Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

INOKULASI, PEMELIHARAAN DAN PEMANENAN PADA BUDIDAYA DAPHNIA (PAKAN ALAMI)

Inokulasi Daphnia dapat dilakukan dengan memakai siste maupun induk Daphnia (Daphnia dewasa). Padat tebar Daphnia awal pada umumnya antara 20–100 individu perliter media. Inokulan bisa diperoleh dari hasil budidaya di petani, Balai Benih Air Tawar, Balai Budidaya ataupun Lembaga Penelitian serta di perairan. Keberadaan Daphnia di perairan dapat dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu untuk menghitung kepadatan Daphnia pada saat inokulasi maupun masa budidaya, dapat dilakukan tanpa menggunakan alat pembesar atau mikroskop. Daphnia diambil dari dalam wadah, yang telah diaerasi agak besar sehingga Daphnia merata berada di seluruh kolom air, dengan memakai gelas piala volume 100 ml. Daphnia dan air di dalam gelas piala selanjutnya dituangkan secara perlahan-lahan sambil dihitung jumlah Daphnia yang keluar bersama air.

Apabila jumlah Daphnia yang ada sangat banyak, maka dari gelas piala 100 ml dapat diencerkan, caranya adalah dengan menuangkan ke dalam gelas piala 1000 ml dan ditambah air hingga volumenya 1000 ml.

Dari gelas 1000 ml, lalu diambil sebanyak 100 ml. Daphnia yang ada dihitung seperti cara diatas, lalu kepadatan di dalam wadah budidaya dapat diketahui dengan cara mengalikan 10 kali jumlah di dalam gelas 100 ml. Sebagai contoh, apabila di dalam gelas piala 100 ml terdapat 200 ekor Daphnia, maka kepadatan Daphnia di wadah budidaya adalah 10 X 200 ekor = 2000 individu per 100 ml.

Daphnia yang dibudidayakan bisa juga berasal dari perairan umum atau kolam, dan biasanya terbawa dalam aliran air dalam bentuk siste atau induk dewasa. Oleh karena itu dalam proses budidaya Daphnia dilakukan pemupukan di dalam wadah budidaya yang bertujuan untuk menumbuhkan phytoplankton. Kepadatan phytoplankton yang dibutuhkan untuk budidaya Daphnia adalah 105 - 106 sel/ml media budidaya. Pemupukan wadah budidaya ini dilakukan dengan cara mencampur 2,4 gram kotoran ayam dalam 1 liter air media budidaya.

Daphnia memakan berbagai macam bakteri, ragi, alga berseltunggal, dan detritus. Bakteri dan fungi menduduki urutan teratas dari nilai nutrisi baginya. Sedangkan makanan utama bagi Daphnia adalah alga dan protozoa. Daphnia mengambil makanannya dengan cara menyaring makanan atau “filter feeding”. Gerakan yang kompleks dari kaki-kaki toraks menghasilkan arus air yang konstan. Gerakan kaki-kaki tersebut berperan penting dalam proses pengambilan makanan.

Pasangan kaki ketiga dan ke empat dipakai untuk menyaring makanan, sedang kaki pertama dan kedua digunakan untuk menimbulkan arus air sehingga partikel-partikel tersuspensi bergerak ke arah mulut. Partikelpartikel makanan yang tertahan kemudian tersaring oleh setae, selanjutnya digerakan ke bagian mulut dan ditelan oleh Daphnia.

Daphnia muda berukuran panjang kurang dari 1 mm menyaring partikel berukuran kecil sampai dengan 20 – 30 mikron, sedangkan yang dewasa dengan ukuran panjang 2 – 3 mm dapat menangkap partikel sebesar 60 – 140 mikron.

Dalam kondisi makanan yang normal, penyaringan dan pemasukan makanan ke saluran pencernaan terjadi terus tanpa irama yang pasti. Penyaringan dan pemakanan partikel tersuspensi merupakan peristiwa mekanik tanpa seleksi aktif untuk makanan yang paling baik. Dengan kondisi pemeliharaan yang baik populasi Daphnia dapat mencapai 800-1000 ind/l.

Oleh karena itu dalam memelihara Daphnia agar tumbuh dan berkembang harus dilakukan pemupukan susulan yang bertujuan untuk menumbuhkan phytoplankton, bakteri dan organisme bersel satu lainnya.

Tetapi harus juga diingat dalam pemupukan susulan jumlah pupuk yang diberikan jangan berlebihan karena hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya blooming phytoplankton. Hal tersebut dapat mengakibatkan kadar amonia yang tinggi dan oksigen terlarut yang sangat rendah dalam wadah budidaya yang dapat mengakibatkan kematian Daphnia.

Pemanenan Daphnia sp. dapat dilakukan pada hari ke 7-8. Umumnya puncak populasi Daphnia sp (400 – 1.000 ind/l) dapat dicapai pada hari ke 8-10 setelah dilakukan inokulasi bibit Daphnia sp.

Pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan memanen seluruh Daphnia sp. yang ada dalam wadah/bak. Cara ini praktis, tetapi untuk mendapatkan hasil Daphnia sp. secara terus menerus sering gagal, dan setiap kali Daphnia sp. dipanen, budidaya Daphnia sp. harus diulang kembali dari awal. Cara ke dua adalah dengan memanen sebagian Daphnia sp. Pemanenan dapat dilakukan sebanyak 50% volume wadah/bak, dan maksimum 70%. Sisa volume 30-50% dipindahkan ke wadah/bak yang sudah disanitasi dan diisi air 50 –70% yang telah dipupuk selama 12 hari sebelumnya. Daphnia sp yang terdapat pada volume media 30-50% berperan sebagai bibit/inokulan Daphnia sp pada budidaya selanjutnya.

Pada hari ke 4-5 pemanenan ke dua sudah dapat dilakukan. Untuk mendapatkan panen ke tiga maka kegiatan pemanenan pertama diulang kembali seperti urutan di atas. Cara ini sangat baik untuk mendapatkan hasil panen Daphnia secara berkesinambungan. Daphnia dewasa berukuran besar 1,0 – 1,2 mm, sedangkan yang muda berukuran sedang 0,5 – 1,0 mm. Untuk keperluan larva ikan, umumnya digunakan Daphnia sp berukuran di atas 0,5 mm, oleh sebab itu untuk keperluan pemanenan digunakan saringan dengan lubang mata jaring 0,5 mm.

Pemanenan umumnya dilakukan menggunakan mengalirkan air melalui selang yg dalam ujung yang satu diberi saringan. Ujung selang yang diberi saringan usahakan terendam dalam bak mini atau ember dan airnya permanen diaerasi.

Hasil panen Daphnia sp ini dapat langsung diberikan ke larva ikan atau dapat dimasukkan ke kantong plastik obat dan disimpan di freezer. Daphnia sp yang beku ini dapat digunakan kembali untuk larva ikan.

SUMBER:

Mokoginta I., 2003.  Modul Budidaya Daphnia - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:

Delbare, D. And Dhert, P. 1996. Cladoecerans, Nematodes and Trocophara Larvae, p. 283 ? 295. In Manual on The Production and Use of Live Food (P. Lavens and P. Sorgelos, eds). FAO Fisheries Technical Paper 361.

Sulasingkin, D. 2003. Pengaruh konsentrasi ragi yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi Daphnia sp. Skripsi. FPIK. IPB.

#Tag : Pakan Alami

IDENTIFIKASI DAN PEMILIHAN BAHAN BAKU PAKAN BUATAN Bagian 1: Bahan Baku Nabati

Dalam menciptakan pakan protesis buat ikan, hal pertama yang wajib dipertimbangkan, merupakan persyaratan bahan baku buat pakan, yaitu :

1.    Bahan baku pakan tidak boleh bersaing dengan bahan makanan manusia. Bila manusia banyak membutuhkannya, bahan baku ini tidak boleh diberikan kepada ikan.

2.    Bahan baku ini harus tersedia dalam waktu lama, atau ketersediaannya harus kontinyu. Bahan baku yang pada suatu saat ada dan kemudian lenyap, harus dihindari. Padi yang diproduksi secara massal dan nasional, tentu menyebabkan ketersediaan dedak dan bekatul untuk ternak juga melimpah ruah. Sebaliknya untuk bahan baku yang diproduksi secara terbatas, juga akan menghasilkan bahan secara terbatas pula.

3.    Harga bahan baku; walaupun bisa digunakan, tapi bila harganya mahal maka penggunaan bahan atau peran bahan baku itu sebagai bahan baku sudah tersisihkan. Sebenarnya murah atau mahalnya bahan baku itu harus dinilai dari manfaat bahan itu, yang merupakan cermin dari kualitas bahan tersebut. Tepung ikan, misalnya harganya memang mahal, tetapi bila dibandingkan dengan kandungan proteinnya yang tinggi dan kelengkapan asam aminonya, maka penggunaan tepung ikan menjadi murah.

4.    Kualitas gizi bahan baku, menjadi persyaratan penting lainnya. Walaupun harganya murah, banyak terdapat di Indonesia, dan ketersediaannya kontinyu, tetapi bila kandungan gizinya buruk, tentu bahan baku ini tidak dapat digunakan.

Khusus buat ikan, pakan buatan yg diberikan bisa dikatagorikan sebagai :

1.    Pakan alami, merupakan kelompok pakan yang berasal dari hewan yang berukuran renik sampai ukuran beberapa centimeter yang di kultur atau dikumpulkan dari alam; contohnya adalah Artemia, Daphnis dan Cacing Sutra. Pakan alami ini dapat juga berasal dari tumbuhan, misalnya fitoplankton dan daun talas.

2.    Pakan lembek, merupakan cincangan ikan-ikan rucah dan cumi-cumi yang langsung diberikan kepada ikan. Daya tahan pakan lembek ini 2 – 3 hari dalam lemari pendingin.

3.    Pakan kering lengkap, merupakan pakan berbentuk pelet, “flake” dan “crumble” dengan kadar air rendah sehingga daya tahannya bisa 3 – 4 bulan dan kandungan gizinya cukup lengkap karena dibuat sesuai dengan kebutuhan. Jenis pakan inilah yang akan dikupas lebih mendalam.

Dalam leaflet ini, bahan standar akan dibagi sebagai dua kelompok, yaitu bahan standar nabati dan bahan standar hewani. Banyak sekali bahan standar nabati yg bisa diberikan kepada unggas, bahan standar nabati inilah, yang menyebabkan harga pakan menjadi dapat ditekan. Dari sekian poly bahan standar nabati, 70 ? 75% merupakan biji-bijian dan hasil olahannya, 15 ? 25% limbah industri makanan, & sisanya hijauan sebagaimana layaknya bahan pakan yg berasal berdasarkan biji-bijian, bahan pakan botani ini sebagian akbar adalah asal tenaga yg baik, namun lantaran asalnya berdasarkan tumbuhan, kadar serat kasarnya tinggi.

Sebagai sumber vitamin, beberapa bahan berbentuk bijian atau olahannya tidaklah mengecewakan.

BAHAN BAKU NABATI

1. Jagung kuning

Selain jagung kuning, masih ada 2 warna lagi, pada jagung (Zea mays), yaitu jagung putih dan jagung merah. Diantara ketiga warna itu, jagung merah & jagung putih jarang terlihat pada Indonesia. Jagung kuning merupakan bahan baku ternah & ikan yang popular digunakan di Indonesia & pada beberapa negara. Jagung kuning digunakan sebagai bahan baku pembuat energi, tetapi bukan menjadi bahan asal protein, lantaran kadar protein yg rendah (8,9%), seperti yang terlihat dalam tabel 1, bahkan defisien terhadap asam amino krusial, terutama lysin & triptofan.

Tabel 1 : Komposisi Jagung

Sebagai asal energi yang rendah serat kasarnya, asal Xantophyll, & asam lemak yg baik, jagung kuning nir diragukan lagi. Asam linoleat jagung kuning sebanyak 1,6%, tertinggi diantara gerombolan biji-bijian.

2. Dedak halus

Dedak adalah limbah proses pengolahan gabah, & nir dikonsumsi insan, sebagai akibatnya tidak bersaing dalam penggunaannya. Dedak mengandung bagian luar beras yang nir terbawa, tetapi tercampur pula dengan bagian epilog beras itu. Hal ini menghipnotis tinggi-rendahnya kandungan serat kasar dedak. Tabel dua berikut menyajikan kualitas nutrisi dedak halus.

Tabel dua : Kandungan Nutrisi Dedak

Kandungan serat kasar dedak 13,6%, atau 6 kali lebih akbar dari pada jagung kuning, merupakan pembatas, sehingga dedak nir dapat dipakai berlebihan. Kandungan asam amino dedak, walaupun lengkap tapi kuantitasnya tidak mencukupi kebutuhan ikan, demikian jua menggunakan vitamin dan mineralnya.

Tiga. Bungkil Kacang Kedelai

Selain sebagai bahan penghasil tempe dan memahami, kacang kedele mentah mengandung ?Penghambat trypsin? Yang wajib dihilangkan sang pemanasan atau metoda lain, sedangkan bungkil kacang kedelai, merupakan limbah berdasarkan proses pembuatan minyak kedelai.

Tabel tiga : Komposisi Gizi Bungkil Kedelai

4. Bungkil Kacang Tanah

Merupakan limbah dari pengolahan minyak kacang atau olahan lainnya. Kualitas bungkil kacang tanah ini tergantung pada proses pengolahan kacang tanah sebagai minyak. Disamping itu, proses pemanasan selama pengolahan berlangsung, pula memilih kualitas bungkil ini, selain dari kualitas tanah, pengolahan tanah dan varietas kacang itu sendiri.

Tabel 4 : Kandungan Nutrisi Bungkil Kacang Tanah

Kadar metionin, triptofan, treonin & lysin bungkil kacang tanah juga gampang terkotori sang jamur beracun Aspergillus flavus.

Lima. Minyak Nabati

Penggunaan minyak diharapkan pada pembuatan pakan ikan yg membutuhkan pasokan tenaga tinggi, yang hanya bisa diperoleh berdasarkan minyak. Minyak botani yang dipakai hendaknya minyak botani yang baik, tidak mudah tengik & tidak mudah rusak. Penggunaan minyak nabati yang umumnya dari berdasarkan kelapa atau sawit pada umumnya berkisar antara 2 ? 6 %.

6. Hijauan

Sebagai bahan campuran pakan, kini hijauan mulai diincar kembali, lantaran ternyata sampai batasan eksklusif hijauan menggunakan protein tinggi bisa mensubstitusi tepung ikan. Hijauan yang dimaksud antara lain azola, turi dan daun talas, yg apabila akan dipakai harus diolah terlebih dahulu, yakni pengeringan (panggang atau panas mentari ) tapi nir boleh Mengganggu warna, lalu penggilingan dan pengayakan.

SUMBER:

Masyamsir, 2001.  Modul Membuat Pakan Ikan Buatan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:

Anggorodi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum Gramedia, Jakarta, 1979

FAO, 1980, Fish Feed Technology. United Nations Development Programme, FAO United Nations, Rome, 395 P

Maynard, L.A., J.K. Loosli, H.F. Hintz, R.G. Warner, 1979, Animal Nutrition, Mc. Graw Hill., Inc. 602 P.

NRC, 1983, Nutrient Requirement of Warm Water Fishes & Shellfishes, National Academy Press, Washington DC. 102P

Rasyaf, M. 1990, Bahan Makanan Unggas di Indonesia Kanisius, Yogyakarta, 118 hal.

Rostika, R., 1997, Performan Juwanan Ikan mas yang dipengaruhi berbagai imbangan protein-energi pada pakan. Tesis Universitas Padjadjaran, tidak dipublikasikan, 145 hal.

Sumeru, S.U., dan Anna S., 1992, Pakan Udang Windu Kanisius, Yogyakarta, 94 hal.

#Tag : Pakan Ikan

PERSIAPAN WADAH DAN MEDIA PADA BUDIDAYA ARTEMIA (PAKAN ALAMI)

Artemia merupakan pakan alami yang sangat penting dalam pembenihan ikan laut, krustacea, ikan konsumsi air tawar dan ikan hias air tawar karena ukurannya yang sangat kecil. Disamping ukurannya yang kecil, nilai gizi Artemia juga sangat tinggi dan sesuai dengan kebutuhan gizi untuk larva ikan dan krustacea yang tumbuh dengan sangat cepat.

Gambar 1. Artemia

Sampai saat ini Artemia sebagai pakan alami belum dapat digantikan oleh pakan lainnya. Artemia biasanya diperjual belikan dalam bentuk kista/cyste, sehingga sebagai pakan alami Artemia merupakan pakan yang paling mudah dan praktis, karena hanya tinggal menetaskan kista saja. Akan tetapi, menetaskan kista Artemia bukan suatu hal yang dengan begitu saja dapat dilakukan oleh setiap orang. Sebab membutuhkan suatu keterampilan dan pengetahuan tentang penetasan itu sendiri. Kegagalan dalam menetaskan kista Artemia barakibat fatal terhadap larva ikan yang sedang dipelihara.

Penetasan Artemia dapat dilakukan, baik pada skala kecil maupun skala besar. Penetasan Artemia dapat pula dikerjakan di daratan maupun di daerah pantai.

Wadah penetasan Artemia dapat dilakukan dengan wadah kaca, poly etilen (ember plastik) atau fiber glass. Ukuran wadah dapat disesuaikan dengan kebutuhan, mulai dari volume 1 l sampai dengan volume 1 ton bahkan 40 ton. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam penetasan Artemia adalah bentuk dari wadah. Bentuk wadah penetasan Artemia sebaiknya bulat. Hal ini dikarenakan jika diaerasi tidak ditemukan titik mati, yaitu suatu titik dimana Artemia akan mengendap dan tidak teraduk secara merata. Artemia yang tidak teraduk pada umumnya kurang baik derajat penetasannya, atau walaupun menetas membutuhkan waktu yang lebih lama.

Sebelum diisi media penetasan, wadah Artemia dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sikat sampai bersih. Agar sisa lemak atau lendir dapat dihilangkan, pada waktu mencuci gunakanlah deterjen. Media untuk penetasan Artemia dapat menggunakan air laut yang telah difilter. Hal ini ditujukan agar cyste dari jamur atau parasit tersaring.

Penyaringan dapat dilakukan dengan menggunakan filter pasir atau filter yang dijual secara komersial seperti catridge filter misalnya.

Disamping dengan air laut, media penetasan Artemia juga dapat dilakukan dengan menggunakan air laut buatan. Air laut ini dibuat dengan jalan menambahkan garam yang tidak beriodium ke air tawar. Garam yang digunakan harus bebas dari kotoran. Jumlah garam yang dibutuhkan berkisar antara 25-30 g per liter air tawar, sehingga memiliki kadar garam 25-30 ppt. Setelah garam dimasukkan maka media harus diaerasi secara kuat agar garam tercampur merata.

SUMBER:

Jusadi D., 2003.  Modul Penetasan Artemia - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

Lavens, P. And P. Sorgeloos. 1996. Manual on the production and used of live food for aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper 361.

#Tag : Pakan Alami

IDENTIFIKASI DAN PEMILIHAN BAHAN BAKU PAKAN BUATAN Bagian 2: Bahan Baku Hewani

BAHAN MAKANAN HEWANI

1. Tepung Ikan

Berasal dari ikan sisa atau buangan yg tidak dikonsumsi oleh insan, atau residu pengolahan industri kuliner ikan, sebagai akibatnya kandungan nutrisinya beragam, akan tetapi dalam umumnya berkisar antara 60 ? 70%. Tepung ikan adalah pemasok lysin & metionin yg baik, dimana hal ini tidak terdapat pada kebanyakan bahan baku botani.

Mineral kalsium dan fosfornya pun sangat tinggi, & lantaran berbagai keunggulan inilah maka harga tepung ikan menjadi mahal.

Tabel 1 : Kandungan Nutrisi Tepung Ikan

2. Tepung Darah

Merupakan limbah berdasarkan rumah potong fauna, yg banyak dipakai sang pabrik pakan, karena protein kasarnya tinggi. Walaupun demikian terdapat pembatas ?Religius? & ?Dampak kesehatan?. Baik buruknya tepung darah yg dipakai menjadi bahan standar menurut segi kesehatan, tergantung pada bagaimana bahan itu diperoleh berdasarkan rumah potong hewan. Bila berasal menurut penampungan yang bercampur kotoran, tentu bahan ini tidak layak dipakai, tapi jika berasal menurut penampungan yang bersih, maka tepung ini memenuhi syarat menjadi bahan standar pakan.

Tabel dua : Kandungan Nutrisi Tepung Darah

Kelemahan dari tepung darah merupakan miskin isoleucin dan rendah kalsium & fosfor, jua jika digunakan lebih dari lima% akan menimbulkan pengaruh ?Bau darah? Pada ikan.

Tiga. Sisa Potongan Rumah Jagal/Tepung Tulang

Berasal berdasarkan tulang-tulang dengan sedikit daging yang inheren, kemudian dikeringkan & digiling, pada pasaran biasa diklaim tepung tulang. Bahan ini dapat dipakai antara dua,lima ? 10% pada formula pakan & lebih bersifat menjadi pendamping tepung ikan. Bila digunakan berlebihan, tentu tidak menguntungkan, lantaran kalsium akan terlalu poly sebagai akibatnya menurunkan kesukaan makan.

4. Protein Sel Tunggal

Sebagai sumber protein, memang protein sel tunggal bisa dijadikan alternatif dari cara yg sudah ada. Kandungan proteinnya beragam sekali, mulai dari 30 ? 80%, tergantung berdasarkan bahan protein sel tunggalnya yaitu bakteri, jamur, ragi dan alga.

5. Tepung Bulu Terolah

Tepung bulu diperoleh menggunakan mengungkep bulu unggas pada wadah tertutup dengan tekanan tiga,2 atmosfer selama 45 mnt dan dikembalikan lagi dalam tekanan normal, sehabis itu dikeringkan dalam temperatur 60oC & digiling sampai halus. Tepung bulu mempunyai energi metabolis 2354 kal/kg dan asam amino tersedia sebesar 65% & penggunaannya maksimal 10%.

6. Limbah Unit Penetasan Ayam

Dalam penetasan telur ayam ras, terdapat telur-telur yang nir bertunas atau bertunas tapi mati, yg biasanya menjadi limbah. Limbah unit penetasan ini akan bermanfaat sekali buat makanan unggas dan ikan.

SUMBER:

Masyamsir, 2001.  Modul Membuat Pakan Ikan Buatan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:

Anggorodi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum Gramedia, Jakarta, 1979

FAO, 1980, Fish Feed Technology. United Nations Development Programme, FAO United Nations, Rome, 395 P

Maynard, L.A., J.K. Loosli, H.F. Hintz, R.G. Warner, 1979, Animal Nutrition, Mc. Graw Hill., Inc. 602 P.

NRC, 1983, Nutrient Requirement of Warm Water Fishes & Shellfishes, National Academy Press, Washington DC. 102P

Rasyaf, M. 1990, Bahan Makanan Unggas di Indonesia Kanisius, Yogyakarta, 118 hal.

Rostika, R., 1997, Performan Juwanan Ikan mas yang dipengaruhi berbagai imbangan protein-energi pada pakan. Tesis Universitas Padjadjaran, tidak dipublikasikan, 145 hal.

Sumeru, S.U., dan Anna S., 1992, Pakan Udang Windu Kanisius, Yogyakarta, 94 hal.

#Tag : Pakan Ikan

MEMAHAMI KONSEP ALIRAN ENERGI DALAM EKOSISTEM

Di alam semesta hanya masih ada satu asal tenaga yaitu cahaya surya. Di dalam modul pula dijelaskan bahwa sumber energi selain matahari seperti tenaga air, energi listrik, tenaga ombak & lain sebagainya itu seluruh merupakan hasil transformasi (aliran) energi mentari menjadi berbagai energi tersebut.

Anda juga masih ingat bahwa aliran tenaga energi di dalam ekosistem tidak sama menggunakan daur materi, dimana sifat energi mengikuti aturan-hukum termodinamika.

1.      Hukum termodinamika I : yang menyatakan bahwa energi dapat diubah bentuknya, dari bentuk yang satu kebentuk yang lain, tetapi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan.

2.      Hukum termodinamika II : yang menyatakan bahwa setiap proses perubahan  bentuk energi selalu tidak efesien. Oleh karena itu setiap perubahan bentuk energi, maka energi baru yang terbentuk konsentrasinya selalu lebih kecil dari pada konsentrasi energi sebelumnya.

Berapa besarkah energi yg mengalir dalam setiap organisme di pada ekosistem?

Marilah kita lihat gambar berikut:

Produser

Tanaman menjadi produser adalah awal menurut terjadinya aliran energi. Hanya kurang lebih 10% energi yang mengalir ke pada setiap aras trofik yang lebih tinggi

Konsumer utama

Hanya lebih kurang 10% tenaga yang tersedia dalam flora dapat digunakan sebagai kuliner bagi konsumer utama (herbivora).

Konsumer sekunder

Hanya kurang lebih 1% tenaga produser yang dapat dimanfaatkan sang konsumer sekunder.

Jadi hanya lebih kurang 10% dari setiap level/aras trofik yang bisa dimanfaatkan oleh organisme berikutnya. Begitu akbar entropi (tenaga yang tidak termanfaatkan) pada dalam suatu ekosistem.

Hukum Toleransi Shelford menyatakan bahwa buat setiap faktor lingkungan suatu janis organisme memiliki suatu kondisi minimum & maksimum yang mampu diterimanya, diantara kedua harga ekstrim tersebut merupakan kisaran toleransi dan didalamnya terdapat sebuah kondisi yang optimum. Dengan demikian setiap organisme hanya bisa hayati pada loka-tempat eksklusif saja, yaitu tempat yang cocok yg bisa diterimanya.

Diluar daerah tadi organisme nir dapat bertahan hayati dan dianggap daerah yg nir toleran (Sumber: https://plus.Google.Com/101867312495034004603/posts).

Hukum Shelford (Victor Shelford, 1913) mengemukakan pentingnya toleransi dalam menunjukkan distribusi berdasarkan jenis. Hukum toleransi menyatakan bahwa buat setiap factor lingkungan suatu jenis mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum yg dapat dipikulnya, diantara kedua harga ekstrim ini merupakan kisaran toleransi & termasuk suatu syarat optimum. Kisaran toleransi dapat dinyatakan dalam bentuk kurva lonceng, dan akan berbeda untuk setiap jenis terhadap faktor lingkungan yang sama atau mempunyai kurva yg berbeda buat satu jenis organisme terhadap factor-faktor lingkungan yang tidak sinkron. Misalnya jenis A mungkin mempunyai batas kisaran yang lebih luas terhadap suhu tetapi mempunyai kisaran yang sempat terhadap syarat tanah. Shelford menyatakan bahwa jenis-jenis menggunakan kisaran toleransi yg luas buat aneka macam faktor lingkungan akan menyebar secara luas.

Kandungan O2 di udara dalam jumlah banyak dan kontinu bukan merupakan faktor pembatas organisme darat. Sebaliknya, kandungan O2 terlarut di perairan, terdapat dalam jumlah sedikit & jumlahnya selalu berubah-ubah, sebagai faktor pembatas bagi organisme yang hayati pada perairan.

REFERENSI

Chiras, D. 1991. Environmental Science; Action For a Sustainable Future. The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Http//ut.Ac.Id

Santoso, B, 2000. Baikuni dan Energi Alternatif, Kompas, 28 Juni 2000

Utomo, S.W. dan Rizal, R., 2006. Ekologi, Universitas Terbuka, Jakarta.

#Tag : Ekosistem

PERHITUNGAN FORMULASI BAHAN BAKU PAKAN BUATAN

Perjalanan tenaga dalam tubuh ikan, bisa dilihat pada gambar berikut:

Energi yg hilang berdasarkan tubuh ikan sebagai feses, urine, ekskresi insang dan panas. Energi yg hilang menjadi panas, sulit buat diukur, yakni:

1)    Metabolisme standar, yaitu energi yang digunakan ikan pada kondisi tidak bergerak pada air yang tenang.

2)    Aktifitas fisik sukarela, yaitu energi yang digunakan ikan untuk mencari makan, mempertahankan posisi dll.

3)    Energi yang dikeluarkan berkenaan dengan aktifitas system pencernaan.

PENGETAHUAN GIZI

Seperti halnya fauna lain, ikan pun membutuhkan zat gizi tertentu untuk kehidupannya, yaitu buat membuat energi, menggantikan sel-sel yang rusak & buat tumbuh. Zat gizi yang diperlukan adalah : protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral & air.

A. Protein

Protein sangat diperlukan oleh tubuh ikan, baik buat pertumbuhan juga buat menghasilkan energi. Protein botani (asal tumbuhtumbuhan), lebih sulit dicernakan daripada protein hewani (dari hewan), hal ini disebabkan lantaran protein botani terbungkus pada dinding selulosa yang memang sukar dicerna.

Pada umumnya, ikan membutuhkan protein lebih poly daripada fauna-fauna ternak pada darat (unggas dan mamalia). Selain itu, jenis & umur ikan juga berpengaruh pada kebutuhan protein. Ikan karnivora membutuhkan protein yang lebih banyak daripada ikan herbivora, sedangkan ikan hewan pemakan daging dan tumbuh-tumbuhan berada diantara keduanya. Pada umumnya ikan membutuhkan protein kurang lebih 20 ? 60%, dan optimum 30 ? 36%. Protein nabati umumnya miskin metionin, & itu bisa disuplau oleh tepung ikan yang kaya metionin.

B. Lemak

Nilai gizi lemak dipengaruhi oleh kandungan asam lemak esensialnya yaitu asam-asam lemak tak jenuh atau PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) antara lain asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat. Asam lemak esensial ini banyak terdapat di tepung kepala udang, cumi-cumi dll. Kandungan lemak sangat dipengaruhi oleh faktor ukuran ikan, kondisi lingkungan dan adanya sumber tenaga lain. Kebutuhan ikan akan lemak bervariasi antara 4 – 18%.

C. Karbohidrat

Karbohidrat atau hidrat arang atau zat pati, asal menurut bahan baku botani. Kadar karbohidrat dalam pakan ikan, bisa berkisar antara 10 ? 50%. Kemampuan ikan buat memanfaatkan karbohidrat ini tergantung pada kemampuannya untuk membentuk enzim pemecah karbohidrat (amilase). Ikan hewan pemakan daging umumnya membutuhkan karbohidrat sekitar 12%, sedangkan untuk hewan pemakan daging dan tumbuh-tumbuhan kadar karbohidratnya bisa mencapai 50%.

D. Vitamin

Jika ikan kekurangan vitamin, maka gejalanya adalah nafsu makan hilang, kecepatan tumbuh berkurang, rona abnormal, keseimbangan hilang, gelisah, hati berlemah, gampang terserang bakteri, pertumbuhan sirip kurang paripurna, pembentukan lendir terganggu dll. Agar ikan tetap sehat, suplai vitamin harus kontinyu, akan tetapi kebutuhan akan vitamin dipengaruhi sang berukuran ikan, umur, kondisi lingkungan & suhu air.

E. Mineral

Mineral adalah bahan an-organik yg diperlukan oleh ikan buat pembentukan jaringan tubuh, proses metabolisma dan mempertahankan keseimbangan osmotis. Mineral yg penting buat pembentukan tulang, gigi & sisik adalah kalsium, fosfor, fluorine, magnesium, besi, tembaga, kobalt, natrium, kalium, klor, boron, alumunium, seng, arsen, dll. Makanan alami umumnya telah relatif mengandung mineral, bahkan beberapa bisa diserap langsung berdasarkan dalam air. Namun pada biasanya, mineral-mineral itu dihasilkan menurut makanan. Oleh karena itu, beberapa macam mineral yg penting perlu kita masukkan pada proses pembuatan pakan.

Selain kandungan gizi, ada beberapa bahan tambahan dalam meramu pakan protesis. Bahan-bahan ini relatif sedikit saja, diantaranya : antioksidan, perekat & pelezat. Sebagai antioksidan atau zat anti tengik bisa ditambahkan fenol, vitamin E, vitamin C, etoksikuin, BHT, BHA & lain-lain dengan penggunaan 150 ? 200 ppm. Beberapa bahan dapat berfungsi sebagai perekat seperti supaya-agar gelatin, tepung kanji, tepung terigu & sagu, dengan pemakaian maksimal 10%. Bahan perekat ini menjadi penting pada pembuatan pakan udang, sebab pakan udang wajib memiliki ketahanan yg tinggi, agar tidak cepat musnah dalam air. Sebagai pelezat, dalam biasanya dipakai garam dapur sebanyak 2%.

Metoda Menghitung Kebutuhan Bahan Baku

Sebelum mulai menghitung, harap diingat bahwa suatu bahan baku disebut bahan sumber protein apabila kadar proteinnya > 20%. Karena harga protein paling mahal, maka yang pertama dihitung adalah protein, sedangkan yang lainnya menyesuaikan, misalnya dengan menambahkan sumber energi. Yang paling mudah adalah menggunakan metoda “Bujur Sangkar”.

Sebagai contoh, akan disiapkan pakan ikan mas menggunakan 25% protein, dari bahan dedak dan bungkil kedelai.

Untuk membuat pakan ikan mas 27% protein sebanyak 100 kg, kita wajib mencampur:

dedak                     : 17/35,8 = 47,5% x 100 = 47,5 kg

bungkil kedelai     : 18,8/35,8 = 52,5% x 100 = 52,5 kg

Bila akan menggunakan lebih dari 2 bahan baku, kelompokkan dahulu bahan baku basal (kadar protein < 20%) dan bahan baku protein (>20%). Di rata-ratakan dahulu setiap kelompok, setelah itu dimasukkan ke metoda bujur sangkar.

(Protein dedak protein jagung) / dua = (8,dua 10,dua) / 2 = 9,2 %

(Bungkil kedelai tepung udang) / 2 = (44 48,35) / 2 = 48,35 %

Sehingga:

Bahan baku basal                 21,35/39,5 = 54,53 %

Bahan baku protein             17,8/39,5 = 45,47 %

Jadi buat menciptakan 100 kg pakan ikan ini, dapat mencampur :

- Dedak                  : 27,265 kg

- Jagung                  : 27,265 kg

- Bungkil kedelai   : 22,735 kg

- Tepung udang    : 22,735 kg

SUMBER:

Masyamsir, 2001.  Modul Membuat Pakan Ikan Buatan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:

Anggorodi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum Gramedia, Jakarta, 1979

FAO, 1980, Fish Feed Technology. United Nations Development Programme, FAO United Nations, Rome, 395 P

Maynard, L.A., J.K. Loosli, H.F. Hintz, R.G. Warner, 1979, Animal Nutrition, Mc. Graw Hill., Inc. 602 P.

NRC, 1983, Nutrient Requirement of Warm Water Fishes & Shellfishes, National Academy Press, Washington DC. 102P

Rasyaf, M. 1990, Bahan Makanan Unggas di Indonesia Kanisius, Yogyakarta, 118 hal.

Rostika, R., 1997, Performan Juwanan Ikan mas yang dipengaruhi berbagai imbangan protein-energi pada pakan. Tesis Universitas Padjadjaran, tidak dipublikasikan, 145 hal.

Sumeru, S.U., dan Anna S., 1992, Pakan Udang Windu Kanisius, Yogyakarta, 94 hal.

#Tag : Pakan Ikan

Memahami Peraturan Perundang-undangan tentang Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Indonesia

Landasan Hukum buat Pendirian Kawasan Konservasi Perairan

Ada beberapa macam pendekatan dalam menciptakan landasan atau kerangka hukum bagi pengelolaan tempat perlindungan perairan, yaitu mulai berdasarkan penerapan peraturan perundang-undangan yang baru menggunakan tujuan tertentu sampai penerapan peraturan perundang-undangan yg sudah ada dengan beberapa penyesuaian atau modifikasi. Pada beberapa perkara terakhir, tempat perlindungan perairan dibuat berdasarkan Undang Undang mengenai Perikanan, ad interim kawasan konservasiyang telah ada sebelumnya dibentuk berdasarkan Undang-Undang mengenai Kehutanan (Tabel 1).Di negara manapun, pembuatan landasan hukum yang tepat perlumempertimbangkan faktor budaya, tradisi & proses-proses hukum pada negara yg bersangkutan. Namun, menurut pengalaman, ada beberapa prinsip umum yg banyak diterapkan, seperti dijelaskan dalam bagian ini.

Tabel 1.  Jumlah dan luas kawasan konservasi perairan di Indonesia pada tahun dua014

Kategori

Jumlah (unit)

Luas (Ha)

A

No

Inisiasi Kementerian Kehutanan

1

Taman Nasional Laut

7

4.04tiga.lima41,tiga

dua

Taman Wisata Alam Laut

14

491.dua48,0

tiga

Suaka Margasatwa Laut

lima

lima.678,tiga

4

Cagar Alam Laut

6

1lima4.480,0

Sub-Total A

tigadua

4.694.947,6

B

No

Inisiasi Kementerian Kelautan & Perikanan dan Pemda

1

Taman Nasional Perairan

1

tiga.limadua1.1tiga0,0

dua

Suaka Alam Perairan

tiga

44tiga.6tiga0,0

tiga

Taman Wisata Perairan

6

1.lima41.040,dua

4

KKP Daerah (dahulu KKLD)

89

lima.lima61.46tiga,1

Sub-Total B

99

11.069.dua6tiga,tiga

Jumlah (A B)

8lima

1lima.764.dua10,9

Sebelum suaut landasan hukum pembentukan KKP diajukan, para perencana KKP perlu memutuskan apakah KKPyang diusulkan untuk ditetapkan akan terdiri dari banyak kawasan yang berukuran kecil yang dikelola dengan sebuah sistem pengelolaan lingkungan telah ada di sekitar KKP atau terdiri dari beberapa KKP berukuran besar dimana di dalamnya ada beberapa jenis pemanfaatan (multiple use). Pilihan ini tentu akan menentukan sejumah isu yang dibahas bagian tulisan ini. Secaraumum, harus ada peraturan-perundang-undanganyang memayungiKKP tersebut. Jika diperlukan, peraturan perundang-undangan tersebut akan mengalami modifikasi  setelah KKPdibentuk.

Kesalahan umumyang mungkin sering terjadi pada pembentukan suatu KKPadalah tetapkan KKP yg ukuran kecil tetapi tidak disertai menggunakan perangkat pengendaliantrhadap kegiata-aktivitas manusia pada luar KKP tadi.

Selanjutnya, pertanyaan kedua adalah apakah hukum nasional harus menyajikan kerangka kerja (framework) yang rinci mengenai aspek administrasi atau hanya menyediakan pokok-pokok yang besar saja.Di satu sisi, kadang ada kelompok lokal yang kuat lebih menyukai kegiatan di suatu kawasan yang memberikan manfaat ekonomi jangka pendek; keinginan untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan akan tampak.  Di sisi lainnya, masyarakat lokal sangat mendukung perlindungan dan pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan.Oleh karena itu,hukum harus melindungi pengelola KKP dari berbagai tekanan lokal yang tidak beralasan dan membekalinya dengan penjelasan yang cukup rinci dan tegas tentang tujuan pembentukan KKP dan proses untuk mencapainya.Ketika masyarakat lokal mendukung suatu KKP dan tujuannya, masyarakatharus berdayadengan dukungan hukum untuk terlibat langsung dalam merancang dan mengelola suatu KKP.

Setiap rincian yang ditambahkan pada produk hukum harus dipertimbangkan dengan cermat karena sudah pasti akan membatasi keleluasaan pengelola ketika menghadapi hal-hal yang tidak terduga. Mengingat proses penetapan suatu peraturan perundang-undang baru yang komprehensif, terutama untuk kawasan konservasi perairan dapatmemerlukan waktu yang cukup lama maka perencana sebaiknya menggunakan peraturan yang telah ada atau instrumen lainnya (misalnya sejumlah keputusan yang dibuat oleh Pemerintah) agar proses pembentukan KKP dapat dilakukandalam waktu yang tidak lama. Kegiatan lain dapat terus dilakukan tanpa harus menunggu selesainya payung hukum yang diperlukan.  Kegiatan lain tersebut mencakupbaik kegiatan konservasi di lapangan yang bertujuan melindungi lokasi-lokasi penting maupun kegiatan persiapanproses penyusunan peraturan perundang-undangan yang baru. Bila kegiatan konservasi berjalan dengan baik maka masyarakat akan semakin terlibat dan mereka akan lebih peduli pada manfaat jangka panjang serta berkomitmen pada tujuan pembentukan KKP. Kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya akan membangun suasana yang mendukung terbitnya kebijakan atau peraturan baru tetapi juga menyajikan informasi tentang contoh-contoh penerapan isi dari kebijakan atay peraturan yang sedang dalam proses penetapan tersebut.

Hukum merupakan sarana yang penting untuk mempromosikan kebijakan nasional, tetapi kurangnya undang-undang baru yang komprehensif jangan sampai menunda pembentukan KKP ketika pada saat yang sama kerusakan terus terjadi di dalam KKP yang diusulkan.  Oleh karena itu, para pengelola konservasi harus waspada terhadap perkembangan berbagai kegiatan lain, terutama yang menyangkut perijinankegiatan perikanan, peraturan pariwisata, lisensi komersialisasi sumber daya kawasan, negosiasi langsung antar pemerintahan, atau pengelolaan langsung oleh masyarakat.

Apapun kebijakan yang dipilih, peraturan yang sederhana adalah yang terbaik. Sayangnya, seringkali peraturan nasional sangat rumit dan membingungkan berbagai pihak, terutama para pemanfaat sumber daya (resource users).Umumnya peraturan nasional yang sederhana lebih mudah diterima di tingkat lokal. Peraturan KKP yang spesifik seharusnya dibuat sejelas dan sesederhana mungkin.  Sebagai contoh, peraturan yang melarang keras kegiatan penangkapan ikan di dalam zona tertentu atau di seluruh KKP akan lebih mudah dipahami daripadapernyataan"Dilarang menangkap ikan antara bulan Mei dan Juni, di antara pasang tertinggi dan sejauh 1 mil dari pantai".

Beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam membangun kerangka hukum untuk KKP, menurut Salmet al. (dua000) adalah:

(1)         Secara khusus memperhitungkan partisipasi publik dan program untuk pendidikan masyarakat.

(dua)         Mengakui status hukum yang ada, kepemilikan dan hak para pengguna sumberdaya lokal.

(tiga)         Mengijinkan berbagai jenis pemanfaatan yang konsisten dengan maksud dari konservasi.

(4)         Memperhitungkan kepentingan dan dampak kepada para pemanfaat sumberdaya dan kelompok-kelompok masyarakat.

(lima)         Keterkaitan di antara pemanfaatan sumberdaya hayati yang berkelanjutan dengan perlindungan terhadap proses-proses ekologi dan pola-pola siklus hidup.

(6)         Tujuan akhir (goals) dan tujuan (objectives) yang dinyatakan secara jelas.

(7)         Persyarakatan bagi sebuah rencana pengelolaan.

(8)         Peraturan perundang-undangan yang baru harus secara jelas menyatakan kaitannya dengan peraturan-perundang-undangan yang telah ada.

(9)         Kewenangan untuk membuat peraturan yang memadai dalam rangka mengendalikan atau melarang suatu kegiatan di dalam KKP.

(10)     Ketentuan tentang pemberian tugas dan kekuatan penegakan hukum yang memadai.

(11)     Ketentuan tentang pembiayaan KKP.

(1dua)     Koordinasi dalam rangka implementasi kesepakatan internasional, regional atau perjanjian multilateral lainnya.

(1tiga)     Undang-undang yang mencakup banyak hal secara sekaligus (contoh, yang dapat melayani beberapa tujuan secara bersamaan).

Panduan buat menyusun peraturan pada dalam kawasan perlindungan perairan

Berikut ini adalah dua belas panduan menyusun peraturan pada dalam daerah konservasi perairan1.1.1        Butir-butir yang harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan tentang penetapan suatu KKP

Dalam penetapan suatu KKP, buah-butir berikut wajib ditentukan menggunakan tegas, baik pada peraturan perundang-undangan yang berfungsi sebagai payung hukum maupun peraturan lokal yg khusus:

(1)         Tujuan pembentukan KKP.

(dua)         Peraturan pengelolaan dan penerapan sanksi.  Sejumlah peraturan khusus dan tindakan adminstrasi mungkin diperlukan, serta langkah-langkah pencegahan(safeguards) untuk memastikan dan meningkatkan kepatuhan Pemerintah, termasuk transparansi dalam pengambilan keputusan. Peraturan dan sanksi yang diterapkan pada masyarakat lokal mungkin dapat berbeda dari yang diterapkan pada para "pendatang”.  Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya rasa kepemilikan sumberdaya di kalangan masyarakat lokal dan mencegah terjadinya “the tragedy of the common".

(tiga)         Penetapan batas-batas kawasan konservasi.

(4)         Menyiapkan pernyataan yang memadai tentang kewenangan, hak istimewa dan prosedur, termasuk ketentuan khusus, untuk masyarakat lokal.

(lima)         Proses pertimbangan (advisory) dan konsultasi.

(6)         Kriteria yang dipakai dalam pembuatan keputusan.

(7)         Hubungan pengelola kawasan dengan otoritas nasional dan lokal lainnya, serta prosedur untuk berkoordinasi dan penanganan perselisihan (conflict resolution).

(8)         Rencana pengelolaan, zonasi dan peraturan-peraturan.

(9)         Pemantauan dan pininjauan ulang.

(10)     Skema kompensasi.

1.1.dua        Jika beberapa KKPyang berukuran sangat luas telah dipilih, putuskan apakah setiap KKPtersebut akan dibentuk dengan dasar hukum terpisah-pisah atau akan dibentuk dengan dasar hukum yang bersifat umum (payung) bagi setiap KKP

Sangat disarankan agar peraturan perundang-undangan yang dibuat didasari oleh konsep multiple use yang berkelanjutan, termasuk adanya daerah larangan (no take zone) sesuai dengan konsep Biosphere Reserve.  Konsep ini adalah kebalikan dari konsep kantung-kantung daerah perlindungan yang terisolir dan tidak terkelola dengan baikatau hanya menjadi obyek dari peraturan-peraturan yang parsial terkaitjenis kegiatan ekonomi tertentu atau industri tertentu, misalnya peraturan tentang perikanan.  Namun, skenario kedua tersebut kadang menjadi dasar bagi pengembangan sistem pengelolaan yang memadukan beberapa kawasan konservasi.

Salah satu kelebihan dariperaturan perundang-undangan yang memayungi sistem KKPsecara keseluruhan di sebuah negara di antaranya adalah tersedianya landasan prinsip bagi seluruh KKP.  Landasan ini memberi peluang kepada kalangan eksekutif atau para pengelola untuk melakukanpengaturan kawasannya secara fleksibel, di antaranya adalah sesuai dengan konteks lokal.  Keputusan untuk menciptakan peraturan perundang-undangan payung akan tergantung pada jenis ancaman yang dialami KKP.  Jika sifat ancaman adalah bergerak (mobile)maka hanya peraturan-perundangan nasional yang dapat dilaksanakan secara efektif. Kebijakan nasional seperti ini akan memberikan kontribusi terhadap pemenuhan persyaratan CBD dan UNCLOS, serta kewajiban-kewajiban internasional yang lain.

Dalam merancang peraturan perundang-undangan payung tadi, beberapa hal yang wajib dipertimbangkan adalah:

(1)   Membentuk sistem pengelolaan konservasi di wilayah yang seluas-luasnya hingga batas yang masih dapat dikelola.

(dua)   Menyediakan berbagai tingkatan akses pemanfaatan sumberdaya, sepertiperlindungan yang ketat, penangkapan ikan dan pengambilan hasil laut lain, di berbagai tempat yang berbeda.

(tiga)   Menyediakan kesempatan untuk kegiatan pemanfaatan berkelanjutan untuk pangan dan bahan-bahan lain pada sebagian besar wilayah perairan.

(4)   Menutup celah yang ada pada peraturan perundang-undangan dan hukum nasional yang kemungkinan besar akan menghancurkan keberlanjutan pelaksanaan program konservasi.1.1.tiga        Jika pendekatan jaringan KKPyang berukuran kecil dipilih, pertimbangkan untuk menetapkannyaberdasarkan tindakan masyarakat yang didukung oleh peraturan perundang-undangan.

Penelitian Bank Dunia menunjukkan bahwa masyarakat lebih menerima hukum nasional yang sudah diadopsi secara lokal daripada aturan istiadat (?Hukum berdasarkan bawah ke atas?) atau perundangan nasional (?Aturan berdasarkan atas ke bawah?). Ini merupakan temuan krusial sekaligus mendukung gagasan agar perundangan nasional dibuat sedemikian rupa buat memadukan berbagai manfaat hukum nasional menggunakan keefektifan peraturan lokal.1.1.4        Pilihan apapun yang diambil, diperlukan sebuah kebijakan untuk konservasi dan pengelolaan lingkunganperairan sebagai satu kesatuan dan mungkin akan memerlukan suatu bentuk hukum.

Suatu kebijakan menyeluruh mengenai pengelolaan, pemanfaatan berkelanjutan dan konservasi wilayah-wilayah laut dan muara harus dikembangkan sebagai satu kesatuan, untuk daerah-daerah yang memang memerlukan, dan di tempat-tempat yang memiliki kepentingan nasional. Idealnya, kebijakan seperti itu harus mencakup pembahasan tentang koordinasi dengan pengelolaan wilayah daratan pesisir. Proses pembuatan kebijakan, berikut keberadaan dan pengawasannya, akan mendorong terjadinya pengakuan terhadap pentingnya konservasi dan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di kawasan laut dan muara, serta pemilihan dan penetapan sistem KKP. Kebijakan tersebut dipersyaratkan oleh CBD dan UNCLOS.  Kebijakan tersebut dapat menjadi bagian dari strategi konservasi nasional maupun regional yang kemudian menjadi bagian dari strategi pembangunan nasional. Resolusi IUCN 17.tiga8 dan 19 dapat dijadikan landasan untuk mengembangkan pernyataan kebijakan yang sesuai dengan kebutuhan negara tertentu.1.1.lima        Pastikan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibuat secara eksplisit menyatakan konservasi sebagai tujuan utama pembentukan KKP.

Konservasi harus menjadi tujuan primer pembentukan kawasan konservasi perairan dan secara tegas dinyatakan pada peraturan perundang-undangan. Jika tidak, dan jika konservasi nir menjadi pertimbangan utama, pembentukanKKP hanya sekedar perilaku politik kosong. Konservasi, sebagaimana dijelaskan dalam World Conservation Strategy, adalah pelestarian keanekaragaman hayati dan pelestarian produktivitas biologi. Dengan istilah lain, pembentukan daerah konservasi termasuk upaya buat menyiapkan dasar bagi penggunaan berkelanjutan secara ekologi.

Sudah seharusnya peraturan perundang-undangan mempertimbangkan isu pemanfaatan berkelanjutan secara serius dan menghubungkannya dengan tujuan konservasi. Tanpa adanya kerja sama para pemanfaat lingkungan laut dan pesisir, terutama nelayan, baik tujuan konservasi maupun penggunaan berkelanjutan secara ekologi tidak akan tercapai. Perundangan juga harus mengakui secara terbukakaitan di antara perlindungan dan pengelolaanproses dan status ekologis dengan pemanfaatan sumber daya hayati yang berkelanjutan. Misalnya dengan menetapkan hak pemanfaatan (rights of use) bagi masyarakat lokal. Hal ini merupakan insentif berharga agar mereka berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan dan mereka secara baik mengantisipasi situasi "the tragedy of the commons", yaitu kondisi buruk (tragedi) yang terjadi pada jenis suatu sumber daya yang dapat diakses oleh publik secara terbuka bebas karena tidak ada pengaturan pemanfaatannya.

Untuk alasan ini, peraturan perundang-undangan mungkin seharusnya jua memasukkan tujuan pengembangankegiatan ekonomi, misalnya pariwisata dan perikanan. Dalam kasus tersebut, konsep berkelanjutan sangat penting buat diperkenalkan semenjak awal dan dilaksanakan dalam pengertian yang luas, yaitu agar aktivitas tadi berkelanjutan menurut sudut pandang ekonomi dan memastikan kegiatan tadi nir membahayakan jenis-jenisbiota lain, sumberdaya, & proses ekologis. Berbagai klausul tentangpemanfaatan secara berkelanjutan pada CBD dapat digunakan buat merancangpengembangan aktivitas ekonomi.

Tujuan aktivitas lain yang bersifat non-ekonomi, seperti rekreasi, pendidikan & penelitian ilmiah, juga penting & wajib dimasukkan ke dalam peraturan perundang-undangan. Kegiatan-aktivitas ini adalah tujuan sekunder yang sinkron dengan tujuan utama konservasi.1.1.6        Perubahan  tujuan utama harus dilakukan oleh pengambil keputusan tertinggi yang bertanggungjawab atas peraturan perundang-undangan di negara tersebut

Perubahan tujuan utama konservasi, jika diperlukan, harus dilakukan melalui prosedur yang setara dengan prosedur ketika peraturan perundang-undangan diproses dan ditetapkan pertama kali.Guna mencegah terkikisnya tujuan konservasi, cara terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkan tujuan pengelolaan yang dapat dipertanggungjawabkan (accountable) dan terukur (measureable).Tujuan seperti itu harus ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih rendah.  Salah satu keuntungan dari adanya tujuan seperti itu adalah adanya peluang untuk menyesuaikan tujuan pengelolaan terhadap kebutuhan lokal di tempat-tempat yang berbeda dan peluang untuk melakukan peninjauan terhadap kemajuan penggunaan ijin di tingkat lokal.1.1.7        Memastikan kerangka hukumkonsisten dengan tradisi bangsa

Bentuk & isi peraturan perundang-undangan harus konsisten dengan praktek aturan, kelembagaan & sosial dan nilai-nilai yang dianut rakyat dan diatur pada perundangan tadi.

Kepemilikan yang diterima dan hak guna wilayah laut yang akan dikelola merupakan hal penting yang harus dipertimbangkan.   Kepemilikan ini dapat berupa hak umum atau komunal maupun kepemilikan pribadi. Hak penangkapan ikan yang lazim ditemukan memerlukan pertimbangan yang seksama. Peraturan perundang-undangan harus mencerminkan situasi pemilikan seperti ini yang seringkali akan menentukan dukungan masyarakat perhadap pengaturan tata ruang wilayah atau zonasidi dalam KKP.

Jika hukum tradisional dan praktek-praktekpengelolaan sudah konsisten dengan tujuan akhir dan tujuan peraturan perundang-undangan konservasi, keduanya harusdijunjung dan dihormati setinggi mungkin.  Pengakuan yang sama harus diterapkan pada hukum tradisional tak tertulis yang dianut masyarakat asli, dan terhadap tradisi terkini yang dipraktekkan masyarakat negara tersebut. Jika praktek-praktek masyarakat tersebut bertentangan dengan tujuan peraturan perundang-undangan (seperti kasus yang terjadi umum pada hak akses terbuka untuk menangkap ikan), program pendidikan dan penegakan hukumperlu dilakukan untuk mengubah situasi tersebut.1.1.8        Perundangan harus sesuai dengan perspektif internasional

Banyak sekali biota laut muda dan mangsanya, benih, tumbuhan laut dan bahan pencemarterbawa oleh sistem arus air, terkadang hingga jarak yang jauh hingga mencapai batas perairan negara-negara lain. Banyak sekali jenis hewan laut seperti paus besar, penyu, burung laut dan beberapa jenis ikan, yang bermigrasi sangat jauh.  Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan dan kebijakan harus dirancang untuk mendukung kesepakatan dan komitmen regional, internasional dan berbagai kesepakatan multilateral lain untuk melindungi jenis-jenis biota tersebut. Rancangan peraturan perundang-undangan seperti ini harus dapat memastikan bahwa inisiatif pengelolaanyang dilakukan oleh satu negara tertentu tidak dianggap akan berdampak pada tindakan-tindakan yang diambil negara lain.Kewajiban yang muncul dari kesepakatan internasional seperti UNCLOS dan CBD sangat relevan untuk hal ini.1.1.9        Perundangan harus menciptakan landasanhukum bagi lembaga yang akan menetapkan dan mengelolaKKP.

Peraturan perundang-undangan harus mengidentifikasi dan menetapkan mekanisme kelembagaan. Perundangan juga harus menciptakan tanggung jawab, akuntabilitas dan kapasitas spesifik bagi pengelola KKP.  Hal ini diperlukan agar maksud, tujuan dan sasaran dari pembentukan KKP dapat tercapai.

Perundangan wajib membangun tanggung jawab umum agar badan pemerintahan bisa bekerja sama menggunakan pemerintah wilayah & administrasi lokal, dewan masyarakat desa tradisional, perorangan, kelompok, & berbagai perkumpulan dengan tujuan, sasaran & tanggung jawab yg selaras.

Jika pengelolaan ini berhasil, maka perselisihan antar lembaga, pertentangan, hambatan maupun penundaan dapat diperkecil.  Hal ini akan membuat perundangan dan pengaturan pengelolaan berkembang dari lembaga-lembaga yang ada, kecuali jika ada dukungan publik dan politik yang luarbiasa terhadap lembaga yang baru.  Oleh karena itu:

(1)   Hindari konflik yang tidak perlu dengan perundangan dan administrasi yang ada;

(dua)   Jika terjadi konflik dengan administratif dan perundangan yang tidak dapat dihindari maka prosedur rekonsiliasi perlu diterapkan dan, jika memungkinkan, carilah bagian dari perundangan yang dapat mencegah kejadian serupa di masa yang akan datang.

(tiga)   Upayakan sesedikit mungkin campur tangan terhadap kegiatan atau praktek-praktek pemanfaatan berkelanjutan yang telah berlangsung lama; dan

(4)   Berdayakan staf dan sumberdaya teknis yang ada sesuai bidangnya.

Pilihan tentang lembaga atau pejabat yang akan melibatkan diri dan bertanggungjawab pada KKP adalah sangat penting.  Lembaga pengelola taman nasional atau kawasan konservasi mungkin adalah pilihan yang umum, namun jika lembaga tersebut kurang berpengalaman dalam menangani masalah kelautan, atau hanya memiliki kemampuan yang terbatas dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah, maka hasilnya tidak akan maksmum.1.1.10    Perundangan harus menangani langsung koordinasi dan hubungan antara KKP dengan badan lain, khususnya yang berkaitan dengan pengelolaan pesisir dan hak penangkapan ikan

Perundangan wajib menyediakan koordinasi perencanaan & pengelolaan sang semua badan terkait dengan tanggung jawab menurut undang-undang menyangkut KKP, apakah tanggung jawab tersebut dilaksanakan di dalam atau di luar lingkup KKP, dengan tujuan memantapkan landasan KKP dalam konteks perencanaan pesisir yang lebih luas.

Pengawasan wajib dibuat buat mendefinisikan insiden-kejadian krusial dari bagian-bagian perundangan yang mungkin dapat dilaksanakan di wilayah tadi.

Badan yg memiliki tanggung jawab primer terhadap KKP diwajibkan oleh perundangan buat membuat konvensi menggunakan badan lain yg relevan & terkait menggunakan hal-hal yg mensugesti KKP.1.1.11    Perundangan harus mencakup pengawasan untuk mengendalikan kegiatan yang terjadi di luar KKP dan mungkin akan berimbas pada terhambatnya sumber daya, keistimewaan, maupun kegiatan dalam KKP.

Terkadang, tinggi-rendahnya batas bagian atas perairan merupakan batas daerah aturan sebuah negara. Batas lain berada diantarawilayah KKP & daerah bahari yg bersebelahan. Sangat penting buat mengadakan pendekatan kolaboratif dan interaktif antara pemerintahan maupun badan yg daerah hukumnya tadi bersebelahan. Idealnya merupakan dengan memadukan tujuan dan pendekatan dalam sistem pengelolaan daerah pesisir formal pada tiap negara dengan kerja sama antar negara bersangkutan. Salah satu mekanisme buat mencapai tujuan ini adalah menyediakan perundangan yang generik agar semua organisasi yg bertanggung jawab mengatur fungsi yang dampaknya dapat Mengganggu KKP memiliki tugas umum dalam berkontribusi terhadap tujuan KKP.

UNCLOS membuatnya menjadi tanggung jawab tiap negara buat melestarikan & melindungi lingkungan bahari secara keseluruhan & mencegah, mengurangi, serta mengendalikan impak negatif polusi & aktivitas pada daratan.1.1.1dua    Undang-undang nasional harus mencakup hal berikut ini:

(1)         Penggunaan istilah

(dua)         Rencana pengelolaan dan rencana zonasi

(tiga)         Partisipasi publik

(4)         Penelitian pendahuluan dan survei

(lima)         Penelitian, pemantauan dan tinjauan ulang

(6)         Kompensasi

(7)         Pengaturan keuangan

(8)         Peraturan-peraturan

(9)         Penegakan hukum, insentif dan hukuman

(10)     Pendidikan dan penyadartahuan publik1.dua         Organisasi dan kewenangan pengelola kawasan konservasi perairan1.dua.1        Struktur organisasi KKP

Bagian ini adalah penjelasan singkat untukmemandu pembaca saat memilih struktur organisasi KKP, termasuk beberapa hal berikut adalah:

1)      Jenis struktur  – siapa yang menjalankan kawasan dan kewenangan yang dimilikinya;

dua)      Lingkup tanggung jawab unit administratif;

tiga)      Mengidentifikasi manajer dan staf ;

4)      Membuat rencana administrasi untuk kawasan, termasuk mengidentifikasi mata anggaran yang terpisah untuk kegiatan administrasi.

Sistem administrasi & struktur kelembagaan yg ada wajib dapat memilih posisi kelembagaan dan sistem koordinasi untuk KKP. Apakah administrasi KKP akan berbasis pada satu atau lebih institusi?Jika lebih menurut satu institusi yg dilibatkan, bagaimana sistem koordinasi antar kelembagaan tersebut akan bekerja?

Administrasi harus menjadi komponen berdasarkan planning pengelolaanKKP. Dalam beberapa perkara, KKP yg dipakai menjadi alat pengelolaan perikanan tidak memerlukan dukungan administratif. Fungsi pemantauan, penegakan hukum, dan komunikasi bisa dilaksanakan sebagai bagian pelaksanaan keseluruhan menurut rencana pengelolaan perikanan. Namun ada poly KKP yg berdiri sendiri dan memerlukan struktur administrasi sendiri.

Rencana administrasi termasuk penilaian kinerja dan tujuan (yang konsisten dengan tujuanKKP) harus dikembangkan dan mengidentifikasi kegiatan dan fungsi spesifik agar rencana dapat berjalan baik. Rencana tersebut harus mencakup struktur organisasi, pengelolaan kepegawaian, pelatihan, fasilitas dan peralatan, serta anggaran dan pembiayaan. Rencana administrasi dapat dilaksanakan secara penuh pada tahun pertama operasional (jika dananya tersedia), atau bertahap dalam beberapa tahun.  Pada tahun pertama, kegiatan administrasi hanya akan melibatkan beberapa orang manager atau staf KKP yang melaksanakan berbagai fungsi, mulai dari pengkajian sumberdaya hingga penegakan hukum sampai pengelolaan kantor dan pendidikan atau penyuluhan untuk masyarakat.1.dua.dua        Fungsi organisasi KKP

Fungsi-fungsi administrasi yang terdapat diKKP mencakup beberapa hal berikut ini:

1)      Menulis dan menafsirkan peraturan yang menyangkut KKP.

dua)      Menerbitkan, memperbaharui, dan mengakhiri perijinanpada berbagai kegiatan di dalam KKP.

tiga)      Melakukan komunikasi tentang KKP.

4)      Mengumpulkan dana dari para pengguna, mengelola pemasukan dan pengelolaan keuangan.

lima)      Mengelola pegawai termasuk perekrutan, pelatihan, evaluasi kinerja, dan penghentian pegawai yang berkinerja buruk. Pengelolaan kepegawaian diterapkan juga kepada pegawai yang diberi upah dan para relawan.

6)      Mengelola kekayaan atau asset fisik, seperti bangunan kantor, peralatan teknologi informasi (misal, komputer), dan fasilitas lainnya, seperti kapal.

7)      Mengurus catatan kegiatan KKP, seperti ijin untuk menggunakan KKP, pengumpulan biaya, kasus pelanggaran, peraturan, dll. Catatan tersebut harus diterima publik kecuali disebutkan sebaliknya untuk melindungi privasi untuk pegawai dan informasi sensitif yang memengaruhi persaingan bisnis, dan

8)      Memantau dan mengevaluasi kinerja KKP.

KKP dikelola dalam berbagai pengaturan administratif. Tiga pengaturan administratif yang paling umum adalah sentralisasi (diatur pemerintah), berbasis masyarakat (diatur secara lokal), dan pengelolaan kolaboratif (atau co-management). Perbedaan diantara ketiganya berkaitan dengan tingkat peran atau partisipasi pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengaturan administratif,  lokasi kewenangan serta tanggung jawabpengelolaan. Pengaturan administratif akan berubah sesuai dengan waktu dan perkembangan kematangan KKP.

Pemerintah harus bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan sumber daya alam.  Oleh karena itu, pemerintah memiliki kuasa atas administrasi KKP. Namun ada beberapa situasi dimana administrasi KKP menjadi tidak efektif karena kurang berpengalaman dalam menangani KKP atau tidak memiliki sumber daya yang memadai. KKP memerlukan pertolongan terus-menerus yang mungkin diluar batas kemampuan instansi pemerintahan. Kemampuan instansi-instansi pemerintahan juga belum tentu sesuai untuk melaksanakan tanggungjawabnya, atau ada pertentangan di antara sesama instansi pemerintahan.

Dewan penasihat dibentuk buat memberi petunjuk tentang perencanaan lokasi & pengelolaanKKP. Dewan ini bisa berfungsi sebagai penasihat dalam pembuatan & persetujuan planning kerja dan anggaran serta penilaian kemajuan atau perkembangan pengelolaan. Komposisi dewan penasihat dapat berasal menurut rakyat lokal, pemimpin-pemimpin lokal, instansi pemerintah, dan pejabat-pejabat terpilih. Dewan ini mungkin akan lebih aktif dalam proses pengambilan keputusan KKPyang menerapkan sistem pengelolaan berbasis rakyat & pengelolaan kolaboratif.

Pengelolaan berbasis masyarakat memerlukan institusi lokal dan masyarakat yang mampu mengembangkan dan melaksanakan peraturan. Untuk keperluan ini, beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal dapat dibentuk. Semuanya akan terlibat langsung dengan masyarakat dan pihak-pihak berwenang yang diakui pemerintah.  Dewan Penasihat, pengelola KKP dan LSM ketiganya akan menjadi wahana yang bagus untuk menyalurkan dukungan pembiayaan terhadap KKP.

1.dua.dua.1       Jenis dan fungsi organisasi pengelolaan kolaboratifKKP

Jika pengelolaan kolaboratifmerupakan jenis pengelolaan yg dipilih untuk KKP,maka sine qua non organisasi yg relatif stabil buat bertanggung jawab terhadap holistik program pengelolaan kolaboratifKKP. Organisasipengelolaan kolaboratifdidirikan menggunakan tanggung jawab mengatur KKP & menjaga kelangsungan acara pengelolaan kolaboratifKKP?Termasuk rencana & kesepakatan ?Selama waktu pelaksanaan. Organisasi tersebut memerlukan kombinasi tanggung jawab antara pengambilan keputusan, penasihat, operasional, & koordinasi. Organisasi tadi pula harus adalah badan tetap.

Ada banyak sekali jenis dan fungsi organisasi pengelolaan kolaboratifKKP sesuai menggunakan situasi yang ada:

1) Badan Eksekutif bertanggung jawab terhadap pelaksanaan rencana dan kesepakatan berdasarkan keputusan yang dibuat oleh badan lain, misalnya perkumpulan bisnis lokal yang bertanggung jawab untuk melaksanakan proyek hasil negosiasi di antara direktur kawasan konservasi dengan masyarakat di sekitarnya.

dua) Badan Pengambil Keputusan bertanggung jawab penuh terhadap pengelolaan kawasan, wilayah, maupun sumber daya terkait, misalnya dewan pengelolaan kolaboratifyang bertanggung jawab di wilayah tertentu.

tiga) Dewan Penasehat bertanggung jawab untuk memberi masukan pada para pengambil keputusan, misalnya Dewan Pesisir yang berhubungan langsung dengan pihak berwenang di tingkat wilayah yang diberi mandat melakukan pengelolaansumber daya.

4) Dewan Gabungan memiliki sebagian tanggung jawabpengelolaan dan separuhnya sebagai penasehat, misalnya Komisi Penasehat/Pengelolaan bertanggung jawab untuk memberi masukan terhadap Direktur Taman Laut atas keputusan yang diambil untuk pengelolaan taman laut tersebut namun bertanggung jawab penuh terhadap keputusan dan kegiatan berkenaan dengan wilayah dan sekelilingnya.

Pemangku kepentingan ini bisa memutuskan buat mendirikan beberapa organisasi pengelolaan kolaboratif, contohnya badan penasehat & badan pengelolaan.

Yang termasuk fungsi organisasi pengelolaan kolaboratifKKP adalah:

1) Pengelolaan konflik untuk membahas dan menyelesaikan konflik diantara para pemangku kepentingan;

dua) Pembuatan kebijakan untuk mencegah konflik dalam menerjemahkan rencana dan kesepakatan menjadi sejumlah peraturan dan sanksi yang sesuai;

tiga) Pelaksanaan untuk memastikan strategi pengelolaanditerapkan sesuai dengan dengan alokasi danadan menugaskan beberapa orang untuk melaksanakan kegiatan yang berbeda;

4) Pemantauan untuk mengukur hasil dan dampak dari strategi pengelolaan;

lima) Membuat revisi rencana dan kesepakatan pengelolaan kolaboratifuntuk menjaga dan memperbarui rencana dan kesepakatan;

6) Pembiayaan dan penggalangan dana;

7) Pengumpulan informasi dan data serta analisis;

8) Pendidikan;

9) Penelitian.

KKP dipimpin sang seseorang manajer yg usahakan adalah tenaga profesional yg bekerja penuh. Manajer KKP pula akan berfungsi sebagai perencana, administrator, penghubung warga , ilmuwan & politisi. Manajer harus bertanggung jawab buat mencapai tujuan pengelolaan melalui penggunaan dana, pemberdayaan staf & alat-alat secara efisien.

Jumlah staf KKP tergantung pada situasi di mana program KKP dilaksanakan. Staf harus sudah melalui tahapan pelatihan dengan baik. Mengelola KKP secara efektif memerlukan pemahaman mengenai sumber daya yang dilindungi, harus memahami bagaimana penduduk setempat, dan mampu bekerja dan berkomunikasi dengan mereka dan juga pengunjung, serta kompeten untuk bidang tertentu.  Di Indonesia, persiapan para manajer dan staf KKP di antaranya dilakukan melalui pelatihan Dasar-Dasar Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (yang dikenal dengan nama pelatihan MPA101).  Staf harus memiliki peralatan khusus minimum untuk melaksanakan tugas, seperti perahu, teropong, radio, komputer, dan lain-lain.

Sumber:

PUSLATKP, dua014. MODUL A.0tigatiga101.00tiga.01 Melakukan Kegiatan Persiapan Awal Perencanaan pada  Pelatihan Perencanaan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP). Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan,  Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

DAYA SAING PRODUK PERIKANAN MENUJU PASAR BEBAS ASEAN

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi bisa diartikan pula menjadi proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yg diwujudkan pada bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi adalah pertanda keberhasilan pembangunan ekonomi. Dalam menghadapi pasar bebas ASEAN pada era pasar bebas regional & menuju pasar bebas internasional, perlu dilakukan langkah-langkah buat mempertinggi daya saing produk perikanan, diantaranya: (1) pengembangan upaya-upaya dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitas; (2) peningkatan produksi dan daya saing produk perikanan yang diikuti dengan standar kualitas produk sekaligus peningkatan efisiensi usaha perikanan; (3) penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi); (4) peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun professional; (5) penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan usaha pada umumnya; (6) penguatan kemitraan antara publik dan sektor swasta; (7) penciptaan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi; (8) pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan; (9) penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha perikanan dari berbagai skala; dan (10) perbaikan dukungan infrastruktur, transportasi atau logistik, perangkat hukum, penyediaan energi, dan pengembangan industri terpadu.

Kata kunci: pertumbuhan ekonomi, daya saing produk perikanan, pasar bebas ASEAN

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi bisa diartikan pula menjadi proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yg diwujudkan pada bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi adalah pertanda keberhasilan pembangunan ekonomi.

Pada tahun 1960-an kondisi perekonomian Indonesia, Malaysia, Taiwan, Korea dan China nir jauh tidak sinkron, namun dalam tahun 2013 telah terdapat kesenjangan pendapatan per kapita yg tinggi antar negara tadi. Seiring menggunakan berjalannya ketika pendapatan per kapita penduduk Indonesia menduduki peringkat terendah. Berdasarkan latar belakang tadi perlu dilakukan pengkajian tentang: faktor penyebab kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar negara, dan cara mengejar ketertinggalan pertumbuhan ekonomi Indonesia, dan upaya-upaya peningkatan daya saing produk perikanan menuju pasar bebas ASEAN.

PERMASALAHAN

Permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1.   Apa yang menjadi penyebab kesenjangan pertumbuhan antar negara?

2.   Jelaskan mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih lambat dari negara ASEAN lainnya?

3.   Bagaimana cara mengejar ketertinggalan pertumbuhan ekonomi Indonesia?

4.   Bagaimana daya saing produk perikanan menuju pasar bebas ASEAN?

LANDASAN TEORI

Teori Pertumbukan Ekonomi Klasik

Menurut Sadono Sukirno (2005): Pandangan Adam Smith Adam Smith merupakan ahli ekonomi yang pertama kali mengemukakan kebijksanaan laissez-faire, dan merupakan ahli ekonomi yang banyak berfokus pada permasalahan pembangunan. Inti dari proses pertumbuhan ekonomi menurut Smith dibagi menjadi dua aspek utama yaitu pertumbuhan output total dan pertumbuhan penduduk.

Mengenai peranan penduduk pada pembangunan ekonomi, Smith beropini bahwa perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar, maka akan menaikkan spesialisasi pada perekonomian tadi. Perkembangan spesialisasi & pembagian kerja akan meningkatkan kecepatan proses pembangunan ekonomi lantaran adanya spesialisasi akan menaikkan produktivitas tenaga kerja & mendorong perkembangan teknologi.

Sedangkan pandangan David Ricardo mengenai proses pertumbuhan ekonomi nir jauh tidak sama menggunakan pendapat Adam Smith yang berfokus pada laju pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan output. Selain itu Ricardo juga membicarakan adanya keterbatasan faktor produksi tanah yg bersifat tetap sebagai akibatnya akan menghambat proses pertumbuhan ekonomi. Proses pertumbuhan ekonomi menurut David Ricardo pada kitab Sadono Sukirno (2005) yaitu:

1.      Pada permulaannya jumlah penduduk rendah dan kekayaan alam masih melimpah sehingga para pengusaha memperoleh keuntungan yang tinggi. Karena pembentukan modal tergantung pada keuntungan, maka laba yang tinggi tersebut akan diikuti dengan pembentukan modal yang tinggi pula. Pada tahap ini maka akan terjadi kenaikan produksi dan peningkatan permintaan tenaga kerja.

2.      Pada tahapan kedua, karena jumlah tenaga kerja diperkerjakan bertambah, maka upah akan naik dan kenaikan upah tersebut akan mendorong pertambahan penduduk. Karena luas tanah tetap, maka makin lama tanah yang digunakan mutunya akan semakin rendah. Akibatnya, setiap tambahan hasil yang diciptakan oleh masingmasing pekerja akan semakin berkurang. Dengan semakin terbatasnya jumlah tanah yang dibutuhkan, maka harga sewa lahan akan semakin tinggi. Hal ini akan mengurangi keuntungan pengusaha yang menyebabkan pengusaha tersebut mengurangi pembentukan modal dan menurunkan permintaan tenaga kerja yang berakibat pada turunnya tingkat upah.

3.      Tahap ketiga ditandai dengan menurunnya tingkat upah dan pada akhirnya akan berada pada tingkat minimal. Pada tingkat ini, perekonomian akan mencapai stationary state. Pembentukan modal baru tidak akan terjadi lagi karena sewa tanah yang sangat tinggi menyebabkan pengusaha tidak memperoleh keuntungan.

Menurut Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik, pertumbuhan ekonomi bergantung pada faktor-faktor produksi (Sadono Sukirno, 2005).

Persamaannya adalah : Y = f(K, L, R, T)

Y = taraf pertumbuhan ekonomi

K = jumlah barang modal yang tersedia & digunakan

L = jumlah & kualitas tenaga kerja yg digunakan

R = jumlah & jenis kekayaan yg digunakan

T = tingkat teknologi yang dipakai

Pandangan Robert Malthus  dalam teorinya, Malthus mengemukakan penduduk akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi dimana pertambahan penduduk meningkat secara deret ukur sedangkan pertambahan bahan makanan meningkat secara deret hitung. Seperti halnya David Ricardo, Malthus berbeda pendapat dengan Smith yang belum menyadari hukum hasil yang semakin berkurang, perkembangan penduduk akan mendorong pembangunan ekonomi karena dapat memperluas pasar.

Sedangkan Ricardo dan Malthus, perkembangan penduduk yg berjalan menggunakan cepat akan memperbesar jumlah hingga sebagai 2 kali lipat pada satu generasi sebagai akibatnya bisa menurunkan pulang taraf pembangunan ekonomi ke taraf yg lebih rendah. Pada tingkat ini, pekerja akan mendapat upah yg sangat minim atau upah subsisten (Sadono Sukirno, 2005).

Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Neoklasik

Teori ini dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dan T.W Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi modal, kemajuan teknologi & besarnya hasil yg saling berinteraksi. Teori ini menggunakan contoh fungsi produksi yang memungkinkan adanya subtitusi antara kapital & tenaga kerja. Hal ini memungkinkan fleksibilitas dalam rasio modal output & rasio kapital-energi kerja. Teori Solow- Swan melihat bahwa dalam poly hal mekanisme pasar bisa membentuk keseimbangan sehingga campur tangan pemerintah tidak dibutuhkan. Campur tangan pemerintah hanya sebatas dalam kebjakan fiskal & moneter (Tarigan, 2005).

Dalam hal ini, peranan teori ekonomi Neo Klasik tidak terlalu akbar pada menganalisis pembangunan wilayah karena teori ini tidak mempunyai dimensi spasial yg diinginkan. Namun,demikian, teori ini memberikan 2 konsep pokok dalam pembangunan ekonomi wilayah yaitu keseimbangan dan mobilitas faktor produksi. Artinya sistem perekonomian akan mencapai ekuilibrium alamiahnya apabila kapital bisa mengatur tanpa restriksi. Oleh karena itu, modal akan mengalir menurut wilayah yg berupah tinggi menuju ke wilayah yang berupah rendah (Arsyad, 1999).

Dalam bentuknya yg lebih formal, model pertumbuhan Neo Klasik Solow memakai fungsi agregat baku (Todaro & Stepehen C. Smith, 2006) :

Fungsi Agregat Standar

Y        = Produk Domestik Bruto

K        = stok modal fisik dan modal manusia

L        = tenaga kerja non terampil

A        = konstanta yang merefleksikan tingkatan tekonologi dasar

eµt    = melambangkan tingkat kemajuan teknologi

a       = melambangkann elastisitas output terhadap model, yaitu persentase kenaikan PDB  yang bersumber dari 1% penambahan modal fisik dan modal manusia.

Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik Tradisional, pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih berdasarkan tiga (3) faktor yaitu kenaikan kualitas & kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan & investasi) & penyempurnaan teknologi (Todaro dan Stepehen C. Smith, 2006).

Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory).

Teori ini menaruh kerangka teoritis buat menganalisis pertumbuhan yang bersifat endogen. Pertumbuhan ekonomi adalah hasil berdasarkan pada sistem ekonomi. Teori ini menduga bahwa pertumbuhan ekonomi lebih dipengaruhi oleh sistem produksi, bukan asal berdasarkan luar sistem. Kemajuan bidang teknologi adalah hal yang endogen, pertumbuhan adalah bagian menurut keputusan pada pendapatan jika modal yang tumbuh bukan hanya modal fisik saja tapi menyangkut modal insan.

Akumulasi modal adalah asal primer pertumbuhan ekonomi. Definisi kapital/kapital diperluas menggunakan mamasukan contoh ilmu pengetahuan & modal asal daya manusia. Perubahan teknologi bukan sesuatu yg asal berdasarkan luar contoh atau endogen tapi teknologi adalah dari proses pertumbuhan ekonomi. Dalam teori pertumbuhan endogen, peran investasi pada kapital fisik & modal insan turut menentukan pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Tabungan & investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yg berkesinambungan (Mankiw, 2003).

PEMBAHASAN

Faktor Penyebab Kesenjangan Pertumbuhan Antar Negara

Beberapa faktor yang menyebab kesenjangan pertumbuhan antar negara, antara lain merupakan: (1) kesenjangan kemiskinan, (dua) syarat fisik geografis Indonesia yg luas & kurang lancarnya mobilisasi barang & jasa, (tiga) jebakan fiskal, (4) kurang meratanya pembangunan, (lima) hambatan budaya, (6) geopolitik, (7) kurangnya inovasi, dan (8) jebakan demografi (perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, disparitas tingkat pendidikan & kesehatan, disparitas kondisi ketenagakerjaan). Faktor-faktor tersebut sejalan dengan pendapat Sjafrizal (2012) dan Arsyad (1999).

Menurut Sjafrizal (2012): Beberapa faktor primer yang menyebabkan terjadinya ketimpangan antar wilayah berdasarkan Sjafrizal (2012) yaitu :

1.   Perbedaan kandungan sumber daya alam. Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup tinggi akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber daya alam lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-barang dengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah. Kondisi tersebut menyebabkan daerah bersangkutan cenderung mempunyai pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.

2.   Perbedaan kondisi demografis. Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat setempat. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

3.   Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa. Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan. Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi, sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

4.   Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah. Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah dimana konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.

5.   Alokasi dana pembangunan antar wilayah. Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dimana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan kekuatan yang berperan banyak dalam menark investasi swasta. Keuntungan lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil produksi yang harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan cenderung lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.

Menurut Adelman dan Morris (1973) dalam Arsyad (1999) mengemukakan 8 faktor yang mengakibatkan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara-negara sedang berkembang, yaitu:

1.      Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita;

2.      Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang;

3.      Ketidakmerataan pembangunan antar daerah;

4.      Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persentase pendapatan modal dari tambahan harta lebih besar dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah;

5.      Rendahnya mobilitas sosial;

6.      Pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan hargaharga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis;

7.      Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan negara-negara terhadap barang ekspor negara-negara sedang berkembang; dan

8.      Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dibandingkan Negara ASEAN Lainnya

Dengan menggunakan teori endogen yang disampaikan Mankiw (2003), maka dapat dirumuskan beberapa penyebab yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih lambat menurut negara ASEAN lainnya, antara lain:

1.      Masih rendahnya sistem produksi

Rendahnya system produksi antara lain ditentukan oleh: skala usaha yg masih didominasi UMKM, & kehati-hatian pihak perbankan dan lembaga keuangan buat mengeluarkan kredit bisnis.

2.      Belum optimalnya penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi

Hal ini dapat ditinjau pada: (1) belum optimalnya mekanisme intermediasi iptek yg menjembatani hubungan antara kapasitas penyedia iptek menggunakan kebutuhan pengguna; lembaga keuangan modal ventura & start-up capital yg mendukung pembiayaan penemuan-inovasi baru belum terbangun & masih lemahnya sinergi kebijakan iptek, pendidikan, dan industri yang menjadikan dalam rendahnya kontribusi iptek nasional di sektor produksi yang ditunjukkan sang rendahnya efisiensi dan produktifitas, dan minimnya kandungan teknologi pada produk industri nasional; (2) belum berkembangnya budaya iptek di kalangan warga lantaran pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada sekadar menggunakan, lebih senang menciptakan daripada sekadar membeli, serta lebih suka belajar & berkreasi berdasarkan dalam sekadar memakai teknologi seadanya; (tiga) belum optimalnya peran iptek dalam mengatasi degradasi fungsi lingkungan hidup yg ditunjukkan sang masih lemahnya peran iptek dalam mengantisipasi & menanggulangi bencana alam.

3.      Masih rendahnya investor dalam negeri.

Sampai dengan tahun 2011, Kantor Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) mencatat pasar kapital pada Indonesia sebesar 63 % dikuasai sang investor asing, ad interim buat investor yang terdapat di pada negeri hanya mengambil andil kurang lebih 37 % atau kurang dari 1 % dari semua penduduk Indonesia.

4.      Belum optimalnya peningkatan sumber daya manusia dan penyerapan tenaga kerja

Masalah ketenagakerjaan pada pembangunan Indonesia sampai sekarang masih merupakan tantangan yg wajib dihadapi & diselesaikan, mengingat semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja baru yg memasuki pasar kerja. Hal ini berkaitan dengan upaya penyediaan dan penciptaan lapangan kerja baru, peningkatan mutu energi kerja dan upaya proteksi energi kerja.

Cara Mengejar Ketertinggalan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi Indonesia, diantaranya:

1.   Optimalisasi pengelolaan kekayaan sumber daya alam, dengan tetap memperhatikan kelestariaannya.

2.   Peningkatan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan industry dan globalisasi, karena Indonesia merupakan negara dengan penduduk terbanyak ke-4 di dunia.

3.   Mendorong perekonomian melalui investasi sebagai alat pembentukan modal dan peningkatan produksi. Investasi yang didorong tidak hanya di pusat tapi juga harus dapat menarik investasi ke daerah. Hal ini dimaksudkan agar percepatan pembangunan ekonomi dapat merata, tidak hanya terfokus di pusat saja.

4.   Pemerintah daerah perlu memetakan potensi daerah yang dimiliki yang bisa menjadi daya tarik investasi. Daya tarik investasi menjadi penting agar pemerintah daerah mampu menyusun strategi dan perencanaan investasi daerah yang efisien.

Daya Saing Produk Perikanan Menuju Pasar Bebas ASEAN

Dalam menghadapi pasar bebas ASEAN pada era pasar bebas regional & menuju pasar bebas internasional, perlu dilakukan langkah-langkah buat mempertinggi daya saing produk perikanan, diantaranya:

1.    Pengembangan upaya-upaya dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Produk perikanan budidaya Indonesia saat ini telah menjadi salah satu produk perdagangan global yang sangat dibutuhkan dan diperhitungkan. Indonesia sebagai negara produsen perikanan budidaya terbesar di dunia setelah China.

2.    Peningkatan produksi dan daya saing produk perikanan harus diikuti dengan standar kualitas produk sekaligus peningkatan efisiensi usaha perikanan. Kualitas produk perikanan budidaya hanya dapat dijaga melalui sistem pengawasan yang efektif dan efisiensi usaha budidaya hanya dapat diperoleh melalui integrasi usaha yang dapat dilakukan melalui pembentukan kelompok budidaya yang kuat, penerapkan sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) maupun Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) yang saat ini mampu menjaga kualitas produk budidaya baik benih maupun konsumsi.

3.    Penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi);

4.    Peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun professional;

5.    Penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan usaha pada umumnya;

6.    Penguatan kemitraan antara publik dan sektor swasta;

7.    Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi

8.    Pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan;

9.    Penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha perikanan dari berbagai skala.

10.    Perbaikan dukungan infrastruktur, transportasi atau logistik, perangkat hukum, penyediaan energi, dan pengembangan industri terpadu.

SIMPULAN

Banyak cara yg dapat dilakukan buat mengejar pertumbuhan ekonomi Indonesia, antara lain: (a) optimalisasi pengelolaan kekayaan asal daya alam, menggunakan tetap memperhatikan kelestariaannya; (b) peningkatan kualitas asal daya insan sinkron dengan kebutuhan industry dan globalisasi; (c) mendorong perekonomian melalui investasi sebagai indera pembentukan modal dan peningkatan produksi; dan (d) pemerintah daerah perlu memetakan potensi daerah yg dimiliki yang bisa menjadi daya tarik investasi.

Dalam menghadapi pasar bebas ASEAN pada era pasar bebas regional & menuju pasar bebas internasional, perlu dilakukan langkah-langkah buat mempertinggi daya saing produk perikanan, diantaranya: (1) pengembangan upaya-upaya dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan produksi baik dari segi kuantitas maupun kualitas; (2) peningkatan produksi dan daya saing produk perikanan yang diikuti dengan standar kualitas produk sekaligus peningkatan efisiensi usaha perikanan; (3) penyesuaian, persiapan dan perbaikan regulasi baik secara kolektif maupun individual (reformasi regulasi); (4) peningkatan kualitas sumber daya manusia baik dalam birokrasi maupun dunia usaha ataupun professional; (5) penguatan posisi usaha skala menegah, kecil, dan usaha pada umumnya; (6) penguatan kemitraan antara publik dan sektor swasta; (7) penciptaan iklim usaha yang kondusif dan mengurangi ekonomi biaya tinggi; (8) pengembangan sektor-sektor prioritas yang berdampak luas dan komoditi unggulan; (9) penyediaan kelembagaan dan permodalan yang mudah diakses oleh pelaku usaha perikanan dari berbagai skala; dan (10) perbaikan dukungan infrastruktur, transportasi atau logistik, perangkat hukum, penyediaan energi, dan pengembangan industri terpadu.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincoln. 1999. Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN Yogyakarta.

Mankiw, N. Gregory. 2003. Teori Makro Ekonomi Terjemahan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sadono Sukirno, 2005. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Tarigan, Robinson, 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara

Todaro, Michael P & Smith, Stephen C. 2006. Pembangunan Ekonomi, Jakarta: Erlangga.

PENGUJIAN MUTU PAKAN BUATAN

Untuk mengetahui strata mutu pakan yg kita buat, haruslah dilakukan pengujian. Ada tiga macam pengujian, yaitu pengujian fisik, kimiawi & biologis.

A. PENGUJIAN FISIK

Pengujian pelet secara fisik yaitu :

1. Kehalusan bahan baku

2. Kekerasannya

tiga. Daya tahan pada air

4. Daya mengapungnya, yg akan dibahas satu persatu.

Kehalusan bahan baku, bisa diuji menggunakan jalan menggilingnya lagi, dari besar kecilnya ukuran butiran, kita bisa membedakannya menjadi sangat halus, halus, agak kasar, sangat kasar dll.

Pengujian kekerasan dapat dilakukan dengan memberi beban dalam pelet yg bersangkutan dengan suatu pemberat yang mempunyai bobot tertentu. Pemberian beban itu kita lakukan dengan beberapa macam pemberat, sampai akhirnya pelet tidak bisa lagi buat menahannya & musnah. Pelet yang baik wajib mempunyai kekerasan yg tinggi, & umumnya asal dari bahan baku yang relatif halus.

Pengujian daya tahan dalam air, dilakukan menggunakan merendamnya pada air dingin. Waktu yg diperlukan hingga ketika pelet musnah merupakan kuran daya tahannya.

Pengujian daya apung, kita lakukan dengan jalan menjatuhkan pellet kedalam air pada akuarium menggunakan ketinggian air 20 cm. Waktu yang diperlukan mulai ketika pelet menyentuh permukaan air sampai karam pada dasar, merupakan merupakan berukuran daya apungnya.

B. PENGUJIAN KIMIAWI

Pengujian ini dimaksudkan buat mengetahui kandungan gizi berdasarkan pakan tadi, yaitu kadar protein, lemak, karbohidrat, abu, serat & kadar air. Pengujian ini dapat dilakukan di laboratorium makanan yang terdapat pada ibukota kabupaten. Parameter yang diuji antara lain energy gross, protein kasar, lemak kasar & serat kasar.

C. PENGUJIAN BIOLOGIS

Aspek biologis penting adalah Nilai Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio). Nilai ini sebenarnya tidak merupakan angka mutlak, karena tidak hanya ditentukan oleh kualitas pakan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti jenis, ukuran ikan, kepadatan, kualitas air dll.

Semakin mini nilai konversi pakan, semakin baik kualitas pakan, karena akan semakin irit. Untuk mengetahui nilai konversi pakan perlu dilakukan pengujian pada lapangan dalam banyak sekali tipe percobaan.

SUMBER:

Masyamsir, 2001.  Modul Membuat Pakan Ikan Buatan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

REFERENSI:

Anggorodi, R., 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum Gramedia, Jakarta, 1979

FAO, 1980, Fish Feed Technology. United Nations Development Programme, FAO United Nations, Rome, 395 P

Maynard, L.A., J.K. Loosli, H.F. Hintz, R.G. Warner, 1979, Animal Nutrition, Mc. Graw Hill., Inc. 602 P.

NRC, 1983, Nutrient Requirement of Warm Water Fishes & Shellfishes, National Academy Press, Washington DC. 102P

Rasyaf, M. 1990, Bahan Makanan Unggas di Indonesia Kanisius, Yogyakarta, 118 hal.

Rostika, R., 1997, Performan Juwanan Ikan mas yang dipengaruhi berbagai imbangan protein-energi pada pakan. Tesis Universitas Padjadjaran, tidak dipublikasikan, 145 hal.

Sumeru, S.U., dan Anna S., 1992, Pakan Udang Windu Kanisius, Yogyakarta, 94 hal.

#Tag : Pakan Ikan

Status Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)

Ikakepmen napoleonn Napoleon Wrasse (Cheilinus undulatus) merupakan ikan karang berukuran besar anggota dari familia Labridae, dengan ukuran bisa mencapai 2 m dan berat 190 kg. Ikan ini mempunyai pola reproduksi hermaprodite protogini dengan sebaran di wilayah perairan india-pasifik (Sadovy et al., 2003). Ikan napoleon merupakan jenis ikan karang yang mempunyai daya tarik menarik bagi para penyelam untuk menikmati wisata alam bawah laut. Namun menurut Sadovy et. al (2007) akibat dampak penangkapan berlebih untuk perdagangan ikan karang hidup, ikan napoleon rentan (vulnerable) mengalami kepunahan. Penangkapan ikan napoleon umumnya menggunakan racun sianida dan merusak ekosistem terumbu karang. Penurunan drastis diberbagai tempat menyebabkan ikan napoleon dimasukkan ke dalam daftar CITES appendix II pada tahun 2004.

Namun jauh sebelumnya atas dasar ekses kerusakan habitat yang ditimbulkan oleh penangkapan yang merusak, pemerintah telah mengeluarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 375/Kpts/IK.250/95 tentang Larangan Penangkapan Ikan Napoleon Wrasse (Cheilinus undulatus) dan dengan Keputusan Dirjen Perikanan Nomor HK.330/Dj.8259/95 tentang ukuran, lokasi dan tata cara penangkapan ikan Napoleon Wrasse. yang ketika itu Dirjen Perikanan masih di bawah Departemen Pertanian. Dalam perjalanan waktu, regulasi-regulasi tersebut kemudian dianggap usang walaupun belum dicabut secara resmi, karena peraturan ini dianggap sudah tidak efektif karena Undang-Undang yang menaunginya (UU No. 9/1985) sudah tidak berlaku, dan kelembagaannya (Dirjen Perikanan) sudah tidak ada. Sehingga perlu adanya suatu review terhadap peraturan tersebut yang didukung oleh scientific review dan dapat dipertanggung jawabkan agar dapat menekan kasus – kasus IUU yang berkembang subur di wilayah abu – abu seperti itu.

Pengaturan

Inisiatif terakhir adalah penegakkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, Nomor PER.03/MEN/2010, tentang tata cara penetapan status perlindungan jenis ikan. Diharapkan ketetapan ini menjadi pintu masuk bagi perlindungan ikan yang terancam punah, seperti Napoleon Wrasse, dan sekaligus sebagai panduan dalam penentuan kebijakan (decison making) lebih lanjut.

Oleh karena itu Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) dalam rangka mereview Kepmentan Nomor 375/Kpts/IK.250/5/95. Didalam Kepmen KP tersebut diatur bahwa ikan napoleon dilarang dimanfaatkan pada ukuran 100 gram – 1000 gram dan ukuran diatas 3000 gram. Pengaturan ini mengakomodir kepentingan ekonomi dan kepentingan konservasi, dimana permintaan pasar ekspor paling banyak pada ukuran tersebut, sedangkan dari sisi konservasi pada ukuran 1000 gram ikan napoleon diprediksi sudah pernah memijah, sehingga memberikan kesempatan kepada napoleon untuk berkembang biak. Selain itu pengaturan ini juga bertujuan untuk meningkatkan rekruitmen juvenile napoleon dari kematian alami di habitatnya, melalui upaya pembesaran dan pembudidayaan di keramba.

Penyusunan Kepmen KP ini sudah melewati tahapan sesuai yang diatur dalam Permen KP 03 Tahun 2010, yaitu usulan inisiatif, verifikasi usulan, analisis kebijakan, rekomendasi ilmiah berdasarkan LIPI, & penetapan sang Menteri.

Sumber:

http://kkji.Kp3k.Kkp.Go.Id/index.Php/beritabaru/159-kkp-terbitkan-kepmen-perlindungan-terbatas-ikan-napoleon

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37 Tahun 2013 tentang Penetapan Status Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus)