Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

TEKNIK PEMBENIHAN KEPITING BAKAU

Tehnik Pembenihan kepiting bakau telah berhasil pada coba kan dalam tahun 1992 -1994 pada Balai Budidaya Air Payau Jepara & pada Balai Besar Budidaya Pantai, Gondol, Bali. Namun demikian hingga kini tehnologi pembenihan komoditi yg sebenarnya menerima pasaran relatif besar & menjanjikan pada luar negeri ini, masih belum menerima tanggapan menurut para pengusaha swasta, sebagai akibatnya belum dikembangkan.

Kendala yang dihadapi pada ketika itu , telah diidentifikasi dan masih perlu buat dilakukan penelitian lebih lanjut.

Kendala termaksud merupakan a.L . Derajat kehidupan (sintasan) larva menjadi megalopa masih rendah yaitu 3-lima % walaupun derajat penetasan telurnya tinggi, sedangkan seekor induk kepiting yg beratnya 100 gram dapat menghasilkan telur 1-1,5 juta buah. Penyebab dari mortalitas yang besar ini ditimbulkan a.L. Sang sifat kanibalisme (memakan sesamanya) . Sebenarnya sintasan yang rendah ini biasa terjadi pada pemeliharaan larva fauna- fauna air seperti udang windu, udang galah, vannamei, ikan kerapu , ikan kakap , dsb. Tetapi demikian selesainya berjalan beberapa waktu , ternyata hambatan tehnis itu dapat diatasi , karena faktor manusia yaitu para pelaksana/tehnisi sudah semakin terampil & menguasai keadaan.

TEMPAT DAN WADAH PEMELIHARAAN

1. Lokasi

Panti Pembenihan Kepiting Bakau harus berlokasi pada dekat pantai karena memerlukan air sebagai media kehidupan larva adalah air payau menggunakan kadar garam 25-35 ppt.; pH 7,5 ? 8,5. Perlu adanya asal air tawar yg jernih dan kuntitasnya mencukupi.Kegunaan air tawar ini untuk memcuci bak & peralatan, buat keperluan para pekerja sehari-hari .Dan buat mengencerkan kadar garam dalam air media pemeliharaan itu sendiri apabila dibutuhkan.

Persyaratan lain seperti, bebas pencemaran , mudah dijangkau sang akses komunikasi (jalan ) dan fasilitas yang gampang dan murah (listrik, tenaga kerja).

Memungkinkan buat berproduksi sepanjang tahun ( minimal 8 bulan/tahun) .Bebas bala alam dan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Daerah, sehingga nir tumpang tindih dengan peruntukan pembangunan lainnya. Bebas berdasarkan gangguan keamanan dalam umumnya Persyaratan tsb adalah lazim dibutuhkan sang sesuatu Panti Pembenihan aneka macam komoditas akuatik maupun bukan .

Dua. Prasarana, Tatak Letak & Desain bangunan

Panti Pembenihan Kepiting Bakau memerlukan prasarana yang generik pada panti panti pembenihan udang terang sbb.:

a. Fasilitas pengadaaan air laut dan air tawar : berupa bangunan dan bak-bak untuk penyaringan air dilengkapi dengan system filter, system airasi.

b. Fasilitas bak-bak dibuat dari beton dan/atau fiber glass sesuai dengan kapasitasnya, untuk keperluan pemeliharaan calon induk, pematangan gonad, perkawinan; bak-bak penetasan telur (untuk induk yang mengerami), bak pemeliharaan larva ,megalopa dan crablets), bak kultur fitoplankton, zooplankton dan penetasan Artemia.

c. Bangunan pendukung : Bangsal tempat panen dan packing, laboratorium pemeriksaan kualitas air dan penyakit, persiapan pakan tambahan, gudang penyimpanan bahan kimia, obat-obat, dsb.

d. Bangunan pelengkap : kantor manajemen dan administrasi, asrama tehnisi, dapur, garasi, ruang pengepakan hasil, dsb.

e. Peralatan penting : seperti pompa- pompa penyedot/ celup untuk air laut dan air tawar, sesuai dengan kebutuhan, blower, unit mesin pembangkit listrik (Gen set), refrigerator, kendaraan roda-4 dan roda-2. telepon , computer, dsb.

Tata Letak & desain bangunan

Tata letak & desain bangunan diatur buat memudahkan & efisiensi pekerjaan. Bak-2 pemeliharaan wajib dalam ruangan (indoor), memungkinkan pengaturan cahaya (surya atau listrik) dari kebutuhan, dilengkapi menggunakan fasilitas desinfeksi/ pencucian, karantina, dsb.

Panti Pembenihan buat Kepiting bakau ini dapat memakai Panti pembenihan yg umumnya buat pembenihan udang windu atau vannamei.

PEMATANGAN GONAD INDUK KEPITING BAKAU

1. Calon Induk

Kegiatan tehnik Pembenihan dimulai berdasarkan perolehan calon induk kepiting. Calon induk kepiting dapat diperoleh dari alam yaitu output penangkapan pada tambak-tambak atau perairan hutan bakau di sepanjang pantai. Dapat jua calon induk pada bisa berdasarkan penangkapan nelayan pada laut. Kepiting yg dijadikan calon induk untuk pembenihan wajib diseleksi yang sudah dewasa yaitu yang berukuran karapasnya lebar tidak kurang dari 10 centimeter dan berat tidak kurang menurut 100 gram buat yang betina; yang jantan berat minimum 120 gr dan panjang karapas 12 centimeter atau lebih. Ini ditimbulkan lantaran kepiting jantan tumbuh lebih cepat walaupun umurnya sama menggunakan yg betina.

Kepiting betina, abdomennya berbentuk segitiga yang lebar melipat dibawah (ventral) menurut dadanya. Yang jantan abdomen berbentuk segitiga yg sempit, jua melipat di bagian ventral dada. Betina yang tertangkap pada laut kebanyakan yang sudah dewasa dan menjelang perkawinan. Kesehatan calon induk harus diperhatikan yaitu dipilih yang kulitnya bersih nir terdapat organisme penempel (fouling) . Anggota tubuh (kaki jalan, kaki renang, dll) lengkap & nir stigma. Kelengkapan anggota tubuh ini krusial dan berperan dalam keberhasilan pemijahan dan penetasan telurnya.

Agar produksi benihnya rupawan & telurnya poly, kepiting betina dipilih yg berat badannya 200 gram atau lebih , panjang karapas 8 cm dan lebar karapas 11-12 cm. CaLon induk jantan berat 300 gram , panjang dan lebar karapas 8 & 11 cm. Perbedaan berukuran jantan dan betina ini ditimbulkan kepiting jantan lebih cepat tumbuh disbanding yang betina.

Dalam proses pematangan gonad , calon induk kepiting dipelihara didalam bak menggunakan kepadatan lima ekor/M2 , dengan perbandingan jantan : betina 2 : tiga.

Calon induk sebelum dimasukkan kedalam bak pemeliharaan induk perlu pada adabtasi lebih dahulu didalam bak penampungan selama 3 hari. Adaptasi ini perlu buat penyegaran syarat calon induk lantaran pengangkutan. Kepiting yg pada umumnya dilakukan menggunakan system kering (lembab) . Metoda penagangkutan kepiting hidup menggunakan system kering ini dimungkinkan bila jarak angkut cukup dekat : 1-3 jam bepergian.

2. Pematangan gonad

Kepiting betina agak sukar mencapai kematangan gonad terutama diluar ekspresi dominan pemijahan alami. Untuk mempercepat kematangan gonad, dilakukan tehnik ablasi tangkai mata seperti dilakukan terhadap induk udang. (Mardjono dkk., 1992) .

Prinsip ablasi mata ialah dengan memanfaatkan system hormonal yang terjadi pada binatang kelas Krustasea pada umumnya, yang diungkapkan oleh Adiyodi dan Adiyodi, 1970 dalam Nurjana dkk. 1985; Mardjono dkk.1992).

Teori ini menyebutkan bahwa pada tangkai mata Dekapoda kelas Crustacea, terdapat kelenjar yang menghambat pematangan gonad yang dianggap organ X. . Adanya rangsangan dari luar yang diterima oleh susunan syaraf pusat , memerintahkan organ X buat mengeluarkan hormone yang diklaim ?Gonade Inhibiting Hormone ? (GIH) . GIH sebelum dilepas kedalam sirkulasi tubuh , pada tampung lebih dahulu didalam Sinus Gland yg pula terletak dalam tangkai mata . Fungsi dari GIH secara pribadi merusak perkembangan kelenjar hormone sex jantan (androgenic hormone) atau Ovarium dalam hewan betina ; sebagai akibatnya sperma dalam jantan dan /atau sel telur dalam betina terhambat perkembangannya. Dapat jua GIH mempengaruhi perkembangan gonada secara nir pribadi yakni dengan merusak aktifitas Y-organ. Y-organ merupakan kelenjar yg terletak dalam pusat syaraf pada kepala & juga pada thorax ; Y ?Organ menghasilkan hormone GSH (Gonade Stimulating Hormone) yg kegunaannya mendorong perkembangan gonad yaitu merangsang pembentukan sperma dalam individu jantan & pembentukan sel telur dalam individu betina.

Dengan demikian apabila X Organ dihilangkan dengan cara pemotongan tangkai mata maka GIH tidak terbentuk, berarti nir ada yg menghambat perkembangan telur dan sperma, berarti telur & sperma akan cepat terbentuk .

Akibat lain yg terjadi merupakan Y organ bebas menghasilkan GSH sehingga ada rangsangan buat pematangan gonad menjadi bertenaga atau dipercepat. .

Fungsi lain menurut Y organ adalah berperan dalam tingkah laris birahi , mengendalikan proses penyerapan air, proses ganti kulit & pembentukan zat rona.

Ablasi (pembuangan) tangkai mata (tentu termasuk pula menghilangkan bola mata) hanya pada individu betina , lantaran individu jantan organ sex-nya gampang bisa berkembang cepat & paripurna secara alamiah , walaupun dipelihara didalam bak.

Uji coba sudah dilakukan di Balai Budidaya Air Payau Jepara (Mardjono dkk.1992) menyampaikan bahwa walaupun kepiting betina dapat matang gonad pada tambak tetapi laju perkembangan gonadnya lambat bila dipelihara di pada bak. Apabila dilakukan ablasi mata, maka individu betina tadi lebih cepat mengalami pematangan gonad disusul dengan proses perkawinan dan kehamilan (pengeraman telur) , walaupun diluar musim kawin yg alamiah.

Musim pematangan gonad & perkawinan kepiting bakau terjadi pada demam isu hujan ialah pada bulan November sampai Februari . Selain bulan-bulan tsb. Kepiting dapat matang gonad jika di ablasi mata. Tetapi demikian diketahui pula bahwa kepiting bisa bertelur pada banyak sekali bulan sepanjang tahun dibeberapa daerah, bilamana kondisi alam cukup menimbulkan perangsang.

Metoda ablasi mata dalam kepiting sama menggunakan yg diterapkan dalam udang windu yaitu memotong keliru satu tangkai mata (unilateral ablation) dalam betina saja.

Ablasi baik dilaksanakan siang juga malam hari , namun menggunakan syarat waktu kepiting betina tidak sedang ganti kulit , melainkan wajib sedang berkulit keras; juga supaya dipilih kepiting betina yg sehat, & tida bercacat pada anggota tubuhnya. Apabila berkulit lunak , luka karena ablasi akan menyebabkan munculnya banyak cairan tubuh sehingga kepiting bisa mangkat ; sedangkan kecacatan & nir lengkapnya anggota badan akan berakibat terganggunya proses perkawinan, kehamilan & penetasan telur, sehingga jumlah larva akan sedikit yang menetas.

C. Bak Pemeliharaan

Agar memperoleh output yang baik pada prose pematangan gonad induk kepiting diharapkan bak konstruksi semen ukuran tiga x 4 x 1 m (12 m3). Bentuk bak dapat dibentuk persegi ataupun lonjong, dilengkapi dengan saluran pemasukan & pembuangan air berbentuk pipa goyang yang gampang dioperasikan buat mengatur ketinggian air juga buat pengeringan.

Sebaiknya disediakan minimal dua buah bak buat pematangan gonad , bak2 itu terletak berdekatan agar memudahkan dalam pengoperasian , karena kepiting yg telah matang gonad perlu segera diseleksi & dipindahkan kedalam bak terpisah.

Intensitas cahaya yg tentang bak-bak itu wajib diperlemah menggunakan cara menaruh tutup menurut bahan yang masih bisa ditembus sinar surya tetapi intensitasnya kurang. Juga atap berfungsi supaya bak nir kena curahan air hujan secara langsung.

Bak pemetangan induk itu wajib diberi dasar lapisan lumpur campur pasir setebal 15 ? 20 centimeter, menggunakan ketinggian air 30-80 centimeter. Dasar bak juga diberi loka berlindung (shelter) dari rabat-potongan pipa paralon berdiameter tiga-4 inci lantaran kepiting dihabitat aslinya suka bersembunyi didalam lubang-lubang.

Bak perlu dilengkapi menggunakan aerasi , 1 batu aerasi setiap 2 m2. Aerasi dipasang setinggi 5 cm diatas lapisan lumpur dasar, agar lumpur tidak teraduk sang proses airasi itu. Kadar oksigen pada air diupayakan 6-7 ppm. Batu-batu airasi perlu dibersihkan secara periodic buat menjaga kestabilan gelembung udara.

PEMELIHARAAN INDUK

1. Media pemeliharaan

Air media pemeliharaan dengan kadar garam 30-32 ppt yang sebelumnya disaring lebih dahulu menggunakan saringan pasir (sand filter) sebagaimana lazimnya dalam hatchery buat udang. PH air berkisar 7,5 -8,5 . DO lima-7 ppt.

Dasar bak pemeliharaan induk kepiting perlu diberikan lapisan lumpur yang sebelumnya telah pada bersihkan dan disterilkan dengan cara pada rebus hingga mendidih , lalu didinginkan. Percobaan yang sudah dilakukan mengambarkan bahwa, induk kepiting yang dipelihara pada bak yang tanpa substrat berupa dasar lumpur, output perkembangan telurnya kurang baik, sedikit & daya tetas kurang. (Rusdi dkk.,1998).

2. Pakan

Pakan buat calon induk dan induk kepiting merupakan cacahan daging ikan, cumi-cumi yang masih segar. Pengalaman pada BBAP Jepara memberitahuakn bahwa cumi-cumi wajib diutamakan, lantaran baik buat merangsang perkembangan gonad bagi binatang krustasea : udang ,kepiting. (Mardjono dkk,1992). Banyaknya pakan lima-10% berat biomassa perhari. Pakan sejumlah itu diberikan 2 kali per-hari , jam 8.00 pagi & jam 17. 00 sore. Sebelum pakan diberikan, dasar bak dibersihkan dengan cara menyipon buat menyedot pakan yang ang masih tersisa. Jika pakan yg tersisa poly, maka pemberian pakan berikutnya harus dikurangi. Sebaliknya apabila pakan tidak bersisa , pakan yg diberikan harus ditambah.

Pembersihan bak hanya dilakukan dalam pagi hari saja, kecuali jika terjadi hal yg tidak baik, contohnya ada tanda-tanda pembusukan menggunakan terlihatnya banyak busa dipermukaan air, atau air berbau busuk.

Selain pakan alami berupa daging ikan & cumi-cumi mentah segar, jua diberi pakan buatan berupa pelet kemarau yang biasa diberikan untuk induk udang windu. Pakan pellet spesifik buat induk udang itu mengandung nutrisi jang baik sebagai pelengkap ,menggunakan kandungan protein dan lemak esensial, vitamin dan mineral . Diberikannya cukup 2-tiga kali per-minggu, menggunakan takaran dua % berat biomassa

3. Ablasi mata

Ablasi mata dilakukan sehabis calon induk dipelihara 3-5 hari didalam bak, sesudah induk-induk itu terlihat sehat , gesit dan nafsu makannya baik.

Calon induk betina yg hendak di ablasi dipilih yang berkulit keras & sehat. Pelaksana ablasi kepiting wajib dilakukan sang tehnisi yg terampil memegang kepiting agar nir meronta. Pemotongan mata berikut tangkainya dilakukan menggunakan gunting yang tajam & dipanaskan lebih dahulu , sehingga luka bekas terpotong segera kering & tidak mengeluarkan banyak cairan.

Selesai ablasi uni-lateral (sat mata), kepiting direndam pada pada ember berisi larutan PK lima ppm selama 15 menit, buat mencegah infeksi. Setelah itu kepiting dipindahkan kedalam bak pemeliharaan yg telah dipersiapkan sebelumnya, dimana kepiting betina pasca ablasi itu di pelihara beserta menggunakan kepiting jantan, dengan perbandingan jantan : betina dua:tiga. Tiga-lima hari pasca ablasi umumnya sudah ada betina yang siap buat perkawinan.

4. Proses Perkawinan

Kepiting Bakau melakukan perkawinan di perairan estuaria (Arriola,1940 dalam Mardjono dkk. 1994). Perkawinan terjadi biasanya saat suhu air naik. Menjelang perkawinannya, kepiting betina mengeluarkan cairan kimiawi perangsang yaitu pheromone kedalam air yang akan menarik perhatian kepiting jantan. Selanjutnya kepiting jantan yang berhasil menemui kepiting betina sumber pheromone itu, lalu naik ke atas karapas kepiting betina yang sedang dalam kondisi pra lepas cangkang (premolt). Kepiting jantan tsb. membantu proses ganti kulit kepiting betina tsb. Selama kepiting betina mengalami proses ganti kulit, kepiting jantan akan melindungi nya selama kurang lebih 2-4 hari sampai cangkang terlepas dari tubuh kepiting betina . Kondisi seperti itu disebut “doubler formation” atau “ premating embrace”.

Setelah cangkang terlepas dari tubuh kepiting betina, tubuh betina dibalikkan oleh yang jantan sehingga sekarang pada posisi berhadapan untuk terjadinya kopulasi. Semetara itu cangkang betina masih dalam keadaan lunak. “Spermatofora” dari kepiting jantan akan disimpan didalam “spermateka” kepiting betina. Menurut Fielder dan Heasman,1978 dalam Mardjono dkk., 1991). Perkawinan kepiting ini dapat terjadi di waktu siang maupun malam hari.

Fielder dan Heasman (1978) menyampaikan bahwa spermatofora yg tersimpan pada kepiting betina sekali kawin mencukupi buat pembuahan dua kali peneluran sekor kepiting betina. Telur yang sudah matang gonad dalam ovarium betina akan turun ke oviduct dan dibuahi sang sperma, selanjutnya telur yang sudah dibuahi itu dimuntahkan kemudian menmpel dalam umbai- umbai (rambut-rambut dalam pleopoda) buat dierami sang induk betina itu. Sekali bertelur induk kepiting dapat

mengeluarkan 1-8 juta butir telur , tergantung menurut berat badan induk betina. , namun umumnya yang berhasil melekat pada umbai-umbai hanya 1/3 nya.

5. Perkembangan Telur Dalam Ovarium

Pada kepiting bakau, telur berkembang menuju pematangan buat siap dibuahi, sesudah terjadi kopulasi (perkawinan). Jantan & betina melepaskan diri , dan cangkang induk betina sebagai keras kembali.

6. Pengamatan Kematangan Telur

Mulai sepuluh hari setelah di ablasi mata dan selanjutnya pengamatan dilakukan berselang 3 hari kemudian., dilakukan pengamatan tingkat perkembangan gonad. Berbeda dengan udang, kepiting bercangkang sangat tebal sehingga pengamatan gonad hanya dapat dilakukan melalui bagian belakang karapas tempat bersambungan dengan abdomen. B again ini tampak menggembung bila telur kepiting berkembang penuh. Dan berwarna kemerahan cerah. Fielder dan heasman (1978) dalam Mardjono (1994) membuat tingkat perkembangan telur kepiting bakau menjadi 4 tingkatan , sbb. :

Tingkat I: belum matang (immature), yaitu belum ada tanda-tanda perkembangan telur pada induk betina .

Tingkat II: Sedang pada proses pematangan (maturing) perkembangan telur telah mulai terlihat penuh, berwarna kuning, namun belum tampak menonjol penuh.

Tingkat III: Matang (ripe). Telur kepiting sudah dibuah & dimuntahkan serta melekat pada umbai-umbai dibawah abdomen. Saat baru ditempelkan ,telur berwarna kuning belia. Selanjutnya embrio makin berkembang didalam telur dan warna telur berubah menjadi kelabu, coklat kehitaman , jika hamper menetas. Lama pengeraman (inkubasi) telur 14-20 hari.

Tingkat IV: Salin (spent). Seluruh telur sudah menetas. Ruang dibawah abdomen terlihat kosong.

Pada tingkat kematangan II akhir, telur dikeluarkan berdasarkan ovarium kemudian dibuahi. Selanjutnya telur yang telah dibuahi itu keluar nir membuyar kedalam air melainkan melekat dalam bulu-bulu di kaki renang (pleopoda) yg diklaim umbai-umbai dibawah abdomen mengalami masa pengeraman. Pada panti pembenihan, ketika induk mulai terlihat mengerai telur, segera dipindahkan kedalam bak pengeraman/ penetasan. Masa pengeraman telur 14 ? 20 hari.

7. Pengeraman & Penetasan

Induk yang sedang mengerami telur, mengipaskan kaki renangnya secara teratur , sehingga telur-telur itu memperoleh air segar yang poly mengandung oksigen. Pada masa pengeraman tsb. Induk berenang-renang menggunakan kaki renangnya yg terus=menerus berkiprah dan sering berdiri pada kaki jalan. Sehingga telur-telur terus menerus memperoleh air segar & banyak oksigen . Hal ini krusial buat perkembangan embrio. Masa telur yang semakin tua, warnanya berubah warna sebagai kelabu kemudian coklat kehitaman.

Masa pengeraman poly dipengaruhi oleh syarat lingkungan. Pada lingkungan menggunakan kadar garam 30-33 ppt dan suhu berkisar antara 26-30 oC pengeraman bisa berlangsung baik dan perkembangan telur normal.

Induk yang pada ablasi proses pematangan telur berlangsung sedikit lebih cepat dan dihasilkan jumlah induk matang telur lebih banyak . (Mardjono dkk.,1994).

Bak buat pengeraman bisa dipakai bak berukuran dua x dua x 0,lima m , terbuat dari semen atau fiber glass. Sebagai media pemeliharaan dipakai air laut menggunakan kadar garam minimal 28 ppt suhu 28oC.

Untuk mengurangi kecerahan cahaya matahari, bak perlu ditutup dengan anyaman bambu (gedeg) atau plastic yg nir terlalu gelap. Kepadatan kepiting pada bak pengeraman 1 ekor/m2 .

Selama proses pengeraman induk tidak diberi pakan. Penggantian air dilakukan setiap hari sebanyak 75%. Aerasi dipasang 1 batu aerasi/m2 dengan tekanan aerator diatur agar nir terlalu bertenaga dan tidak terlalu lemah.

E. Penetasan Telur

Setelah telur-telur berwarna kehitaman, proses penetasan akan segera berlangsung. Penetasan biasanya berlangsung pada pagi hari. Larva yang baru menetas disebut pre-zoea yang sekitar 30 menit kemudian akan bermetamorfosa menjadi Zoea-1.

Pada masa penetasan ini pre-zoea disebarkan kedalam air secara terus menrus selama tiga ? 5 jam. Seekor induk kepiting menggunakan berat 100 gr (lebar karapas 11 cm) dapat menghasilkan telur sebanyak 1 ? 1,lima juta butir. Pada proses penetasan itu, kaki dayungnya dikipas-kipaskan dan kaki-kaki jalan induk pada garuk-garukkan kepada umbai-umbai segingga telur tanggal secara sedikit demi sedikit. Disinilah fungsi kai-kaki jalan sehingga kelengkapan anggota badan induk sangat berperan pada kesempurnaan proses reproduksi sajak perkawinan hingga penetasan telurnya. Akhirnya hanya sebagian mini dari telur yang akhirnya rontok gagal menetas.

Induk kepiting yang telah melepaskan larva yg baru menetas itu, segera dipindahkan kedalam bak pemeliharaan induk dan dirawat guna memulihkan kondisi induk . Masa pemulihan ini akan berlangsung selama 4 ? 7 hari . Sehabis itu induk dikembalikan kedalam bak perkawinan bersama kepiting jantan.

F. Pemeliharaan Larva

1. Bak Pemeliharaan Larva

Bak buat pemeliharaan larva kepiting bisa berbentuk bulat, oval ataupun segi empat.

Ataupun bentuk-bentuk lain. Pada dasarnya bak yang biasa buat memlihara larva udang dapat juga buat memelihara larva kepiting. Yang terpenting artinya bahwa bak tidak boleh memiliki sudut tajam sehingga merupakan ?Sudut mati ?Dimana akan terkumpul kotoran disitu. Bahkan larva itu sendiri akan terjebak dalam sudut itu.

Dasr bak harus pada disain supaya cukup miring supaaya bisa dengan tuntas dikeringkan. Pembuangan air berupa ?Pipa goyang ? Atau ?System sifon? Agar pembuangan air gampang dan tuntas.

Volume bak sebaiknya nir terlalu besar , cukup lima ? 10 m3 dengan kedalaman bak 1 m.Sehingga diisi air menggunakan kedalaman maksimum 80 centimeter. Ukuran ini akan memudahkan pada pengelolaan , seperti penggantian air; sedangkan larva yg dipelihara sebaiknya bisa terdiri dari larva yg seumur (hari menetasnya bersamaan ) walaupun berdasarkan induk yang tidak selaras. Hal ini krusial buat mengurangi kemungkinan perbedaan laju pertumbuhan sebagai akibatnya akan cenderung kanibal.

2. Media Pemeliharaan

Media pemeliharaan larva dipakai air yg diambil langsung dari laut yang jernih, yang disaring dengan saringan pasir, disusul dengan penyinaran sinar ultra violet atau perlakuan dengan klorine 50 ppm buat sterilisasi berdasarkan bacteria & lain lain organisme renik yang mungkindapat menyebabkan pengakit pada larva kepiting.

Salinitas 30-33 ppt, pH 7,5 ? 8,lima. Kadar oksigen terlarut wajib diupayakan stabil antara 6-7 ppm, dengan memasang aerasi. Jumlah batu aerasi 1 per-m2

menggunakan jarah antar batu aerasi 0,lima m, yg digantung menggunakan bantuan tali menciptakan segi empat dimana setiap sudutnya digantungkan batu aerasi, sebagaimana lazimnya dalam bak pemeliharaan larva udang. Kekuatan aerasi diatur supaya tidak terlalu bertenaga & nir terlalu lemah. Fungsi menurut aerasi itu selain buat menambah kelarutan oksigen dalam air, juga buat menggerakkan pakan larva supaya selalu pada kondisi melayang diair supaya nir gampang tenggelam didasar.

Tiga. Penebaran

Larva yg baru menetas , diperoleh berdasarkan bak penetasan dinama induk yg mengeram di pelihara secara terpisah. Setelah pre-zoea berubah menjadi zoea -1 , saatnya buat dipindahkan ke bak pemeliharaan larva.

Pemindahan larva dilakukan pada pagi atau sore hari. Lrva dikumpulkan dengan menggunakan gayung atau ?Cimplung? Supaya larva terambil bersama massa airnya. Selanjutnya ditampung pada pada ember sambil diaerasi lambat. Bila telah terkumpul dalam jumlah relatif poly, larva pada pindah dalam waskom , lalu diapungkan dipermukaan air bak larva buat 30 mnt lamanya , sambil sedikit-sedikit air menurut bak yg akan ditebari itu dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam waskom agar teraklimatisasi. Akhirnya waskom dimiringkan sehingga larva dapat keluar sendiri menyebar kedalam air bak pemeliharaan larva itu.

Kepadatan larva didalam bak pemeliharaan 75-100 ekor /liter. Jadi satu bak larva yg volume airnya 4000 liter (4 m3) dapat ditebari 400 000 ekor Zoea-1 Larva sejumlah itu berasal menurut seekor induk kepiting saja. Bahkan dari seekor induk , larvanya bisa ditebar kedalam bak yg volume airnya 8 m3.

Larva kepiting sangat bersifat kanibal. Karena itu kepadatan sangat mempengaruhi tingkat sintasannya, apalagi bila pakan nya tidak mencukupi. Pakan yang kurang mengakibatkan perkembangan larva tidak sehat, sehingga poly tewas , selain kanibalisme. Sewbvaliknya apabila pakan berlebihan, akan mengakibatkan mutu air memburuk, mengakibatkan banyak kematian pula pada larva.

4. Pengelolaan Pakan

Di alam larva kepiting memakan banyak sekali organisme renik plankton seperti Diatomae, larva-larva menurut Echinodermata, moluska & cacing, dsb. Didalam bak pemeliharaan , pakan yg diberikan pula wajib diadaptasi dengan sifat alami menurut larva itu.

4.1. Pakan Alami

Dalam pemeliharaan larva kepiting diberi pakan berupa pakan alami menurut banyak sekali organisme plankton hewani (zooplankton) dan fitoplankton yang ukurannya sinkron menggunakan stadia Zoea.

Pakan untuk Zoea – 1 sampai Zoea-3. berupa zooplankton Brachionus sp dan fitoplankton jenis Chaetoceros sp. yang dihasilkan dari kultur di laboratorium.

Pakan untuk Zoea- 4 dan Zoea -5 dan Megalopa berupa nauplii Artemia yang ditetaskan dari kista Artemia dan fitoplankton Chaetoceros sp. dan ditembah Tetraselmis sp.. Kegunaan dari fitoplankton itu walaupun mungkin secara langsung tidak dimakan oleh larva kepiting, tetapi berguna sebagai penyeimbang lingkungan dalam air karena fitoplankton itu dalam proses fotosintesisnya dapat menyerap zat-zat hara yang beracun bagi larva kepiting yang dipelihara.

Dosis Brachionus , Chaetoceros yang diberikan kira-kira 10 liter ( satu ember) kultur yang sudah disaring sehingga padat buat bak volume 1 M3. Demikian juga Tetraselmis sp. Juga sebanyak 10 liter kultur yg telah disaring.

Sedangkan buat Zoea-4, Zoea-lima & Megalopa dosis nauplii Artemia diperkirakan 2 gram kista ditetaskan buat diberikan pada setiap 100 000 larva kepiting. Jadi apabila kita memelihara seluruhnya lima juta larva kepiting , maka setiap hari perlu di tetaskan kista artemia sebesar 10 gram.

Tetasan nauplii artemia tsb. Diberikan pada pagi hari, sesudah dilakukan pencucian bak dengan sipon dan air bak dig anti 1/3 volume menggunakan air yg segar.

4.2. Pakan Buatan

Dalam pemeliharaan larva kepiting selain pakan alami pula diberi pakan buatan. Pakan buatan mengacu pada jenis pakan yg diberikan pada larva udang windu. Tujuan pemberian pakan protesis ini buat melengkapi zat nutrisi yg kemungkinan tidak terdapat dalam pakan alami.

Larva kepiting mulai stadium Zoea -1 sudah bisa memakan pakan buatan . Banyaknya ransum & ukuran jenis pakan protesis yang diberikan dirubah sinkron menggunakan tingkat perkembangan larva.

Larva stadium Z-1 dan Z-2 diberi pakan sebesar 0,5 ppm. Artinya kedalam bak pemeliharaan larva yang volume airnya 1 M3 (1000 liter) diberi pakan berupa butir-butir mikropelet sebanyak 0,5 gram . Apabila volume air lima M3 maka banyaknya pakan 5 x 0,lima gr. = dua,5 gr.Per-M3 volume air bak.

Untuk stadium Zoea-3, takaran pakan 0,6 ppm ; atau sebesar 0,6 gram per-M3 air bak.

Untuk stadium Zoea-4 , dosis pakan 0,65 ppm ; atau sebanyak 0,65 gram per-M3 air bak.

Untuk stadium Zoea-5, dosis pakan 0,75 ppm ; atau sebesar 0,75 gram per-M3 air bak.

Mulai stadium Megalopa hingga instar ( stadium Crab) ransum pakan ditingkatkan menjadi 1 ppm sekali anugerah.

Pemberian pakan buatan (mikropelet) tsb. Sehari diberi kan 6 kali , yaitu berselang ketika 4 jam. Dengan cara itu diperlukan larva dapat terus menerus menerima makanan, pakan tidak boleh berlebihan dan karena selalu ada pakan didalam air pemeliharaan, larva sebagai berkurang sifat kanibalisme-nya.

Ukuran partikel pakan jua wajib diadaptasi dengan berukuran stadium larva. Untuk stadium Zoea-1 hingga Zoea-5 berukuran pelet 50 mikron, diberbesar sedikit demi sedikit sampai 100 mikron . Selanjutnya untuk stadium Megalopa & Crab ukuran pelet lebih besar yaitu 200 mikron sampai 500 mikron.

Ukuran-berukuran besarnya mikropelet itu dapat di baca dalam kaleng wadah pakan larva yg dijual.

Stadium Megalopa lebih suka tinggal didasar bak (benthic)& makan Artemia yang telah ditetaskan berumur 4-5 hari (instar 4-lima). Dosis pakan tetasan kista sebanyak tiga gr untuk 100 000 ekor Megalopa per-hari. Ukuran panjang total tubuhnya 4,1 mm. Sifatnya cenderung kanibal. Sehingga terjadi poly penyusutan jumlahnya. Untuk mengurangi kanibalisme, di pada air bak perlu diberi tempat persembunyian berupa rumbai-rumbai yg bisa dibuat berdasarkan tali rafiyah yang diikat segerombol diberi pemberat agar dapat ditegakkan didalam air. Jumlah rumbai-rumbai ini hendaknya cukup poly. Lama masa Megalopa ini 7 hari, bermetamorfosa menjadi stadium Crablet (benih kepiting).

Pada stadium Crab-1 sampai Crab-lima yaitu benih kepiting , bentuk dan organ tubuhnya sudah seperti pada kepiting dewasa.Panjang karapas dua mm hingga 3 mm; berat badannya lima ? 9 mg. Pada stadia Crab anakan kepiting makan berdasarkan dasar bak Pakan yg diberikan berupa daging ikan , cumi-cumi yg masih segar dan dibersihkan, lalu dicacah . Dosis pakan perhari diperkirakan sebanyak 50-100 gram untuk 100 000 ekor benih Crab-1 sampai Crab-lima. Pemberiannya pakan secara pada onggokkan pada 4-5 titik. Sementara diberi pakan itu , aerator tidak boleh. Kemudian harus diamati apakah pakan yg diberikan itu segera habis dalam saat 10 mnt. Bila cepat habis, maka selang tiga - 4 jam , perlu diberi lagi cacahan pakan yg sama. Demikian dalam sehari pemberian pakan buat stadium Crab sebesar 6 kali. Jika Crab terlihat sangat rakus atau nafsu makan cantik, maka dosis pakan harus dinaikkan. Sebaliknya kalau nafsu makan kurang, atau lambat memakannya, maka dalam anugerah berikutnya dosis pakan dikurangi.

Pengamatan & pengaturan takaran pakan itu krusial , buat mencegah terjadinya kanibalisme, apabila benih crab itu kelaparan & pakannya kurang. Sebaliknya jika pakan terlalu banyak bersisa, mengakibatkan kualitas air menurun

lantaran pembusukan sisa pakan itu. Hal ini akan mengakibatkan poly kematian pada benih kepiting.

Penelitian telah dilakukan pada pertumbuhan benih stadia Crab dimana dalam umur 50 hari (terhitung sejak Zoea-1) berat badannya mendekati 500 mg panjang karapas mendekati 10 mm ( 1 cm). Ini ukuran yang diperkirakan sudah relatif bertenaga buat pada jual menjadi benih untuk di deder pada tempat yg lebih luas di luar ruangan. Misalnya didalam hapa yg dipasang ditambak yang subur dengan pakan alaminya. Tetapi tentu saja wajib selalu dilindungi terhadap hama pemangsa karena itu masih pada pelihara didalam hapa.

G. Pengelolaan Kualitas Air

Kualitas air tempat larva kepiting dipelihara , merupakan faktor penting yg wajib dijaga agar tetap pada syarat optimum dan stabil. Dalam Panti Pembenihan, umumnya dilakukan pergantian air bak larva sebesar 20-40% menurut volume bak setiap dua hari.

Penggantian air dilakukan dengan lebih dahulu menyedot air dari dasar bak menggunakan sipon yaitu slang berdiameter 2 -3 inci yang diberi tutup ujungnya dengan kain kelambu yang lubangnya tidak terlalu mini , memungkinkan kotoran yang mengendap didasar bak tersedot. Sebagian air dari dasar bak akan terbuang sebanyak 20-40% volume. Kemudian bak diisi lagi dengan air yang masih segar & salinitas 30-33ppt , suhu 28-30 oC sama menggunakan air yg usang. Sedangkan kadar Oksigen tentu bisa dipertahankan 6-7 ppm bila aerator terus menerus terpasang. Dan dijaga kebersihannya. Kotoran-kotoran dan residu-sisa pakan didalam air akan membusuk & menyerap poly O2. Karena itu kebersihan air & dasar dan dinding bak harus dijaga, dengan cara pada sipon menggunakan cermat.

Penggantian air itu dimulai dalam zoea-dua sebanyak 20% setiap dua hari sekali , sampai Zoea-3 , selanjutnya sampai Zoea lima ganti air sebesar 40%.

Pada stadium Megalopa, sebaiknya dipanen, untuk memindahkan Megalopa kedalam bak lain yang sudah dipersiapkan dalam kondisi bersih dan diberi rumbai-rumbai untuk persembunyian terhadap sesamanya. Megalopa bersifat benthic yaitu senang berada didasar bak. Ukuran besarnya panjang karapas 2,1 mm, panjang abdomen 1,87 mm, panjang tubuh total dari ujung duri rostral sampai ujung belakang abdomen 4,1mm.

Padat penebaran Megalopa 10-20 ekor/M3.Diperkirakan bisa mengurangi sifat kanibalisme.

H. Pengendalian Penyakit

Penyakit pada larva kepiting dapat terjadi dalam semua stadium . Disebabkan adanya bacteria, jamur dan Protozoa yang masih ada & berkembang didalam air bak pemeliharaan. Ini ditimbulkan sang kotoran dan residu-residu pakan.

Penelitian mengenai larva kepiting belumlah banyak dilakukan. Tetapi demikian haruslah diwaspadai kasus penyakit ini. Penyakit dapat timbul menurut hubungan antara tiga faktor yaitu faktor lingkungan,fartor eksistensi organisme penyakit dan faktor syarat inang atau organisme itu sendiri (yaitu larva yg dipelihara) yg pada syarat lemah.

Lingkungan, yg kondisinya nir stabil (kotor, kualitas air nir stabil) menyebabkan syarat larva stress, lemah, nafsu makan menurun, akibatnya gampang diserang penyakit. Penyakit itu disebabkan eksistensi organisme penyakit itu yg terdapat didalam lingkungan /bak. Keberadaan organisme penyebab penyakit itu memang terdapat dimana-mana, tetapi akan dapat merebak bila syarat airnya kotor. Jika kondisi bersih, nir banyak residu-sisa kotoran dsb. & kualitas air selalu terjaga stabilitasnya/ cocok buat kehidupan larva yg dipelihara, makanan relatif & bergizi yang sinkron dengan kebutuhan larva, maka larva jua kondisi nya akan selalu sehat, kuat, & tahan penyakit.

Itulah caranya kita mengendalikan syarat larva yang kita pelihara , agar kita upayakan selalu pada syarat sehat dan ini bisa dicapai jika kita bekerja dengan cermat, cermat, & cermat.

1. Penggunaan Obat

Banyak jenis anti biotika yaitu obat yg membasmi bacteria, jamur, protozoa, tetapi virus nir bisa dibunuh sang antibiotika karena virus tidak bisa melakukan metabolisme sendiri, melainkan sepenuhnya numpang hidup dalam organisme lain.

Jenis penyakit dalam larva kepiting , tentu juga serupa menggunakan yang menyerang larva udang yang sekarang sudah poly diketahui. Tetapi demikian fenomena menerangkan bahwa larva yg terlanjut sakit, sulit buat disembuhkan dengan obat apapun. Lantaran itu cara pencegahan wajib diutamakan, yaitu memelihara lingkungan agar stabil & optimal bagi kehidupan larva, pakan yang baik mutunya, menjaga kebersihan, dan menghindari/melindungi bak-bak pemeliharaan berdasarkan kontaminasi/penularan bibit penyakit.

Dua. Penggunaan Antibiotik

Obat anti biotika sekarang tidak boleh sang Pemerintah penggunaannya untuk perikanan, karena menyebabkan organisme penyakit menjadi resisten (nir mati oleh obat tsb.) dan adanya obat yang menyebabkan kanker pada manusia bila pemakaian jangka panjang dan obat tertentu itu mengendap pada bahan kuliner.

Untuk pencegahan penyakit pada Panti Pembenihan, diperkenankan buat pembersihan saja yaitu menggunakan obat disinfektan yg berupa bahan kimia , misalnya larutan PK dua-3 ppm, deterjen , sabun buat mencuci bak dll. , formalin 100- 200 ppm buat mematikan bakteri & pula virus.

Demikian semoga penjelasan-penjelasan pada kitab ini dapat diterapkan dan membawa keberhasilan dalam budidaya Perikanan dalam umumnya.

SUMBER:

Suyanto S.R., 2011. Budidaya Kepiting Bakau. Materi Penyuluhan Kelautan & Perikanan Nomor: 008/TAK/BPSDMKP/2011. Pusat Penyuluhan Kelautan & Perikanan BPSDMKP.

PUSTAKA:

Aldrianto,E., 1994. Aktifitas Reproduksi Kepiting Bakau. Techner no.12 Th.Dua. 1994. Hal. 46-48.

Cholik,F dan A.Hanafi. 1991. A.Review of the status of the Mud Crab (Scylla sp.). Fishery and Culture in Indonesia. The Mud Crab . A rep on Sem convened in Surat Thani,Thailand, Nov 5-8,1991.s for Mud crab culture – a Preliminary biochemical, Fisical and Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .on th Sem convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.

Gillespie,N.C. And J.H.Burke. 1991. Mud crab storage and Transport in Australian Commerce. The Mud crab. A Rep.On the Sem. Convened at Surat Thani, Thayland. Nov.Lima-8. BOBP. 1991.

How-Cheong, C., U.P.D.Gunasekera and H.P.Amandakoon. 1991. Formulation of artificial feeds for Mud crab culture ? A Preliminary biochemical, Fisical and Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .On th Sem convened at Surat Thani, Thayland. BOBP. 1991.

Ladra, D.F. And J.C.Lin. 1991. Trade and Marketing Practices of the Mud Crab in the Philippines. A Rep. On th Sem.Convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP. 1991.

Ladra,D.F. Mudcrab fattening Practices in the Philippines. The Mud Crab, A Rep on the Sem convened in Surat Thani,Thayland, Nov.Lima-8, 1991. BOBP.

Mardjono,M., Anindiastuti, Noor hamid , Iin S.Djunaidah dan W.H.Satyantini. 1994

Pedoman Pembenihan Kepiting Bakau Scylla serrata . BBAP Jepara. 1994.

Mardjono, M.,N.Hamid dan M.L.Nurdjana . 1992. Budidaya Kepiting Bakau : Lahan Usaha Baru yang Menguntungkan. Makalah Seminar sehari. Jakarta 8 Juli 1992.

Makatutu,D., I.Rusdi dan A.Parenrengi. 1998. Studi pendahuluan Pengaruh perbedaan waktu awal pemberian pakan alami rotifer, Brachionus rotendiformis terhadap sintasan Zoea kepiting bakau S.serrata Forskal. Pros.Sem Perik.Pantai, Bali. 1998. hal: 178-181.

Prinpanapung,S. 1991. Rearing of Mud Crab (Scylla serrata). The Mud Crab. A Rep.on the Sem.convened at Surat Thany, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.

Rattanachote,A. And R. Dangwatanakul. Mud Crab (Scylla serrata Forskal) fattening in Surat Thani Province. A Rep on the Sem.Convened in Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP . 1991.

Rusdi,I.,D.Makatutu dan K.M.Setiawati. 1998. Percobaan Pematangan Gonad dan Pemijahan Kepiting Bakau Scylla serrata pada berbagai jenis dan ketebalan substrat.

Pros. Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali , 6-7 Agust 1998.

Samarasinghe,R.P., D.Y.Fernando and O.S.S.C.De Silva. 1991. Pond Culture of Mud Crab in Sri Lanka. A Rep.On the Sem.Convened in Surat Thani , Thayland. . Nov 5-8 . BOBP . 1991.

Srinavasagam,S. And M.Kathirvel. 1991. A Review of Experimental Culture of the Mud crab, Scylla serrata Forskal in India. The Mud Crab. A rep. Of the Sem convened at Surat Thani, Thayland. N0v. 5-8. BOBP. 1991.

Susanto,B. , M.Marzuqi, I.Setyadi,D.Syahidah,G.N.Permana dan Haryanti . 2004. Penagmatan aspek biologi Rajungan (portunus pelagicus), dalam menunjang tehnik pembenihannya. Warta Penel. Perik Indonesia.Vol.10,No.1,2004.

Yunus. 1998. Uji Pendahuluan Produksi benih kepiting bakau (S.serrata). Pros. Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali. 1998. hal: 124-132.

#Tag : Kepiting

MEMAHAMI FAKTOR FISIK DAN KIMIA YANG MEMPENGARUHI KEANEKARAGAMAN PLANKTON

1. Suhu

Kelarutan berbagai jenis gas di air seta seluruh aktivitas biologis pada dalam akuatik sangat dipengatuhi oleh suhu. Menurut aturan Van?T Hoffs kenaikan suhu sebanyak 10?C (hanya dalam kisaran suhu yang masih ditolerir) akan meningkatkan kegiatan fisiologis (contohnya respirasi) menurut orgganisme sebesar dua-3 kali lipat. Suhu di samudera merupakan galat satu faktor yang amat krusial bagi kehidupan organisme pada samudera , lantaran suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme juga perkembangan berdasarkan organisme. Oleh karenanya nir mengherankan bila poly dijumpai beragam jenis hewan yg terdapat pada berbagai tempat pada global (Hutabarat dan Evans, 1985).

Plankton berdasarkan jenis fitoplankton hanya dapat hayati menggunakan baik di tempat-loka yang memiliki sinar matahari yang cukup. Akibatnya penyebaran fitoplankton akbar dalam lapisan permukaan laut saja. Keadaan yang demikian memungkinkan buat terjadinya proses fotosintesis. Sejak sinar matahari yang diserap sang lapisan permukaan laut, maka lapisan ini nisbi panas sampai ke kedalaman 200 m (Hutabarat dan Evans, 1985).

Menurut Soetjipta (1993) bahwa suhu yang dapat ditolerir oleh organisme pada suatu perairan bekisar antara 20-30ºC.  Suhu yang sesuai dengan fitoplankton berkisar antara 25-30ºC (Isnansetyo & Kusniastuti, 1995), sedangkan suhu untuk pertumbuhan dari zooplankton berkisar antara 15-35ºC.

2. Penetrasi Cahaya

Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini sangat penting dalam kaitannya dengan laju fotosintesis. Penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi organisme fotosintetik (fitoplankton) dan juga penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu.

3.  Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut. Konsentrasi ini biasanya sebesar 3% dari berat seluruhnya atau sering juga disebut bagian perseribu (permil) dan biasa ditulis dengan 35‰. Konsentrasi garam-garam ini jumlahnya relative sama dalam setiap contoh-contoh air laut, sekalipun mereka diambil dari tempat yang berbeda di seluruh dunia (Hutabarat dan Evans,1985).

Hampir semua organisme laut dapat hidup pada daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil, misalnya daerah estuaria adalah daerah yang mempunyai salinitas rendah karena adanya sejumlah air tawar yang masuk yang berasal dari daratan dan juga disebabkan karena adanya pasang surut di daerah ini kisaran salinitas yang normal untuk kehidupan organisme di laut adalah berkisar antara 30-35 ppm (Gosari, 2002).

Perubahan salinitas yang dapat mempengaruhi organisme terjadi di zona intertidal melalui dua cara. Yang pertama karena zona intertidal terbuka pada saat pasang surut dan kemudian digenangi air atau aliran air akibat hujan lebat, akibatnya salinitas akan turun secara drastis (Nybakken, 1992).

4. Potensial Hidrogen (pH)

pH merupakan pengukuran asam atau basa suatu larutan. Keasaman terjadi karena berlebihnya ion H+ pada suatu larutan, sedangkan alkalinitas terjadi karena berlebihnya ion OH- pada suatu larutan. Potensial hidrogen atau sifat keasaman atau basa (alkalinitas) suatu larutan sangatlah penting dalam faktor kelarutan dalam air laut terutama terhadap pengendapan mineral atau unsur-unsur dan kehidupan organisme pada suatu kondisi tertentu (Hutabarat dan Evans, 1985).

Derajat keasaman (pH) adalah nilai logaritma tentang besarnya konsentrasi ion hidrogen sehingga menunjukkan kondisi air atau tanah tersebut basa atau asam. Pada umumnya kedalaman dasar juga mencirikan nilai pH dari air laut dan substrat dasarnya sehingga dapat diketahui bahwa tingkat keasaman pada daerah yang lebih dalam akan lebih rendah dibandingkan pada daerah yang lebih dangkal (Usman, 2006).

pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar 7 – 8,5. Kondisi perairan yang bersifat asam maupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisma dan respirasi. Disamping itu pH  yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksit semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara ammonium dan ammoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH diatas netral akan meningkat konsentrasi ammoniak yang juga bersifat sangat toksit bagi organisme. pH perairan tawar berkisar dari 5-10. Setiap organisme mempunyai pH yang optimum bagi kehidupannya. Perkembangan alga Cyanophiceae akan sangat jarang dalam perairan apabila pH dibawah 5.

5. Arus

Menurut Hutabarat dan Evans (1985), arus merupakan pergerakan massa air yang disebabkan oleh adanya perbedaaan densitas atau angin. Arus dapat dibagai menjadi arus permukaan dan arus upwelling. Arus dapat disebabkan oleh angin, juga dipengaruhi oleh faktor topografi dasar laut, pulau-pulau yang ada disekitarnya, gaya coriolis dan perbedaan densitas air laut.

Arus tertuma berfungsi dalam transportasi energi panas dan substansi seperti gas maupun mineral yang terdapat dalam air. Arus juga mempengaruhi penyebaran organisme. Adanya arus pada suatu ekosistem akuatik membawa plankton (khusus fitoplankton) yang menumpuk pada suatu tempat tertentu yang dapat menyebabkan terjadiya blooming pada lokasi tertentu jika tempat tersebut kaya akan nutrisi yang menunjang pertumbuhan fitoplankton dengan faktor abiotik yang mendukung bagi perkembangan kehidupan plankton (Basmi, 1992).

6. Kekeruhan

Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan bahan-bahan yang terdapat dalam perairan. Kekeruhan air dapat disebabkan oleh lumpur, partikel tanah, serpihan tanaman, dan fitoplankton. Kekeruhan yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan organisme yang menyesuaikan diri pada air yang jernih menjadi terhambat dan dapat pula menyebabkan kematian karena mengganggu proses respirasi (Hutagalung et al., 1997).

7. Oksigen terlarut (DO).

Kandungan oksigen terlarut merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagan besar organisme air. Kelarutan oksigen dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen didalam air terdapat pada suhu 0ºC, yaitu sebesar 14,16 mg/lt O2. Konsentrasi menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Peningkatan suhu menyebabkan konsentrasi oksigen menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah meningkatkan konsentrasi terlarut (Barus,2001). Nilai DO yang berkisar diantara 5,45 – 7,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Makin rendah nilai DO maka makin tinggi tingkat pencemaran suatu ekosistem perairan tersebut.

Menurut Sachlan (1972), penyebaran plankton dalam perairan dipengaruhi oleh sifat fototaksis. Fitoplankton bersifat fototaksis positif, dan zooplankton bersifat fototaksis negatif.

8.  Kandungan  berbagai unsure nutrisi

Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan molekul yang kompleks jika tersedia bahan nutrisi yang paling penting seperti nitrat dan fosfat (Nybakken, 1992). Unsur N, P, dan S penting untuk pembentukan protein dan K berfungsi dalam metabolism karbohidrat. Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofil, sedangkan Si dan Ca merupakan bahan untuk pembentukan dinding sel atau cangkang. Disamping itu silikat (Si) lebih banyak digunakan oleh diatom dalam pembentukan dinding sel.

Nitrat dan fosfat merupakan unsur hara terpenting untuk pertumbuhan fitoplankton. Kadar nitrat dan fosfat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton masing-masing 3,9 mg/l – 15,5 mg/l dan 0,27 mg/l – 5,51 mg/l. Keberadaan nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat berasal dari industri, bahan peledak, dan pemupukan. Secara alamiah kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali dalam air tanah didaerah yang diberi pupuk yang mengandung nitrat/nitrogen.

Fosfat merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrien bagi berbagai organisme akuatik. Fosfat merupakan unsur yang penting dalam aktivitas pertukaran energi dari organisme yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (mikronutrien), sehingga fosfat berperan sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan organisme. Peningkatan konsenstrasi fosfat dalam suatu ekosistem perairan akan meningkat pertumbuhan algae dan tumbuhan air lainnya secara cepat. Peningkatan yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar oksigen terlarut, diikuti dengan timbulnya anaerob yang menghasilkan berbagai senyawa toksit misalnya methan, nitrit dan belerang.

Senyawa fosfat di perairan diengaruhi oleh limbah penduduk, industry, dan perairan. Di daerah pertanian dan persawahan fosfat berasal dari bahan pupuk yang  masuk ke dalam sungai drainase dan aliran air hujan.

SUMBER:

http//supmladong.kkp.go.id

Mulyadi A., 2014. Diktat Pengelolaan Kualitas Air sebagai bahan ajar. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Ladong, Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Aceh.

#Tag : Ekosistem

PEMBENIHAN IKAN BANDENG

Benih bandeng (nener) merupakan galat satu sarana produksi yang utama pada usaha budidaya bandeng pada tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng pada tambak dirasakan sangat lambat dibandingkan dengan bisnis budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu hambatan dalam menaikkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum bisa buat mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yg terus berkembang, oleh karenanya peranan bisnis pembenihan bandeng pada upaya buat mengatasi masalah kekurangan nener tersebut sebagai sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting pada pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediaan dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng pada hatchery wajib diarahkan buat tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan buat mengimbangi selisih antara permintaan yang terus semakin tinggi & pasok penangkapan pada alam yg diduga akan menurun.

Teknologi produksi benih di hatchery sudah tersedia & dapat diterapkan baik pada suatu Hatchery Lengkap (HL) juga Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener pada hatchery sepenggal dapat diandalkan. Karena resiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok dikembangkan di wilayah miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan kemiskinan apabila dikaitkan pada pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak, hatchery lengkap (HL) bisa diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener) yang bermutu dan sempurna trend, jumlah dan harga. Usaha pembenihan bandeng pada hatchery bisa mengarahkan aktivitas budidaya sebagai aktivitas yg mapan dan nir terlalu dipengaruhi syarat alam dan nir memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya yg utuh, kegiatan budidaya bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat mendukung aktivitas pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap asal daya benih species lain yang biasa terjadi dalam penangkapan nener pada alam juga melalui penebaran pada perairan pantai (restocking).

Disisi lain, perkembangan hatchery bandeng pada daerah pantai bisa dijadikan titik tumbuh aktivitas ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja yang menunjuk pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, tenaga yg terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga berlaku sebagai konsumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong aktivitas ekonomi warga sekitar hatchery.

PERSYARATAN LOKASI

Pemilihan loka perbenihan bandeng wajib mempertimbangkan aspek-aspek yg berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yg perlu diperhatikan pada persyaratan lokasi adalah menjadi berikut:

1)   Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.

2)   Mampu menjamin ketersediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;

-       Pergantian air minimal; 200 % per hari.

-       Suhu air, 26,5-310C.

-       PH; 6,5-8,5.

-       Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.

-       Alkalinitas 50-500ppm.

-       Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).

-       Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.

3)   Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.

4)   Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, species dominan, keberadaan predator dan kompetitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.

SARANA DAN PRASARANA

Sarana Pokok

Fasilitas utama yang dimanfaatkan secara pribadi buat aktivitas produksi merupakan bak penampungan air tawar dan air bahari, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.

a.   Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.

Bak penampungan air (reservoir) dibangun dalam ketinggian sedemikian rupa sebagai akibatnya air bisa didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak & wahana lainnya yg memerlukan air (laut, tawar higienis). Sistim pipa pemasukkan & pembuangan air perlu dibangun dalam bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan pakan alami, laboratorium kering & basah dan saran lain yang memerlukan air tawar dan air bahari serta udara (aerator). Laboratorium basah usahakan dibangun berdekatan menggunakan bangunan pemeliharaan larva & banguna kultur murni plankton dan diatur menghadap ke kultur masal plankton dan dilengkapi menggunakan sistim pemipaan air tawar, air bahari & udara.

b.   Bak Pemeliharaan Induk

Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bundar dengan kedalaman lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di luar ruangan pribadi mendapat cahaya tanpa dinding.

c.    Bak Pemeliharan Telur

Bak perawatan telur terbuat berdasarkan akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung lebih berdasarkan 2.000.000 buah telur pada kepadatan 10.000 buah per liter.

D. Bak Pemeliharaan Larva

Bak pemeliharaan larva yg berfungsi pula sebagai bak penetasan telur bisa terbuat berdasarkan serat kaca juga konstruksi beton, sebaiknya berwarna relatif gelap, berukuran (4x5x1,5) m3 menggunakan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur kandang yg sudut-sudutnya dibuat lengkung & diletakkan pada dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding pulang. Untuk mengatasi penurunan suhu air dalam malam hari, bak larva diberi penutup berupa terpal plastik buat menyangga atap plastik, bisa dipakai bentangan kayu/bambu.

e. Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.

Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan.

Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m3. Bak kultur rotifera terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton yang ditempatkan dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera dan larva sebaliknya 5:5:1.

2) Sarana Penunjang

Untuk menunjang perbenihan sarana yang dibutuhkan adalah laboratorium pakan alami, ruang pompa,air blower, ruang packing, ruang genset, bengkel, tunggangan roda 2 & roda empat serta gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional) wajib tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan & ditata buat mengklaim kemudahan dan keselamatan kerja.

a)   Laboratorium pakan alami seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah yakni 22~25 0C.

b)   Laboratorium kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi sebaiknya dibangun berdekatan dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22~25 0C serta dalam ruangan. Untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi dengan fasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan blower, ruang pendingin dan gudang.

Tiga) Sarana Pelengkap

Sarana pelengkap dalam aktivitas perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, loka tinggal staf & karyawan.

TEKNIK PEMELIHARAN

1) Persiapan Operasional.

A. Sarana yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai & bebas cemaran. Bak-bak sebelum dipakai dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen & disikat kemudian dikeringkan dua-3 hari. Pembersihan bak bisa pula dilakukan menggunakan cara membasuh bagian dalam bak kain yang dicelupkan ke pada chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine 10% pada 1 m3 air) dan didiamkan selama 1~dua jam dan dinetralisir menggunakan larutan Natrium thiosulfat menggunakan dosis 40 ppm atau desinfektan lain yaitu formalin 50 ppm. Menyiapkan sparepart misalnya pompa, genset dan blower buat mengantisipasi kerusakan pada waktu proses produksi.

B. Menyiapkan bahan makanan induk & larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yg tersedia cukup sinkron jumlah dan persyaratan mutu buat tiap tahap pembenihan.

C. Menyiapkan energi pembenihan yg terampil, disiplin & berpengalaman & bisa menguasai bidang kerjanya.

2) Pengadaan Induk.

A. Umur induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih menurut 4 kg/ekor.

B. Pengangkutan induk jeda jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, dan suhu 24~25 0C. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, dan suhu 24~25 0C.

C. Kepadatan induk selama pengangkutan lebih berdasarkan 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air pada bak kurang lebih 50 centimeter dan permukaan bak ditutup buat mereduksi penetrasi cahaya dan panas.

D. Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan dalam waktu pengangkutan atau hingga selaput mata yg tadinya keruh sebagai bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut & mematikan pasok air tawar.

3) Pemeliharaan Induk

a. Induk berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m3 dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi hingga kedalaman 2 meter.

B. Pergantian air 150 % per hari dan sisa kuliner disiphon setiap tiga hari sekali. Ukuran bak induk lebih besar berdasarkan 30 ton.

C. Pemberian pakan dengan kandungan protein lebih kurang 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 % dari bobot bio per hari diberikan dua kali per hari yaitu pagi dan masa sore.

d. Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang < 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 C.

4) Pemilihan Induk

a. Berat induk lebih menurut lima kg atau panjang antara 55~60 centimeter, bersisik bersih, cerah dan nir poly terkelupas serta sanggup berenang cepat.

B. Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan menggunakan cara membius ikan menggunakan dua phenoxyethanol takaran 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20~40 centimeter tergantung menurut panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) bisa pula dilakukan terutama buat induk jantan.

C. Diameter telur yg diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan buat menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yg mengandung telur berdiameter lebih menurut 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.

D. Induk jantan yg siap dipijahkan adalah yg mengandung sperma taraf III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat berdasarkan bagian perut kearah lubang kelamin.

Lima) Pematangan Gonad

a. Hormon berdasarkan luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan & implantasi memakai implanter spesifik. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan gonad & pemijahan bandeng LHRH ?A, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.

Cara penyuntikan pellet hormon ke ikan bandeng

? Induk bandeng diletakkan pada atas bantalan busa.

? Lendir yg melapisi bagian punggung sebelah kanan indukan dibersihkan.

? Salah satu sisik dilepas menggunakan pisau mini kemudian pisau tadi ditisukkan buat membuat lubang buat menanam pellet hormon.

? Pellet hormon dimasukkan menggunakan donasi implanter.

? Indukan kemudian dimasukkan lagi ke bak pemeliharaan.

B. Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan dalam pagi hari waktu pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a & 17 alpha methiltestoteren masing-masing menggunakan takaran 100~200 mikron per ekor (berat induk 3,5 hingga 7 kg).

6) Pemijahan Alami.

A. Ukuran bak induk 30-100 ton menggunakan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bundar dilengkapi aerasi bertenaga menggunakan ?Diffuser? Hingga dasar bak serta ditutup dengan jaring.

B. Pergantian air minimal 150 % setiap hari.

C. Kepadatan nir lebih berdasarkan satu induk per dua-4 m3 air.

D. Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.

7) Pemijahan Buatan.

A. Pemijahan protesis dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan dalam saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).

b. Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).

C. Pemijahan induk betina yg mengandung telur berdiameter lebih menurut 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma taraf 3 bisa dipercepat menggunakan penyuntikan hormon LHRH- a pada takaran lima.000 10.000IU per Kg berat tubuh.

D. Volume bak 10-20 kedalaman 1,lima-tiga,0 meter berbentuk bulat terbuat menurut serat kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari buat mencegah induk meloncat keluar tangki.

8) Penanganan Telur.

a. Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.

B. Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang relatif hingga telur padam tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi tidak boleh. Selanjutnya telur yg mengapung dipindahkan secara hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yg ideal pada bak penetasan antara 20-30 buah per liter.

C. Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam sehabis pembuahan. Dalam keadaan tadi penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati buat menghindarkan

benturan antar telur yg bisa mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini belum sanggup dilakukan.

D. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 mnt buat menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit.

9) Pemeliharaan Larva.

A. Air media pemeliharaan larva yang bebas berdasarkan pencemaran, suhu 27 31 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen lima-7 ppm diisikan kedalam bak nir kurang menurut 100 centimeter yg sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang menggunakan jarak antara 100 centimeter batu aerasi.

B. Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua sesudah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella & rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva telah berubah menjadi nener.

C. Pada hari ke nol telur-telur yg nir menetes, cangkang telur larva yg baru menetas perlu disiphon hingga hari ke 8-10 larva dipelihara dalam syarat air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara sedikit demi sedikit hingga 100% menjelang panen.

D. Masa kritis pada pemeliharaan larva umumnya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yg diberikan & kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan dalam kisaran optimal.

E. Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya ukuran panjang 12- 16 mm dan berat 0,006-0,012 gr bisa dipelihara sampai umur 25 hari waktu penampakan morfologisnya telah menyamai bandeng dewasa.

10) Pemberian Makanan Alami

a. Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.

B. Kepadatan rotifera dalam awal hadiah 5-10 ind/mililiter dan meningkat jumlahnya hingga 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 selesainya menetas.

C. Pakan buatan (artificial feed) diberikan jika jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih menurut 10 hari. Sedangkan penambahan Naupli artemia nir absolut diberikan tergantung menurut kesediaan makanan alami yg ada.

D. Perbandingan yg baik antara pakan alami & pakan protesis bagi larva bandeng 1 : 1 pada satuan jumlah partikel. Pakan buatan yg diberikan sebaiknya berukuran sinkron menggunakan bukaan verbal larva dalam tiap tingkat umur & mengandung protein lebih kurang 52%. Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang bisa digunakan menjadi pakan larva bandeng.

11) Budidaya Chlorella

Kepadatan chlorella yang dihasilkan wajib mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki pada kaitan dengan ratio volume yg dipakai & ketepatan waktu. Wadah pemeliharaan chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastik yang tembus cahaya volume 3-10 liter yang berada dalam ruangan higienis menggunakan suhu 23-25 0C, sedangkan buat skala akbar menggunkan wadah serat kaca volume 0,5-20 ton & diletakkan di luar ruangan sebagai akibatnya pribadi menggunakan kepadatan ? 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan menggunakan cara memompa, dialirkan ke tangki-tangki pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yg dipakai sebaiknya pompa benam (submersible) buat menjamin genre yang

paripurna. Pembuangan dan sebelumnya sudah disiapkan wadah penampungan

serta saringan yang bermata jaring 60-70 mikron, berukuran 40x40x50 centimeter, pada bawah

genre tersebut. Rotifer yg tertampung dalam saringan dipindahkan ke wadah lain

dan dihitung kepadatanya per milimeter.

12) Budidaya Rotifera.

Budidaya rotifera skala besar usahakan dilakukan menggunakan cara harian yaitu

sebagian hasil panen disisakan buat bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial

harvest). Sedangkan dilakukan menggunakan cara panen penuh harian (batch harvest).

Kepadatan awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih menurut 30 individu/ml & jumlahnya

diubahsuaikan menggunakan volume kultur, biasanya sepersepuluh berdasarkan volume wadah.

Wadah pemeliharaan rotifer memakai tangki serat kaca volume 1-10 ton

diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela buat mencegah kemungkinan mencemari

kultur chlorella dan sebaiknya beratap buat mengurangi intensitas cahaya mentari

yg dapat mempercepat pertumbuhan chlorella.

Keberhasilan budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau

Tetraselmis yg merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella

dan rotifer berkisar 100.000 : 1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100

individu/mililiter. Pada kasus-masalah eksklusif perkembangan populasi rotifer dapat dipacu

menggunakan penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apalagi jumlah chlorella tidak

mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada dosis 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen

rotifer dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan & sebelumnya sudah

disiapkan wadah penampungan serta jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran 40x40x50 cm, di bawah genre tersebut. Rotifer yg tertampung dalam saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya per milimeter. Pencatatan tentang perkembangan rotifer dilakukan secara teratur dan berkala serta data hasil pengamatan dicatat untuk mengetahui perkembangan populasi serta cermat dan untuk bahan pertimbangan pemeliharaan berikutnya. 5. PANEN 1) Panen dan Distribusi Telur. Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1x5,5x0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok.

Telur yang terambil dipindahkan ke pada akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30 menit & didesinfeksi menggunakan formalin 40 % pada takaran 10 ppm selama 10-15 menit sebelum diseleksi. Sortasi telur dilakukan menggunakan cara menaikkan salinitas air hingga 40 ppt & menghentikan aerasi. Telur yg baik terapung atau melayang dan yang buruk mengendap. Persentasi telur yg baik buat pemeliharaan selanjutnya wajib lebih menurut 50 %. Kalau persentasi yg baik

kurang berdasarkan 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen yg memerlukan dan masih berada pada jeda yg bisa dijangkau sebelum telur menetas ( ? 12 jam). Dua) Distribusi Telur. Pengangkutan telur bisa dilakukan secara tertutup memakai kantong plastik ukuran 40x60 cm, menggunakan ketebalan 0,05 ? 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan perbandingan volume 1:2 dan dipak pada kotak styrofoam. Makin usang transportasi dilakukan disarankan makin poly oksigen yg harus dibubuhi. Kepadatan aporisma buat lama angkut 8 ? 16 jam pada suhu air antara 20 ? 25 0C berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan permanen rendah menggunakan cara menempatkan es pada kotak pada luar kantong plastik. Pengangkutan usahakan dilakukan dalam pagi hari buat mencegah telur menetas selama transportasi. Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka usahakan dilakukan penyamaan suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar kantong sama maka telur dapat segera dicurahkan ke luar. 3) Panen dan Distribusi Nener. Pemanenen usahakan diawali dengan pengurangan volume air, pada tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat diubahsuaikan menggunakan berukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis & hemat. Serok yg dipakai untuk memanen benih wajib dibentuk menurut bahan yang halus & lunak ukuran mata jaring 0,05 mm supaya tidak melukai nener. Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yg bisa menghasilkan amoniak danmengurangi oksigen terlarut secara n yata dalam wadah pengangkutan: a) Persiapan plastik packing, dan memasukan benih ke pada plastik packing b) Memasukkan oksigen ke pada plastik packing c) Pengikatan plastik, plastik di ikat secara bertenaga agar oksigen nir keluar d) Pengemasan ke pada kotak pengemasan e) Benih siap pada distribusikan 4) Panen dan Distribusi Induk. Panen induk harus diperhatikan kondisi pasang surut air dalam syarat air surut volume air tambak dikurangi, lalu diikuti penangkapan dengan alat jaring yg disesuaikan berukuran induk, dilakukan sang energi yg terampil dan cermat. Seser / serok penangkap sebaiknya ukuran mata jaring 1 cm supaya tidak melukai induk. Pemindahan induk menurut tambak harus menggunakan kantong plastik yg kuat, diberi oksigen serta suhu air dibuat rendah agar induk tidak luka & mengurangi stress. Pengangkutan induk dapat menggunakan kantong plastik, serat gelas berukuran 2 m3, oksigen murni selama distribusi. Kepadatan induk pada wadah 10 ekor/m3 tergantung lama transportasi. Suhu rendah antara 25 ? 27 0C & salinitas rendah antara 10-15 ppt dapat mengurangi metabolisme dan tertekan akibat transportasi. Aklimatisasi induk selesainya transportasi sangat dianjurkan buat meningkatkan kecepatan syarat induk pulih kembali.

Sumber :

Tristian, 2011. Budidaya Ikan Bandeng. Materi Penyuluhan Kelautan & Perikanan Nomor: 005/TAK/BPSDMKP/2011. Pusat Penyuluhan Kelautan & Perikanan BPSDMKP.

PUSTAKA:

Ahmad, T dan M. J. R. Yakob. 1998. Budidaya Bandeng Intensif di Tambak. Prosiding Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka Penelitian Perikanan Pantai. Bali.

E. Ratnawati dan M. J. R. Yakob. 1999. Budidaya Bandeng Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.

Atmomarsono, M dan V. P. H. Nikijuluw. 2003. Pedoman Investasi Komoditas Bandeng di Indonesia. Direktorat Sistem Permodalan dan Investasi. Jakarta.

Buttner, J. K., R. W. Soderberg, dan D. E. Terlizzi. 1993. An Introduction to Water Chemistry in Freshwater Aquaculture. Northeastern Regional Aquaculture Center. University of Massachusetts Dartmouth. Massachusetts. Cholik, F., A.G. Jagatraya., R.P. Poernomo dan A. Jauzi. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara (MPN) dengan Taman Akuarium Air Tawar TMII. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Campuran Udang dan Bandeng. Direktorat Bina Produksi. Jakarta.

________________________. 1993. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Bandeng. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

________________________. 1994. Petunjuk Teknis Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Intensif yang Berkelanjutan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.

Djamin, Z. 1990. Perencanaan dan Analisa Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Cetakan Pertama Yayasan Dewi Cukaray. Bogor.

Effendi, I. 2004 . Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta. Feliatra.,

I. Effendi dan E. Suryadi. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscogatus) dalam Upaya Efisiensi Pakan Ikan. Jurnal Natur Indonesia. Universitas Riau. Pekan Baru.

Hadie, W dan J. Supriatna. 2000. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara. Jakarta. Irianto, A. 2003. Probiotik Akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Idel, A dan S. Wibowo. 1996. Budidaya Tambak Bandeng Modern. Gita Media Press. Surabaya. Ismail, A., Manadiyanto dan S. Hermawan. 1998. Kajian Usaha Bandeng Umpan dan Bandeng Konsumsi pada Tambak di Kamal Jakarta Utara. Seminar Teknologi Perikanan Pantai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Loka Penelitian Perikanan Pantai. Bali.

Kasmir dan Jakfar. 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Martosudarmo, B., E. Sudarmini dan B. S Ranoemihardjo. 1984. Biologi Bandeng (Chanos chanos Forskal). Pedoman Budidaya Tambak. Balai Budidaya Air Payau. Jepara.

Mayunar. 2002. Budidaya Bandeng Umpan Semi Intensif dengan Sistem Modular pada Berbagai Tingkat Kepadatan. Laporan Kegiatan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jepara.

Mudjiman, A. 1987. Budidaya Bandeng di Tambak. Penebar Swadaya. Jakarta. Purnamawati. 2002. Peranan Kualitas Air Terhadap Keberhasilan Budidaya Ikan di Kolam. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. ISSN No. 0852/894. Volume 8. No. 1. Jakarta.

Rangkuti, F. 2000. Business Plan Teknik Membuat Perencanaan Bisnis dan Analisa Kasus. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Schmittou, H. R. 1991. Cage Culture : A Method of Fish Production in Indonesia. Fiseries Research and Development Center.

Susanto, Heru. 2003. Membuat Kolam Ikan. 2003. Penebar Swadaya. Jakarta.

#Tag : Bandeng

MENGENAL KEPITING BAKAU

Di Indonesia dikenal ada 2 macam kepiting sebagai komoditi perikanan yang diperdagangkan/komersial ialah kepiting bakau atau kepiting lumpur; dalam perdagangan internasional dikenal sebagai “Mud Crab” dan bahasa Latinnya Scyla serrata dan ada juga kepiting laut atau rajungan yang nama internasionalnya “Swimming Crab” dengan nama Latin: Portunus pelagicus. Kedua macam kepiting tsb nilai ekonominya sama , dan keduanya diperoleh dari penangkapan dialam.

Kepiting bakau ditangkap berdasarkan perairan estuaria yaitu muara sungai , saluran & petak-petak tambak , diwilayah hutan bakau dimana hewan ini hayati & berkembangbiak secara liar. Kepiting bakau lebih suka hayati diperairan yang relative dangkal dengan dasar berlumpur, karena itu dianggap jua Kepiting Lumpur (Mud Crab).

Sedangkan rajungan , ditangkap sang nelayan dilaut dekat pantai hingga sejauh 1-2 mil menurut pantai, lantaran rajungan hayati pelagis (pada badan air laut). Namun demikian Kepiting Bakau jua dapat tertangkap pada bahari dekat pantai, lantaran kepitng bakau yg hendak kawin dan bertelur, jua berpindah pada wilayah laut dekat pantai.

Bentuk (habitus) kepiting bakau badannya yg didominasi oleh tutup punggung (karapas) yang berkulit chitin yg tebal.

Seluruh organ tubuh yang krusial tersembunyi dibawah karapas itu. Anggota badannya berpangkal pada bagian dada (cephalus) tampak mencuat keluar pada kiri dan kanan karapas, yaitu lima pasang kaki jalan.

Kaki jalan terdepan (nomer 1) berbentuk capit yg besar ; kaki jalan nomer 2,3 & 4 berujung runcing yang berfungsi buat berjalan ; kaki jalan nomer lima berbentu pipih berfungsi sebagai dayung jika beliau berenang. Pada cephalus (dada) masih ada organ2 pencernaan, organ reproduksi (gonad dalam betina & testis dalam jantan). Sedangkan bagian tubuh (abdomen) melipat rapat dibawah (ventral) menurut dada. Pada ujung abdomen itu bermuara saluran cerna (dubur).

Pada kepiting jantan , bentuk abdomen itu segitiga meruncing, terbentuk berdasarkan perpaduan beberapa ruas. Sedangkan kepiting betina bentuk abdomen seperti segitiga pula tetapi lebar, dibawahnya terdapat bulu-bulu (umbai-umbai) dimana telur-telurnya inheren saat dierami.

HABITAT DAN PENYEBARAN

Kepiting Bakau masih ada di daerah perairan pantai estuaria menggunakan kadar garam 0 hingga 35 ppt. Menyukai perairan yg berdasar lumpur & lapisan air yang tidak terlalu pada kurang lebih 10- 80 centimeter & terlindung,seperti pada wilayah hutan bakau. Di tempat asal seperti itu kepiting bakau hayati & berkembang biak.

Dilaut dekat pantai, tak jarang nelayan dapat menangkap kepiting bakau yang telah dewasa & mengandung telur. Agaknya kepiting bakau menyukai bahari menjadi loka melakukan perkawinan , namun kepiting bakau poly dijumpai berkembangbiak didaerah pertambakan dan hutan bakau yang berair tak terlalu dangkal ( lebih berdasarkan 0,lima m).

Habitat hutan bakau itulah tempat asli utama bagi kepiting untuk tumbuh & berkembang, karena memang fertile dihuni sang organisme mini yang sebagai makanan berdasarkan kepiting bakau itu. Jadi cocok menjadi ? Breeding gound? ( loka memijah) & ?Nursery ground?(loka anak-anak kepiting berkembang/tumbuh) .

Kepiting bakau mempunyai daerah penyebaran geografis yang sangat luas , yaitu pantai wilayah Indo Pasific barat, dari pantai barat Afrika Selatan, Madagaskar, India, Sri Langka, Seluruh Asia Tenggara sampai kepulauan Hawaii; Di sebelah utara : dari Jepang bagian selatan sampai pantai utara Australia. Dan di pantai barat Amerika bagian selatan. (Moosa et al., 1985 dalam Mardjono et al., 1994).

DAUR HIDUP DAN PERKEMBANGBIAKAN

Kepiting bakau artinya hewan Kelas Krustasea sama halnya dengan Udang. Badannya beruas-ruas yg tertutup oleh kulit tebal berdasarkan zat khitin. Karena itu secara periodik berganti kulit (moulting) yang memungkinkan hewan ini tumbuh pesat setelah ganti kulit . Binatang yg masih belia berganti kulit lebih seringkali dibanding menggunakan yg tua. Sehingga yang muda tumbuh lebih cepat dari dalam yg telah tua.

Mekanisme ganti kulit itu sejalan juga dengan periodisitas dari waktu perkawinannya. Bila Kepiting (jua Udang) sedang tumbuh kembang gonadnya terjadi waktu kulitnya sedang keras (intermoult) . Sedangkan menjelang perkawinan, pasti terjadi proses ganti kulit (mating moult) sebagai akibatnya kulit yang betina lunak memudahkan bagi pejantannya melakukan proses perkawinan, memasukkan sperma kedalam thelycum alat kelamin) betinanya.

Kepiting betina yang sudah kawin & memijah (melepaskan telur-telurnya), telur lalu dibuahi (fertilisasi sang sperma yg sudah disimpan saat perkawinan terjadi. Telur yang telah terfertilisasi tidak dilepaskan kedalam air melainkan segera menempel dalam rambut-rambut yang masih ada dalam umbai-umbai pada bagian bawah abdomen. Di Indonesia yg beriklim tropika telur itu ?Dierami? Selama 20 - 23 hari sampai menetas tergantung tingginya suhu air. Seekor induk betina kepiting bakau yang beratnya 100 gr (lebar karapas 11 cm) membuat telur 1 ? 1,lima juta buah. Semakin akbar /berat induk kepiting, semakin poly telur yang didapatkan.

Telur yg baru difertilisasi ( dibuahi) berwarna kuning ?Oranje . Semakin berkembang embrio pada telur, warna telur akan berubah sebagai semakin gelap yaitu kelabu akhirnya coklat kehitaman ketika hampir menetas.

Induk yg mengerami telur biasa sedikit atau nir makan sama sekali. Induk itu selalu menggerakkan kaki-kaki renangnya & sering tampak berdiri tegak dalam kaki dayungnya , supaya telur-telur menerima aliran air segar yang cukup oksigen.

Jika waktunya telur menetas, induk kepiting itu menggarukkan kaki-kaki jalan & kaki dayungnya terus menerus menggunakan cepat , buat memudahkan divestasi larva yg segera menyebar kesekelilingnya. . Disini fungsi kaki-kaki jalan itu krusial, jika jumlahnya nir lengkap atau cacat, akan mengganggu proses penetasan tsb.

Hanya sebagian mini saja telur yang tidak menetas & akhirnya rontok nir menetas. Proses penetasan telur lamanya 3-5 jam.

Telur yang baru menetas disebut stadia pre-zoea hanya dalam waktu 30 menit berubah menjadi stadia Zoea 1 . Ada 5 sub stadia Zoea yaitu Zoea-1, Zoea-2, Zoea-3, Zoea -4 dan Zoea-5. Semakin lanjut sub –stadia, terjadi penambahan organ tubuh sehingga semakin sempurna untuk pergerakan, menangkap makanan dan metabolisme tubuhnya.

Setiap sub-stadia memerlukan waktu 3-4 hari untuk berubah menjadi sub-stadia selanjutnya. Sehingga tingkat Zoea seluruhnya memerlukan waktu 18-20 hari untuk menjadi stadia selanjutnya yaitu megalopa.

Zoea-1 warna tubuh transparan, panjang tubuhnya 1,15 mm, matanya tidak bertangkai.

Zoea-1 geraknya masih lamban, makanannya fitoplankton . dan zooplankton yang lamban geraknya yaitu Brachionus plicatilis.

Zoea-2 geraknya lebih gesit sejalan menggunakan semakin berkembangnya anggota tubuh baik pada berukuran juga jumlahnya.. Panjang tubuhnya 1,50 mm . Mata bertangkai.

Makananya masih berupa fitoplankton yang ukurannya lebih besar seperti Tetraselmis chuii , Chaetoceros calcitran. Kedua jenis fitoplankton itu selain sebagai pakan untuk Brachionus juga menyerap gas hasil metabolisme (metabolit) dari larva itu sendiri. Jadi sebagai pembersih air.

Sub-stadia Zoea-tiga , ukurannya lebih besar 1,93 mm .Dapat memangsa nauplii Artemia. Beberapa organ tubuhnya tersaji dalam Seekor Zoea-tiga dapat memakan nauplii artemia sebanyak 30 ekor per-hari.

Sub-stadia Zoea-4 ,panjang tubuhnya 2,4 mm. Pada stadia ini sudah terbentuk pleopoda (kaki renang) dan pereiopoda (kaki jalan). Tampak aktif berenang karenanya lebih aktif menangkap pakannya.

Sub-stadia Zoea-5 panjang tubuhnya 3,4 mm, lebih efektif menangkap mangsanya & geraknya lebih gesit.

Stadia berikutnya ialah Megalopa . Ukuran tubuhnya semakin besar, sehingga tidak lagi diberi pakan nauplii artemia melainkan dapat memakan artemia instar-5 .

Panjang karapas dua,18 mm (termasuk duri rostral), lebar karapas 1,52 mm ; panjang abdomen 1,87 mm panjang tubuh total (termasuk duri rostral) 4,1 mm. Mempunyai pereopoda lima pasang . Abdomen terdiri 7 segmen memanjang kebelakang.

Stadia berikutnya merupakan Stadium Crab (kepiting muda). Bentuk dan anggota tubuhnya telah seperti dalam kepiting dewasa. Kebiasaannya cenderung di dasar perairan. Memakan makanan yg terdapat didasar atau yg karam. Makanan yang diberikan berupa cacahan cumi-cumi, udang kecil dsb. Tetapi pula dapat memakan nauplii artemia yang planktonis. Biasanya jua diberi pakan buatan berupa mikro pellet yang kaya nutrisi, misalnya yg biasa buat larva udang.

Pada syarat normal di Panti Pembenihan (Hatchery) , usang saat perubahan berdasarkan menetas sampai sebagai stadium Megalopa 21-23 hari. Dari Megalopa sebagai Stadium Crab-5 adalah 10-12 hari . Sehingga lama ketika pemeliharaan larva sejak telur menetas hingga sebagai benih kepiting (crab-lima) siap jual hanyalah 30 ? 35 hari.

SUMBER:

Suyanto S.R., 2011. Budidaya Kepiting Bakau. Materi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan Nomor: 008/TAK/BPSDMKP/2011. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

#Tag : Kepiting

ANALISA USAHA PEMBESARAN IKAN GURAME

Ikan Gurame merupakan ikan asli Indonesia dan termasuk ke dalam family Anabantidae. Ikan ini dipandang sebagai salah satu ikan bergengsi dan biasanya disajikan pada acara-acara yang diang-gap penting. Di Indonesia, teknologi budidaya ikan Gurame sudah dikuasai oleh masyarakat baik pada tahap pembenihan maupun pembe-sarannya. Gurame merupakan ikan yag memiliki pertumbuhan agak lambat namun harganya rela-tive meningkat setiap saat.

Ikan gurame dijual dalam keadaan hayati dan se-gar. Harga ikan gurame akan lebih tinggi jika di-jual dalam keadaan hayati. Untuk diversifikasi produk, ikan gurame dibuat dalam bentuk fillet.

ANALISA USAHA

1. Modal Tetap

Modal tetap dalam bisnis pembesaran ikan gurame mencakup :

saran ikan gurame menggunakan 2 unit kolam memerlukan mo-dal permanen awal sebesar Rp. Dua.300.000,- komponen kapital tetap disusutkan selama 3 tahun & waktu bisnis merupakan tiga tahun.

2. Modal Kerja

3. Modal Tetap & Modal Kerja

Kebutuhan dana buat budidaya gurame meliputi mo-dal permanen & kapital kerja. Dana yg diperlukan buat kapital tetap dan modal kerja awal sebanyak Rp. 64.320.000,- masing-masing buat modal tetap sebe-sar Rp. Dua.300.000,- dan biaya operasional Rp. 62.020.000,-. Modal tetap dan kapital kerja akan dipe-nuhi dari kredit jangka ketika pengembalian selama 3 tahun & taraf suku bunga 16%.

4. Proyeksi Produksi & Pendapatan

Perhitungan output diperoleh berdasarkan jumlah produksi sebe-sar Rp. 12.600,- per periode, harga jual Rp. 13.000,- diperoleh hasil Rp. 81.900.000,- per daur atau Rp. 163.800.000,- per tahun.

Lima. Proyeksi Laba Usaha

Tabel diatas menerangkan bahwa pada tahun pertama pembesaran ikan gurame sudah mampu membentuk laba sebesar Rp. 37.292.053,- menggunakan profit margin sebanyak 23.68%.

Berdasarkan perhitungan analisa kelayakan usaha diatas pembesaran gurame ini menguntungkan di-karenakan pada Discount Factor 20% per tahun net B/C ratio sebesar 1.30 (>1), PBP 2.3 tahun dan NPV sebesar Rp. 19.414.560,- (>0). Sedangkan nilai IRR 38.60% (>Discount rate) maka usaha ini masih layak dilakukan sampai pada tingkat Suku bunga sebesar 38.60% per tahun.

Sedangkan jangka saat pengembalian semua modal permanen / PBP (usaha) adalah /- dua.30 tahun (dua.Tiga tahun = lima sik-lus). Dengan demikian usaha ini layak dilaksanakan karena jangka ketika pengembalian modal tetap lebih kecil dari periode bisnis yaitu 3 tahun.

SUMBER:

DUB-DJPB, 2012. Leaflet  Analisa Usaha Pembesaran Ikan Gurame. http//dub.djpb.kkp.go.id Direktorat Usaha Budidaya, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Jakarta.

#Tag : Gurame

BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO

Budidaya lele dumbo (Clarias gariuphinus) memang agak rumit. Karena ikan ini tidak bisa memijah secara alami seperti nila dan ikan mas. Pemijahan hanya bisa dilakukan secara buatan, atau dengan istilah lain kawin suntik. Meski agak rumit, budidaya lele dumbo telah lama berhasil dikembangkan di Indonesia. Budiadaya lele dumbo dilakukan dalam beberapa tahapan.

Pematangan Gonad

Pematangan gonad lele dumbo dilakukan pada kolam tanah. Caranya, siapkan kolam berukuran 50 m2; keringkan selama dua ? 4 hari & perbaiki semua bagian kolam; isi air setinggi 50 ? 70 cm dan alirkan secara kontinyu; masukan 300 ekor induk ukuran 0,7 ? 1,0 kg; beri pakan tambahan berupa pellet spesifik lele dumbo sebesar 3 persen setiap hari. Catatan : induk jantan betina dipelihara terpisah.

Pematangan pada bak

Pematangan gonad pula sanggup dilakukan pada bak. Caranya, siapkan bak tembok ukuran panjang 6 m, lebar 4 m & tinggi 1 m; keringkan selama dua ? 4 hari; isi air setinggi 80 ? 100 cm & alirkan secara kontinyu; masukan 100 ekor induk; beri pakan tambahan (pelet) sebanyak 3 %/hari. Catatan : induk jantan & betina dipelihara terpisah.

Seleksi

Seleksi induk lele dumbo dilakukan menggunakan melihat indikasi-indikasi dalam tubuh. Tanda induk betina yg matang gonad : perut gendut; tubuh relatif kusam; gerakan lamban & lubang kelamin kemerahan. Tanda induk jantan : gerakan lincah, tubuh memerah dan bercahaya; lubang kelamin kemerahan, relatif membengkak & berbintik putih.

Pemijahan alami

Lele dumbo bisa dipijahkan secara alami. Caranya, siapkan bak berukuran panjang dua m, lebar 1 m dan tinggi 0,4 m; keringkan selama dua ? 4 hari; isi air setinggi 30 centimeter dan biarkan mengalir selama pemijahan; pasang hapa halus sesuai berukuran bak; masukan ijuk secukupnya; masukan 1 ekor induk betina yang sudah matang gonad pada siang atau sore hari; masukan juga 1 ekor induk jantan; biarkan memijah; esok harinya, tangkap ke 2 induk dan abaikan telur menetas pada loka itu.

Pemijahan protesis

Hasil pemijahan alami lele dumbo umumnya kurang memuaskan. Jumlah telur yg keluar nir poly. Agar telur bisa seluruhnya, maka dilakukan pemijahan buatan, atau dengan kawin suntik. Sistem ini relatif rumit & memerlukan keahlian khusus. Dua langkah kerja yang wajib dilakukan pada sistem ini, yaitu penyuntikan, pengambilan sperma dan pengeluaran telur.

Penyuntikan dengan ovaprim

Penyuntikan adalah kegiatan memasukan hormon perangsang ke tubuh induk betina. Hormon perangsang yang umum digunakan adalah ovaprim. Caranya, siapkan induk betina yang sudah matang gonad; sedot 0,3 mll ovaprim untuk setiap kilogram induk; suntikan ke dalam tubuh induk tersebut; masukan induk yang sudah disuntik ke dalam bak lain dan biarkan selama 10 jam.

Penyuntikan dengan hypopisa

Penyuntikan mampu juga dengan ekstrak kelenjar hypopisa ikan mas atau lele dumbo. Caranya, siapkan induk betina yang sudah matang gonad; siapkan 1,5 kg ikan mas berukuran 0,lima kg; pangkas ikan mas tersebut secara vertikal tepat pada belakang tutu insang; potong bagian ketua secara horizontal tepat di bawah mata; buang bagian otak; ambil kelenjar hypopisa; masukan ke pada gelas penggerus dan hancurkan; masukan 1 cc aquabides dan aduk rata hingga homogen; sedot larutan hypopisa itu; suntikan ke dalam tubuh induk betina; masukan induk yang telah disuntik ke bak lain & abaikan selam 10 jam.

Pengambilan sperma

Setengah jam sebelum pengeluaran telur, sperma wajib disiapkan. Caranya, tangkap 1 ekor induk jantan yang sudah matang kelamin; pangkas secara vertikal tepat pada belakang tutup insang; keluarkan darahnya; gunting kulit perutnya, mulai berdasarkan anus sampai belanag tutup insang; buang organ lain pada perut; ambil kantung sperma; bersihkan kantung sperma menggunakan tisu sampai kemarau; hancurkan kantung sperma menggunakan cara menggunting bagian yg paling poly; peras spermanya supaya keluar & masukan ke pada cangkir yang telah diisi 50 ml (1/2 gelas) aquabides; campurkan dan kocok hingga homogen.

Pengeluaran telur

Pengeluaran telur dilakukan sehabis 10 jam dari penyuntikan, tetapi 9 jam sebelumnya dilakukan pengecekan. Cara pengeluaran telur : siapkan tiga butir baskom plastik, sebotol Natrium chlorida (inpus), sebuah bulu ayam, kain lap dan tisu; tangkap induk menggunakan sekup net; keringkan tubuh induk menggunakan lap; kemasan induk menggunakan lap dan biarkan lubang telur terbuka; pegang bagian kepala sang satu orang dan pegang bagian ekor sang yang lainnya; pijit bagian perut ke arah lubang telur; tampung telur pada baskom plastik; campurkan larutan sperma ke dalam telur; aduk rata hingga rata menggunakan bulu ayam; masukkan Natrium chrorida & aduk rata sampai homogen; buang cairan itu supaya telur-telur higienis menurut darah; telur siap ditetaskan.

Penetasan

Penetasan telur lele dumbo dilakukan pada bak tembok. Caranya, siapkan sebuah bak tembok ukuran panjang 2 m, lebar 1 m dan tinggi 0,4 m; keringkan selama 2 ? 4 hari; isi bak tersebut menggunakan air setinggi 30 centimeter dan abaikan alirkan air selama penetasan; pasang hapa halus yang ukurannya sama dengan bak; beri pemberat supaya hapa karam (misalnya kawat behel yang diberi selang atau apa saja); tebarkan telur hingga merata ke semua bagian atas hapa; abaikan telur menetas dalam 2 ? Tiga hari.

Pendederan I

Pendederan pertama dilakukan pada kolam tanah. Caranya : siapkan kolam berukuran 500 m2; keringkan selama 4 ? 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 centimeter & tinggi 10 centimeter; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 5 - 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 cm dan rendam selama lima hari (air nir dialirkan); tebar 50.000 ekor larva dalam pagi hari; sehabis 2 hari, beri 1 ? Dua kg tepung pelet atau pelet yang telah direndam setiap hari; panen benih dilakukan sesudah berumur tiga minggu.

Pendederan II

Pendederan kedua juga dilakukan pada kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan 4 ? Lima hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir dengan lebar 40 cm & tinggi 10 centimeter; ratakan tanah dasar; tebarkan 5 - 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air dengan tinggi 40 centimeter dan rendam selama lima hari (air nir dialirkan); tebar 30.000 ekor benih output pendederan I (telah diseleksi); beri dua ? 4 kg tepung pelet atau pelet yg sudah direndam setiap hari; panen benih dilakukan sehabis berumur sebulan.

Pendederan III

Pendederan ketiga dilakukan pada kolam tanah. Caranya : siapkan kolam berukuran 500 m2; keringkan 4 ? Lima hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalirnya; ratakan tanah dasarnya; tebarkan dua karung kotoran ayam atau puyuh; isi air dengan tinggi 40 cm dan rendam selama 5 hari (air tidak dialirkan); tebar 20.000 ekor output berdasarkan pendederan II (sudah diseleksi); beri 4 - 6 kg pelet mini (khusus lele); panen benih dilakukan sebulan kemudian.

Pembesaran

Pembesaran lele dumbo dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan sebuah kolam berukuran 200 m2; perbaiki semua bagiannya; tebarkan 4 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 - 60 cm dan rendam selama lima hari; masukan 10.000 ekor benih hasil seleksi menurut pendederan III; beri pakan 3 % setiap hari, 3 kg di awal pemeliharaan & bertambah terus sesuai dengan berat ikan; alirkan air secara kontinyu; lakukan panen sehabis 2 bulan. Sebuah kolam dapat membuat ikan konsumsi berukuran 125 gr sebanyak 400 ? 500 kg.

SUMBER:

http://bdp-unhalu.Blogspot.Com

http://agusrochdianto.Wordpress.Com

http://ebookbrowsee.net

#Tag : Lele

BUDIDAYA IKAN PATIN

Budidaya ikan patin (Pangasius hypopthalmus) mulai berkembang pada tahun 1985. Tidak seperti ikan mas dan ikan nila, pembenihan Patin Siam agak sulit. Karena ikan ini tidak bisa memijah secara alami. Pemijahan Patin Siam hanya bisa dilakukan secara buatan atau lebih dikenal dengan istilah kawin suntik (induce breeding).

Di setiap tempat, nama patin berbeda-beda. Di Vietnam, Patin Siam disebut Ca Tre Yu, di Kamboja disebut Trey Pra. Dalam Bahasa Inggeris, Patin Siam disebut Catfish, River Catfish, atau Striped Catfish. Sedangkan di Indonesia, selain dinamakan ikan patin disebut juga jambal siam, atau lele bangkok (Jawa), dan ikan juara (Sumatra dan Kalimantan).

Pematangan Gonad pada kolam tanah

Pematangan gonad ikan patin dilakukan di kolam tanah. Caranya, siapkan kolam berukuran 100 m2; keringkan selama 2 ? 4 hari dan perbaiki seluruh bagian kolam; isi air setinggi 50 ? 70 cm & alirkan secara kontinyu; masukan 100 ekor induk berukuran 3 ? 5 kg; beri pakan tambahan berupa pellet tenggelam sebanyak tiga persen/hari. Catatan : induk jantan betina dipelihara terpisah.

Pematangan pada bak tembok

Pematangan gonad ikan patin pula mampu dilakukan pada bak. Caranya, siapkan bak tembok berukuran panjang 8 m, lebar 4 m & tinggi 1 m; keringkan selama dua ? 4 hari; isi air setinggi 60 ? 80 centimeter & alirkan secara kontinyu; masukan 50 ekor induk; beri pakan tambahan (pelet) sebanyak tiga %/hari. Catatan : induk jantan dan betina dipelihara terpisah.

Seleksi

Seleksi induk ikan patin dilakukan dengan melihat tanda-indikasi pada tubuh. Tanda induk betina yang matang gonad : perut gendut; gerakan lamban dan lubang kelamin kemerahan. Tanda induk jantan : gerakan lincah, lubang kelamin kemerahan, relatif membengkak & berbintik putih. Usahakan waktu seleksi mengangkap ikan lebih menurut satu, sebagai cadangan.

Pemberokan

Pemberokan induk patin dilakukan di bak selama semalam. Caranya, siapkan bak tembok ukuran panjang 4 m, lebar tiga & tinggi 1 m; keringkan selama dua hari; isi dengan air bersih dengan tinggi 40 ? 50; masukan 5 ? 8 ekor induk; centimeter dan biarkan mengalir selama pemberokan. Catatan : Pemberokan bertujuan buat membuang residu pakan pada tubuh dan mengurang kandungan lemak. Karena itu, selama pemberokan tidak diberi pakan tambahan.

Penyuntikan dengan ovaprim

Penyuntikan adalah kegiatan memasukan hormon perangsang ke tubuh induk betina. Hormon perangsang yang umum digunakan adalah ovaprim. Caranya, tangkap induk betina yang sudah matang gonad; sedot 0,6 ml ovaprim untuk setiap kilogram induk; suntikan bagian punggung induk tersebut; masukan induk yang sudah disuntik ke dalam bak lain dan biarkan selama 10 - 12 jam.

Catatan : penyuntikan dilakukan 2 kali, menggunakan selang waktu 6 jam. Penyuntikan pertama sebanyak 1/tiga takaran menurut takaran total (atau 0,dua ml/kg induk) & penyuntikan kedua sebesar 2/tiga dosis total (atau 0,4 mililiter/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali, berbarengan penyuntikan kedua menggunakan takaran 0,2 mililiter/kg induk jantan.

Penyuntikan dengan hypopisa

Penyuntikan bisa pula dengan larutan kelenjar hypopisa ikan mas. Caranya, tangkap induk betina yg sudah matang gonad; siapkan 2 kg ikan mas ukuran 0,5 kg buat setiap kilogran induk betina; pangkas ikan mas tersebut secara vertikal tepat di belakang tutu insang; pangkas bagian ketua secara horizontal sempurna pada bawah mata; buang bagian otak; ambil kelenjar hypopisa; masukan kelenjar hipofisa tadi ke pada gelas penggerus & hancurkan; masukan 1 cc aquabides & kocok hingga rata; sedot larutan hypopisa itu; suntikan ke bagian punggung induk betina; masukan induk yang telah disuntik ke bak lain & abaikan selam 10 ? 12 jam.

Catatan : penyuntikan dilakukan dua kali, dengan selang saat 6 jam. Penyuntikan pertama sebesar 1/3 dosis dari takaran total (atau 0,6 kg ikan mas/kg induk betina) & penyuntikan kedua sebesar dua/tiga takaran total (atau 1,4 kg ikan mas/kg induk betina). Induk jantan disuntik satu kali, berbarengan penyuntikan kedua menggunakan dosis 0,6 mililiter/kg induk jantan.

Pengambilan sperma

Pengambilan sperma dilakukan setengah jam sebelum pengeluaran telur. Caranya, tangkap 1 ekor induk jantan yang sudah matang kelamin; lap sampai kemarau; bungkus tubuh induk dengan handuk mini ; pijit ke arah lubang kelamin; tampung sperma ke pada mangkuk plastik atau cangkir gelas; campurkan 200 cc Natrium Clhorida (larutan fisiologis atau inpus); kocok sampai homogen. Catatan : pengeluaran sperma dilakukan sang 2 orang. Satu orang yang memegang ketua & memijit dan satu orang lagi memegang ekor dan mangkuk plastik. Jaga agar sperma tidak terkena air.

Pengeluaran telur

Pengeluaran telur dilakukan sesudah 10 ? 12 jam sehabis penyuntikan, tetapi 9 jam sebelumnya dilakukan pengecekan. Cara pengeluaran telur : siapkan 3 butir baskom plastik, sebotol Natrium chlorida (inpus), sebuah bulu ayam, kain lap dan tisu; tangkap induk menggunakan sekup net; keringkan tubuh induk menggunakan handuk mini atau lap; kemasan induk menggunakan handuk dan abaikan lubang telur terbuka; pegang bagian kepala sang satu orang dan pegang bagian ekor oleh yang lainnya; pijit bagian perut ke arah lubang telur sang pemegang kepala; tampung telur pada baskom plastik; campurkan larutan sperma ke dalam telur; kocok sampai homogen dengan bulu ayam; masukkan Natrium chrorida & aduk hingga rata; buang cairan itu supaya telur-telur bersih dari darah; telur siap ditetaskan.

Penetasan di akuarium

Penetasan telur ikan patin dilakukan di akuarium. Caranya : siapkan 20 buah akuarium ukuran panjang 80 cm, lebar 60 cm dan tinggi 40 cm; keringkan selama 2 hari; isi air bersih setinggi 30 cm; pasang tiga buah titik aerasi untuk setiap akuarium dan hidupkan selama penetasan; tebarkan tebar secara merata ke permukaan dasar akuarium; 2 – 3 hari kemudian buang sebagian airnya dan tambahkan air baru hingga mencapai ketinggian semula; 2 hari kemudian beri pakan berupa naupli artemia secukupmnya; lakukan panen pada hari ke tujuh dengan menggunakan gayung plastik; larva ini siap ditebar ke kolam penederan I.

Pendederan I di kolam

Pendederan I ikan patin dilakukan pada kolam tanah. Caranya : siapkan kolam ukuran 500 m2; keringkan selama 4 ? 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir menggunakan lebar 40 cm & tinggi 10 centimeter; ratakan tanah dasarnya; tebarkan 5 - 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air dengan tinggi 40 cm dan rendam selama lima hari (air nir dialirkan); tebar 50.000 ekor larva pada pagi hari; selesainya 2 hari, beri 1 ? 2 kg tepung pelet atau pelet yang sudah direndam setiap hari; panen benih dilakukan sesudah berumur tiga minggu.

Pendederan I pada bak tembok

Pendederan I ikan patin bisa pula dilakukan pada bak tembok & plastik. Caranya : siapkan bak tembok atau plastik ukuran panjang 3 m, lebar 1 m m & tinggi 0,6 m; keringkan selama dua hari; pasang lima buah 7 butir titik aerasi; pasang 4 butir pemanas air; masukan 100.000 larva output dari loka penetasan; beri pakan berupa naupli artemia sampai hari ketujuh; siphon setiap hari (bersihkan dengan selang) residu naupli artemia yang tidak tergoda; beri pakan cincangan cacing rambut yang sudah dicuci dengan air bersih; siphon setiap hari cacing yg tidak tergoda; panen selesainya berumur 3 minggu; seleksi benih-benih tadi menggunakan ayakan seleksi. Benih yg dipanen ukuran 0,5 ? 1,0 inchi.

Pendederan II

Pendederan ke 2 jua dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam berukuran 500 m2; keringkan 4 ? 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalir menggunakan lebar 40 centimeter dan tinggi 10 cm; ratakan tanah dasar; tebarkan 5 - 7 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air setinggi 40 centimeter dan rendam selama lima hari (air tidak dialirkan); tebar 30.000 ekor benih hasil pendederan I (telah diseleksi); beri dua ? 4 kg tepung pelet atau pelet yg telah direndam setiap hari; panen benih dilakukan selesainya berumur sebulan.

Pendederan III

Pendederan ketiga dilakukan di kolam tanah. Caranya : siapkan kolam berukuran 500 m2; keringkan 4 ? 5 hari; perbaiki seluruh bagiannya; buatkan kemalirnya; ratakan tanah dasarnya; tebarkan dua karung kotoran ayam atau puyuh; isi air dengan tinggi 40 centimeter dan rendam selama lima hari (air tidak dialirkan); tebar 20.000 ekor hasil berdasarkan pendederan II (sudah diseleksi); beri 4 - 6 kg pelet kecil (spesifik lele); panen benih dilakukan sebulan lalu.

Pembesaran

Pembesaran ikan patin dilakukan pada kolam tanah. Caranya : siapkan sebuah kolam ukuran 500 m2; perbaiki seluruh bagiannya; tebarkan 6 - 8 karung kotoran ayam atau puyuh; isi air dengan tinggi 40 - 60 cm dan rendam selama 5 hari; masukan 10.000 ekor benih hasil seleksi menurut pendederan III; beri pakan 3 persen setiap hari, 3 kg pada awal pemeliharaan & bertambah terus sesuai dengan berat ikan; alirkan air secara kontinyu; lakukan panen setelah dua bulan. Sebuah kolam dapat membuat ikan konsumsi berukuran 125 gr sebanyak 400 ? 500 kg.

Pembesaran pada keramba jaring apung lapis pertama

Pembesaan ikan patin sanggup juga dilakukan di kolam jaring apung (KJA). Caranya, siapkan sebuah kolam jaring apung lapis pertama; masukan 300 kg benih hasil pendedera III yg sudah diseleksi; beri pelet setiap hari secara adlibitum (beri ketika lapar & hentikan sesudah kenyang; lakukan panen sesudah tiga bulan. Sebuah keramba jaring apung dapat meghasilkan ikan konsumsi sebesar 1,5 ? Dua ton.

Pembesaran di keramba jaring apung lapis kedua

Pembesaan ikan sanggup jua dilakukan pada kolam jaring apung (KJA) lapis kedua. Pembesaran ini tidak sebagai komoditas primer, tetapi menjadi komoditas sampingan. Caranya, siapkan sebuah kolam jaring apung lapis ke 2; masukan 200 kg benih output pendederan III yang sudah diseleksi; selama pemeliharaan tidak diberi pakan tambahan, namun hanya memanfaatkan pakan residu ikan mas; Panen dilakukan selesainya 3 bulan. Sebuah kolam jaring aung bisa meghasilkan ikan konsumsi sebesar 400 - 500 kg.

SUMBER:

http://bdp-unhalu.Blogspot.Com

http://agusrochdianto.Wordpress.Com

http://ebookbrowsee.net

#Tag : Patin

BUDIDAYA UDANG VANAME TAMBAK INTENSIF MENGGUNAKAN PLASTIK MULSA

Udang Vaname (Lithopenaeus vannamei) adalah udang yang berasal dari bagian barat pantai Amerika Latin, udang ini telah berhasil dibudidayakan di daerah tropis, di beberapa wilayah Indonesia.

Beberapa keunggulan yang dimiliki sang udang vannamei antara lain, responsif terhadap pakan, bisa pada tebar menggunakan kepadatan tinggi lantaran mengisi kolom air dalam pemeliharaannya. Udang vanname pula mempunyai pasaran yang luas di tingkat internasional. Ukuran Pasar bisa dijual dalam ukuran 15 - 25 gram/ekor atau dalam ketika udang berumur lebih kurang 100 hari. Udang vaname membutuhkan pakan dengan kandungan protein 25 ? 30 %, lebih rendah daripada udang windu.

Daerah Pengembangan

Daerah pengembangan usaha pembudidayaan udang vaname adalah Provinsi Lampung, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Nangroe Aceh Darusalam (NAD), Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan.

Artinya : dengan laba yg diperoleh menurut tiap siklusnya kapital investasi bisa balik pada satu siklus.

SUMBER:

DUB-DJPB, 2012. Leaflet  Budidaya Udang Vaname Tambak Intensif Menggunakan Plastik Mulsa. http//dub.djpb.kkp.go.id Direktorat Usaha Budidaya, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Jakarta.

#Tag : Udang Vaname