Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Tampilkan postingan dengan label Kepiting. Tampilkan semua postingan

TEKNIK PEMBENIHAN KEPITING BAKAU

Tehnik Pembenihan kepiting bakau telah berhasil pada coba kan dalam tahun 1992 -1994 pada Balai Budidaya Air Payau Jepara & pada Balai Besar Budidaya Pantai, Gondol, Bali. Namun demikian hingga kini tehnologi pembenihan komoditi yg sebenarnya menerima pasaran relatif besar & menjanjikan pada luar negeri ini, masih belum menerima tanggapan menurut para pengusaha swasta, sebagai akibatnya belum dikembangkan.

Kendala yang dihadapi pada ketika itu , telah diidentifikasi dan masih perlu buat dilakukan penelitian lebih lanjut.

Kendala termaksud merupakan a.L . Derajat kehidupan (sintasan) larva menjadi megalopa masih rendah yaitu 3-lima % walaupun derajat penetasan telurnya tinggi, sedangkan seekor induk kepiting yg beratnya 100 gram dapat menghasilkan telur 1-1,5 juta buah. Penyebab dari mortalitas yang besar ini ditimbulkan a.L. Sang sifat kanibalisme (memakan sesamanya) . Sebenarnya sintasan yang rendah ini biasa terjadi pada pemeliharaan larva fauna- fauna air seperti udang windu, udang galah, vannamei, ikan kerapu , ikan kakap , dsb. Tetapi demikian selesainya berjalan beberapa waktu , ternyata hambatan tehnis itu dapat diatasi , karena faktor manusia yaitu para pelaksana/tehnisi sudah semakin terampil & menguasai keadaan.

TEMPAT DAN WADAH PEMELIHARAAN

1. Lokasi

Panti Pembenihan Kepiting Bakau harus berlokasi pada dekat pantai karena memerlukan air sebagai media kehidupan larva adalah air payau menggunakan kadar garam 25-35 ppt.; pH 7,5 ? 8,5. Perlu adanya asal air tawar yg jernih dan kuntitasnya mencukupi.Kegunaan air tawar ini untuk memcuci bak & peralatan, buat keperluan para pekerja sehari-hari .Dan buat mengencerkan kadar garam dalam air media pemeliharaan itu sendiri apabila dibutuhkan.

Persyaratan lain seperti, bebas pencemaran , mudah dijangkau sang akses komunikasi (jalan ) dan fasilitas yang gampang dan murah (listrik, tenaga kerja).

Memungkinkan buat berproduksi sepanjang tahun ( minimal 8 bulan/tahun) .Bebas bala alam dan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Daerah, sehingga nir tumpang tindih dengan peruntukan pembangunan lainnya. Bebas berdasarkan gangguan keamanan dalam umumnya Persyaratan tsb adalah lazim dibutuhkan sang sesuatu Panti Pembenihan aneka macam komoditas akuatik maupun bukan .

Dua. Prasarana, Tatak Letak & Desain bangunan

Panti Pembenihan Kepiting Bakau memerlukan prasarana yang generik pada panti panti pembenihan udang terang sbb.:

a. Fasilitas pengadaaan air laut dan air tawar : berupa bangunan dan bak-bak untuk penyaringan air dilengkapi dengan system filter, system airasi.

b. Fasilitas bak-bak dibuat dari beton dan/atau fiber glass sesuai dengan kapasitasnya, untuk keperluan pemeliharaan calon induk, pematangan gonad, perkawinan; bak-bak penetasan telur (untuk induk yang mengerami), bak pemeliharaan larva ,megalopa dan crablets), bak kultur fitoplankton, zooplankton dan penetasan Artemia.

c. Bangunan pendukung : Bangsal tempat panen dan packing, laboratorium pemeriksaan kualitas air dan penyakit, persiapan pakan tambahan, gudang penyimpanan bahan kimia, obat-obat, dsb.

d. Bangunan pelengkap : kantor manajemen dan administrasi, asrama tehnisi, dapur, garasi, ruang pengepakan hasil, dsb.

e. Peralatan penting : seperti pompa- pompa penyedot/ celup untuk air laut dan air tawar, sesuai dengan kebutuhan, blower, unit mesin pembangkit listrik (Gen set), refrigerator, kendaraan roda-4 dan roda-2. telepon , computer, dsb.

Tata Letak & desain bangunan

Tata letak & desain bangunan diatur buat memudahkan & efisiensi pekerjaan. Bak-2 pemeliharaan wajib dalam ruangan (indoor), memungkinkan pengaturan cahaya (surya atau listrik) dari kebutuhan, dilengkapi menggunakan fasilitas desinfeksi/ pencucian, karantina, dsb.

Panti Pembenihan buat Kepiting bakau ini dapat memakai Panti pembenihan yg umumnya buat pembenihan udang windu atau vannamei.

PEMATANGAN GONAD INDUK KEPITING BAKAU

1. Calon Induk

Kegiatan tehnik Pembenihan dimulai berdasarkan perolehan calon induk kepiting. Calon induk kepiting dapat diperoleh dari alam yaitu output penangkapan pada tambak-tambak atau perairan hutan bakau di sepanjang pantai. Dapat jua calon induk pada bisa berdasarkan penangkapan nelayan pada laut. Kepiting yg dijadikan calon induk untuk pembenihan wajib diseleksi yang sudah dewasa yaitu yang berukuran karapasnya lebar tidak kurang dari 10 centimeter dan berat tidak kurang menurut 100 gram buat yang betina; yang jantan berat minimum 120 gr dan panjang karapas 12 centimeter atau lebih. Ini ditimbulkan lantaran kepiting jantan tumbuh lebih cepat walaupun umurnya sama menggunakan yg betina.

Kepiting betina, abdomennya berbentuk segitiga yang lebar melipat dibawah (ventral) menurut dadanya. Yang jantan abdomen berbentuk segitiga yg sempit, jua melipat di bagian ventral dada. Betina yang tertangkap pada laut kebanyakan yang sudah dewasa dan menjelang perkawinan. Kesehatan calon induk harus diperhatikan yaitu dipilih yang kulitnya bersih nir terdapat organisme penempel (fouling) . Anggota tubuh (kaki jalan, kaki renang, dll) lengkap & nir stigma. Kelengkapan anggota tubuh ini krusial dan berperan dalam keberhasilan pemijahan dan penetasan telurnya.

Agar produksi benihnya rupawan & telurnya poly, kepiting betina dipilih yg berat badannya 200 gram atau lebih , panjang karapas 8 cm dan lebar karapas 11-12 cm. CaLon induk jantan berat 300 gram , panjang dan lebar karapas 8 & 11 cm. Perbedaan berukuran jantan dan betina ini ditimbulkan kepiting jantan lebih cepat tumbuh disbanding yang betina.

Dalam proses pematangan gonad , calon induk kepiting dipelihara didalam bak menggunakan kepadatan lima ekor/M2 , dengan perbandingan jantan : betina 2 : tiga.

Calon induk sebelum dimasukkan kedalam bak pemeliharaan induk perlu pada adabtasi lebih dahulu didalam bak penampungan selama 3 hari. Adaptasi ini perlu buat penyegaran syarat calon induk lantaran pengangkutan. Kepiting yg pada umumnya dilakukan menggunakan system kering (lembab) . Metoda penagangkutan kepiting hidup menggunakan system kering ini dimungkinkan bila jarak angkut cukup dekat : 1-3 jam bepergian.

2. Pematangan gonad

Kepiting betina agak sukar mencapai kematangan gonad terutama diluar ekspresi dominan pemijahan alami. Untuk mempercepat kematangan gonad, dilakukan tehnik ablasi tangkai mata seperti dilakukan terhadap induk udang. (Mardjono dkk., 1992) .

Prinsip ablasi mata ialah dengan memanfaatkan system hormonal yang terjadi pada binatang kelas Krustasea pada umumnya, yang diungkapkan oleh Adiyodi dan Adiyodi, 1970 dalam Nurjana dkk. 1985; Mardjono dkk.1992).

Teori ini menyebutkan bahwa pada tangkai mata Dekapoda kelas Crustacea, terdapat kelenjar yang menghambat pematangan gonad yang dianggap organ X. . Adanya rangsangan dari luar yang diterima oleh susunan syaraf pusat , memerintahkan organ X buat mengeluarkan hormone yang diklaim ?Gonade Inhibiting Hormone ? (GIH) . GIH sebelum dilepas kedalam sirkulasi tubuh , pada tampung lebih dahulu didalam Sinus Gland yg pula terletak dalam tangkai mata . Fungsi dari GIH secara pribadi merusak perkembangan kelenjar hormone sex jantan (androgenic hormone) atau Ovarium dalam hewan betina ; sebagai akibatnya sperma dalam jantan dan /atau sel telur dalam betina terhambat perkembangannya. Dapat jua GIH mempengaruhi perkembangan gonada secara nir pribadi yakni dengan merusak aktifitas Y-organ. Y-organ merupakan kelenjar yg terletak dalam pusat syaraf pada kepala & juga pada thorax ; Y ?Organ menghasilkan hormone GSH (Gonade Stimulating Hormone) yg kegunaannya mendorong perkembangan gonad yaitu merangsang pembentukan sperma dalam individu jantan & pembentukan sel telur dalam individu betina.

Dengan demikian apabila X Organ dihilangkan dengan cara pemotongan tangkai mata maka GIH tidak terbentuk, berarti nir ada yg menghambat perkembangan telur dan sperma, berarti telur & sperma akan cepat terbentuk .

Akibat lain yg terjadi merupakan Y organ bebas menghasilkan GSH sehingga ada rangsangan buat pematangan gonad menjadi bertenaga atau dipercepat. .

Fungsi lain menurut Y organ adalah berperan dalam tingkah laris birahi , mengendalikan proses penyerapan air, proses ganti kulit & pembentukan zat rona.

Ablasi (pembuangan) tangkai mata (tentu termasuk pula menghilangkan bola mata) hanya pada individu betina , lantaran individu jantan organ sex-nya gampang bisa berkembang cepat & paripurna secara alamiah , walaupun dipelihara didalam bak.

Uji coba sudah dilakukan di Balai Budidaya Air Payau Jepara (Mardjono dkk.1992) menyampaikan bahwa walaupun kepiting betina dapat matang gonad pada tambak tetapi laju perkembangan gonadnya lambat bila dipelihara di pada bak. Apabila dilakukan ablasi mata, maka individu betina tadi lebih cepat mengalami pematangan gonad disusul dengan proses perkawinan dan kehamilan (pengeraman telur) , walaupun diluar musim kawin yg alamiah.

Musim pematangan gonad & perkawinan kepiting bakau terjadi pada demam isu hujan ialah pada bulan November sampai Februari . Selain bulan-bulan tsb. Kepiting dapat matang gonad jika di ablasi mata. Tetapi demikian diketahui pula bahwa kepiting bisa bertelur pada banyak sekali bulan sepanjang tahun dibeberapa daerah, bilamana kondisi alam cukup menimbulkan perangsang.

Metoda ablasi mata dalam kepiting sama menggunakan yg diterapkan dalam udang windu yaitu memotong keliru satu tangkai mata (unilateral ablation) dalam betina saja.

Ablasi baik dilaksanakan siang juga malam hari , namun menggunakan syarat waktu kepiting betina tidak sedang ganti kulit , melainkan wajib sedang berkulit keras; juga supaya dipilih kepiting betina yg sehat, & tida bercacat pada anggota tubuhnya. Apabila berkulit lunak , luka karena ablasi akan menyebabkan munculnya banyak cairan tubuh sehingga kepiting bisa mangkat ; sedangkan kecacatan & nir lengkapnya anggota badan akan berakibat terganggunya proses perkawinan, kehamilan & penetasan telur, sehingga jumlah larva akan sedikit yang menetas.

C. Bak Pemeliharaan

Agar memperoleh output yang baik pada prose pematangan gonad induk kepiting diharapkan bak konstruksi semen ukuran tiga x 4 x 1 m (12 m3). Bentuk bak dapat dibentuk persegi ataupun lonjong, dilengkapi dengan saluran pemasukan & pembuangan air berbentuk pipa goyang yang gampang dioperasikan buat mengatur ketinggian air juga buat pengeringan.

Sebaiknya disediakan minimal dua buah bak buat pematangan gonad , bak2 itu terletak berdekatan agar memudahkan dalam pengoperasian , karena kepiting yg telah matang gonad perlu segera diseleksi & dipindahkan kedalam bak terpisah.

Intensitas cahaya yg tentang bak-bak itu wajib diperlemah menggunakan cara menaruh tutup menurut bahan yang masih bisa ditembus sinar surya tetapi intensitasnya kurang. Juga atap berfungsi supaya bak nir kena curahan air hujan secara langsung.

Bak pemetangan induk itu wajib diberi dasar lapisan lumpur campur pasir setebal 15 ? 20 centimeter, menggunakan ketinggian air 30-80 centimeter. Dasar bak juga diberi loka berlindung (shelter) dari rabat-potongan pipa paralon berdiameter tiga-4 inci lantaran kepiting dihabitat aslinya suka bersembunyi didalam lubang-lubang.

Bak perlu dilengkapi menggunakan aerasi , 1 batu aerasi setiap 2 m2. Aerasi dipasang setinggi 5 cm diatas lapisan lumpur dasar, agar lumpur tidak teraduk sang proses airasi itu. Kadar oksigen pada air diupayakan 6-7 ppm. Batu-batu airasi perlu dibersihkan secara periodic buat menjaga kestabilan gelembung udara.

PEMELIHARAAN INDUK

1. Media pemeliharaan

Air media pemeliharaan dengan kadar garam 30-32 ppt yang sebelumnya disaring lebih dahulu menggunakan saringan pasir (sand filter) sebagaimana lazimnya dalam hatchery buat udang. PH air berkisar 7,5 -8,5 . DO lima-7 ppt.

Dasar bak pemeliharaan induk kepiting perlu diberikan lapisan lumpur yang sebelumnya telah pada bersihkan dan disterilkan dengan cara pada rebus hingga mendidih , lalu didinginkan. Percobaan yang sudah dilakukan mengambarkan bahwa, induk kepiting yang dipelihara pada bak yang tanpa substrat berupa dasar lumpur, output perkembangan telurnya kurang baik, sedikit & daya tetas kurang. (Rusdi dkk.,1998).

2. Pakan

Pakan buat calon induk dan induk kepiting merupakan cacahan daging ikan, cumi-cumi yang masih segar. Pengalaman pada BBAP Jepara memberitahuakn bahwa cumi-cumi wajib diutamakan, lantaran baik buat merangsang perkembangan gonad bagi binatang krustasea : udang ,kepiting. (Mardjono dkk,1992). Banyaknya pakan lima-10% berat biomassa perhari. Pakan sejumlah itu diberikan 2 kali per-hari , jam 8.00 pagi & jam 17. 00 sore. Sebelum pakan diberikan, dasar bak dibersihkan dengan cara menyipon buat menyedot pakan yang ang masih tersisa. Jika pakan yg tersisa poly, maka pemberian pakan berikutnya harus dikurangi. Sebaliknya apabila pakan tidak bersisa , pakan yg diberikan harus ditambah.

Pembersihan bak hanya dilakukan dalam pagi hari saja, kecuali jika terjadi hal yg tidak baik, contohnya ada tanda-tanda pembusukan menggunakan terlihatnya banyak busa dipermukaan air, atau air berbau busuk.

Selain pakan alami berupa daging ikan & cumi-cumi mentah segar, jua diberi pakan buatan berupa pelet kemarau yang biasa diberikan untuk induk udang windu. Pakan pellet spesifik buat induk udang itu mengandung nutrisi jang baik sebagai pelengkap ,menggunakan kandungan protein dan lemak esensial, vitamin dan mineral . Diberikannya cukup 2-tiga kali per-minggu, menggunakan takaran dua % berat biomassa

3. Ablasi mata

Ablasi mata dilakukan sehabis calon induk dipelihara 3-5 hari didalam bak, sesudah induk-induk itu terlihat sehat , gesit dan nafsu makannya baik.

Calon induk betina yg hendak di ablasi dipilih yang berkulit keras & sehat. Pelaksana ablasi kepiting wajib dilakukan sang tehnisi yg terampil memegang kepiting agar nir meronta. Pemotongan mata berikut tangkainya dilakukan menggunakan gunting yang tajam & dipanaskan lebih dahulu , sehingga luka bekas terpotong segera kering & tidak mengeluarkan banyak cairan.

Selesai ablasi uni-lateral (sat mata), kepiting direndam pada pada ember berisi larutan PK lima ppm selama 15 menit, buat mencegah infeksi. Setelah itu kepiting dipindahkan kedalam bak pemeliharaan yg telah dipersiapkan sebelumnya, dimana kepiting betina pasca ablasi itu di pelihara beserta menggunakan kepiting jantan, dengan perbandingan jantan : betina dua:tiga. Tiga-lima hari pasca ablasi umumnya sudah ada betina yang siap buat perkawinan.

4. Proses Perkawinan

Kepiting Bakau melakukan perkawinan di perairan estuaria (Arriola,1940 dalam Mardjono dkk. 1994). Perkawinan terjadi biasanya saat suhu air naik. Menjelang perkawinannya, kepiting betina mengeluarkan cairan kimiawi perangsang yaitu pheromone kedalam air yang akan menarik perhatian kepiting jantan. Selanjutnya kepiting jantan yang berhasil menemui kepiting betina sumber pheromone itu, lalu naik ke atas karapas kepiting betina yang sedang dalam kondisi pra lepas cangkang (premolt). Kepiting jantan tsb. membantu proses ganti kulit kepiting betina tsb. Selama kepiting betina mengalami proses ganti kulit, kepiting jantan akan melindungi nya selama kurang lebih 2-4 hari sampai cangkang terlepas dari tubuh kepiting betina . Kondisi seperti itu disebut “doubler formation” atau “ premating embrace”.

Setelah cangkang terlepas dari tubuh kepiting betina, tubuh betina dibalikkan oleh yang jantan sehingga sekarang pada posisi berhadapan untuk terjadinya kopulasi. Semetara itu cangkang betina masih dalam keadaan lunak. “Spermatofora” dari kepiting jantan akan disimpan didalam “spermateka” kepiting betina. Menurut Fielder dan Heasman,1978 dalam Mardjono dkk., 1991). Perkawinan kepiting ini dapat terjadi di waktu siang maupun malam hari.

Fielder dan Heasman (1978) menyampaikan bahwa spermatofora yg tersimpan pada kepiting betina sekali kawin mencukupi buat pembuahan dua kali peneluran sekor kepiting betina. Telur yang sudah matang gonad dalam ovarium betina akan turun ke oviduct dan dibuahi sang sperma, selanjutnya telur yang sudah dibuahi itu dimuntahkan kemudian menmpel dalam umbai- umbai (rambut-rambut dalam pleopoda) buat dierami sang induk betina itu. Sekali bertelur induk kepiting dapat

mengeluarkan 1-8 juta butir telur , tergantung menurut berat badan induk betina. , namun umumnya yang berhasil melekat pada umbai-umbai hanya 1/3 nya.

5. Perkembangan Telur Dalam Ovarium

Pada kepiting bakau, telur berkembang menuju pematangan buat siap dibuahi, sesudah terjadi kopulasi (perkawinan). Jantan & betina melepaskan diri , dan cangkang induk betina sebagai keras kembali.

6. Pengamatan Kematangan Telur

Mulai sepuluh hari setelah di ablasi mata dan selanjutnya pengamatan dilakukan berselang 3 hari kemudian., dilakukan pengamatan tingkat perkembangan gonad. Berbeda dengan udang, kepiting bercangkang sangat tebal sehingga pengamatan gonad hanya dapat dilakukan melalui bagian belakang karapas tempat bersambungan dengan abdomen. B again ini tampak menggembung bila telur kepiting berkembang penuh. Dan berwarna kemerahan cerah. Fielder dan heasman (1978) dalam Mardjono (1994) membuat tingkat perkembangan telur kepiting bakau menjadi 4 tingkatan , sbb. :

Tingkat I: belum matang (immature), yaitu belum ada tanda-tanda perkembangan telur pada induk betina .

Tingkat II: Sedang pada proses pematangan (maturing) perkembangan telur telah mulai terlihat penuh, berwarna kuning, namun belum tampak menonjol penuh.

Tingkat III: Matang (ripe). Telur kepiting sudah dibuah & dimuntahkan serta melekat pada umbai-umbai dibawah abdomen. Saat baru ditempelkan ,telur berwarna kuning belia. Selanjutnya embrio makin berkembang didalam telur dan warna telur berubah menjadi kelabu, coklat kehitaman , jika hamper menetas. Lama pengeraman (inkubasi) telur 14-20 hari.

Tingkat IV: Salin (spent). Seluruh telur sudah menetas. Ruang dibawah abdomen terlihat kosong.

Pada tingkat kematangan II akhir, telur dikeluarkan berdasarkan ovarium kemudian dibuahi. Selanjutnya telur yang telah dibuahi itu keluar nir membuyar kedalam air melainkan melekat dalam bulu-bulu di kaki renang (pleopoda) yg diklaim umbai-umbai dibawah abdomen mengalami masa pengeraman. Pada panti pembenihan, ketika induk mulai terlihat mengerai telur, segera dipindahkan kedalam bak pengeraman/ penetasan. Masa pengeraman telur 14 ? 20 hari.

7. Pengeraman & Penetasan

Induk yang sedang mengerami telur, mengipaskan kaki renangnya secara teratur , sehingga telur-telur itu memperoleh air segar yang poly mengandung oksigen. Pada masa pengeraman tsb. Induk berenang-renang menggunakan kaki renangnya yg terus=menerus berkiprah dan sering berdiri pada kaki jalan. Sehingga telur-telur terus menerus memperoleh air segar & banyak oksigen . Hal ini krusial buat perkembangan embrio. Masa telur yang semakin tua, warnanya berubah warna sebagai kelabu kemudian coklat kehitaman.

Masa pengeraman poly dipengaruhi oleh syarat lingkungan. Pada lingkungan menggunakan kadar garam 30-33 ppt dan suhu berkisar antara 26-30 oC pengeraman bisa berlangsung baik dan perkembangan telur normal.

Induk yang pada ablasi proses pematangan telur berlangsung sedikit lebih cepat dan dihasilkan jumlah induk matang telur lebih banyak . (Mardjono dkk.,1994).

Bak buat pengeraman bisa dipakai bak berukuran dua x dua x 0,lima m , terbuat dari semen atau fiber glass. Sebagai media pemeliharaan dipakai air laut menggunakan kadar garam minimal 28 ppt suhu 28oC.

Untuk mengurangi kecerahan cahaya matahari, bak perlu ditutup dengan anyaman bambu (gedeg) atau plastic yg nir terlalu gelap. Kepadatan kepiting pada bak pengeraman 1 ekor/m2 .

Selama proses pengeraman induk tidak diberi pakan. Penggantian air dilakukan setiap hari sebanyak 75%. Aerasi dipasang 1 batu aerasi/m2 dengan tekanan aerator diatur agar nir terlalu bertenaga dan tidak terlalu lemah.

E. Penetasan Telur

Setelah telur-telur berwarna kehitaman, proses penetasan akan segera berlangsung. Penetasan biasanya berlangsung pada pagi hari. Larva yang baru menetas disebut pre-zoea yang sekitar 30 menit kemudian akan bermetamorfosa menjadi Zoea-1.

Pada masa penetasan ini pre-zoea disebarkan kedalam air secara terus menrus selama tiga ? 5 jam. Seekor induk kepiting menggunakan berat 100 gr (lebar karapas 11 cm) dapat menghasilkan telur sebanyak 1 ? 1,lima juta butir. Pada proses penetasan itu, kaki dayungnya dikipas-kipaskan dan kaki-kaki jalan induk pada garuk-garukkan kepada umbai-umbai segingga telur tanggal secara sedikit demi sedikit. Disinilah fungsi kai-kaki jalan sehingga kelengkapan anggota badan induk sangat berperan pada kesempurnaan proses reproduksi sajak perkawinan hingga penetasan telurnya. Akhirnya hanya sebagian mini dari telur yang akhirnya rontok gagal menetas.

Induk kepiting yang telah melepaskan larva yg baru menetas itu, segera dipindahkan kedalam bak pemeliharaan induk dan dirawat guna memulihkan kondisi induk . Masa pemulihan ini akan berlangsung selama 4 ? 7 hari . Sehabis itu induk dikembalikan kedalam bak perkawinan bersama kepiting jantan.

F. Pemeliharaan Larva

1. Bak Pemeliharaan Larva

Bak buat pemeliharaan larva kepiting bisa berbentuk bulat, oval ataupun segi empat.

Ataupun bentuk-bentuk lain. Pada dasarnya bak yang biasa buat memlihara larva udang dapat juga buat memelihara larva kepiting. Yang terpenting artinya bahwa bak tidak boleh memiliki sudut tajam sehingga merupakan ?Sudut mati ?Dimana akan terkumpul kotoran disitu. Bahkan larva itu sendiri akan terjebak dalam sudut itu.

Dasr bak harus pada disain supaya cukup miring supaaya bisa dengan tuntas dikeringkan. Pembuangan air berupa ?Pipa goyang ? Atau ?System sifon? Agar pembuangan air gampang dan tuntas.

Volume bak sebaiknya nir terlalu besar , cukup lima ? 10 m3 dengan kedalaman bak 1 m.Sehingga diisi air menggunakan kedalaman maksimum 80 centimeter. Ukuran ini akan memudahkan pada pengelolaan , seperti penggantian air; sedangkan larva yg dipelihara sebaiknya bisa terdiri dari larva yg seumur (hari menetasnya bersamaan ) walaupun berdasarkan induk yang tidak selaras. Hal ini krusial buat mengurangi kemungkinan perbedaan laju pertumbuhan sebagai akibatnya akan cenderung kanibal.

2. Media Pemeliharaan

Media pemeliharaan larva dipakai air yg diambil langsung dari laut yang jernih, yang disaring dengan saringan pasir, disusul dengan penyinaran sinar ultra violet atau perlakuan dengan klorine 50 ppm buat sterilisasi berdasarkan bacteria & lain lain organisme renik yang mungkindapat menyebabkan pengakit pada larva kepiting.

Salinitas 30-33 ppt, pH 7,5 ? 8,lima. Kadar oksigen terlarut wajib diupayakan stabil antara 6-7 ppm, dengan memasang aerasi. Jumlah batu aerasi 1 per-m2

menggunakan jarah antar batu aerasi 0,lima m, yg digantung menggunakan bantuan tali menciptakan segi empat dimana setiap sudutnya digantungkan batu aerasi, sebagaimana lazimnya dalam bak pemeliharaan larva udang. Kekuatan aerasi diatur supaya tidak terlalu bertenaga & nir terlalu lemah. Fungsi menurut aerasi itu selain buat menambah kelarutan oksigen dalam air, juga buat menggerakkan pakan larva supaya selalu pada kondisi melayang diair supaya nir gampang tenggelam didasar.

Tiga. Penebaran

Larva yg baru menetas , diperoleh berdasarkan bak penetasan dinama induk yg mengeram di pelihara secara terpisah. Setelah pre-zoea berubah menjadi zoea -1 , saatnya buat dipindahkan ke bak pemeliharaan larva.

Pemindahan larva dilakukan pada pagi atau sore hari. Lrva dikumpulkan dengan menggunakan gayung atau ?Cimplung? Supaya larva terambil bersama massa airnya. Selanjutnya ditampung pada pada ember sambil diaerasi lambat. Bila telah terkumpul dalam jumlah relatif poly, larva pada pindah dalam waskom , lalu diapungkan dipermukaan air bak larva buat 30 mnt lamanya , sambil sedikit-sedikit air menurut bak yg akan ditebari itu dimasukkan sedikit demi sedikit kedalam waskom agar teraklimatisasi. Akhirnya waskom dimiringkan sehingga larva dapat keluar sendiri menyebar kedalam air bak pemeliharaan larva itu.

Kepadatan larva didalam bak pemeliharaan 75-100 ekor /liter. Jadi satu bak larva yg volume airnya 4000 liter (4 m3) dapat ditebari 400 000 ekor Zoea-1 Larva sejumlah itu berasal menurut seekor induk kepiting saja. Bahkan dari seekor induk , larvanya bisa ditebar kedalam bak yg volume airnya 8 m3.

Larva kepiting sangat bersifat kanibal. Karena itu kepadatan sangat mempengaruhi tingkat sintasannya, apalagi bila pakan nya tidak mencukupi. Pakan yang kurang mengakibatkan perkembangan larva tidak sehat, sehingga poly tewas , selain kanibalisme. Sewbvaliknya apabila pakan berlebihan, akan mengakibatkan mutu air memburuk, mengakibatkan banyak kematian pula pada larva.

4. Pengelolaan Pakan

Di alam larva kepiting memakan banyak sekali organisme renik plankton seperti Diatomae, larva-larva menurut Echinodermata, moluska & cacing, dsb. Didalam bak pemeliharaan , pakan yg diberikan pula wajib diadaptasi dengan sifat alami menurut larva itu.

4.1. Pakan Alami

Dalam pemeliharaan larva kepiting diberi pakan berupa pakan alami menurut banyak sekali organisme plankton hewani (zooplankton) dan fitoplankton yang ukurannya sinkron menggunakan stadia Zoea.

Pakan untuk Zoea – 1 sampai Zoea-3. berupa zooplankton Brachionus sp dan fitoplankton jenis Chaetoceros sp. yang dihasilkan dari kultur di laboratorium.

Pakan untuk Zoea- 4 dan Zoea -5 dan Megalopa berupa nauplii Artemia yang ditetaskan dari kista Artemia dan fitoplankton Chaetoceros sp. dan ditembah Tetraselmis sp.. Kegunaan dari fitoplankton itu walaupun mungkin secara langsung tidak dimakan oleh larva kepiting, tetapi berguna sebagai penyeimbang lingkungan dalam air karena fitoplankton itu dalam proses fotosintesisnya dapat menyerap zat-zat hara yang beracun bagi larva kepiting yang dipelihara.

Dosis Brachionus , Chaetoceros yang diberikan kira-kira 10 liter ( satu ember) kultur yang sudah disaring sehingga padat buat bak volume 1 M3. Demikian juga Tetraselmis sp. Juga sebanyak 10 liter kultur yg telah disaring.

Sedangkan buat Zoea-4, Zoea-lima & Megalopa dosis nauplii Artemia diperkirakan 2 gram kista ditetaskan buat diberikan pada setiap 100 000 larva kepiting. Jadi apabila kita memelihara seluruhnya lima juta larva kepiting , maka setiap hari perlu di tetaskan kista artemia sebesar 10 gram.

Tetasan nauplii artemia tsb. Diberikan pada pagi hari, sesudah dilakukan pencucian bak dengan sipon dan air bak dig anti 1/3 volume menggunakan air yg segar.

4.2. Pakan Buatan

Dalam pemeliharaan larva kepiting selain pakan alami pula diberi pakan buatan. Pakan buatan mengacu pada jenis pakan yg diberikan pada larva udang windu. Tujuan pemberian pakan protesis ini buat melengkapi zat nutrisi yg kemungkinan tidak terdapat dalam pakan alami.

Larva kepiting mulai stadium Zoea -1 sudah bisa memakan pakan buatan . Banyaknya ransum & ukuran jenis pakan protesis yang diberikan dirubah sinkron menggunakan tingkat perkembangan larva.

Larva stadium Z-1 dan Z-2 diberi pakan sebesar 0,5 ppm. Artinya kedalam bak pemeliharaan larva yang volume airnya 1 M3 (1000 liter) diberi pakan berupa butir-butir mikropelet sebanyak 0,5 gram . Apabila volume air lima M3 maka banyaknya pakan 5 x 0,lima gr. = dua,5 gr.Per-M3 volume air bak.

Untuk stadium Zoea-3, takaran pakan 0,6 ppm ; atau sebesar 0,6 gram per-M3 air bak.

Untuk stadium Zoea-4 , dosis pakan 0,65 ppm ; atau sebanyak 0,65 gram per-M3 air bak.

Untuk stadium Zoea-5, dosis pakan 0,75 ppm ; atau sebesar 0,75 gram per-M3 air bak.

Mulai stadium Megalopa hingga instar ( stadium Crab) ransum pakan ditingkatkan menjadi 1 ppm sekali anugerah.

Pemberian pakan buatan (mikropelet) tsb. Sehari diberi kan 6 kali , yaitu berselang ketika 4 jam. Dengan cara itu diperlukan larva dapat terus menerus menerima makanan, pakan tidak boleh berlebihan dan karena selalu ada pakan didalam air pemeliharaan, larva sebagai berkurang sifat kanibalisme-nya.

Ukuran partikel pakan jua wajib diadaptasi dengan berukuran stadium larva. Untuk stadium Zoea-1 hingga Zoea-5 berukuran pelet 50 mikron, diberbesar sedikit demi sedikit sampai 100 mikron . Selanjutnya untuk stadium Megalopa & Crab ukuran pelet lebih besar yaitu 200 mikron sampai 500 mikron.

Ukuran-berukuran besarnya mikropelet itu dapat di baca dalam kaleng wadah pakan larva yg dijual.

Stadium Megalopa lebih suka tinggal didasar bak (benthic)& makan Artemia yang telah ditetaskan berumur 4-5 hari (instar 4-lima). Dosis pakan tetasan kista sebanyak tiga gr untuk 100 000 ekor Megalopa per-hari. Ukuran panjang total tubuhnya 4,1 mm. Sifatnya cenderung kanibal. Sehingga terjadi poly penyusutan jumlahnya. Untuk mengurangi kanibalisme, di pada air bak perlu diberi tempat persembunyian berupa rumbai-rumbai yg bisa dibuat berdasarkan tali rafiyah yang diikat segerombol diberi pemberat agar dapat ditegakkan didalam air. Jumlah rumbai-rumbai ini hendaknya cukup poly. Lama masa Megalopa ini 7 hari, bermetamorfosa menjadi stadium Crablet (benih kepiting).

Pada stadium Crab-1 sampai Crab-lima yaitu benih kepiting , bentuk dan organ tubuhnya sudah seperti pada kepiting dewasa.Panjang karapas dua mm hingga 3 mm; berat badannya lima ? 9 mg. Pada stadia Crab anakan kepiting makan berdasarkan dasar bak Pakan yg diberikan berupa daging ikan , cumi-cumi yg masih segar dan dibersihkan, lalu dicacah . Dosis pakan perhari diperkirakan sebanyak 50-100 gram untuk 100 000 ekor benih Crab-1 sampai Crab-lima. Pemberiannya pakan secara pada onggokkan pada 4-5 titik. Sementara diberi pakan itu , aerator tidak boleh. Kemudian harus diamati apakah pakan yg diberikan itu segera habis dalam saat 10 mnt. Bila cepat habis, maka selang tiga - 4 jam , perlu diberi lagi cacahan pakan yg sama. Demikian dalam sehari pemberian pakan buat stadium Crab sebesar 6 kali. Jika Crab terlihat sangat rakus atau nafsu makan cantik, maka dosis pakan harus dinaikkan. Sebaliknya kalau nafsu makan kurang, atau lambat memakannya, maka dalam anugerah berikutnya dosis pakan dikurangi.

Pengamatan & pengaturan takaran pakan itu krusial , buat mencegah terjadinya kanibalisme, apabila benih crab itu kelaparan & pakannya kurang. Sebaliknya jika pakan terlalu banyak bersisa, mengakibatkan kualitas air menurun

lantaran pembusukan sisa pakan itu. Hal ini akan mengakibatkan poly kematian pada benih kepiting.

Penelitian telah dilakukan pada pertumbuhan benih stadia Crab dimana dalam umur 50 hari (terhitung sejak Zoea-1) berat badannya mendekati 500 mg panjang karapas mendekati 10 mm ( 1 cm). Ini ukuran yang diperkirakan sudah relatif bertenaga buat pada jual menjadi benih untuk di deder pada tempat yg lebih luas di luar ruangan. Misalnya didalam hapa yg dipasang ditambak yang subur dengan pakan alaminya. Tetapi tentu saja wajib selalu dilindungi terhadap hama pemangsa karena itu masih pada pelihara didalam hapa.

G. Pengelolaan Kualitas Air

Kualitas air tempat larva kepiting dipelihara , merupakan faktor penting yg wajib dijaga agar tetap pada syarat optimum dan stabil. Dalam Panti Pembenihan, umumnya dilakukan pergantian air bak larva sebesar 20-40% menurut volume bak setiap dua hari.

Penggantian air dilakukan dengan lebih dahulu menyedot air dari dasar bak menggunakan sipon yaitu slang berdiameter 2 -3 inci yang diberi tutup ujungnya dengan kain kelambu yang lubangnya tidak terlalu mini , memungkinkan kotoran yang mengendap didasar bak tersedot. Sebagian air dari dasar bak akan terbuang sebanyak 20-40% volume. Kemudian bak diisi lagi dengan air yang masih segar & salinitas 30-33ppt , suhu 28-30 oC sama menggunakan air yg usang. Sedangkan kadar Oksigen tentu bisa dipertahankan 6-7 ppm bila aerator terus menerus terpasang. Dan dijaga kebersihannya. Kotoran-kotoran dan residu-sisa pakan didalam air akan membusuk & menyerap poly O2. Karena itu kebersihan air & dasar dan dinding bak harus dijaga, dengan cara pada sipon menggunakan cermat.

Penggantian air itu dimulai dalam zoea-dua sebanyak 20% setiap dua hari sekali , sampai Zoea-3 , selanjutnya sampai Zoea lima ganti air sebesar 40%.

Pada stadium Megalopa, sebaiknya dipanen, untuk memindahkan Megalopa kedalam bak lain yang sudah dipersiapkan dalam kondisi bersih dan diberi rumbai-rumbai untuk persembunyian terhadap sesamanya. Megalopa bersifat benthic yaitu senang berada didasar bak. Ukuran besarnya panjang karapas 2,1 mm, panjang abdomen 1,87 mm, panjang tubuh total dari ujung duri rostral sampai ujung belakang abdomen 4,1mm.

Padat penebaran Megalopa 10-20 ekor/M3.Diperkirakan bisa mengurangi sifat kanibalisme.

H. Pengendalian Penyakit

Penyakit pada larva kepiting dapat terjadi dalam semua stadium . Disebabkan adanya bacteria, jamur dan Protozoa yang masih ada & berkembang didalam air bak pemeliharaan. Ini ditimbulkan sang kotoran dan residu-residu pakan.

Penelitian mengenai larva kepiting belumlah banyak dilakukan. Tetapi demikian haruslah diwaspadai kasus penyakit ini. Penyakit dapat timbul menurut hubungan antara tiga faktor yaitu faktor lingkungan,fartor eksistensi organisme penyakit dan faktor syarat inang atau organisme itu sendiri (yaitu larva yg dipelihara) yg pada syarat lemah.

Lingkungan, yg kondisinya nir stabil (kotor, kualitas air nir stabil) menyebabkan syarat larva stress, lemah, nafsu makan menurun, akibatnya gampang diserang penyakit. Penyakit itu disebabkan eksistensi organisme penyakit itu yg terdapat didalam lingkungan /bak. Keberadaan organisme penyebab penyakit itu memang terdapat dimana-mana, tetapi akan dapat merebak bila syarat airnya kotor. Jika kondisi bersih, nir banyak residu-sisa kotoran dsb. & kualitas air selalu terjaga stabilitasnya/ cocok buat kehidupan larva yg dipelihara, makanan relatif & bergizi yang sinkron dengan kebutuhan larva, maka larva jua kondisi nya akan selalu sehat, kuat, & tahan penyakit.

Itulah caranya kita mengendalikan syarat larva yang kita pelihara , agar kita upayakan selalu pada syarat sehat dan ini bisa dicapai jika kita bekerja dengan cermat, cermat, & cermat.

1. Penggunaan Obat

Banyak jenis anti biotika yaitu obat yg membasmi bacteria, jamur, protozoa, tetapi virus nir bisa dibunuh sang antibiotika karena virus tidak bisa melakukan metabolisme sendiri, melainkan sepenuhnya numpang hidup dalam organisme lain.

Jenis penyakit dalam larva kepiting , tentu juga serupa menggunakan yang menyerang larva udang yang sekarang sudah poly diketahui. Tetapi demikian fenomena menerangkan bahwa larva yg terlanjut sakit, sulit buat disembuhkan dengan obat apapun. Lantaran itu cara pencegahan wajib diutamakan, yaitu memelihara lingkungan agar stabil & optimal bagi kehidupan larva, pakan yang baik mutunya, menjaga kebersihan, dan menghindari/melindungi bak-bak pemeliharaan berdasarkan kontaminasi/penularan bibit penyakit.

Dua. Penggunaan Antibiotik

Obat anti biotika sekarang tidak boleh sang Pemerintah penggunaannya untuk perikanan, karena menyebabkan organisme penyakit menjadi resisten (nir mati oleh obat tsb.) dan adanya obat yang menyebabkan kanker pada manusia bila pemakaian jangka panjang dan obat tertentu itu mengendap pada bahan kuliner.

Untuk pencegahan penyakit pada Panti Pembenihan, diperkenankan buat pembersihan saja yaitu menggunakan obat disinfektan yg berupa bahan kimia , misalnya larutan PK dua-3 ppm, deterjen , sabun buat mencuci bak dll. , formalin 100- 200 ppm buat mematikan bakteri & pula virus.

Demikian semoga penjelasan-penjelasan pada kitab ini dapat diterapkan dan membawa keberhasilan dalam budidaya Perikanan dalam umumnya.

SUMBER:

Suyanto S.R., 2011. Budidaya Kepiting Bakau. Materi Penyuluhan Kelautan & Perikanan Nomor: 008/TAK/BPSDMKP/2011. Pusat Penyuluhan Kelautan & Perikanan BPSDMKP.

PUSTAKA:

Aldrianto,E., 1994. Aktifitas Reproduksi Kepiting Bakau. Techner no.12 Th.Dua. 1994. Hal. 46-48.

Cholik,F dan A.Hanafi. 1991. A.Review of the status of the Mud Crab (Scylla sp.). Fishery and Culture in Indonesia. The Mud Crab . A rep on Sem convened in Surat Thani,Thailand, Nov 5-8,1991.s for Mud crab culture – a Preliminary biochemical, Fisical and Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .on th Sem convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.

Gillespie,N.C. And J.H.Burke. 1991. Mud crab storage and Transport in Australian Commerce. The Mud crab. A Rep.On the Sem. Convened at Surat Thani, Thayland. Nov.Lima-8. BOBP. 1991.

How-Cheong, C., U.P.D.Gunasekera and H.P.Amandakoon. 1991. Formulation of artificial feeds for Mud crab culture ? A Preliminary biochemical, Fisical and Biological Evaluation . The Mud Crab. A Rep .On th Sem convened at Surat Thani, Thayland. BOBP. 1991.

Ladra, D.F. And J.C.Lin. 1991. Trade and Marketing Practices of the Mud Crab in the Philippines. A Rep. On th Sem.Convened at Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP. 1991.

Ladra,D.F. Mudcrab fattening Practices in the Philippines. The Mud Crab, A Rep on the Sem convened in Surat Thani,Thayland, Nov.Lima-8, 1991. BOBP.

Mardjono,M., Anindiastuti, Noor hamid , Iin S.Djunaidah dan W.H.Satyantini. 1994

Pedoman Pembenihan Kepiting Bakau Scylla serrata . BBAP Jepara. 1994.

Mardjono, M.,N.Hamid dan M.L.Nurdjana . 1992. Budidaya Kepiting Bakau : Lahan Usaha Baru yang Menguntungkan. Makalah Seminar sehari. Jakarta 8 Juli 1992.

Makatutu,D., I.Rusdi dan A.Parenrengi. 1998. Studi pendahuluan Pengaruh perbedaan waktu awal pemberian pakan alami rotifer, Brachionus rotendiformis terhadap sintasan Zoea kepiting bakau S.serrata Forskal. Pros.Sem Perik.Pantai, Bali. 1998. hal: 178-181.

Prinpanapung,S. 1991. Rearing of Mud Crab (Scylla serrata). The Mud Crab. A Rep.on the Sem.convened at Surat Thany, Thayland. Nov.5-8. BOBP.1991.

Rattanachote,A. And R. Dangwatanakul. Mud Crab (Scylla serrata Forskal) fattening in Surat Thani Province. A Rep on the Sem.Convened in Surat Thani, Thayland. Nov.5-8. BOBP . 1991.

Rusdi,I.,D.Makatutu dan K.M.Setiawati. 1998. Percobaan Pematangan Gonad dan Pemijahan Kepiting Bakau Scylla serrata pada berbagai jenis dan ketebalan substrat.

Pros. Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali , 6-7 Agust 1998.

Samarasinghe,R.P., D.Y.Fernando and O.S.S.C.De Silva. 1991. Pond Culture of Mud Crab in Sri Lanka. A Rep.On the Sem.Convened in Surat Thani , Thayland. . Nov 5-8 . BOBP . 1991.

Srinavasagam,S. And M.Kathirvel. 1991. A Review of Experimental Culture of the Mud crab, Scylla serrata Forskal in India. The Mud Crab. A rep. Of the Sem convened at Surat Thani, Thayland. N0v. 5-8. BOBP. 1991.

Susanto,B. , M.Marzuqi, I.Setyadi,D.Syahidah,G.N.Permana dan Haryanti . 2004. Penagmatan aspek biologi Rajungan (portunus pelagicus), dalam menunjang tehnik pembenihannya. Warta Penel. Perik Indonesia.Vol.10,No.1,2004.

Yunus. 1998. Uji Pendahuluan Produksi benih kepiting bakau (S.serrata). Pros. Sem.Teh.Perik.Pantai, Bali. 1998. hal: 124-132.

#Tag : Kepiting

MENGENAL KEPITING BAKAU

Di Indonesia dikenal ada 2 macam kepiting sebagai komoditi perikanan yang diperdagangkan/komersial ialah kepiting bakau atau kepiting lumpur; dalam perdagangan internasional dikenal sebagai “Mud Crab” dan bahasa Latinnya Scyla serrata dan ada juga kepiting laut atau rajungan yang nama internasionalnya “Swimming Crab” dengan nama Latin: Portunus pelagicus. Kedua macam kepiting tsb nilai ekonominya sama , dan keduanya diperoleh dari penangkapan dialam.

Kepiting bakau ditangkap berdasarkan perairan estuaria yaitu muara sungai , saluran & petak-petak tambak , diwilayah hutan bakau dimana hewan ini hayati & berkembangbiak secara liar. Kepiting bakau lebih suka hayati diperairan yang relative dangkal dengan dasar berlumpur, karena itu dianggap jua Kepiting Lumpur (Mud Crab).

Sedangkan rajungan , ditangkap sang nelayan dilaut dekat pantai hingga sejauh 1-2 mil menurut pantai, lantaran rajungan hayati pelagis (pada badan air laut). Namun demikian Kepiting Bakau jua dapat tertangkap pada bahari dekat pantai, lantaran kepitng bakau yg hendak kawin dan bertelur, jua berpindah pada wilayah laut dekat pantai.

Bentuk (habitus) kepiting bakau badannya yg didominasi oleh tutup punggung (karapas) yang berkulit chitin yg tebal.

Seluruh organ tubuh yang krusial tersembunyi dibawah karapas itu. Anggota badannya berpangkal pada bagian dada (cephalus) tampak mencuat keluar pada kiri dan kanan karapas, yaitu lima pasang kaki jalan.

Kaki jalan terdepan (nomer 1) berbentuk capit yg besar ; kaki jalan nomer 2,3 & 4 berujung runcing yang berfungsi buat berjalan ; kaki jalan nomer lima berbentu pipih berfungsi sebagai dayung jika beliau berenang. Pada cephalus (dada) masih ada organ2 pencernaan, organ reproduksi (gonad dalam betina & testis dalam jantan). Sedangkan bagian tubuh (abdomen) melipat rapat dibawah (ventral) menurut dada. Pada ujung abdomen itu bermuara saluran cerna (dubur).

Pada kepiting jantan , bentuk abdomen itu segitiga meruncing, terbentuk berdasarkan perpaduan beberapa ruas. Sedangkan kepiting betina bentuk abdomen seperti segitiga pula tetapi lebar, dibawahnya terdapat bulu-bulu (umbai-umbai) dimana telur-telurnya inheren saat dierami.

HABITAT DAN PENYEBARAN

Kepiting Bakau masih ada di daerah perairan pantai estuaria menggunakan kadar garam 0 hingga 35 ppt. Menyukai perairan yg berdasar lumpur & lapisan air yang tidak terlalu pada kurang lebih 10- 80 centimeter & terlindung,seperti pada wilayah hutan bakau. Di tempat asal seperti itu kepiting bakau hayati & berkembang biak.

Dilaut dekat pantai, tak jarang nelayan dapat menangkap kepiting bakau yang telah dewasa & mengandung telur. Agaknya kepiting bakau menyukai bahari menjadi loka melakukan perkawinan , namun kepiting bakau poly dijumpai berkembangbiak didaerah pertambakan dan hutan bakau yang berair tak terlalu dangkal ( lebih berdasarkan 0,lima m).

Habitat hutan bakau itulah tempat asli utama bagi kepiting untuk tumbuh & berkembang, karena memang fertile dihuni sang organisme mini yang sebagai makanan berdasarkan kepiting bakau itu. Jadi cocok menjadi ? Breeding gound? ( loka memijah) & ?Nursery ground?(loka anak-anak kepiting berkembang/tumbuh) .

Kepiting bakau mempunyai daerah penyebaran geografis yang sangat luas , yaitu pantai wilayah Indo Pasific barat, dari pantai barat Afrika Selatan, Madagaskar, India, Sri Langka, Seluruh Asia Tenggara sampai kepulauan Hawaii; Di sebelah utara : dari Jepang bagian selatan sampai pantai utara Australia. Dan di pantai barat Amerika bagian selatan. (Moosa et al., 1985 dalam Mardjono et al., 1994).

DAUR HIDUP DAN PERKEMBANGBIAKAN

Kepiting bakau artinya hewan Kelas Krustasea sama halnya dengan Udang. Badannya beruas-ruas yg tertutup oleh kulit tebal berdasarkan zat khitin. Karena itu secara periodik berganti kulit (moulting) yang memungkinkan hewan ini tumbuh pesat setelah ganti kulit . Binatang yg masih belia berganti kulit lebih seringkali dibanding menggunakan yg tua. Sehingga yang muda tumbuh lebih cepat dari dalam yg telah tua.

Mekanisme ganti kulit itu sejalan juga dengan periodisitas dari waktu perkawinannya. Bila Kepiting (jua Udang) sedang tumbuh kembang gonadnya terjadi waktu kulitnya sedang keras (intermoult) . Sedangkan menjelang perkawinan, pasti terjadi proses ganti kulit (mating moult) sebagai akibatnya kulit yang betina lunak memudahkan bagi pejantannya melakukan proses perkawinan, memasukkan sperma kedalam thelycum alat kelamin) betinanya.

Kepiting betina yang sudah kawin & memijah (melepaskan telur-telurnya), telur lalu dibuahi (fertilisasi sang sperma yg sudah disimpan saat perkawinan terjadi. Telur yang telah terfertilisasi tidak dilepaskan kedalam air melainkan segera menempel dalam rambut-rambut yang masih ada dalam umbai-umbai pada bagian bawah abdomen. Di Indonesia yg beriklim tropika telur itu ?Dierami? Selama 20 - 23 hari sampai menetas tergantung tingginya suhu air. Seekor induk betina kepiting bakau yang beratnya 100 gr (lebar karapas 11 cm) membuat telur 1 ? 1,lima juta buah. Semakin akbar /berat induk kepiting, semakin poly telur yang didapatkan.

Telur yg baru difertilisasi ( dibuahi) berwarna kuning ?Oranje . Semakin berkembang embrio pada telur, warna telur akan berubah sebagai semakin gelap yaitu kelabu akhirnya coklat kehitaman ketika hampir menetas.

Induk yg mengerami telur biasa sedikit atau nir makan sama sekali. Induk itu selalu menggerakkan kaki-kaki renangnya & sering tampak berdiri tegak dalam kaki dayungnya , supaya telur-telur menerima aliran air segar yang cukup oksigen.

Jika waktunya telur menetas, induk kepiting itu menggarukkan kaki-kaki jalan & kaki dayungnya terus menerus menggunakan cepat , buat memudahkan divestasi larva yg segera menyebar kesekelilingnya. . Disini fungsi kaki-kaki jalan itu krusial, jika jumlahnya nir lengkap atau cacat, akan mengganggu proses penetasan tsb.

Hanya sebagian mini saja telur yang tidak menetas & akhirnya rontok nir menetas. Proses penetasan telur lamanya 3-5 jam.

Telur yang baru menetas disebut stadia pre-zoea hanya dalam waktu 30 menit berubah menjadi stadia Zoea 1 . Ada 5 sub stadia Zoea yaitu Zoea-1, Zoea-2, Zoea-3, Zoea -4 dan Zoea-5. Semakin lanjut sub –stadia, terjadi penambahan organ tubuh sehingga semakin sempurna untuk pergerakan, menangkap makanan dan metabolisme tubuhnya.

Setiap sub-stadia memerlukan waktu 3-4 hari untuk berubah menjadi sub-stadia selanjutnya. Sehingga tingkat Zoea seluruhnya memerlukan waktu 18-20 hari untuk menjadi stadia selanjutnya yaitu megalopa.

Zoea-1 warna tubuh transparan, panjang tubuhnya 1,15 mm, matanya tidak bertangkai.

Zoea-1 geraknya masih lamban, makanannya fitoplankton . dan zooplankton yang lamban geraknya yaitu Brachionus plicatilis.

Zoea-2 geraknya lebih gesit sejalan menggunakan semakin berkembangnya anggota tubuh baik pada berukuran juga jumlahnya.. Panjang tubuhnya 1,50 mm . Mata bertangkai.

Makananya masih berupa fitoplankton yang ukurannya lebih besar seperti Tetraselmis chuii , Chaetoceros calcitran. Kedua jenis fitoplankton itu selain sebagai pakan untuk Brachionus juga menyerap gas hasil metabolisme (metabolit) dari larva itu sendiri. Jadi sebagai pembersih air.

Sub-stadia Zoea-tiga , ukurannya lebih besar 1,93 mm .Dapat memangsa nauplii Artemia. Beberapa organ tubuhnya tersaji dalam Seekor Zoea-tiga dapat memakan nauplii artemia sebanyak 30 ekor per-hari.

Sub-stadia Zoea-4 ,panjang tubuhnya 2,4 mm. Pada stadia ini sudah terbentuk pleopoda (kaki renang) dan pereiopoda (kaki jalan). Tampak aktif berenang karenanya lebih aktif menangkap pakannya.

Sub-stadia Zoea-5 panjang tubuhnya 3,4 mm, lebih efektif menangkap mangsanya & geraknya lebih gesit.

Stadia berikutnya ialah Megalopa . Ukuran tubuhnya semakin besar, sehingga tidak lagi diberi pakan nauplii artemia melainkan dapat memakan artemia instar-5 .

Panjang karapas dua,18 mm (termasuk duri rostral), lebar karapas 1,52 mm ; panjang abdomen 1,87 mm panjang tubuh total (termasuk duri rostral) 4,1 mm. Mempunyai pereopoda lima pasang . Abdomen terdiri 7 segmen memanjang kebelakang.

Stadia berikutnya merupakan Stadium Crab (kepiting muda). Bentuk dan anggota tubuhnya telah seperti dalam kepiting dewasa. Kebiasaannya cenderung di dasar perairan. Memakan makanan yg terdapat didasar atau yg karam. Makanan yang diberikan berupa cacahan cumi-cumi, udang kecil dsb. Tetapi pula dapat memakan nauplii artemia yang planktonis. Biasanya jua diberi pakan buatan berupa mikro pellet yang kaya nutrisi, misalnya yg biasa buat larva udang.

Pada syarat normal di Panti Pembenihan (Hatchery) , usang saat perubahan berdasarkan menetas sampai sebagai stadium Megalopa 21-23 hari. Dari Megalopa sebagai Stadium Crab-5 adalah 10-12 hari . Sehingga lama ketika pemeliharaan larva sejak telur menetas hingga sebagai benih kepiting (crab-lima) siap jual hanyalah 30 ? 35 hari.

SUMBER:

Suyanto S.R., 2011. Budidaya Kepiting Bakau. Materi Penyuluhan Kelautan dan Perikanan Nomor: 008/TAK/BPSDMKP/2011. Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

#Tag : Kepiting