.

3.      Rencana kerja tahunan ditetapkan oleh Kepala Satuan Unit Organisasi Pengelola.

Setiap rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan harus dilengkapi dengan rencana zonasi kawasan konservasi perairan.  Dalam kegiatan pelatihan ini, kawasan konservasi perairan anda diasumsikan telah memiliki rencana zonasi.

Zonasi dalam kawasan konservasi perairan terdiri dari Zona Inti, Zona Perikanan Berkelanjutan, Zona Pemanfaatan; dan/atau Zona Lainnya.  Pada zona kawasan konservasi perairan dilakukan penataan berdasarkan fungsi dengan mempertimbangkan potensi sumber daya, daya dukung, dan proses-proses ekologis.  Zona Inti harus dimiliki setiap kawasan konservasi perairan dengan luasan paling sedikit 2% (dua persen) dari luas kawasan.  Setiap kawasan konservasi perairan dapat memiliki satu atau lebih zona sesuai dengan luasan karakter fisik, bio-ekologis, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya.

Zona Inti ditetapkan dengan kriteria:

1.      merupakan daerah pemijahan, pengasuhan dan/atau alur ruaya ikan;

2.      merupakan habitat biota perairan tertentu yang prioritas dan khas/endemik, langka dan/atau kharismatik;

3.      mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya;

4.      mempunyai ciri khas ekosistem alami, dan mewakili keberadaan biota tertentu yang masih asli;

5.      mempunyai kondisi perairan yang relatif masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;

6.      mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis ikan tertentu untuk menunjang pengelolaan perikanan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses bio-ekologis secara alami; dan

7.      mempunyai ciri khas sebagai sumber plasma nutfah bagi Kawasan Konservasi Perairan.

Zona Inti dalam kawasan konservasi perairan diperuntukkan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, penelitian; dan pendidikan.  Kegiatan perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan di Zona Inti, yaitu: (a) perlindungan proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumber daya ikan dan ekosistemnya; (b) penjagaan dan pencegahan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan fungsi kawasan; dan/atau (c) pemulihan dan rehabilitasi ekosistem.  Kegiatan penelitian di Zona Inti diperuntukkan bagi: (a) penelitian dasar menggunakan metode observasi untuk pengumpulan data dasar; (b)  penelitian terapan menggunakan metode survei untuk tujuan monitoring kondisi biologi dan ekologi; dan/atau (c) pengembangan untuk tujuan rehabilitasi.  Kegiatan pendidikan di Zona Inti diperuntukkan bagi kegiatan tanpa melakukan pengambilan material langsung dari alam.

Zona Perikanan Berkelanjutan ditetapkan menggunakan kriteria:

1.      memiliki nilai konservasi, tetapi dapat bertoleransi dengan pemanfaatan budidaya ramah lingkungan dan penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan;

2.      mempunyai karakteristik ekosistem yang memungkinkan untuk berbagai pemanfaatan ramah lingkungan dan mendukung perikanan berkelanjutan;

3.      mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya;

4.      mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk mendukung kegiatan multifungsi dengan tidak merusak ekosistem aslinya;

5.      mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin pengelolaan budidaya ramah lingkungan, perikanan tangkap berkelanjutan, dan kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat; dan

6.      mempunyai karakteristik potensi dan keterwakilan biota perairan bernilai ekonomi.

Zona Perikanan Berkelanjutan dalam kawasan konservasi perairan diperuntukkan bagi: (a) perlindungan habitat dan populasi ikan, (b)  penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan, (c)  budidaya ramah lingkungan, (d) pariwisata dan rekreasi, (e) penelitian dan pengembangan; dan (f)  pendidikan.

Kegiatan perlindungan habitat dan populasi ikan di Zona Perikanan Berkelanjutan meliputi: (a) perlindungan proses-proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumber daya ikan dan ekosistemnya, (b) pengamanan, pencegahan dan/atau pembatasan kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan fungsi kawasan, (c)  pengelolaan jenis sumber daya ikan beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan antara populasi dan habitatnya, (d)  alur migrasi biota perairan; dan (e)  pemulihan.

Kegiatan penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan di Zona Perikanan Berkelanjutan meliputi: (a)  alat penangkapan ikan yang sifatnya statis dan/atau pasif dan (b)  cara memperoleh ikan dengan memperhatikan daya dukung habitat dan/atau tidak mengganggu keberlanjutan sumber daya ikan.

Kegiatan budidaya ramah lingkungan di Zona Perikanan Berkelanjutan meliputi kegiatan budidaya yang mempertimbangkan: (a)  jenis ikan yang dibudidayakan,  (b) jenis pakan, (c)  teknologi, (d) jumlah unit usaha budidaya, dan (e) daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan.

Kegiatan pariwisata dan rekreasi di Zona Perikanan Berkelanjutan meliputi: (a) pariwisata minat khusus, (b)  perahu pariwisata, (c)  pariwisata pancing, dan (d)  pembuatan foto, video, dan film.

Kegiatan penelitian dan pengembangan di Zona Perikanan Berkelanjutan meliputi: (a) penelitian dasar untuk kepentingan perikanan berkelanjutan dan konservasi, (b) penelitian terapan untuk kepentingan perikanan berkelanjutan dan konservasi; dan (c)  pengembangan untuk kepentingan konservasi.

Kegiatan pendidikan di Zona Perikanan Berkelanjutan adalah pendidikan buat menaruh wawasan dan motivasi yang meliputi aspek hayati, ekologi, sosial ekonomi dan budaya, dan rapikan kelola & pengelolaan.

Zona Pemanfaatan ditetapkan menggunakan kriteria:

1.      mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan beserta ekosistem perairan yang indah dan unik;

2.      mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi;

3.      mempunyai karakter objek penelitian dan pendidikan yang mendukung kepentingan konservasi; dan

4.      mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk berbagai kegiatan pemanfaatan dengan tidak merusak ekosistem aslinya.

Zona Pemanfaatan tersebut diperuntukkan bagi: (a)  perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan, (b)  pariwisata dan rekreasi, (c)  penelitian dan pengembangan, dan (d)  pendidikan.

Kegiatan perlindungan dan pelestarian habitat dan populasi ikan di Zona Pemanfaatan meliputi: (a)  perlindungan proses-proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari suatu jenis atau sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, (b)  penjagaan dan pencegahan kegiatan-kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi kawasan dan perubahan fungsi kawasan, (c)  pengelolaan jenis sumber daya ikan beserta habitatnya untuk dapat menghasilkan keseimbangan antara populasi dengan daya dukung habitatnya, (d)  perlindungan alur migrasi biota perairan; dan (e)  pemulihan dan rehabilitasi ekosistem.

Kegiatan pariwisata dan rekreasi di Zona Pemanfaatan meliputi: (a)  berenang, (b)  menyelam, (c)  pariwisata tontonan, (d)  pariwisata minat khusus, (e)  perahu pariwisata, (f)  olahraga permukaan air, dan (f)  pembuatan foto, video dan film.

Kegiatan penelitian dan pengembangan di Zona Pemanfaatan meliputi: (a)  penelitian dasar untuk kepentingan pemanfaatan dan konservasi, (b)  penelitian terapan untuk kepentingan pemanfaatan dan konservas, dan (c) pengembangan untuk kepentingan konservasi.

Kegiatan pendidikan di Zona Pemanfaatan meliputi: (a)  pemeliharaan dan peningkatan keanekaragaman hayati, (b)  perlindungan sumber daya masyarakat lokal, (c)  pembangunan perekonomian berbasis ekowisata bahari, (d)  pemeliharaan proses ekologis dan sistem pendukung kehidupan, (e)  promosi pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan; dan (f)  promosi upaya tata kelola untuk perlindungan lingkungan kawasan konservasi perairan.

Zona lainnya merupakan zona di luar Zona Inti, Zona Perikanan Berkelanjutan, dan Zona Pemanfaatan yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu.  Zona tertentu dapat berupa antara lain zona perlindungan dan zona rehabilitasi.

Dalam pelatihan ini, Anda hanya mendapat kesempatan untuk mengalami proses perencanaan dalam bentuk peragaan simulasi dari hari pertama hingga terakhir.  Namun, mencermati substansi yang harus ada dalam sebuah rencana pengelolaan, kiranya beberapa hal yang diperlukan sudah berhasil dibuat selama pelatihan ini.

Dalam dunia nyata sesungguhnya, proses penyusunan rencana ini tidak dapat dilakukan dalam beberapa hari, namun bisa mencapai berbulan-bulan bahkan tahunan.  Kiranya dalam penerapannya setelah pelatihan ini, Anda dapat melengkapi kebutuhan untuk sebuah dokumen rencana pengelolaan KKP seperti diharapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PROSES PENYUSUNAN DRAFT

Rencana pengelolaan kawasan konservasi merupakan hasil dari pekerjaan sebuah tim atau kelompok kerja.  Menurut Permen KP nomor 30 tahun 2010, tahapan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan jangka panjang dan jangka menengah serta zonasi kawasan konservasi perairan meliputi:

1.      pembentukan kelompok kerja;

2.      pengumpulan data dan informasi;

3.      analisis;

4.      penataan zonasi kawasan konservasi perairan;

5.      penyusunan rancangan rencana jangka panjang dan rencana jangka menengah;

6.      konsultasi publik pertama;

7.      perumusan zonasi dan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan;

8.      konsultasi publik kedua; dan

9.      perumusan dokumen final.

Rangkaian kegiatan dalam pelatihan ini merupakan sebuah simulasi proses penyusunan rencana pengelolaan.  Oleh karena itu, jika anda ingin menerapkan pelatihan ini, anda harus mencermati sejumlah hal, di antaranya seperti bagian yang cocok dalam dokumen bagi setiap output dari latihan ini.  Selain itu juga, anda perlu mencermati waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap tahap dalam proses ini. Anda perlu mencermati bahwa untuk merumuskan masalah yang akan ditangani diperlukan sejumlah data.  Dalam penyusunan rencana jangka panjang dan rencana jangka menengah tentu strategi pengelolaan sudah ditentukan untuk diusulkan menangani rumusan permasalahan yang sudah disetujui. Anda perlu mencermati strategi yang dirumuskan dalam latihan sebelumnya akan masuk dalam kategori strategi apa pada setiap rencana tersebut.

(1)   Substansi yang sudah tersedia dan belum tersedia dalam konsep rencana pengelolaan yang efektif dijelaskan.

(2)   Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan subtansi konsep rencana konservasi dokumen kawasan dijelaskan. pengelolaan perairan rencana konservasi

Menjelaskan proses yang harus ditempuh pada menerapkan konsep rencana pengelolaan daerah konservasi perairan yang efektif menjadi draft dokumen rencana pengelolaan daerah konservasi perairan.

Dalam menyusun sebuah dokumen rencana pengelolaan ada substansi yang harus dimuat di dalamnya.  Substansi-substansi tersebut akan dimasukkan dalam bagian-bagian dokumen sesuai dengan outline yang resmi atau dianjurkan.  Dalam pelatihan ini kita akan membahas format resmi dan substansi sebuah dokumen kawasan menurut peraturan yang ada.

Memanfatkan output setiap proses menjadi subtansi pada draft rencana pengelolaan:

1.                  Menterjemahkan substansi tentang rumusan masalah, strategi pengelolaan, masukan (input), proses, keluaran (output) dan perubahan (outcome) dalam draft dokumen rencana pengelolaan.

2.                  Menterjemahkan substansi tentang rencana pemantauan dalam draft rencana pengelolaan.

3.                  Menterjemahkan jadwal implementasi pengelolaan.

4.                  Melengkapi draft rencana pengelolaan.

Tiga. Membuat rencana tindak lanjut buat proses adopsi formal (ratifikasi) draft

(1)   Cara membuat bahan-bahan sosialisasi draft dokumen rencana pengelolaan dijelaskan.

(2)   Cara mengidentifikasi pihak-pihak yang berwenang melakukan adopsi formal dari rencana pengelolaan.

(3)   Cara menentukan jadwal kegiata untuk menyampaikan dan menjelaskan draft dokumen rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan kepada pihak yang berwenang membuat keputusan tentang rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan dijelaskan.

SUMBER:

PUSLATKP, 2014. MODUL A.033101.007.01. Membuat Draft Dokumen Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan pada Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan,  Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Didownload dari http://kkji.kp3k.kkp.go.id/index.php/dokumen/modul-pelatihan.

#Tag : Ekosistem

PERSYARATAN JAMINAN MUTU DAN KEMANAN HASIL PERIKANAN PADA TEMPAT PENDARATAN DAN PEMASARAN IKAN

TEMPAT PENDARATAN IKAN

Pelaku usaha dalam melakukan bongkar muat output perikanan pada loka pendaratan ikan wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Bongkar muat ikan

a.     peralatan pendaratan yang berhubungan langsung dengan hasil perikanan:

1) terbuat dari bahan yg mudah dibersihkan;

dua) disanitasi; &

3) dijaga pada keadaan baik.

b.    tempat bongkar muat:

1) bersih; &

dua) bebas berdasarkan kontaminasi.

c.     pekerja yang menangani langsung hasil perikanan:

1)    menggunakan pakaian kerja yang bersih dan tutup kepala sehingga menutupi rambut secara sempurna;

2)    mencuci tangan sebelum memulai pekerjaan;

3)    harus sehat, tidak sedang mengalami luka, tidak menderita penyakit menular atau menyebarkan kuman penyakit menular, dan dilakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik minimal 1 (satu) kali dalam setahun; dan

4)    tidak diperbolehkan merokok, meludah, makan dan minum di area penanganan dan penyimpanan produk.

d.    proses bongkar muat dan pendaratan hasil perikanan harus dihindarkan dari kontaminan dengan cara:

1)    melakukan bongkar muat dan pendaratan dengan cepat;

2)    tidak menggunakan peralatan dan perlakuan yang menyebabkan hal-hal kerusakan pada hasil perikanan; dan

3)    menghindari pembongkaran langsung dibawah sinar matahari.

e.    menempatkan hasil perikanan pada tempat dengan suhu sesuai yang dipersyaratkan.

Dua. Penyimpanan dan Pengangkutan

Kegiatan penyimpanan & pengangkutan output perikanan dilakukan dengan:

a.     menerapkan sistem rantai dingin dengan menjaga suhu selama penyimpanan dan pengangkutan sesuai dengan persyaratan yang berlaku, meliputi:

1)       hasil perikanan segar atau dilelehkan termasuk crustacean rebus yang didinginkan dan produk kekerangan harus disimpan pada suhu leleh es;

2)       hasil perikanan beku, kecuali ikan beku yang menggunakan air garam untuk keperluan pengalengan, harus dipertahankan pada suhu pusat -18° C atau lebih rendah, untuk semua bagian produk dengan fluktuasi tidak lebih dari 3°C selama pengangkutan; dan

3)       jika produk perikanan disimpan dalam es, lelehan air es harus tidak menggenangi produk.

b.    Pelaku usaha penyimpanan dan pengangkutan ikan harus:

1)       memiliki komitmen untuk menerapkan persyaratan cara penanganan ikan yang baik;

2)       menjamin bahwa dokumen cara penanganan ikan yang baik selalu dimutakhirkan; dan

3)       memelihara rekaman sesuai masa simpan produk.

TEMPAT PEMASARAN IKAN

1.    Tempat pemasaran ikan harus memenuhi persyaratan:

a.     terlindung dan mempunyai dinding yang mudah untuk dibersihkan;

b.    mempunyai lantai yang kedap air yang mudah dibersihkan dan disanitasi, dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan mempunyai sistem pembuangan limbah cair yang higiene;

c.     dilengkapi dengan fasilitas sanitasi seperti tempat cuci tangan dan toilet dalam jumlah yang mencukupi. Tempat cuci tangan harus dilengkapi dengan bahan pencuci tangan dan pengering sekali pakai;

d.    mempunyai penerangan yang cukup untuk memudahkan dalam pengawasan hasil perikanan;

e.    kendaraan yang mengeluarkan asap dan binatang yang dapat mempengaruhi mutu hasil perikanan tidak diperbolehkan berada dalam tempat Pemasaran Ikan/pasar grosir;

f.      dibersihkan secara teratur minimal setiap selesai penjualan;

g.     dilengkapi dengan tanda peringatan dilarang merokok, meludah, makan dan minum, dan diletakkan di tempat yang mudah dilihat dengan jelas;

h.    mempunyai fasilitas pasokan air bersih dan atau air laut bersih yang cukup;

i.      mempunyai wadah penampungan produk yang bersih, tahan karat, kedap air dan mudah dibersihkan; dan

j.      mempunyai penampungan pengolahan limbah.

2.    Tempat pemasaran ikan harus memenuhi persyaratan higiene dan penerapan sistem rantai dingin.

3.    Pelaku usaha perikanan yang bertanggungjawab pada pelelangan dan pasar induk atau pasar lainnya yang memaparkan produk, harus memenuhi persyaratan berikut:

a.     harus mempunyai fasilitas penyimpanan dingin yang dapat dikunci untuk menyimpan produk perikanan dan mempunyai fasilitas wadah untuk produk yang tidak layak konsumsi pada tempat yang diberi tanda; dan

b.    mempunyai tempat khusus untuk unit pengendalian kemanan hasil perikanan.

4.    Pada saat memaparkan/display hasil perikanan:

a.     peralatan harus tidak digunakan untuk tujuan lain;

b.    peralatan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga memudahkan pengecekan oleh petugas;

c.     tidak terkontaminasi oleh asap kendaraan; dan

d.    tidak diperbolehkan mencampur produk lain ke tempat pemaparan/display.

5.    Jika pendinginan tidak memungkinkan dilakukan di atas kapal, ikan segar harus didinginkan sesegera mungkin dan disimpan dengan suhu mendekati suhu leleh es;

6.    Pelaku usaha perikanan harus bekerjasama dengan otoritas kompeten sehingga memungkinkan petugas pengawas mutu dapat melakukan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku;

7.    Pelaku Usaha harus:

a.     membuktikan kepada otoritas kompeten atas pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 1 hingga 6;

b.    tempat Pelelangan Ikan harus menerapkan dan mendokumentasikan GHdP;

c.     menjamin bahwa dokumen yang dikembangkan selalu dijaga tetap terkini; dan

d.    memelihara dokumen lainnya dan rekaman hingga periode waktu tertentu.

SUMBER:

Ditjen P2HP, 2013. Keputusan Menteri Kelautan & Perikanan Republik Indonesia Nomor 52A/KEPMEN-KP/2013 mengenai Persyaratan Jaminan Mutu & Keamanan Hasil Perikanan dalam Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi.

ANALISIS KEBIJAKAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN DI INDONESIA

A. Peraturan Perundang-Undangan terkait Penggunaan Alat Penangkapan Ikan

Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 mengenai Perikanan:

-       Pasal 1 angka 5: “Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.

-       Pasal 7 ayat (1): Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri menetapkan: a. …. s.d e. ...; f. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan; g. …. dst.

-       Pasal 7 ayat (2): Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan wajib mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengenai: a. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan; b. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan; c. daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan; d. persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan; e. sistem pemantauan kapal perikanan; f. … dst.

-       Pasal 9 ayat (1): Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.

-       Pasal 42 ayat (1) dan (2): Dalam rangka keselamatan operasional kapal perikanan, ditunjuk syahbandar di pelabuhan perikanan. Syahbandar di pelabuhan perikanan mempunyai tugas dan wewenang: a. …. s.d c. ...; d. memeriksa teknis dan nautis kapal perikanan dan memeriksa alat penangkapan ikan, dan alat bantu penangkapan ikan; e. …. dst.

-       Pasal 85: Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

B. Kebijakan Pemerintah Pusat tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan di Indonesia

Kebijakan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan pada Indonesia dituangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan & Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 jo. PER.08/MEN/2011 jo. PER.05/MEN/2012 jo. 18/PERMEN-KP/2013 mengenai Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Kelautan & Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 mengenai Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, diantaranya dapat digambarkan menjadi berikut:

-       Sebagai tindak lanjut dan pelaksanaan Pasal 7 ayat (1) huruf f, huruf g, dan huruf h Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan  Peraturan Menteri Kelautan & Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 jo. PER.08/MEN/2011 jo. PER.05/MEN/2012 jo. 18/PERMEN-KP/2013 mengenai Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Kelautan & Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan & Penempatan Alat Penangkapan Ikan & Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

-       Alat penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia menurut jenisnya terdiri dari 10 (sepuluh) kelompok, yaitu: (a) jaring lingkar (surrounding nets); (b) pukat tarik (seine nets); (c) pukat hela (trawls); (d) penggaruk (dredges); (e) jaring angkat (lift nets); (f) alat yang dijatuhkan (falling gears); (g) jaring insang (gillnets and entangling nets); (h) perangkap (traps); (i) pancing (hooks and lines); dan (j) alat penjepit dan melukai (grappling and wounding).

-       Alat penangkapan ikan jaring lingkar (surrounding nets), terdiri dari: a. jaring lingkar bertali kerut (with purse lines/purse seine); dan b. jaring lingkar tanpa tali kerut (without purse lines/Lampara).

-       Alat penangkapan ikan pukat tarik (seine nets), terdiri dari: a. pukat tarik pantai (beach seines); dan b. pukat tarik berkapal (boat or vessel seines).

-       Alat penangkapan ikan pukat hela (trawls), terdiri dari: a. pukat hela dasar (bottom trawls); b. pukat hela pertengahan (midwater trawls); c. pukat hela kembar berpapan (otter twin trawls); dan d. pukat dorong.

-       Alat penangkapan ikan penggaruk (dredges), terdiri dari: a. penggaruk berkapal (boat dredges); dan b. penggaruk tanpa kapal (hand dredges).

-       Alat penangkapan ikan jaring angkat (lift nets), terdiri dari: a. anco (portable lift nets); b. jaring angkat berperahu (boat-operated lift nets); dan c. bagan tancap (shore-operated stationary lift nets).

-       Alat penangkapan ikan berupa alat yang dijatuhkan atau ditebarkan (falling gear), terdiri dari: a. jala jatuh berkapal (cast nets); dan b. jala tebar (falling gear not specified).

-       Alat penangkapan ikan jaring insang (gillnets and entangling nets), terdiri dari: a. jaring insang tetap (set gillnets (anchored); b. jaring insang hanyut (driftnets); c. jaring insang lingkar (encircling gillnets); d. jaring insang berpancang (fixed gillnets (on stakes)); e. jaring insang berlapis (trammel nets) berupa jaring klitik; dan f. combined gillnets-trammel net.

-       Alat penangkapan ikan perangkap (traps), terdiri dari: a. stationary uncovered pound nets, berupa set net; b. bubu (pots); c. bubu bersayap (fyke nets); d. stow nets; e. barriers, fences, weirs, berupa sero; f. perangkap ikan peloncat (aerial traps); g. muro ami; dan h. seser.

-       Alat penangkapan ikan pancing (hooks and lines), terdiri dari: a. handlines and pole-lines/hand operated; b. handlines and pole-lines/mechanized; c. rawai dasar (set longlines); d. rawai hanyut (drifting longlines); e. tonda (trolling lines); dan f. pancing layang-layang.

-       Alat penangkapan ikan berupa alat penjepit dan melukai (grappling and wounding), terdiri dari: a. tombak (harpoons); b. ladung; dan c. panah.

-       Penempatan API dan ABPI pada jalur penangkapan ikan dan WPP-NRI disesuaikan dengan: a. sifat API; b. tingkat selektifitas dan kapasitas API; c. jenis dan ukuran ABPI; d. ukuran kapal perikanan; dan e. wilayah penangkapan.

-       Sifat API dibedakan menjadi: a. Statis, merupakan API yang dipasang menetap dan tidak dipindahkan untuk jangka waktu lama; b. Pasif, merupakan API yang dipasang menetap dalam waktu singkat; c. Aktif, merupakan API yang dioperasionalkan secara aktif dan bergerak.

-       Tingkat selektifitas dan kapasitas API ditentukan berdasarkan ukuran: a. mesh size; b. nomor mata pancing; c. tali ris atas; d. bukaan mulut; e. luasan; f. penaju; dan g. jumlah mata pancing.

C. Produk SNI terkait Alat Penangkapan Ikan

Pemberlakuan SNI terhadap semua bentuk dan dan bahan API dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi nasional dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Beberapa SNI yang telah diberlakukan terkait alat penangkapan ikan, diantaranya adalah:

1

SNI 01-7088-2005

Bentuk konstruksi pukat tarik dasar kecil tipe 2 (dua) seam atau panel

2

SNI 01-7089-2005

Bentuk baku konstruksi pukat tarik dasar kecil tipe 4 (empat) seam dengan sayap atas

3

SNI 01-7090-2005

Bentuk baku konstruksi pukat kantong payang berbadan jaring panjang

4

SNI 01-7091-2005

Bentuk konstruksi pukat tarik dasar kecil (small bottom trawl net) tipe 4 (empat) seam tanpa sayap atas

5

SNI 01-7092-2005

Bentuk baku konstruksi pukat kantong payang berbadan jaring pendek

6

SNI 01-7093-2005

Bentuk baku konstruksi pukat kantong dogol

7

SNI 01-7214-2006

Bentuk baku konstruksi jaring insang dasar monofilamen

8

SNI 01-7215-2006

Bentuk baku konstruksi jaring insang pertengahan multifilamen tanpa saran

9

SNI 01-7216-2006

Bentuk baku konstruksi jaring insang pertengahan multifilamen lemuru

10

SNI 01-7217-2006

Bentuk baku konstruksi jaring insang pertengahan multifilamen dengan saran

11

SNI 01-7218-2006

Bentuk baku konstruksi jaring insang permukaan multifilamen lemuru

12

SNI 01-7219-2006

Bentuk baku konstruksi jaring insang permukaan monofilamen lemuru

13

SNI 01-7220-2006

Bentuk baku konstruksi jaring insang dasar monofilamen bawal putih

14

SNI 01-7221-2006

Bentuk baku konstruksi jaring insang banyar

15

SNI 01-7232-2006

Bentuk baku konstruksi pukat hela ikan

16

SNI 01-7233-2006

Bentuk baku konstruksi pukat hela arad

17

SNI 01-7234-2006

Bentuk baku konstruksi pukat tarik lampara dasar

18

SNI 01-7235-2006

Bentuk baku konstruksi pukat hela ganda udang (double rigger shrimp trawl)

19

SNI 01-7236-2006

Bentuk baku konstruksi pukat tarik cantrang

20

SNI 01-7237-2006

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net)

21

SNI 01-7238-2006

Bentuk baku konstruksi jaring tiga lapis (trammel net)  induk udang

22

SNI 01-7239-2006

Bentuk baku konstruksi kapal pukat cincin (purse seiners) 75 – 150 GT

23

SNI 01-7240-2006

Bentuk baku konstruksi kapal rawai tuna (tuna long liners) 75 – 150 GT

24

SNI 7277.1:2008

Istilah dan definisi – bagian 1: Sarana penangkapan ikan

25

SNI 7277.2:2008

Istilah dan definisi – bagian 2: Kapal perikanan

26

SNI 7277.3:2008

Istilah dan definisi – bagian 3: Jaring lingkar

27

SNI 7277.4:2008

Istilah dan definisi – bagian 4: Pancing

28

SNI 7277.5:2008

Istilah dan definisi – bagian 5: Pukat Hela (trawl)

29

SNI 7277.6:2008

Istilah dan definisi – bagian 6: Pukat tarik

30

SNI 7277.7:2008

Istilah dan definisi – bagian 7: Penggaruk

31

SNI 7277.8:2008

Istilah dan definisi – bagian 8: Jaring insang

32

SNI 7277.9:2008

Istilah dan definisi – bagian 9: Jaring angkat

33

SNI 7277.10:2008

Istilah dan definisi – bagian 10: Alat perangkap ikan

34

SNI 7277.11:2008

Istilah dan definisi – bagian 11: Alat penangkap ikan pengait/penjepit dan melukai

35

SNI 7277.12:2008

Istilah dan definisi – bagian 12: Alat penangkap ikan yang dijatuhkan/ditebarkan

36

SNI 7277.13:2008

Istilah dan definisi – bagian 13: Alat bantu penangkapan ikan

37

SNI 7277.14:2008

Istilah dan definisi – bagian 14: Keselamatan kapal perikanan

43

SNI ISO 3660:2010

Alat penangkap ikan  berbahan jaring – Pemasangan dan penyambungan jaring – Istilah dan ilustrasi

PUSTAKA:

http://kapi.Kkp.Go.Id/blog/2011/11/pengelolaan-alat-penangkapan-ikan-pada-indonesia-indonesia-fishing-gears-managemen.

Peraturan Menteri Kelautan & Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 jo. PER.08/MEN/2011 jo. PER.05/MEN/2012 jo. 18/PERMEN-KP/2013 mengenai Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Kelautan & Perikanan Nomor PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan & Penempatan Alat Penangkapan Ikan & Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 mengenai Perikanan.

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

ABSTRAK

Indonesia memiliki banyak sekali sumberdaya alam yg bisa dijadikan modal pembangunan nasional. Lantaran itu, banyak sekali kegiatan ekonomi yg berbasis kelautan & perikanan bisa dikembangkan, pada rangka membangun warga Indonesia yang sejahtera. Sumber daya alam kelautan dan perikanan Indonesia yang kaya raya itu belum bisa dikelola secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Dengan demikian diharapkan sumber daya insan yg handal & professional, yang bisa mengelola potensi sumber daya alam kelautan & perikanan secara cerdas dan bertanggung jawab. Penyuluh Perikanan memegang peranan penting pada upaya pencapaian peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia pelaku primer/ pelaku usaha perikanan menjadi perantara, motifator dan fasilitator.

Kata kunci: penyuluh perikanan, profesionalisme, sumber daya manusia.

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan sangat besar, dengan lautan mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan teritorial, perairan laut 12 mil dan perairan ZEE.  Indonesia juga memiliki 17.504 buah pulau dengan panjang garis pantai mencapai 104.000 km, luas hamparan budidaya yang lebih dari 15,59 juta hektar, serta luas perairan umum 5,4 juta hektar (sumber: http://kkp.go.id).

Pada dasarnya negara kita menyimpan aneka macam sumberdaya alam yg dapat dijadikan modal pembangunan nasional. Lantaran itu, banyak sekali kegiatan ekonomi yg berbasis kelautan dan perikanan bisa dikembangkan, pada rangka menciptakan rakyat Indonesia yg sejahtera. Dengan syarat tadi, seharusnya rakyat Indonesia mampu hayati sejahtera, tetapi kenyataan menampakan bahwa kondisi rakyat tadi masih banyak yang hayati pada kemiskinan. Perolehan output laut dan perikanan belum bisa melampaui target, ditambah masih seringnya terdengar kasus pencurian ikan sang negara-negara asing, bahkan di antaranya menangkap ikan menggunakan alat-alat yang berbahaya & menghambat lingkungan.

Sumber daya alam kelautan dan perikanan Indonesia yang kaya raya itu belum dapat dikelola secara maksimal buat kesejahteraan warga kelautan dan perikanan. Dengan demikian diperlukan asal daya manusia yg handal & professional, yang dapat mengelola potensi sumber daya alam kelautan dan perikanan secara cerdas & bertanggung jawab.

Kegiatan penyuluhan perikanan dibutuhkan sanggup menjadi keliru satu katalisator dalam upaya mengerakkan sumberdaya manusia yang handal dan profesional menjadi modal dasar bagi pembangunan kelautan dan perikanan. Penyuluhan perikanan diselenggarakan oleh banyak sekali pihak & dalam perkembangannya telah mengalami proses transformasi, berdasarkan penyuluhan yg berorientasi produksi pada penyuluhan yg berorientasi usaha perikanan menggunakan pendekatan partisipatif.

PENGELOLAAN SUMBER DAYA DAN KAITANNYA DENGAN PENYULUHAN PERIKANAN

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 25A, dan Pasal 33 ayat (tiga), & ayat (4), diamanahkan beberapa kewajiban yang wajib dilakukan pemerintah terkait penyelenggaraan penyuluhan, yakni:

-       Menjaga kelestarian wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil dan pengelolaan manfaatnya sebagai bagian dari sumber daya alam yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.

-       Pengelolaan wilayah laut, pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dan berwawasaan global, dengan memperhatikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan tata nilai bangsa yang berdasarkan norma hukum sebagai  potensi sumber daya alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa.

Penyuluhan perikanan adalah bagian penting pada peningkatan kualitas sumberdaya insan kelautan & perikanan, yaitu berperan pada menaruh bimbingan dan training kepada pelaku utama, pelaku usaha & rakyat perikanan, sehingga menaikkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan sikap pada bidang kelautan dan perikanan, baik teknis maupun non teknis buat pengembangan bisnis di bidang kelautan dan perikanan. Pembangunan kelautan & perikanan akan berhasil jika adanya partisipasi & sinergi antara segenap stakeholder di bidang kelautan dan perikanan.

SASARAN PENYULUHAN PERIKANAN

Dalam menjalankan tugas dan fungsi penyuluhan, target utama aktivitas merupakan para pelaku utama & pelaku bisnis perikanan. Dimana pelaku utama perikanan yg terdiri atas para nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, & warga lain yg berusaha pada bidang perikanan. Sedangkan pelaku usaha perikanan merupakan perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang dibentuk berdasarkan aturan Indonesia yg mengelola sebagian atau semua aktivitas bisnis perikanan berdasarkan hulu sampai hilir (Permenpan Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008, Pasal 1). Menurut data yg dimuntahkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dalam tahun 2013 di Indonesia tercatat ada dua.835.700 orang nelayan, sebesar 948.484 unit Rumah Tangga Perikanan (RTP) Tangkap, sebesar 1.670.447 RTP Budidaya, dan sebanyak 13.471.356 orang energi kerja perikanan yang bekerja pada perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan & pemasaran output perikanan (sumber: Kelautan dan Perikanan pada Angka Tahun 2013).

FUNGSI DAN FOKUS KEGIATAN PENYULUHAN PERIKANAN

Fungsi sistem penyuluhan perikanan meliputi: (a) memfasilitasi proses pembelajaran pelaku primer dan pelaku bisnis; (b) mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber kabar, teknologi, & asal daya lainnya supaya mereka bisa mengembangkan usahanya; (c) menaikkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama & pelaku usaha; (d) membantu pelaku primer & pelaku bisnis dalam menumbuhkembangkan organisasinya sebagai organisasi ekonomi yg berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yg baik, & berkelanjutan; (e) membantu menganalisis dan memecahkan kasus dan merespon peluang & tantangan yang dihadapi pelaku primer dan pelaku usaha pada mengelola usaha; (f) menumbuhkan pencerahan pelaku primer & pelaku bisnis terhadap kelestarian fungsi lingkungan; & (g) melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan perikanan yang maju dan modern bagi pelaku primer secara berkelanjutan (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006, Pasal 4).

Fokus kegiatan penyuluhan adalah dalam pengembangan sumber daya manusia, sedangkan penekanan sasarannya merupakan dalam pemberdayaan pelaku utama dan pelaku bisnis serta asal daya manusia lain yang mendukungnya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3, Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, bahwa tujuan pengaturan sistem penyuluhan meliputi:

a)   Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial guna memperkuat pengembangan pertanian, perikanan dan kehutanan yang maju dan modern dalam sistem pembangunan yang berkelanjutan;

b)   Memberdayakan pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi, pemberian peluang, peningkatan kesadaran dan pendampingan serta fasilitasi.

c)    Mengembangkan sumber daya manusia yang maju dan sejahtera, sebagai pelaku dan sasaran utama pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan.

Keberhasilan proses penyuluhan ditandai timbulnya partisipasi aktif menurut pelaku primer dan pelaku usaha pada bidang perikanan (rakyat sasaran), sehingga dalam pengembangan penyuluhan ke depan wajib diarahkan dalam contoh yang berpusat dalam insan, dimana kiprah penyuluh pada proses penyuluhan adalah sebagai rekanan yang berorientasi dalam masyarakat sasaran. Dalam pelaksanaannya sebuah proses penyuluhan harus dimulai menurut pemahaman masyarakat terhadap potensi dan perkara yg dihadapinya, sehingga terdorong untuk mengupayakan pemecahan kasus melalui pengembangan semua potensi yang dimilikinya. Pada tahap inilah dimulai peran seseorang penyuluh ?Buat membantu peningkatan kesejahteraan rakyat target dari aktivitas usahanya?, dengan pola pikir yang coba dibangun merupakan pengembangan komoditas yang dimilikinya melalui pemanfatan semua potensi sumberdaya yang ada, jadi peran seorang penyuluh adalah berupa fasilitasi, pengawalan, mobilisasi, pembentukan jaringan kerja dan kelembagaan pelaku primer & pelaku bisnis pada bidang perikanan.

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN

Sejalan dengan implementasi amanah UU No. 16/2006 tentang SP3K, maka guna memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat besar bagi kemajuan, kemakmuran, dan kesejahteraan bangsa dan negara secara berkelanjutan diperlukan adanya SDM yang handal dan profesional. Penyuluh Perikanan memegang peranan penting dalam upaya pencapaian peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia pelaku utama/ pelaku usaha sebagai mediator, motifator dan fasilitator. Dalam mewujudkan peran tersebut penyuluh harus memiliki kapasitas dan kompetensi yang tinggi dalam melaksanakan fungsi pembinaan dan pendampingan dalam menjalankan tugasnya. Dalam perjalanan mengemban tugas tersebut para penyuluh perlu memiliki dan meningkatkan berbagai pengalaman dalam membawa pesan dan mendiseminasikan teknologi kepada para pelaku utama, dengan filosofi menjadikan “Yang Tidak Tahu menjadi Tahu, Yang Tidak Mau menjadi Mau, dan Yang Tidak Mampu menjadi Mampu”.

Dengan terbitnya PermenPAN Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan & Angka Kreditnya, maka status dan posisi Penyuluh Perikanan sudah memiliki kejelasan karier dan keberadaannya, yang dapat berdampak dalam kinerja seseorang penyuluh. Penyuluh Perikanan bukan lagi sebagai bagian berdasarkan Penyuluh Pertanian, sebagai akibatnya diperlukan tidak terdapat lagi penyuluh yang menjalankan fungsi generalisasi keilmuan (polivalen) daripada spesialisasi keilmuan. Untuk menangani penyuluhan di bidang kelautan & perikanan memiliki disparitas dengan bidang pertanian, diantaranya: (1) Secara geografis, negara Indonesia adalah negara kepulauan & negara bahari yg 2 pertiga wilayahnya terdiri berdasarkan perairan; (2) Secara alamiah, sifat, ciri, & bentuk kegiatannya sangat khusus menggunakan ketergantungan tinggi terhadap ekspresi dominan & iklim, sehingga usahanya sebagai sangat beresiko; (3) Secara sosial dan ekonomi, sifat, ciri, & pola hayati para pelaku primer tidak sama menggunakan pola hayati petani/pekebun; (4) Penanganan aspek perikanan tidak bisa dipisahkan berdasarkan aspek kelautan; (5) Secara keilmuan, keberadaan ilmu kelautan dan perikanan merupakan kecabangan ilmu yg berdikari, termasuk penyuluhan perikanan; (6) Secara kelembagaan, selama 2 periode kabinet & planning UU kementerian/departemen ke depan, terdapat departemen yg spesifik mengemban tugas dan fungsi menangani kelautan dan perikanan, termasuk penyuluhannya, yaitu Departemen Kelautan dan Perikanan; (7) Secara legislasi, didukung keberadaan UU No.31/2004 tentang Perikanan. Kondisi tadi secara intern merupakan sebuah justifikasi bahwa penyuluhan kelautan & perikanan harus ditangani secara khusus, tersendiri, dan mandiri. Peningkatan kapasitas para penyuluh perikanan wajib dilakukan secara terus menerus & sistematis supaya bisa sebagai konsultan dan kawan sejati para pelaku primer & pelaku usaha pada bidang perikanan.

Profesional mempunyai makna herbi profesi dan memerlukan kepandaian khusus buat menjalankannya, sedangkan profesionalisme bermakna mutu, kualitas, & tindak tanduk yg merupakan ciri suatu profesi atau orang yg profesional. Sehingga seseorang Penyuluh Perikanan profesional haruslah menjadi AHLI PENYULUHAN & SPESIALISASI DIBIDANG PERIKANAN. Hal ini mempunyai arti bahwa setiap Penyuluh Perikanan wajib sadar menggunakan tugas dan manfaatnya menjadi penyuluh & bertanggung jawab terhadap pekerjaannya, serta selalu menaikkan keterampilannya pada bekerja & dalam menghadapi persaingan. Pasal tiga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, secara tegas mengemukakan bahwa pembangunan perikanan diarahkan buat sembilan aspek berikut: 1)menaikkan tingkat hayati nelayan kecil dan pembudidaya ikan mini ; dua)menaikkan penerimaan dan devisa negara; tiga)mendorong perluasan dan kesempatan kerja; 4)meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein hewani; lima)mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan; 6)meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah & daya saing; 7)menaikkan ketersediaan bahan baku buat industri pengolahan ikan; 8)mencapai pemanfaatan asal daya ikan, huma pembudidayaan ikan, & lingkungan asal daya ikan secara optimal; & 9)menjamin kelestarian asal daya ikan, lahan pembudidayaan ikan & tata ruang. Dengan demikian orientasi penyuluhan perikanan seyogyanya bisa meramu ke-9 hal tadi.

Kompetensi penyuluh sebagai sangat krusial buat selalu diubahsuaikan menggunakan tuntutan rakyat & tantangan zaman. Hal ini tidak berarti penyuluh harus serba sanggup (polivalen), namun penyuluh yang diharapkan merupakan penyuluh yg dapat berperan sebagai fasilitator bagi transformasi yg dibutuhkan warga & pelaku utama. Pelaku primer sangat berharap figur penyuluh yg berani, jujur, terbuka & kreatif. Berani dalam mengambil langkah yg tepat & cepat, amanah akan kelebihan & kekurangan diri, terbuka dalam arti bisa bekerja sama menggunakan aneka macam pihak, & kreatif dalam arti mampu berinovasi & menyebarkan banyak sekali modifikasi atas teknologi yg telah terdapat. Sejalan dengan itu, penyuluh wajib bisa berbagi suasana pembelajaran yg kondusif dan wajib mampu memberi contoh (kewirausahaan), memberi semangat, dan memandirikan pelaku primer. Penyuluh juga harus bisa membuatkan jaringan kerja sama dengan berbagai kalangan, baik partikelir maupun pemerintah, baik buat keperluan konsultasi maupun distribusi hasil perikanan, & lain sebagainya.

Kompleksitas masalah pada bidang kelautan & perikanan memerlukan koordinasi dan sinkronisasi lintas sektoral. Penyuluh yg kompeten menggunakan keahlian yang handal menjadi penggerak pembaharuan & mitra sejajar bagi pelaku utama sangat dibutuhkan. Peran penyuluh hendaknya nir semata buat mengejar pertumbuhan (produksi), tetapi yg lebih diprioritaskan merupakan aspek penyadaran pelaku primer, pengembangan kapasitas & motivasi pelaku utama buat mewujudkan tata kehidupan yang lebih bermartabat melalui penerapan bisnis perikanan yang berkelanjutan. Pemahaman keberlanjutan pengelolaan usaha perikanan mencakup dimensi sosial, ekonomi, lingkungan, dan pengembangan teknologi yg sempurna secara berkelanjutan.

PENUTUP

Profesional mempunyai makna herbi profesi dan memerlukan akal budi khusus buat menjalankannya, sedangkan profesionalisme bermakna mutu, kualitas, dan tindak tanduk yg merupakan ciri suatu profesi atau orang yg profesional. Sehingga seorang Penyuluh Perikanan profesional haruslah menjadi ahli penyuluhan dan spesialisasi di bidang perikanan.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir & Pulau-Pulau Kecil.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo. UU Nomor 41 Tahun 2009 mengenai Perikanan.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan & Kehutanan.

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/19/M.PAN/10/2008 mengenai Jabatan Fungsional Penyuluh Perikanan & Angka Kreditnya.

PEMBESARAN IKAN KAKAP DI KARAMBA JARING APUNG

SUMBER:

DUB-DJPB, 2014. Leaflet Pembesaran Ikan Kakap di Karamba Jaring Apung (KJA) di dowload dari website Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya pada laman http://www.djpb.kkp.go.id/download/Kakap%20KJA.pdf

#Tag : Kakap

PEMBESARAN IKAN KERAPU MACAN DI KARAMBA JARING APUNG (KJA)

SUMBER:

DUB-DJPB, 2014. Leaflet Pembesaran Ikan Kerapu Macan di Karamba Jaring Apung (KJA) di download dari website Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya pada laman http://www.djpb.kkp.go.id/download/leaflet%20Ikan%20kerapu%20macan.pdf

#Tag : Kerapu