Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Wadah Budidaya Perikanan : Tambak

Sistem budidaya perairan lain yang sedang mengalami ledakan perkembangan adalah budidaya tambak. Sistem ini biasanya dibangun di wilayah yang berdekatan dengan daerah pesisir pantai. Sumber air yang digunakan untuk tambak kebanyakan merupakan air asin, sehingga organisme yang dapat dibudidayakan dengan sistem ini pun terbatas pada organisme air asin atau air payau (campuran air asin/laut dengan air tawar/sungai) saja seperti udang, kakap, dan bandeng.

Berdasarkan luasan tambak dan kepadatan oganisme yang dipelihara maka terdapat tiga jenis tambak yaitu tambak tradisional (ekstensif), tambak semi intensif dan tambak intensif. Usaha budidaya dengan sistem tambak apabila dilakukan dengan cara yang benar, maka akan memberikan banyak keuntungan khususnya bagi pengelola, maupun bagi masyarakat sekitarnya, seperti :

  1. Organisme yang dibudidayakan dalam tambak umumnya berupa organisme dengan harga jual yang tinggi, sehingga usaha tambak jelas mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, terutama untuk tambak intensif.
  2. Dengan adanya usaha tambak di suatu lingkungan pantai, maka diharapkan dapat membuka lahan kerja baru bagi masyarakat di sekitarnya.
  3. Pengontrolan organisme yang dibudidayakan menjadi lebih mudah, karena lingkungan pemeliharaannya yang terbatas.

Secara teknis ketiga jenis tambak tersebut memiliki beberapa perbedaan dalam pengoperasiannya. Letak perbedaan tersebut antara lain adalah :

A. Tambak Tradisional (Tambak Ekstensif)

Tambak sistem ini biasanya dibangun pada lahan pasang surut yang pada umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa pasang surut bersemak dan rerumputan. Luas tambak berkisar antara 1-3 ha dengan satu pintu air di setiap petak. Pengisian dan pembuangan air bergantung sepenuhnya pada daya gravitasi pasang surutnya air laut. Tambak ekstensif sangat bergantung pada keberadaan pakan alami yang ditumbuhkan di dasar tambak yang telah disiapkan dengan pemupukan, kedalaman air sekitar 0,5-0,6 m dan tidak digunakan kincir air, sedangkan pompa air masih digunakan untuk proses

penggantian air.
Tambak Tradisional [ sumber ]

Kepadatan organisme yang dipelihara sangat rendah misalnya untuk udang windu (Penaeus monodon) hanya sekitar 3-10 ekor/m2.

B. Tambak Semi Intensif

Tambak ini umumnya tidak seluas tambak ekstensif, yaitu hanya berkisar antara 0,5-1 ha. Pengisian dan pembuangan air dilakukan melalui saluran yang berbeda. Tambak dengan luas petakan 0,5 ha, berbentuk bujur sangkar, pintu pembuangan air diletakkan di tengah lantai dasar tambak yang miring ke arah tengah. Pada tambak semi intensif selain penggunaan pompa juga sudah digunakan kincir air yang berfungsi sebagai aerator.
Tambak Semi Intensif [ sumber ]

Kepadatan organisme yang dipelihara dalam tambak lebih tinggi dibandingkan dengan tambak ekstensif, misalnya untuk udang windu yaitu sekitar 10-25 ekor/m2 dan pakan buatan sudah mulai digunakan sebagai pakan tambahan.

C. Tambak Intensif

Luas petak pemeliharaan yang digunakan untuk tambak intensif adalah yang terkecil dibandingkan dengan kedua tipe tambak lainnya yaitu sekitar 0,3-0,5 ha. Biasanya tambak intensif sudah dilengkapi dengan pintu pembuangan di tengah dan pintu panen model monik yang diletakkan di pematang saluran buangan. Untuk tambak air payau, percampuran air tawar dan air laut dilakukan dalam bak pencampur.
Tambak Intensif [ sumber ]

Dalam tambak intensif penggunaan kincir dan pompa sudah optimal, kepadatan organisme yang dipelihara dalam tambak sangat tinggi dibandingkan dengan tambak ekstensif, misalnya untuk udang windu yaitu sekitar 30-40 ekor/m2 dan penggunaan pakan buatan merupakan unsur yang sangat penting dalam proses pemeliharaan. Budidaya dengan sistem tambak intensif biasanya dilakukan secara besar-besaran dan hanya dilakukan oleh para pengusaha yang bermodal besar.

Sumber : Modul Keteknikan Budidaya Perikanan

Semoga Bermanfaat...

Vaksin DNA untuk pencegahan KHV pada Buddaya Ikan Mas dan Koi

PENDAHULUAN

Koi Herpes Virus (KHV), merupakan penyakit virus yang dikenal ganas, serangannya sanggup mematikan ikan mas dan koi secara massal (lebih 80% menurut populasi) (Hedrick et al. 2000; Perelberg et al. 2003; Sunarto et al. 2005). Hingga ketika ini perkara agresi KHV masih adalah kendala pada kegiatan budidaya ikan mas & koi. Kasus infeksi KHV di lingkungan budidaya dipicu oleh penurunan suhu perairan & eksistensi individu ikan mas carrier(pembawa KHV) pada lingkungan tersebut; Sehingga kematian massal ikan mas karena agresi KHV, umumnya berulang setiap tahun, terjadi seiring menggunakan penurunan suhu perairan hingga mencapai kisaran suhu yang bersifat permissive KHV (23-27 0C).

Secara medis, infeksi KHV sangat sulit dikendalikan menggunakan memakai obat/bahan kimia; Upaya yg paling mungkin dilakukan adalah menggunakan mempertinggi sistem kekebalan tubuh ikan, baik non-khusus secara imunostimulasi (Sakai, 1999) maupun kekebalan spesifik secara vaksinasi (Perelberg et al., 2005). Vaksinasi adalah tindakan memasukkan antigen ke dalam tubuh ikan buat memicu sistem pertahanan tubuh secara spesifik. Dalam perkembangannya, masih ada empat jenis vaksin yaitu: vaksin yg dimatikan (killed vaccine), vaksin yang dilemahkan (attenuated vaccine), vaksin protein rekombinan dan vaksin DNA.

Upaya penyediaan vaksin secara konvensional menggunakan cara mematikan pathogen yg berasal menurut inang/ikan yang terjangkit dikenal menggunakan kata autovaksin (killed vaccine) telah dikembangkan di BBPBAT sukabumi pada tahun 2007, 2008 & 2009. Tidak Stabilnya kandungan bahan immunogenic dalam insang menjadi sumber virus, masih menjadi kendala yang menghipnotis keberhasilan vaksinasi secara konvensional. Selain vaksin konvensional yang dikembangkan BBPBAT Sukabumi, dalam tahun 2010 pula telah teregister vaksin anti KHV komersial dan sudah dilakukan uji efikasinya dalam skala laboratorium di BBPBAT Sukabumi. Hasil uji skala laboratorium menampakan hasil yang baik dengan sintasan 85-90% sehabis diuji tantang. Tetapi demikian dalam waktu dilaksanakan uji lapang pada pembudidaya di daerah Subang dan Garut, hasilnya tidak efektif dan terjadi kematian masal dalam ikan sehabis satu minggu divaksin. SOP penggunaan vaksin komersial ini terlalu rumit sehingga mengakibatkan sulitnya penerapan vaksinasi pada pembudidaya.

Mengingat masih rendahnya keberhasilan vaksinasi secara konvensional maka perlu dilakukan pemugaran vaksin anti KHV, salah satunya melalui pengembangan vaksin DNA KHV. Vaksin DNA adalah terobosan teknik eksperimental buat melindungi organisme melawan penyakit dengan cara menginjeksikan DNA murni (naked DNA) buat membangkitkan respon imunologi. Vaksin tersebut merupakan hasil rekayasa genetika dimana sekuen gen virus yang bersifat imunogenik disisipkan ke dalam plasmid; Plasmid tadi lalu ditransformasi dan dipropagasi dalam sejumlah bakteri E.Coli; Produk isolasi plasmid berdasarkan kultur E.Coli tadi selanjutnya dipakai sebagai vaksin (Sri Nuryati, 2009).

Pengembangan vaksin DNA anti KHV telah dirintis sang Institut Pertanian Bogor berafiliasi dengan BBPBAT Sukabumi, dari tahun 2008-sampai ketika ini. Vaksin DNA KHV diisolasi menurut isolat virus KHV lokal (pada negeri) sebagai akibatnya vaksin ini memiliki kesesuaian antibodi menggunakan antigen yg cukup tinggi. Kesesuaian ini adalah syarat penting buat mencapai keberhasilan vaksinasi. Selain itu, vaksin DNA tidak sama dengan jasad renik konvesional yang dapat mengalami kegagalan vaksinasi dampak kegagalan proses non-aktivasi virulensi menurut patogen.

Isolat bakteri yg sudah disisipi DNA glikoprotein virus KHV (Gp-25) dari dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan dikultur/diperbanyak pada laboratorium kesehatan ikan BBPBAT Sukabumi dalam ruang spesifik produksi vaksin. Vaksin DNA KHV diproduksi pada dua (dua) bentuk sediaan yaitu sediaan bakteri & plasmid. Vaksin sediaan bakteri diaplikasikan melalui metode perendaman dan vaksin sediaan plasmid diaplikasikan melalui metode injeksi pada ikan.

KEUNGGULAN

Beberapa keunggulan vaksin DNA KHV merupakan:

1. Bersifat generik & sederhana.

2. Aman & nir menimbulkan resiko terinfeksi penyakit.

3. Kombinasi laba menurut vaksin tradisional (inactivated vaccine) dan yang dilemahkan (attenuated vaccine).

4. Dapat mencapai keberhasilan tujuan vaksinasi saat vaksinasi konvensional gagal.

Lima. Memungkinkan buat diberikan beserta ajuvan molekular contohnya motif CpG.

6. Mengaktifkan baik sistem kekebalan humoral juga seluler.

7. Memungkinkan vaksinasi multivalen yaitu menggunakan mencampur vaksin DNA buat lebih berdasarkan satu jenis penyakit melalui vaksinasi yg dilakukan secara bersamaan.

8. Memberikan proteksi yang baik apabila diberikan pada stadia awal.

9. Proteksi bisa diinduksi dalam waktu singkat dan menaruh impak perlindungan dalam jangka saat usang.

10. Dapat memberikan proteksi baik pada suhu rendah maupun tinggi.

11. Dapat memberikan perlindungan dalam heterologous strain pathogen.

12. Produk murni memiliki stabilitas yg tinggi.

13. Vaksin DNA KHV ini jua diisolasi menurut isolate virus KHV local (dalam negeri) sebagai akibatnya vaksin ini mempunyai kehomologan antibodi dengan antigen yang cukup tinggi. Kehomologan ini merupakan kondisi krusial buat mencapai keberhasilan vaksinasi.

MUDAH DITERAPKAN DALAM SISTEM USAHA

Aplikasi vaksin DNA KHV mudah diterapkan lantaran bentuknya telah dikemas baik pada bentuk sediaan bakteri (bentuk kemarau) yang mampu disimpan dalam refrigerator maupun plasmid (penyimpanan memerlukan suhu -20oC). Sedangkan aplikasinya sanggup melalui 2 metode vaksinasi yaitu metode perendaman dan injeksi.

RAMAH LINGKUNGAN

Vaksin DNA KHV merupakan produk ramah lingkungan. Vaksin DNA KHV adalah fragmen gen glikoprotein KHV yang tidak bersifat patogen & menstimulasi respons kekebalan tubuh ikan mas dan ikan koi terhadap serangan KHV. Vaksin DNA berupa plasmid yg diinjeksikan ke ikan terbukti tidak mengalami integrasi menggunakan DNA genom (Kanellos et al. 1999). Selain itu vaksin DNA KHV pula nir dapat diisolasi pulang menurut ekskreta ikan yang telah diberi. Secara genetik vaksin DNA KHV nir bisa bertahan pada lingkungan, karena bentuknya sebagai plasmid DNA (naked DNA) akan mengalami lisis dalam tubuh ikan.

Dalam penelitian pencampuran vaksin DNA dalam bentuk plasmid dengan bakteri flora normal yang diisolasi menurut lingkungan budidaya ikan mas pada IPB, dihasilkan hasil bahwa nir terjadi up take vaksin DNA oleh bakteri tanaman normal (Julianingtyas et al., 2013). Penelitian yg dilakukan secara in vitro ini sebagai petunjuk bahwa nir ada hubungan antara bakteri tumbuhan normal dalam lingkungan akuakultur menggunakan vaksin DNA pada bentuk plasmid, dengan kata lain vaksin DNA anti-KHV ini kondusif bagi lingkungan akuakultur. Bakteri E. Coli pembawa vaksin DNA KHV dimatikan sebelum diberikan ke ikan. Oleh karena itu, bakteri ini nir akan bertahan lama pada perairan sehingga tetap aman bagi biota air & lingkungan perairan.

WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN, PENGKAJIAN, PENGEMBANGAN, PENERAPAN DAN WILAYAH/DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN

1. Waktu dan lokasi penelitian, pengkajian, pengembangan, penerapan dilakukan Kegiatan ini dilaksanakan dari tahun 2010-2013. Lokasi penelitian, pengkajian pengembangan dan penerapan vaksin dilakukan di Laboratorium Kesehatan ikan, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Pengujian vaksin DNA KHV dilakukan pada Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Jln. Selabintana no.37, Sukabumi, Jawa Barat.

Dua. Lokasi wilayah yg direkomendasikan buat penerapan teknologi Lokasi daerah buat penerapan teknologi vaksin DNA KHV bisa dilakukan dimana saja.

KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF

Vaksin DNA KHV nir menimbulkan efek negatif baik bagi ikan, lingkungan juga insan. Penggunaan vaksin DNA KHV nir mengakibatkan pencemaran lingkungan dan bahaya lainnya.

KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA BIAYA

Analisa porto vaksin DNA glikoprotein KHV (DNA Gp-KHV) dalam bentuk sediaan pellet bakteri dan sediaan plasmid merupakan menjadi berikut:

a. Analisa biaya vaksin DNA Gp-KHV bentuk sediaan pellet bakteri

? Kalkulasi penggunaan bahan-bahan, jumlah dan porto yang diperlukan buat satu siklus produksi vaksin dalam tabel dua:

Tabel dua. Biaya bahan yg digunakan buat satu siklus produksi vaksin dengan volume kultur 2.000 mililiter.

? Biaya pellet bakteri yang digunakan untuk bahan vaksin - Hasil Pellet 1 kali produksi sebesar 24 gr; - Biaya pelet bakteri Rp. 158.000,- per 24 gr = Rp 6.583,- per gr - Keperluan pellet bakteri buat pembuatan vaksin bentuk suspensi pellet bakteri (konsentrasi 108 CFU ) sebesar 50 liter merupakan 0,lima gr pellet bakteri; Biaya pada rupiah = 0,lima gram x Rp 6.583,- = Rp. 3.291,-

? Biaya per dosis vaksin sediaan bakteri - Volume suspensi perendaman vaksin 50 liter dengan kebutuhan pellet bakteri Gp-KHV 0,lima gr - Benih ikan yg direndam 5 ekor/liter (ukuran ikan 8-10 cm); 250 ekor pada 50 liter rendaman suspensi bakteri - Biaya vaksin : Rp 3.291/250 = Rp 13,2 /ekor

 Analisa biaya vaksin DNA Gp-KHV sediaan plasmid : (i) Biaya bahan : - Dibutuhkan 0,5 gram pellet bakteri untuk 1prep/tabung isolasi plasmid; biaya dalam rupiah (sesuai butir A) : 0,5 x Rp 6.583 = Rp 3.291,- (ii) Biaya prep/tabung isolasi plasmid & plasmid yang dihasilkan - Harga kit yang digunakan untuk isolasi plasmid 1 box (isi 20 prep) = Rp. 2.141.000,- - Biaya 1 prep (tabung isolasi plasmid) : Rp. 2.141.000/20 prep = Rp. 107.050,- - Vaksin plasmid yang dihasilkan dari 1 prep = 300 dosis (iii) Biaya vaksin bentuk plasmid : (i) + (ii) = Rp. 110.341,- (iv) Biaya vaksin bentuk plasmid per 1 dosis = Rp. 110.341/300= Rp. 368,-

b. Analisa biaya vaksin attenuated komersial. Berdasarkan hasil analisa biaya vaksin attenuated komersial yang telah beredar saat ini adalah Rp. 300/dosis/ekor.

c. Perbandingan biaya vaksin attenuated komersial dengan vaksin DNA Gp-KHV Berdasarkan penjelasan pada butir a, b dan c, pada Tabel 3 ditampilkan perbandingan biaya/dosis untuk vaksin attenuated komersial yang telah beredar dan vaksin DNA Gp-KHV. Tabel 3. Perbandingan biaya vaksin/dosis (Rp), antara vaksin attenuated komersial dengan vaksin DNA Gp-KHV

SUMBER:

Nuryati S., Alimuddin, Santika A., Ciptoroso, Mawardi M., dan Hanif S., 2014. Aplikasi Vaksin DNAGlycoprotein Untuk Pencegahan Koi Herpes Virus (KHV) pada Budidaya Ikan Koi dan Mas. Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

#Tag :

Hukum Adat Laot Aceh Bagian 2

Keputusan musyawarah panglima laot tentang hukum adta laot merupakan ketetapn menurut hukum yang telah terdapat sebelumnya menurut masing-masing daerah norma pada provinsi Aceh menggunakan demikian semua panglima laot se-Aceh bisa mengumumunkan kepada seluruh nelayan yang ada didaerahnya masing-masing.

Hukum istiadat bahari di Aceh merupakan aturan adat yang berlaku pada masyarakat nelayan diwilayah masing-masing. Nelayan atau pengusaha perikanan bahari didaerah melakukan bisnis penangkapan ikan pada daerah hukum norma tadi wajib tunduk dalam aturan adat yg berlaku didaerah itu (hak ulayat laut).

Panglima laot adalah forum tata cara yg keduduknanya berfungsi sebagai ketua norma bagi kehiduoan warga nelayan: (a) resolusi konflik; (b) advokasi nelayan; (c) koordinasi menggunakan aneka macam pihak, pemerintahan, & nonpemerintahan, demi kesejahteran warga nelayan pantai.

Di daerah perairan laot Aceh masih ada sejumlah aturan penankapan ikan & bagi hasil ikan. Aturan tadi tetap adalah hukum aat bag nelayan yang melakukan penangkapan didaerah itu.

Diwilayah Aceh jua dikenal beberapa hari pantang melaut, yakni sebagai berikut:

  1. Kenduri adat laot dilaksanakan selambat-lambatnya 3 tahun sekali atau tergantung kesepakatan dan kesanggupan nelayan setempat, dinyatakan 3 hari pantang melaut pada acera kenduri tersebut dihitung sejak keluar matahari pada hari kenduri hingga tenggelam matahari pada hari ketiga.
  2. Hari jum’at dilarang melaut selama satu hari, terhitung dari terbenamnya matahari hari kamis samapai dengan terbenamnya matahari pada hari jum’at.
  3. Hari raya idul fitri, dilatng melaut selama 4 hari terhitung sejak tebenamnya matahari pada satu hari sebelum hari raya sampai dengan terbenamnya matahari pada hari kedua hari raya.
  4. Hari raya idul Adha dilarang melaut selama 4 hari, terhitung mulai terbenamnya matahari pada satu hari sebelum hari raya sampai dengan terbenamnya matahari hari ketiga hari raya.
  5. Hari kemerdekaan 17 agustus dilarang melaut selama satu hari terhitung mulai tenggelamnya matahari pada tanggal 16 agustus sampai dengan terbenamnya matahari pada 17 agustus.
  6. Terakhir pantang melaot ditambah satu hari lagi pada tanggal 26 desember sebagai usaha untuk selalu mengingat musibah terbesar sepanjang abad, gempa yang disusul gelombang tsunami di Aceh yang terjadi pada Ahad, 26 desember 2004. Pantang laot 26 desember ini, diputuskan setelah musyawarah panglima laot se-Aceh pada 9-12 desember 2005 di Banda Aceh.

Ada empat aspek tata cara laot yg sekarng berlangsung, yakni pertama, adat sosial. Adat sosial pada operasional & kehidupan nelayan antara lain:

  1. Pada saat terjadi kerusakan kapal/perahu atau alat alat tangkap lainnya dilaut mereka memberikan suatu tanda yaitu menaikkan bendera tanda meminta bantuan (SOS), bagi perahu yang melihat aba-aba terseburt langsunf datang mendekati dan memberi bantuan. (b) jika terjadi musibah nelayan tenngelam dilaut, seluruh perahu mencari mayat dilaut, perhai tersebut berkewajiban mengambil dan membawa mayat tersebut kedaratan.
  2. Kedua, adat pemeliharaan lingkungan yang mencakup: (a) dilarang melakukan pemboman, peracunan, pembiusan, penglistrikan, pengambilan terumbu karang dan bahan-bahan lain yang dapat merusak lingkungan hidup ikan dan biota lainnya, (b) dilarang menebang-merusak poho-pohon kayu dipesisir panatai laut seperti pohon arun/cemara,, pandan, ketapang, bakau dan pohon lainnya yang hidup di pantai, (c) dilarang menangkap ikan/biota laut lainnya yang dilindungi (lumba-lumba, penyu dan lain sebagainya)
  3. Ketiga adat kenduri laut. Adat kenduri laut dimasing-masing lhok dan kabupaten/kota dalam provinsi Aceh mempunyai ciri sendiri dan bervariasi satu dengan lainnya, menurut keadaan masing-masing daerah, dan tetap mempertahankan nilai-nilai islami.
  4. Keempat adat barang hanyut. Setiap barang (perahu, perahu panglong dll) yang hanyut dilaut dan ditemukan oleh seorang nelayan, harus diserahkan kepada panglima laot setempat untuk pengurusan selanjutnya.

Untuk keberlangsugan tata cara tersebut jua ada hukuman hukumnya. Bagi nelayan yang melanggar ketentuan akan dikenakan tindakan aturan, berupa: (a) semua output tnagkapannya disita, (b) tidak boleh melaut minimun selam 3 hari & selama-lamanya 7 hari.

Apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap tindakan hukum yang sudah ditetapkan, maka forum hukom istiadat laot akan merogoh tindakan administratif melalui pejabat yg berwenang sesudah terlebih dahulu bermusyawarah menggunakan staf forum aturan istiadat laot.

Diseluruh Aceh tercata terdapat 146 lhok yang masing-masing dipimpin panglima laot lhok. Seiring dengan kebutuhan masing-masing dan makin luasnya jangkauan wilayah, para panglima laot kemudian menciptakan organisasi ditingkat kecamatan, kabupaten, & provinsi.

Pembentukan panglima laot diwilayah provinsi, pernah mendapat kritikan dari beberapa kalangan pemerhati adat. Kritikan bahkan protes ini lahir karena dalam sejarahnya panglima laot ini hanya ada di Lhok. Masalahnya, bagaimana dengan kepentingan yang lintas lhok atau lintas kabupaten dan kota. Ketika masalah ditangkapnya banyak nelayan Aceh diluar negeru, tentu peran ini tak bisa dilaksanakan oleh panglima laot lhok. Yang lebih penting lagi, lembaga ini diputuskan oleh panglima laot dan para pelaku dan pemerhati adat, bukan sebagai top down tapi buttom up.

Dalam satu daerah lhok, dimana nelayan berpangkalan dan rakyat nelayan bertempat tinggal, dipimpin sang seseorang panglima laot. Wilayah lhok yg dimaksud adalah suatu wilayah pesisir pantai atau nelayan dimana nelayan berdomisili & melakukan penangkapan ikan. Wilayah tadi dapat berorientasi buat satu gampong pantai, beberapa gampong (satu kemukiman), kecamatan, atau satu kepulauan misalnya halnya pulo Aceh.

Sumber Hukum Adat Laot Aceh

Semoga Bermanfaat...

Peningkatan produktivitas usaha pembesaran ikan lele melalui penggunaan strain unggul ikan lele MUTIARA

TUJUAN DAN MANFAAT PENERAPAN TEKNOLOGI

Rekomendasi teknologi ini bertujuan buat memberikan bahan panduan kepada penyuluh mengenai upaya peningkatan produktivitas bisnis pembesaran ikan lele melalui penggunaan strain unggul ikan lele MUTIARA. Melalui penggunaan strain unggul ikan lele MUTIARA pada kegiatan/usaha pembesaran ikan lele diperlukan produktivitas hasil panennya bisa ditingkatkan. Peningkatan produktivitas output pembesaran ikan lele tadi secara eksklusif berdampak pada peningkatan laba usaha dan dalam akhirnya mempertinggi kesejahteraan pembudidaya.

PENGERTIAN/ISTILAH/DEFINISI

Ikan lele MUTIARA adalah strain unggul hasil pemuliaan pada Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI) Sukamandi. Ikan memiliki keunggulan performa budidaya relatif lengkap, diantaranya pada hal pertumbuhan, efisiensi pakan, keseragaman ukuran, toleransi terhadap penyakit, tahan terhadap perubahan lingkungan, tidak gampang stress serta kualitas & ratio daging lebih baik . Ikan lele MUTIARA tersebut sudah dirilis menjadi strain unggul dari Surat Keputusan Menteri Kelautan & Perikanan Nomor 77/KEPMEN-KP/2015. Ikan lele MUTIARA ini adalah populasi generasi ketiga hasil seleksi individu yg peningkatan pertumbuhan kumulatif sebanyak 52,64% berdasarkan populasi awal.

URAIAN CAKUPAN TEKNOLOGI YANG TERDIRI DARI KOMPONEN-KOMPONEN TEKNOLOGINYA

Teknologi pembesaran ikan lele memakai strain unggul MUTIARA terdiri berdasarkan serangkaian beberapa termin aktivitas, mulai dari penyiapan kolam/bak, penebaran benih, manajemen anugerah pakan, manajemen kualitas air dan pemanenan.

CARA PENERAPAN TEKNOLOGI YANG DIURUT MULAI PERSIAPAN SAMPAI APLIKASI

Penyiapan Kolam/Bak

? Pembasmian hama berupa ikan predator (contohnya ikan gabus) atau residu ikan lele lain pada kolam/bak jika memungkinkan dilakukan dengan pengeringan kolam/ bak. Apabila pengeringan tidak memungkinkan, pembasmian hama dilakukan dengan menggunakan 20-30 g/m2 saponin dalam ketinggian air lebih kurang 10-20 cm.

? Pada kolam tanah pada daerah yg kondisi tanahnya yg bersifat masam perlu dilakukan pengapuran buat mengurangi keasaman tanah sekaligus menjadi desinfeksi patogen menggunakan memakai kapur pertanian menggunakan dosis 50-100 g/m2.

? Pengisian air kolam/bak usahakan menggunakan air sungai/irigasi buat menumbuhkan plankton, atau bisa pula dilakukan menggunakan menggunakan sebagian air kolam/bak pembesaran usang yang sudah subur (berwarna kehijauan) menjadi inokulan (bibit). Ketinggian air awal kurang lebih 30-50 centimeter, didiamkan selama lebih kurang 5-7 hari hingga air berwarna kehijauan. Jika tingkat kecerahan air media pemeliharaan lebih dari 20 cm perlu dilakukan pemupukan buat menyuburkan air media pemeliharaan menggunakan pupuk organik 200-300 g/m2 atau pupuk cair komersial menggunakan takaran sinkron anjuran atau pupuk kompos 50-100 g/m2. Bila dipupuk dengan pupuk anorganik bisa digunakan pupuk urea 6 g/m2 & TSP 3 g/m2.

? Pengisian air kolam/bak melalui saluran pemasukan (inlet) perlu dilengkapi dengan saringan halus untuk mencegah ikan-ikan predator terbawa masuk ke dalam kolam/bak.

Penebaran Benih

? Benih ikan lele MUTIARA yang digunakan mempunyai umur & berukuran yang sama dan dalam kondisi yang sehat dan nir cacat, ukuran panjang lima-7 cm atau 7-9 centimeter.

? Penebaran benih dilakukan waktu air kolam/bak pembesaran telah subur, ditandai menggunakan warnanya yang telah menjadi kehijauan.

? Penebaran dilakukan dalam pagi atau sore hari, saat suhu udara nir terlalu tinggi dan suhu air pada kolam/bak pembesaran nir lebih menurut 30oC.

? Sebelumnya perlu dilakukan aklimatisasi buat transportasi jarak jauh atau buat benih yg dari berdasarkan daerah dengan syarat cuaca yang relatif tidak sama.

? Padat tebar yang digunakan berkisar 100-300 ekor/m2, menggunakan ketinggian air awal kurang lebih 50 centimeter.

? Setelah 1-2 jam penebaran benih, pakan diberikan secukupnya sedikit demi sedikit sinkron menggunakan respon benih terhadap pakan yg diberikan.

Manajemen Pemberian Pakan

? Pakan yg dipakai yaitu pakan yang biasa (generik) digunakan para pembudidaya ikan lele di Indonesia misalnya pakan protesis komersial berbentuk pelet apung berkadar protein lebih kurang 30%, menggunakan ukuran butiran sekitar dua mm buat 5-7 hari awal pemeliharaan. Kemudian secara bertahap pakan diganti menggunakan ukuran butiran sekitar tiga mm sampai pemanenan.

? Pakan diberikan dua kali sehari, dalam pagi & sore hari. Waktu (jam) hadiah pakan harus konsisten, nir berubah-ubah.

? Pakan diberikan secara ad libitum (sedikit-sedikit hingga kenyang) dalam jumlah yang tepat sesuai menggunakan taraf nafsu makan benih.

Pakan diberikan nir berlebihan menjadi tersisa akibat tidak terpengaruhi semuanya atau diberikan terlalu sedikit.

? Sampling pengukuran bobot ikan dilakukan setiap 10 hari buat mengetahui pertumbuhan dan memilih penyesuaian jumlah pakan harian yg diberikan (menjadi acuan/pedoman).

? Sebagai pedoman, jumlah pakan harian yang diberikan (FR = feeding rate) kurang lebih 9% menurut bobot semua ikan (biomassa) pada awal tebar lalu menurun lebih kurang 2% setiap 10 hari hingga sebagai dua% pada waktu menjelang pemanenan (9% dalam 10 hari pertama, 7% dalam 10 hari ke 2, 5% pada 10 hari ketiga, tiga% dalam 10 hari keempat dan 2% pada 10 hari kelima sampai pemanenan).

? Sampling dilakukan menggunakan merogoh secara rambang beberapa ekor ikan (sebelum diberi pakan) kemudian ditimbang & dihitung jumlahnya, buat mengetahui bobot homogen-homogen ikan. Berdasarkan data jumlah ikan yg tewas setiap 10 hari, maka jumlah keseluruhan ikan yang hayati ada pada saat tersebut dapat diketahui (diperkirakan), sehingga acuan jumlah kebutuhan pakan harian buat 10 hari berikutnya bisa dihitung sesuai dengan feeding rate dalam umur (waktu pembesaran) tersebut. Pada waktu sampling perlu diperhatikan jua syarat kesehatan & variasi ukurannya.

? Hasil perhitungan jumlah pakan harian berdasarkan feeding rate hanya digunakan sebagai pedoman/acuan batas maksimum jumlah pakan harian yang bisa diberikan pada benih (tidak boleh melebihi), lantaran pakan tetap diberikan secara ad libitum, disesuaikan menggunakan respon (taraf nafsu makan) benih. Jika terjadi adanya gangguan, hujan, perubahan cuaca, perubahan kualitas air, & lain-lain yang menyebabkan respon benih terhadap nafsu makan menurun, maka jumlah pakan yg diberikan juga harus dikurangi.

? Selama dan selesainya hadiah pakan, benih tidak boleh mengalami gangguan fisik maupun mekanis. Apabila sedang ada gangguan sebaiknya anugerah pakan dikurangi sedikit (sekitar 20-25%).

? Selama pemeliharaan (pembesaran) dilakukan pencatatan jumlah ikan yang mangkat (apabila terdapat).

Manajemen Kualitas Air

? Kualitas air kolam/bak pembesaran dijaga dengan menerapkan pemberian pakan secara sempurna (nir berlebihan, diadaptasi dengan taraf nafsu makan benih).

? Ketinggian air kolam/bak pembesaran dalam saat awal penebaran benih cukup sekitar 50-60 cm, lalu ketinggiannya dinaikkan secara bertahap kurang lebih 10 centimeter setiap minggunya hingga mencapai ketinggian sekitar 100 cm.

? Suhu air kolam/bak dijaga agar tidak melebihi 35oC.

? Apabila kualitas air media pemeliharaan mengalami perubahan yang ekstrim akibat terlalu menumpuknya limbah organik, ditandai menggunakan warna air yg kehitaman, terciumnya bau yang nir sedap (amoniak) dan tingkah laris ikan yang gerakan berenangnya mulai terlihat malas-malasan (kurang aktif) atau terlihat lemah (tidak lincah), maka perlu dilakukan penggantian sebagian (minimum sebanyak 25%) air media pemeliharaan menggunakan air baru serta usahakan dibubuhi garam krosok yg terlebih dahulu dilarutkan pada air dengan dosis sekitar 1-2 kg/m3 air media pemeliharaan. Pakan yg diberikan buat ad interim waktu 25% dikurangi hingga 25% dari jumlah kebutuhan pakan hariannya sampai kondisi kualitas air pulang membaik, ditandai dengan konvoi ikan yang kembali lincah & respon pakan yang pulang meningkat.

Pemanenan

? Selama masa pembesaran benih ikan lele MUTIARA nir perlu dilakukan penyortiran. Penyortiran hanya dilakukan bersamaan menggunakan waktu pemanenan. ? Pemanenan benih ikan lele MUTIARA dilakukan ketika output sampling memperlihatkan bahwa secara secara umum dikuasai (lebih berdasarkan 60%) benih sudah mencapai ukuran (size) 6-10 ekor/kg atau berbobot lebih kurang 100-150 g/ekor atau sinkron dengan permintaan pasar (konsumen).

? Sebelum dilakukan pemanenan terlebih dahulu disiapkan wadah penampungan ikan-ikan hasil panen berupa waring yang dipasang dalam kolam/bak yg terpisah.

? Pemanenan dilakukan beberapa kali menggunakan jaring eret hingga ikan yg tidak terjaring diperkirakan hanya tersisa sedikit (kurang berdasarkan 20%).

? Sisa ikan-ikan yg tidak terjaring dipanen menggunakan menyurutkan & mengeringkan air kolam/bak pembesaran, & ditangkap menggunakan seser.

? Selanjutnya dilakukan penyortiran ukuran secara manual atau menggunakan indera sortir terhadap ikan-ikan output panen. Normalnya, proporsi gerombolan berukuran konsumsi (ukuran daging, table-size) ikan lele MUTIARA output pembesaran berkisar 70-80%, menggunakan grup ikan berukuran mini (undersize) berkisar 20-25%, sedangkan grup ikan ukuran besar (oversize) kurang berdasarkan 10%.

? Ikan-ikan yang ukuran kecil (undersize) dapat dipelihara lebih lanjut dan umumnya bisa dipanen seluruhnya sesudah dua-4 minggu.

Secara ringkas, keunggulan performa ikan lele MUTIARA adalah menjadi berikut:

a. Laju pertumbuhan tinggi: 10-40% lebih tinggi daripada benih-benih strain lain.

B. Lama pemeliharaan singkat: usang pembesaran benih tebar ukuran lima-7 centimeter atau 7-9 centimeter dengan padat tebar 100 ekor/m2 berkisar 40-50 hari, sedangkan dalam padat tebar 200-300 ekor/m2 berkisar 60-80 hari.

C. Keseragaman berukuran nisbi tinggi: pemanenan pertama dalam pembesaran tanpa sortir diperoleh ikan lele berukuran konsumsi sebanyak 70-80%.

D. Rasio konversi pakan (FCR) nisbi rendah: 0,8-1,0 menggunakan memakai pelet apung komersial berkadar protein 30-33%. ? Daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi: SR 60-70% dalam infeksi bakteri Aeromonas hydrophila (tanpa antibiotik), SR 70% pada uji tantang infeksi 108 CFU/mL bakteri Aeromonas hydrophila selama 60 jam.

e. Toleransi lingkungan relatif tinggi: suhu 15-35oC, pH 5-10, amoniak <3 mg/L, nitrit < 0,3 mg/L, salinitas 0-10 ‰. − Toleransi terhadap stres relatif tinggi (kadar hormon kortisol pasca pemberian stressor lebih rendah daripada benih lain).

F. Produktivitas nisbi tinggi: produktivitas tahap pembesaran 20-70% lebih tinggi daripada benih-benih lain.

G. B/C Ratio termin pembesaran 150-700% lebih tinggi daripada benih-benih lain.

H. Proporsi daging (edible portion) relatif tinggi.

SUMBER:

Iswanto B., Imron., Huria M., Suprapto R., Syawalia R.N., Suwargono P., Febriana P., Ilmalizanri, Didi, Suryana A, Suri A.S., Tarmo, 2015. Peningkatan Produktivitas Pembesaran Lele Melaui Penggunaan Strain Unggul Mutiara. Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2015. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan ? Kementerian Kelautan & Perikanan, Jakarta.

#Tag :

Kearifan Lokal dalam Mengelola Laut dan Pesisir di Indonesia

Pengelolaan sumberdaya pesisir & laut melalui penguatan kearifan lokal merupakan suatu kegiatan atau aktifitas stakeholders dalam memanfaatkan segala yang terdapat pada pesisir & bahari, khususnya sumberdaya ikan, terumbu karang, dan mangrove menggunakan cara-cara yang ramah lingkungan buat kesejahteraan hayati insan. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut pula mencakup aspek upaya atau bisnis stakeholders dalam mengganti ekosistem pesisir dan bahari buat memperoleh manfaat aporisma dengan mengupayakan transedental produksi & mengklaim kelestarian sumberdaya tadi.

Aspek kearifan lokal pada pengelolaan sumberdaya pesisir & laut tadi termanifestasikan dalam kegiatan atau kegiatan yang ramah lingkungan karena kearifan lokal itu sendiri merupakan berbagai gagasan berupa pengetahuan dan pemahaman rakyat setempat terkait interaksi insan dengan alam pada mengelola sumberdaya pesisir dan laut yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, & bernilai baik. Kearifan lokal pula menyangkut keyakinan, budaya, norma kebiasaan & etika yang baik tentang interaksi manusia menggunakan alam (sumberdaya pesisir & laut) menjadi suatu komunitas ekologis.

Berikut adalah model Kearifan Lokal Dalam Mengelola Laut dan Pesisir pada Indonesia :

1. Hukum Adat Laot Di Aceh

Hukum norma laut pada Aceh merupakan aturan adat yang berlaku pada masyarakat nelayan diwilayah masing-masing. Nelayan atau pengusaha perikanan bahari didaerah melakukan bisnis penangkapan ikan pada daerah hukum norma tadi wajib tunduk dalam aturan norma yang berlaku didaerah itu (hak ulayat bahari). Selengkapnya silahkan baca :

a.Hukum Adat Laot Aceh Bagian 1

b.Hukum Adat Laot Aceh Bagian 2.
Logo Lembaga Hukum Adat Laut

dua. Tradisi Lilifuk Di Nusa Tenggara Timur

Kata lilifuk dari berdasarkan Bahasa Dawan (Bahasa Suku Timor), yaitu kata ?Nifu? Yg merupakan kolam. Dinamai demikian karena sesungguhnya lilifuk adalah suatu cekungan di permukaan dasar perairan pantai yang digenangi air dalam saat surut tertinggi. Selengkapnya silahkan baca :

a. Hukum Adat Lilifuk Di Nusa Tenggara Timur

b. Nilai - Nilai Yang Terkandung Pada Hukum Adat Lilifuk

c. Tahapan Penyelesaian Masalah atau Perkara Adat Dalah Hukum Adat Lilifuk
Persiapan Tradisi Lilifuk

tiga. Tradisi Awig - Awig Di Nusa Tenggara Barat

Awig-awig merupakan anggaran yg dibentuk menurut konvensi rakyat buat mengatur kasus tertentu dengan maksud memelihara ketertiban dan keamanan pada kehidupan rakyat. Awig-awig ini mengatur perbuatan yang boleh dan yang tidak boleh, hukuman serta orang atau lembaga yg diberi wewenang oleh rakyat untuk menjatuhkan saksi. Selengkapnya silahkan baca :

a. Hukum Adat Awig - Awig Di Nusa Tenggara Barat

b. Peran Awig - Awig Bagi Masyarakat
Tradisi Awig - Awig Banyak Diterapkan di Daerah Bali dan Nusa Tenggara Barat

4. Tradisi Hadingmulung Di Nusa Tenggara Timur

Hadingmulung merupakan sebuah kearifan lokal masyarakat hukum adat Kerajaan Baranusa dalam melakukan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut dengan melakukan sistem pengaturan pemanfaatan yang diatur secara berkala. Selengkapnya silahkan baca Hadingmulung, Kearifan Lokal di Perairan Alor Nusa Tenggara Timur.
Kondisi Alam Yang Terjaga Melalui Penerapan Tradisi Hadingmulung

lima. Tradisi Mane'e Di Sulawesi Utara

Tradisi mane’e merupakan tradisi upacara adat masyarakat pesisir kepulauan talaud, yang berisi kegiatan menangkap ikan secara tradisional yang dilakukan setahun sekali pada waktu yang telah di tentukan. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Mane'e Di Sulawesi Utara .
Tradisi Mane'e

6. Tradisi Sasi Di Maluku

Sasi dapat diartikan sebagai larangan untuk mengambil hasil sumberdaya alam tertentu sebagai upaya pelestarian demi menjaga mutu dan populasi sumberdaya hayati (hewani maupun nabati) alam tersebut. Selengkapnya silahkan baca Hukum Adat Sasi Di Maluku.
Tradisi Sasi di Maluku

7. Tradisi Bameti dan Balobe Di Maluku Tengah

Kegiatan bameti dilakukan hampir pada semua negeri di pulau Saparua, apalagi pada negeri-negeri yang memiliki hamparan pantai yang luas. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada saat air meti (air surut) dan lebih banyak dilakukan oleh kaum perempuan dan biasanya pada saat musim timur di mana ikan banyak dan gelombang besar. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Bameti dan Balobe Di Maluku Tengah .
Penggunaan Tombak Pada Tradisi Bameti dan Balobe

8. Tradisi Huhate di Nusa Tenggara Timur

Huhate sebenarnya mirip seperti joran yang dipakai kebanyakan nelayan, namun masih sangat tradisional. Tangkai pancingnya menggunakan bambu khusus yang lentur, kemudian kail yang tidak berkait diikat pada seutas tali. Pada kail Huhate biasanya diberi bulu ayam atau potongan tali rafia sehingga menyamarkannya dari penglihatan ikan. Tak lupa diberi pemberat untuk memudahkan pemancing mengarahkan kailnya ke laut. Apabila tidak menggunakan pemberat, kemungkinan besar kail akan melayang tak karuan karena angin. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Menangkap Ikan Dengan Teknik Huhate Di Larantuka .
Penangkapan Ikan Menggunakan Alat Tangkap Huhate

9. Tradisi Petik Laut Di Banyuwangi

Sebagai wujud rasa syukur dan juga hormat kepada alam, beberapa warga di Indonesia kerap melakukan tradisi sesaji kepada laut. Pada bulan-bulan tertentu nelayan atau penduduk di pesisir pantai melakukan larung sesaji ke lautan. Salah satu tradisi larung sesaji yang cukup terkenal di Indonesia adalah Petik Laut. Selengkapnya silahkan baca Tradisi Petik Laut Di Banyuwangi .
Tradisi Petik Laut Di Banyuwangi

Diolah dari banyak sekali asal

Semoga Bermanfaat...

SOSIALISASI PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI

Guna lebih memperkaya jenis & varietas Ikan Mas (Cyprinus Carpio) yg beredar di warga , sudah dihasilkan Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Jayasakti menjadi jenis ikan baru yg adalah output seleksi menurut marka molekuler yg dilakukan sang Balai Perikanan Budidaya Air Tawar Jambi, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

Dalam rangka memperkenalkan Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Jayasakti menjadi komoditas unggul baru dalam perikanan budidaya guna menunjang peningkatan produksi Ikan Mas (Cyprinus Carpio) nasional, pendapatan, & kesejahteraan pembudidaya ikan, perlu melepas Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Jayasakti. Telah diterbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan NOMOR 25/KEPMEN-KP/2016 tentang PELEPASAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) JAYASAKTI.

Sumber:

http://jdih.Kkp.Go.Id/

#Tag :

Hukum Adat Laot Aceh Bagian 1

Dalam warga Aceh, terdapat pengelompokan penting pada pembagian dan pengaturan kekuasaan norma yang jelas pada suatu wilayah.

Pertama : Panglima Laot . Lembaga hukum adat laot/panglima laot merupakan suatu lembaga yang memimpin adat dan kebiasaan yang berlak dibidang penangkapan ikan dilaut, termasuk dalam hal mengatur tempat (areal) penangkapan, penambatan perahu dan penyelesain sengketa bagi hasil. Pada dasarnya panglima laot merupakan tugas pokok dalam menjaga persatuan dan kesatuan kaum nelayan, dan tugas ini tidaklah mudah mengingat perilaku nelayan kadang kala menyerupai ganasnya laut (dalam penelitian hakim disebutkan nelayan sedikit tempramen. Hakim Nya’pha (1980) memberi catatan bahwa panglima laot harus mampu dan arif dalam bertindak.

Lembaga ini pula bertugas menegakkan aturan tata cara dan memberi hukuman berupa hukuman & melaksanakan kenduri bagi nelayan diwilayahnya yg melanggar aturan berupa serangan-agresi lantaran suatu hal. Disamping itu panglima laut jua mempunyai wewenang dibidang adat kelautan dalam hal mengurus dan mengatur batas wilayah lautan yang dapat buat dilayari dan dapat dipunguti output.

Kedua, Keujreun Blang . Keujreun blang berkaitan dengan kegiatan bersawah, figur  yang menjadi keujreun blang pun biasanya berasal dari petani yang tekun dan disiplin. Biasanya untuk dapat menduduki jabatan fungsionaris lembaga keujreun blang harus memenuhi syarat-syarat, selain hasil pemilihan dan persetujuan pejabat setempat, yakni (1) berpengalam dalam bidang kemasyarakatan, (2) menguasai hukum pertanian, (3) memahami keuneunong. Disamping itu keujreun blang dalam hal lain bersama para pimpinan adat lainnya berwenang mengadili dan memberi sanksi pada pelanggaran hukum adat dibidang pertanian, baik itu pada prosesi pelaksanaan itu sendiri, maupun dalam hal-hal lain yang berkaitan lansung dengan pelaksanaan adat istiadat pertanian.

Ketiga Lembaga Petuah Seneubok , yang merupakan salah satu lembaga yang memimpin dan mengatur tentang pembukaan lahan (hutan) untuk pertanian dan perkebunan. Lembaga ini berwenang dalam mengatur dan mengatur proses pembukaan lahan yang dilakukan masyarakat adat sehingga setiap masyarkat akan memperoleh hak yang sam dalam pembukaan hutan. Lembaga ini menjadi lambaga yang harus dipatuhi oleh setiap masyarakat adat yang ingin membuka ladang untuk pertanian karena lembaga ini dapat memberi sanksi bagi yang melanggarnya.

Bidang perburuan pun sebagai bagian dari eksistensi hutan, para pemburu wajib mematuhi tata cara gle yang diatur forum seunebok. Dalam norma Aceh, lembaga seunebok mengatur perkara perburuan buat kelestarian alam dan lingkungan hutan, baik dengan menentukan hewan (berdasarkan jenis & usia) yg boleh diburu, juga dalam hal perilaku pemburu yg tidak boleh seenaknya membakar hutan ketika memburu, karena bisa Mengganggu hutan (alam) dan merugikan.

Seperti halnya pada proses turun kesawah, kenduri jua dikenal dalam forum seunebok ini, umumnya dilakukan sebelum atau selesainya membuka lahan kawasan seunebok & sehabis panen. Pada waktu-ketika eksklusif jua diadakan dalam ketika flora mulai berbungan dengan makna religius yg sangat pada.

Melihat tata cara laot Aceh, kita kemudian perlu melihat pasal 7 UU Nomor 44 tahun 1999, yang menjelaskan bahwa daerah dapat membangun lembaga tata cara dan mengakui forum-lambaga istiadat dan mengakui forum-forum norma yang telah terdapat sinkron menggunakan kedudukannya masing-masing diprovinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kemukiman, & kelurahan/desa atau gampong.

Diperjelas lagi menggunakan pasal 1 ayat (5) Peraturan Daerah nomor 7 tahun 200, menegaskan: ?Lembaga norma sesuatu organisasi kemasyarakatan adar yg dibentik sang suatu masyarakat hukum tata cara eksklusif, memiliki daerah eksklusif & harta kekayaan sendiri serta berhak & berwenang buat mengatur & mengurus dan menyelesaikan hal-hal yang berkaitan menggunakan istiadat Aceh.

Pemimpin aturan istiadat laut pada rakyat Aceh diklaim panglima laot atau abu laot. Pengangkatannya dilakukan melalui suatu pemilihan dalam musyawarah. Jabatan ini bersifat profesional. Calon yang dipilih berdasarkan kalangan pawang laot, yang tentu sangat berpengalaman pada bidang kelautan.

Utuk menjadi panglima laot wajib mengerti masalah-perkara tata cara laot, cara menangkap ikan, arif dan bijaksana, dan berwibawa. Tugas & tanggung jawab panglima laot menggambarkan bahwa relatif berat & penuh resiko. Apalagi dalam melaksanakan tugas tadi, wajib berhadapan dengan para nelayan, para pawang, atau para mereka yang umumnya beremosial tinggi. Semetara, buat melaksanakan itu, mereka mendapatkan imbalan yg tidak seberapa. Namun, suasana yg berwibawa membuat jabatan ini dihormati.

Dalam pengaturan aturan, pasal 1 ayat (14) perda angka 7 tahun 2000 disebutkan: ?Forum panglima laut merupakan suatu forum yang berlaku dibidang penangkapan ikan dilaut, termasuk pada hal mengatur tempat (areal) penangkapan, penambatan perahu & penyelesain konkurensi?

Sebagai lemabaga hukum norma, panglima laot yg dikenal turun temurun sang masyarakat Aceh, mempunyai peran yg sangat strategis dalam bidang kelautan. Masalah telah jua secara tegas diatur pada UU nomor 22 tahun 1999, UU angka 44 tahun 1999, UU nomor 18 Tahun 2001, & perda angka 7 tahun 2000.

Jadi secara eksplisit tak terdapat alasan tata cara laot pada Aceh nir mampu dilaksanakan, lantaran hal ini telah ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan. Satu hal lagi yang menjadi keunggulan hukum norma laot, dimana rakyat patuh pada aturan adat bahari, lantaran aturan tersebut mereka sepakati sendiri. Penyelesainnya pun dilakukan sang lembaga sendiri secara musyawarah dan kekeluargaan.

Sumber : Hukum Adat Laot Aceh

Semoga Bermanfaat...

SOSIALISASI PELEPASAN IKAN GURAMI BATANGHARI

Guna lebih memperkaya jenis & varietas Ikan Gurami yg tersebar di masyarakat, telah didapatkan benih sebar Ikan Gurami Batanghari yang merupakan output domestikasi yang dilakukan oleh Balai Budidaya Air Tawar Jambi, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

Dalam rangka pada rangka menunjang peningkatan produksi ikan nasional, pendapatan, & kesejahteraan pembudidaya ikan, perlu melepas Ikan Gurami Batanghari. Telah diterbitkan Keputusan Menteri Kelautan & Perikanan 19/KEPMEN-KP/2015 mengenai PELEPASAN IKAN GURAMI BATANGHARI.

Sumber:

http://jdih.Kkp.Go.Id/

#Tag :

Hukum adat Lilifuk di Nusa Tenggara Timur

Wilayah pesisir Teluk Kupang mengalami peningkatan kegiatan pembangunan, baik yang dilakukan sang pihak swasta maupun rakyat kurang lebih. Banyaknya aktivitas pembangunan ini menaruh imbas jelek bagi lingkungan pesisir karena pembangunan yang dilakukan masih pada penguasaan oleh kepentingan ekonomi menggunakan mengesampingkan keberlanjutan lingkungan pesisir & asal daya alamnya. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir saja wilayah ini sudah mengalami perubahan yang signifikan menggunakan didirikannya bangunan-bangunan perhotelan & industri, baik itu pertokoan juga restaurant. Bangunan-bangunan tadi didirikan sempurna di daerah pesisir sebagai akibatnya mengakibatkan reklamasi pantai. Selain itu aktivitas menurut rakyat lebih kurang wilayah pesisir pula memberikan sumbangan besar terhadap kerusakan lingkungan pada wilayah pesisir. Salah satu aktivitas tersebut merupakan kegiatan penangkapan ikan yg tidak ramah lingkungan.

Pengelolaan wilayah pesisir membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak baik pemerintah maupun pihak swasta termasuk masyarakat, terkhusus masyarakat pesisir memiliki peran yang besar sebagai pihak yang paling dekat dengan wilayah pesisir itu sendiri. Masyarakat pesisir dapat memberikan dukungan nyata terhadap pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan. Masyarakat di wilayah pesisir Teluk Kupang memiliki hukum adat yang dapat mendukung keberlangsungan dari sumber daya alam di wilayah pesisir yakni hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) yang berlaku di wilayah pesisir Desa Kuanheun, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Perairan laut Desa Kuanheun yang juga merupakan bagian dari Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu.

Hukum tata cara lilifuk adalah suatu budaya penangkapan ikan dengan indera dan cara yg ramah lingkungan menggunakan memperhatikan kelestarian ekosistem pesisir dan pula keberlangsungan biota yang ada.

Ketetapan Pada Hukum Adat Lilifuk

Kata lilifuk berasal dari Bahasa Dawan (Bahasa Suku Timor), yaitu kata “nifu” yang artinya kolam. Dinamai demikian karena sesungguhnya lilifuk merupakan suatu cekungan di permukaan dasar perairan pantai yang digenangi air pada saat surut tertinggi. Daerah cekungan ini akan menyerupai kolam yang besar dengan kedalaman maksimum 5 (lima) meter dan luasnya mencapai ± 20.000 (dua puluh ribu) m2. Ketika air laut surut, lilifuk akan dipenuhi dengan berbagai biota laut yang terjebak di dalamnya, seperti: ikan lada dan ikan dusung sertai ditumbuhi beberapa jenis tanaman rumput laut. Ketetapan mengenai pengelolaan lilifuk dibuat oleh Suku Baineo sebagai tuan tanah (pah tuaf) atau pemilik dari lilifuk. Adapun hal-hal yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

  1. Panen lilifuk dilakukan setahun sekali pada bulan Desember yang dikenal dengan istilah “tut nifu”.
  2. Ketika akan melakukan panen, diwajibkan untuk mengundang seluruh masyarakat desa dan desa-desa tetangga.
  3. Setiap orang dilarang untuk memasuki atau mengambil biota laut di wilayah lilifuk di luar dari waktu panen yang ditetapkan.
  4. Pada saat panen, setiap orang wajib menggunakan alat penangkapan ikan yang tidak merusak lilifuk.
  5. Setiap orang yang mengikuti panen diwajibkan untuk memberikan upeti kepada Suku Baineo berupa beberapa ekor ikan dari hasil tangkapannya. Pemberian upeti ini dikenal dengan istilah “tanaib ika” yang artinya ”memotong hasil ikan”.
  6. Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketetapan Suku Baineo dikenakan sanksi adat, yakni denda (opat) berupa seekor babi (fafi).

Eksistensi Hukum Adat Lilifuk pada Menyelesaikan Masalah Perusakan Lingkungan Pesisir Teluk Kupang

Hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) mengenal beberapa larangan sebagai berikut:

  1. Dilarang mengunakan alat tangkap yang merusak lilifuk (kais taleu talas);
  2. Dilarang melakukan penangkapan ikan di lilifuk jika bukan waktunya (at panen an mui oras);
  3. Dilarang mengambil penyu (kaisat het hek ke);
  4. Dilarang mengambil pasir dan batu laut (kais taitis snaen);
  5. Dilarang mencemari laut (kais taleu tasi);
  6. Dilarang merusak tempat pengeringan garam (kais taleu atoni in masi).

Nilai - Nilai Dalam Hukum Adat Lilifuk, selengkapnya silahkan baca dalam artikel disini

Tahapan Penyelesaian Masalah Atau Perkara Adat, selengkapnya silahkan baca pada artikel disini

Sumber : Ranny Unbanunaek. Penerapan Hukum Adat Lilifuk terhadap Perusakan Lingkungan

Pesisir Teluk Kupang.

Semoga Bermanfaat...

SOSIALISASI PELEPASAN IKAN TAWES JOIS

Guna lebih memperkaya jenis ikan tawes yang beredar pada masyarakat, sudah dihasilkan benih sebar Ikan Tawes Jois yg adalah hasil domestikasi. Telah diterbitkan Keputusan Menteri Kelautan & Perikanan NOMOR 53/KEPMEN-KP/2018 mengenai PELEPASAN IKAN TAWES JOIS.

Sumber:

http://jdih.Kkp.Go.Id/

#Tag :