Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Tampilkan postingan dengan label Penyakit Ikan. Tampilkan semua postingan

Penyakit Virus Pada Ikan : Channel Catfish Virus Disease (CCVD)

Channel catfish virus disease (CCVD) pertama kali ditemukan sekitar tahun 1960an yang mengakibatkan kematian pada channel catfish (Ictalurus punctatus). Penyakit ini banyak ditemukan secara spesifik pada channel catfish dan brood stock yang diyakini sebagai sumber infeksi bagi ikan-ikan dewasa. Infeksi CCVD tumbuh optimal pada kondisi suhu perairan di atas 25oC dan dapat menyebabkan efek yang signifikan dimana tingkat mortalitas dapat mencapai 100% tiap unitnya.

Channel catfish virus disease adalah kelompok dari Keluarga Herpesvirus. Beberapa jenis catfish yang menjadi inang bagi kehidupan CCVD adalah blue catfish (Ictalurus furcatus), channel catfish (Ictalurus punctatus), dan white catfish (Ictalurus catus). Penyerangan channel catfish virus disease memiliki gejala klinis seperti penurunan aktivitas makan, pergerakan yang tidak beraturan dimana terkadang membentuk pola spiral, abdomen yang melunak, pendarahan pada sirip dan jaringan otot, pembengkakan pada mata, insang tampak pucat, rongga tubuh dipenuhi oleh cairan kuning dan lendir, hati dan ginjal tampak pucat dan terjadi pendarahan, serta limfa terlihat gelap dan membesar. Bentuk infeksi dan morfologi channel catfish virus disease disajikan pada Gambar berikut.

Bentuk infeksi dan morfologi CCVD

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Lymphocystis Virus

Penyakit lymphocystis disebabkan oleh virus Iridovirus yang merupakan virus DNA. Virus lymphocystis berbentuk partikel berbidang banyak dengan lebih kurang 0,13-0,26 ?M & terdiri menurut inti DNA yang dibungkus sang lapisan protein. Virus ini umumnya menyerang ikan yang hidup pada perairan payau dan bahari. Akan tetapi, virus ini juga bisa dijumpai dalam beberapa jenis air tawar, meskipun aktivitas serangannya nisbi tidak berbahaya dibandingkan dengan pada kondisi lingkungan asin.

Virus ini menyebabkan hypertrophy (penebalan) dari sel-sel jaringan ikat, menimbulkan tonjolan pada daerah sirip atau kulit (nodul) yang dapat terjadi secara satu-satu atau kelompok. Infeksi pada ikan yang terserang menyebabkan tumbuhnya sel jaringan. Sel yang tumbuh dikenal dengan nama lymphocystis menyerupai butiran sagu, kemudian sel tersebut membentuk tumor pada kulit dan sirip. Infeksi iridovirus penyebab limfosistis terjadi melalui kerusakan jaringan epidermal dan selanjutnya menyerang fibroblas kulit. Tinjauan histopatologi pada iridovirus limfosistis menunjukkan bahwa fibroblas mengalami pembesaarn (cytomegaly) dan mengandung partikel-partikel basofilik pada sitoplasma dan kapsul hialin yang tebal. Bentuk serangan virus ini pada beragam spesies ikan air laut maupun ikan air tawar, misalnya viral erythrocytic necrosis pada ikan salmonid atau penyakit limposistis (lymphocystis), yaitu kerusakan kulit pada ikan. Iridovirus juga ditemukan pada ikan hias (Carassius auratus), pada ikan gurami ditemukan di limpa dan jaringan intestinal ikan yang sakit dengan tandatanda penyakit sistematik. Tingkat ikan yang terinfeksi rendah (0,5-10%) hingga sedang (50%) dan biasanya kematian berlangsung dalam 24-48 jam. Bentuk infeksi dan morfologi virus lymphocystis disajikan pada Gambar berikut.
Bentuk infeksi dan morfologi virus lymphocystis

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Yellow Head Virus (YHV)

Penyakit yellow head virus disease awalnya ditemukan di Thailand sekitar tahun 1990 dan kemudian menyebar ke China, Taiwan, Indonesia, Malaysia, dan Philippines sejak tahun 1986. Yellow head virus (YHV) adalah salah satu patogen virulen yang menyerang udang black tiger (Penaeus monodon). Yellow head virus disease disebabkan oleh virus dengan tipe genom single stranded RNA dari Genus Okavirus pada Keluarga Ronaviridae yang menyerang udang L. vannamei, P. monodon, P. stylirostris, P. setiferus, P. aztecus, dan P. duorarum.

Virus YHCD termasuk ke dalam virus (+) ssRNA yang memiliki kemiripan dengan gill-associated virus (GAV) dari Australia, memiliki virion berbentuk batang (bacilliform) dengan envelope yang berukuran sekitar 11 nm dari permukaan, memiliki ukuran panjang antara 150 nm hingga 200 nm dan diameter 40 nm hingga 50 nm, berat molekul virus 16,325.5 Da, memiliki filamentus nucleocapsid berbentuk simetri helilal dengan diameter 20-30 nm, serta terletak di dalam sitoplasma sel yang terinfeksi dan ruang-ruang intersellular.

Bentuk agresi YHVD adalah tampak perubahan rona pada tubuh insang, dan hepatopankreas, yaitu sebagai putih pucat & kekuningan yang mulai tampak antara 50 sampai 70 hari setelah penebaran udang pada tambak. Selain itu, cephalothorax tampak kuning dan warna tubuh sebagai relatif putih, pencernaan melunak, serta nafsu makan udang semakin tinggi dalam beberapa hari & kemudian berhenti pada hari-hari selanjutnya. Transmisi penyakit terjadi secara horizontal & vertikal melalui organisme yang terinfeksi, misalnya udang & jenis crustacea lainnya. Lokus yang ditargetkan sang virus ini merupakan jaringan ektodermal & mesodermal, meliputi organ lymphoid, haemocyte, jaringan haematopoietic, lamellae insang, usus, kelenjar antennal, gonad, dan syaraf. Bentuk infeksi & morfologi YHVD disajikan dalam Gambar berikut.

Bentuk infeksi & morfologi YHVD

Penyebab : Yellow Head Virus (YHD), corona-like RNA virus (genus Okavirus, family Ronaviridae dan ordo Nidovirales)

Bio ? Ekoloi Patogen :

  1. Krustase yang sensitif terhadap infeksi virus ini antara lain: Penaeus monodon, P. merguensis, P. semisulcatus, Metapenaeus ensis, Litopenaeus vannamei, dll. Udang windu merupakan jenis udang yang sangat sensitif, pada kasus akut dapat mengakibatkan kematian hingga 100% dalam tempo 3-5 hari sejak pertama kali gejala klinis muncul.
  2. Penularan terjadi secara horizontal melalui air atau kanibalisme terhadap udang yang sedang sakit atau pakan yang terinfeksi virus.
  3. Post larvae (PL) udang windu berumur < 15 hari relatif resisten terhadap infeksi virus ini dibandingkan dengan PL yang berumur 20-25 hari atau juvenil.
  4. Secara molekuler (sequencing DNA) dari produk reversetranscription polymerase chain reaction (RT-PCR) virus yellow head memiliki kemiripan dengan gill-associated virus (GAV), meskipun berbeda jenis atau strain.

Gejala Klinis :

  1. Juvenil udang berukuran antara 5-15 gram memiliki nafsu makan yang tinggi (abnormal) selama beberapa hari, untuk selanjutnya berhenti (menolak) makan secara tiba-tiba.
  2. Sekitar 3 hari setelah menolak makan, mulai terjadi kematian massal
  3. Udang yang sekarat berkumpul di dekat permukaan air atau ke sisi pematang kolam/tambak
  4. Insang berwarna putih, kuning atau coklat
  5. Cephalothorax berwarna kekuningan, sedangkan bagian tubuh lain berwarna pucat.
  6. Penyakit ini dapat menimbulkan kematian massal dalam waktu 2-4 hari
Diagnosa :

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Pengendalian :

  1. Gunakan benur yang benar-benar bebas YHV/SPF
  2. Menjaga status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu.
  3. Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang Lakukan pemanenan di tambak/kolam pada saat terjadinya serangan penyakit, pemanenan dini tidak dapat mengurangi tetapi hanya mengeliminasi kerugian ekonomi.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Nervous Necrosis (VNN)

Salah satu virus yang acapkali menyerang ikan air bahari merupakan viral nervous necrosis (VNN). Viral nervous necrosis mempunyai nama lain, seperti paralytic syndrome, viral encephalophaty and retinopathy, spinning grouper diseases, piscine neurophaty, atau fish encephalitis.

Beberapa organisme yang menjadi host agresi VNN antara lain atlantic

cod (Gadus morhua), atlantic halibut (Hippoglossus hippoglossus), australian bass (Macquaria novemaculata), barfin flounder (Verasper moseri), barramundi (Lates calcarifer), cobia (Rachycentron canadum), common sole (Solea solea), estuary cod (Epinephelus tauvina), european eel (Anguilla anguilla), european seabass (Dicentrarchus labrax), flounders (Paralichthyidae), gilt-head seabream (Sparus aurata), greater amberjack (Seriola dumerili), grouper and estuary cod (Epinephelus spp), humpback grouper (Cromileptes altivelis), japanese flounder (Paralichthys olivaceus), japanese parrotfish (Oplegnathus fasciatus), japanese puffer (Takifugu rubripes), japanese seabass (Lateolabrax japonicus), longtooth grouper (Epinephelus moara), malabar grouper (Epinephelus malabaricus), red drum (Sciaenops ocellatus), red snapper (Lutjanus erythropterus), brown-marbled grouper (Epinephelus fuscoguttatus), shi drum (Umbrina cirrosa), silver trevally (Pseudocaranx dentex), striped trumpeter (Latris lineata), turbot (Psetta maxima), white seabass (Atractoscion nobilis), winter flounder (Pseudopleuronectes americanus), australian catfish (Cnidoglanis macrocephalus), barcoo grunter (Scortum barcoo), golden perch (Macquaria ambigua), macquarie perch (Macquaria australasica), dan sleepy cod (Oxyeleotris lineolatus)

Agen etiologi VNN adalah noda virus, yaitu virus RNA menggunakan diameter antara 20-25 nm. Penyakit ini paling generik menyerang pada larva ikan umur kurang dari 20 hari. Secara makroskopik penyakit ditandai sang adanya warna pucat pada hati, saluran pencernaan yang kosong menggunakan usus berisi cairan kehijauan, & masih ada spot-spot merah dalam limpa. Replikasi virus pada otak, bagian distal sumsun tulang belakang, dan retina mata mengakibatkan histologik berupa vakuolisasi. Multiplikasi jua terjadi pada gonad, hati, lambung, & usus. Serangan VNN yg menyerang larva & juvenil bisa menyebabkan kematian sampai 95% dalam larva & 30% pada juvenil.

Penularan terjadi secara horizontal melalui kontak antara ikan sakit menggunakan ikan sehat terjadi selama sekitar 4 hari. Selain itu, penularan bisa terjadi secara vertikal terhadap anakan yg diinfeksikan oleh ikan-ikan yg lebih akbar sebagai karier. Penularan vertikal dicurigai melalu induk-induk yg positif virus. Bentuk infeksi & morfologi VNN disajikan pada Gambar berikut.

Bentuk infeksi & morfologi VNN

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV)

Penyakit infeksi lainnya yang banyak ditemukan menyerang komoditas perikanan, khususnya udang Penaeid adalah infectious hypodermal and hematopoietic necrosis virus (IHHNV). Virus IHHNV merupakan virus dengan tipe single stranded DNA yang pertama kali dideteksi menyerang Penaeus stylirostris pada awal tahun 1980s. Virus ini memiliki diameter sebesar 22 nm, berbentuk icosahedron tanpa envelope dengan densitas sebesar 1.40 g/ml, memiliki genom linear single-stranded DNA dengan panjang 4.1 kb, dan kapsidnya mengandung empat polypeptide dengan berat molekul 74, 47, 39, serta 37.5 kD. Berdasarkan karakteristik yang dimilikinya, IHHNV dikelompokkan ke dalam anggota Parvoviridae dan Genus Brevidensovirus. Infeksi IHHNV banyak ditemukan pada spesies-spesies Penaeid yang dibudidayakan, seperti P. monodon (black tiger), P. vannamei (pacific white shrimp), dan P. stylirostris (pacific blue shrimp). Pada beberapa kasus yang menyerang P. stylirostris, virus dapat menyebabkan akut epizootic dan kematian massal (>90%). Beberapa inang lainnya yang dapat menjadi perantara virus IHHNV adalah grooved tiger prawn (Penaeus semisulcatus), kuruma prawn (Penaeus japonicus), western white shrimp (Penaeus occidentalis), yellow-leg shrimp (Penaeus californiensis), chinese white shrimp (Penaeus chinensis), gulf banana prawn (Penaeus merguiensis), indian banana prawn (Penaeus indicus), northern brown shrimp (Penaeus aztecus), northern pink shrimp (Penaeus duorarum), dan northern white shrimp (Penaeus setiferus).

Transmisi virus IHHNV bisa terjadi secara horizontal & vertikal dimana infeksi horizontal terjadi melalui aktivitas kanibalisme atau kontaminasi air, sedangkan infeksi vertikal terjadi melalui telur. Infeksi dalam telur dapat menyebabkan kegagalan penetasan. Pada fase inang dewasa, virus ini mengakibatkan kerusakan karapas, deformitas (perubahan bentuk), dan menyerang organ-organ sasaran seperti insang, epitelium kutikula (hypodermis), seluruh jaringan penghubung, jaringan haematopoietic, organ lymphoid, kelenjar antennal, dan syaraf ventral nerve dan ganglianya. Selain itu, organ internal yg pula dirusak merupakan usus, otot, & lain sebagainya. Bentuk infeksi dan morfologi IHHNV tersaji dalam Gambar berikut.

Bentuk infeksi dan morfologi IHHNV

Penyebab : Parvovirus

Bio ? Ekologi Patogen :

  1. Penularan dapat terjadi secara horizontal dan vertikal. Transmisi IHHNV relatif cepat dan efisien melalui luka akibat kanibalisme udang terutama pada periode lemah uang (terutama selama molting); ko-habitasi melalui transfer dalam air.
  2. Transmisi vertikal dari induk ke larva umumnya berasal dari ovari induk betina terinfeksi (sperma jantan terinfeksi umumnya bebas virus)
  3. Larva yang terinfeksi IHHNV secara vertikal tidak tampak sakit, namun setelah berumur diatas 35 hari mulai muncul gejala klinis yang diikuti dengan kematian masal.
  4. Individu udang yang pernah terinfeksi dan resisten terhadap IHHNV akan berlaku sebagai pembawa (carrier).
  5. Infeksi IHHNV pada udang vannamei akan mengakibatkan pertumbuhan yang sangat beragam (mblantik), rostrum bengkok dan kutikula kasar.

Gejala Klinis :

  1. Nafsu makan menurun, pertumbuhan lambat, perubahan warna kulit/karapas dan perubahan tingkah laku
  2. Berenang di permukaan secara perlahan, hilang keseimbangan dan bergerak berputar dan selanjutnya tenggelam perlahan dalam posisi terbalik
  3. Bercak-bercak putih terutama antara segmen eksoskeleton dan karapas
  4. Udang yang sekarat umumnya berwarna merah kecoklatan atau pink
  5. Populasi udang dengan gejala-gejala tersebut umumnya akan mengalami laju kematian yang tinggi dalam tempo 3-10 hari.

Diagnosa :

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Udang vannamei yg terinfeksi Infectious Hypodermalamp;

Haematopoietic Necrosis (IHHN) sejak awal (vertical transmission),

pertumbuhannya tidak seragam (mblantik)
Udang vannamei yg terinfeksi Infectious Hypodermalamp;

Haematopoietic Necrosis (IHHN) pada saat pemeliharaan di tambak (horizontal

transmission), pertumbuhannya tidak seragam (mblantik)
Udang vannamei yg terinfeksi Infectious Hypodermalamp;

Haematopoietic Necrosis (IHHN), mengalami deformitis pada rostrum (bengkok)

Pengendalian :

  1. Belum ada teknik pengobatan yang efektif, oleh karena itu penerapan biosecurity total selama proses produksi (a.l penggunaan benur bebas IHHNV, pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu, stabilitas kuialitas lingkungan) sangat dianjurkan.
  2. Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang (misalnya aplikasi mikroba esensial: probiotik, bacterial flock, dll.).
  3. Sanitasi pada semua peralatan dan pekerja dalam semua tahap proses produksi.
  4. Desinfeksi suplai air dan pencucian dan/atau desinfeksi telur dan nauplius juga dapat mencegah transmisi vertikal
  5. Pemberian unsur imunostimulan (misalnya suplementasi vitamin C pada pakan) selama proses pemeliharaan udang

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Infectious Pancreatic Necrosis (IPN)

Penyakit infectious pancreatic necrosis (IPN) pertama kali terjadi dalam tahun 1941 yg menyerang benih trout di Canada. Infectious pancreatic necrosis merupakan jenis virus Birnavirus yg mempunyai tingkat bahaya yang tinggi dan sistemik dalam ikan Salmonid belia. Virus ini pula menyerang rainbow trout (Oncorhynchus mykiss), brook trout (Salvelinus fontinalis), brown trout (Salmo trutta), atlantic salmon (Salmo salar), dan pacific salmon (Oncorhynchus spp).

Penularan virus IPN dapat terjadi secara vertikal, menggunakan virus berada dalam telur, atau horizontal, melalui air, urin, feces, sekresi sexual, dan ikan mati atau sakit yang dikonsumsi sang ikan lain. Pada umumnya ikan yg sembuh (survivors atau carriers) bisa sebagai non clinical carriers atau pembawa penyakit, mungkin selama hidupnya & carrires tadi juga bertindak sebagai reservoir virus untuk ikan-ikan lain yg sebelumnya belum terinfeksi. Selain itu masa inkubasi IPN relatif pendek, antara 3-5 hari sebelum indikasi klinis dan kematian terjadi. Faktor-faktor misalnya umur inang, suhu rendah & spesies ikan bisa memperpanjang masa inkubasi.

Pada suatu agresi wabah, tanda-indikasi pertama adanya kematian mendadak & umumnya yang terserang pertama kali adalah ikan yang masih belia. Tanda klinis bisa bervariasi antara lain konvoi lambat, pigmen warna ikan sebagai gelap, berkecimpung berputar-putar, exopthalmia (mata menonjol), perut membesar dan masih ada cairan visceral, perdarahan di daerah bawah perut/ventral

termasuk pada daerah sirip, hati & limpa pucat dan mengembang, dan tidak masih ada makanan dalam perut dan usus umumnya mengandung eksudat mucoid yang berwarna kekuningan atau keputihan. Bentuk infeksi dan morfologi IPN disajikan dalam Gambar berikut.

Bentuk infeksi dan morfologi IPN

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Taura Syndrome Virus (TSV)

Taura syndrome merupakan salah satu jenis penyakit yang juga banyak menyerang udang, khususnya vannamei (L. vannamei). Sejak ditemukan pada awal tahun 1990, virus ini dapat dikatakan memiliki tingkat virulensi yang tinggi karena dapat mengakibatkan kematian mulai 5% hingga 95% udang vannamei. Selain pada udang vannamei, TSV juga terdeteksi pada blue shrimp (Penaeus stylirostrus), pacific white shrimp (Penaeus vannamei), chinese white shrimp (Penaeus chinensis), giant black tiger prawn (Penaeus monodon), kuruma prawn (Penaeus japonicus), northern brown shrimp (Penaeus aztecus), northern pink shrimp (Penaeus duorarum), northern white shrimp (Penaeus setiferus), dan southern white shrimp (Penaeus schmitti).

Taura syndrome disebabkan oleh taura syndrome virus (TSV), yaitu virus RNA yang diklasifikasikan ke dalam Keluarga Dicistroviridae. Partikel virion TSV sebesar 32 nm, berbentuk ikosahedron tanpa envelope dengan densitas sebesar 1.338 g/ml. Genom yang dimiliki oleh TSV berbentuk linear, single

stranded RNA ( ) dengan 10,205 nukleotida. Daerah agresi virus TSV diantaranya epitelium kutikula (hypodermis), eksoskeleton, saluran pencernaan, indera pernafasan, jaringan penghubung, jaringan haematopoietic, organ lymphoid, dan kelenjar antennal.

Taura syndrome mempunyai 3 fase agresi, yaitu akut, transisi, dan kronis. Pada kondisi akut, lesi patognomonik terjadi dalam epitelium kutikula, sedangkan pada fase transisi dan kronis penyakit tidak tampak lesi patognomonik dan pendeteksian dilakukan menggunakan metode molekular dan antibodi. Serangan virus TSV dapat dikenali dengan sejumlah indikasi klinis seperti kosongnya perut hingga terjadinya proliferasi rona, karapas yang lunak, perubahan rona ekor udang menjadi merah, kerusakan nekrosis epitel kutikula, dan kematian massal udang vannamei sebanyak 40% sampai lebih dari 90% dalam fase post-larvae, juvenile, dan dewasa. Bentuk infeksi & morfologi TSV tersaji pada Gambar berikut.

Bentuk infeksi & morfologi TSV

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Hemorrhagic Septicemia (VHS)

Viral hemorrhagic septicemia (VHS) adalah salah satu penyakit infeksius yang menyerang ikan dan dapat mengakibatkan kematian. Penyakit ini disebabkan oleh viral hemorrhagic septicemia virus (VHSV) yang dikenal juga dengan nama Egtved virus. Pada awalnya, VHS ditemukan menginfeksi ikan salmonid di Eropa Barat pada tahun 1963 oleh M. H. Jenson. Virus VHS merupakan kelompok dari virus genom RNA negatif single-stranded pada Ordo Mononegavirales, Keluarga Rhabdoviridae, dan Genus Novirhabdovirus dimana virus ini memiliki envelope, partikel berbentuk peluru dengan panjang sekitar 180 nm serta berdiameter 60 nm, dan diselimuti poplomer dengan panjang 5 nm hingga 15 nm.

Viral hemorrhagic septicemia (VHS) adalah penyakit sistemik pada ikan dan penyebarannya dapat dibawa oleh paling sedikit 50 jenis ikan air tawar dan air laut. Beberapa jenis yang terinfeksi oleh VHS adalah berasal dari kelompok Salmoniformes (salmon dan trout), Pleuronectiformes (flounder, sole, dan jenis flatfishes lainnya), Gadiformes (cod), Esociformes (pike), Clupeiformes (herring), Osmeriformes (smelt), Scorpaeniformes (rockfish dan sculpin), Perciformes (perch dan drum), Anguilliformes (eel), Cyprinodontiformes (mummichog), serta Gasterosteiformes (sticklebacks).

Ikan yg terserang VHS akan mengalami hemorragik atau pendarahan dalam organ internal, kulit, dan otot. Beberapa tanda-tanda lainnya adalah infeksi yg menyebabkan pembengkakan pata mata, kerusakan abdomen, lesi, serta tampak memar kemerahan pada organ mata, kulit, insang, dan sirip. Bentuk infeksi & morfologi VHS tersaji pada Gambar berikut.

Bentuk infeksi dan morfologi VHS

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Sleepy Grouper Disease (SGD)

Penyakit sleepy grouper disease (SGD) adalah salah satu penyakit yang cukup mendapat perhatian terkait komoditas air laut, khususnya pada ikan kerapu. Penyakit ini disebabkan oleh grouper iridovirus (GIV). Beberapa ikan yang diinfeksi adalah yellow grouper (Epinephelus awoara), brown-spotted grouper (Epinephelus tauvina), dan nursing grouper (Epinephelus malabaricus). Infeksi iridovirus diketahui sebagai suatu penyakit yang mematikan pada budidaya ikan laut. Infeksi pada ikan dapat menyebabkan pergerakan ikan menjadi ekstrim dan terjadi perubahan warna kulit ikan menjadi kegelapan. Di Indonesia, penyakit SGD pertama kali ditemukan menyerang ikan kerapu lumpur (E. tauvina) di wilayah Sumatera utara. Peristiwa tersebut menyebabkan kematian massal hingga 80%. Sedangkan di negara lain, serangan Iridovirus dilaporkan juga terjadi di negara Taiwan, Thailand, dan Jepang dengan tingkat mortalitas 80-90%. Bentuk infeksi dan morfologi virus SGD disajikan pada Gambar berikut.

Bentuk infeksi & morfologi SGD

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Spring Viremia of Carp Virus (SVCV)

Spring viraemia of carp virus (SVCV) merupakan bagian dari kelompok Rhabdovirus yang memiliki kedekatan dengan infectious hypodermal and haematopoietic necrosis virus dan viral hemorrhagic septicaemia. Virus ini dikelompokan sebagai single stranded RNA (-) yang secara tentatif  dimasukkan ke dalam Genus Vesiculovirus dengan karakteristik genom tidak bersegmen. Genom virus SVC mengandung 11,019 nukleotida yang menyandikan lima jenis protein, yaitu nucleoprotein (N), phosphoprotein (P), matrix protein (M), glycoprotein (G), dan RNA-dependent, RNA polymerase (L). Infeksi SVC dapat menyebabkan hemorrhage akut dan menyebar dalam darah spesies Carp. Beberapa jenis ikan yang dapat menjadi media SVC antara lain bighead carp (Aristichthys nobilis), common carp dan koi carp (Cyprinus carpio), crucian carp (Carassius carassius), grass carp (Ctenopharyngodon idellus), ide (Leuciscus idus), pike (Esox lucius), silver carp (Hypophthalmichthys molitrix), tench (Tinca tinca), goldfish (Carassius auratus), wels catfish (Silurus glanis), guppy (Poecilia reticulata), pumpkinseed (Lepomis gibbosus), roach (Rutilus rutilus), dan zebra danio (Danio rerio)

Penyebaran virus ini ditransmisi secara horizontal melalui air, feces, infeksi pada insang, dan beberapa jenis parasit darah dapat menjadi vektor VSC. Gejala klinis dari serangan VSC adalah terjadinya pembengkakan mata (exopthalmia) akibat penumpukan cairan, dropsy, hemorrhage pada jaringan lemak, otot, dan kulit, serta timbulnya ascites dan bahkan kematian 30% sampai 100%. Bentuk infeksi dan morfologi VSC disajikan pada Gambar berikut.

Bentuk infeksi dan morfologi VSC

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada ikan : Grass Carp Reovirus (GCRV)

Penyakit grass carp reovirus (GCRV) dikenal juga dengan nama grass carp hemorrhagic disease merupakan agen patogen penyebab pandemik penyakit hemmorhage. Virus grass carp reovirus adalah salah satu anggota dari Genus Aquareovirus pada Keluarga Reoviridae, tergolong ke dalam tipe virus dengan genom double-stranded RNA (dsRNA) yang memiliki 11 segmen, berdiameter sekitar 75 nm, resisten terhadap chloroform, serta tidak sensitive pada perlakuan pH asam (pH 3) dan basa (pH 10). Virus ini banyak menginfeksi tanaman, insekta, ikan, dan mamalia yang mengakibatkan tingkat mortalitas cukup tinggi. Bentuk infeksi yang paling sering dijumpai adalah timbulnya hemorrhage atau luka pendarahan sebagaimana tertera pada Gambar berikut.

Bentuk infeksi dan morfologi GCRV

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Monodon Baculo Virus (MBV) atau Spherical baculovirosis

Penyebab : Penaeus monodon-type Baculovirus

Bio - Ekologi Patogen :

  1. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit virus yang pertama kali dikenal pada budidaya udang penaeid di Indonesia, pada awalnya sangat ganas dan dapat mengakibatkan kematian PL dan juvenil udang windu hingga mencapai 90%.
  2. Penularan terjadi secara horizontal melalui air atau kanibalisme terhadap udang yang sedang sakit. Ada keyakinan bahwa trasmisi juga terjadi secara vertikal melalui induk yang sudah terinfeksi, meskipun belum terbukti secara ilmiah.
  3. Krustase yang diketahui sensitif terhadap infeksi jenis virus ini antara lain: Penaeus monodon, P. merguensis, P. semisulcatus, Metapenaeus ensis, dll. Beberapa jenis udang penaeid yang terekspose oleh virus tersebut juga berpotensi sebagai pembawa (carrier).

Gejala Klinis :

  1. Lemah, dan kurang nafsu makan
  2. Infeksi sekendur oleh organisme penempel (ekto parasit) pada organ insang ataupun permukaan tubuh lainnya.
  3. Terdapat bintik-bintik hitam di cangkang dan biasanya diikuti dengan infeksi bakteri, sehingga berlanjut pada terjadinya kerusakan alat tubuh udang.
  4. Hepatopankreas dan saluran pencernaan berwarna keputihan.

Diagnosa :

  1. Secara mikroskopis (preparat basah)
  2. Polymerase Chain Reaction (PCR)

Juvenil udang windu yg terinfeksi Monodon Baculo Virus (MBV)

dengan intensitas tinggi, terlihat warna garis keputihan pada saluran pencernaan
Preparat basah dari isi saluran pencernaan udang windu dewasa

yg terinfeksi oleh Monodon Baculo Virus (MBV) menggunakan intensitas tinggi,

tampak adanya kluster spherical occlusion bodies (tanda panah)

Pengendalian :

  1. Zonasi melalui pengaturan daerah bebas dan daerah terinfeksi yang didasarkan pada kegiatan monitoring & surveillance yang dilakukan secara longitudinal dan integratif.
  2. Penggunaan induk dan benur yang bebas infeksi MBV
  3. Penerapan sistem budidaya yang dapat menjamin bebas dari masuknya media pembawa MBV (biosecurity)
  4. Menghindari stress (fisik, biologi dan kimia)
  5. Menjaga status kesehatan udang agar selalu dalam kondisi prima, kualitas lingkungan budidaya yang nyaman serta kualitas dan kuantitas pakan yang sesuai.
  6. Pemberian unsur imunostimulan (vitamin C), serta penggunaan materi bioremediasi/probiotik untuk mengurangi stressor biologis dan kimiawi sangat disarankan.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Infectious Myonecrosis (IMNV) atau “Penyakit udang rebus”

Penyebab : Toti-like virus (Totiviridae)

Bio-Ekologi Patogen :

  1. Pola serangan penyakit bersifat akut, ditandai munculnya gejala klinis secara tiba-tiba dan tingkat kematian yang semakin meningkat hingga mencapai antara 60-85%.
  2. Sering merupakan kompleks infeksi yang melibatkan lebih dari satu jenis virus (misalnya TSV bersama IMNV, atau IMNV bersama WSSV). Kondisi tersebut yang sering mengakibatkan tingkat kematian yang sporadis.
  3. Pola serangan dapat pula bersifat kronis dengan tingkat kematian yang rendah namun persisten.
  4. Mekanisme penularan penyakit ini dapat berlangsung secara vertical (dari induk ke keturunannya) atau horizontal (dari udang yang telah terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi).
  5. Jenis udang vannamei rentan terhadap infeksi Infectious Myonecrosis Virus (IMNV).
  6. Penyakit IMN tidak sama dengan penyakit ekor putih pada udang penaeid. Meskipun penyakit ekor putih memiliki gejala klinis dan kerusakan jaringan yang mirip dengan penyakit IMNV

Gejala Klinis

  1. Kerusakan (nekrosa) berwarna putih keruh pada otot/daging menyerupai guratan, terutama pada otot perut bagian atas (abdomen) dan ekor.
  2. Pada beberapa kasus, kerusakan daging putih keruh ini berubah menjadi kemerahan sehingga menyerupai warna udang rebus.

Diagnosa

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Gejala klinis udang vannamei yang terinfeksi Infectious Myonecrosis

Virus (IMNV)
Kerusakan otot/daging udang vannamei akibat infeksi Infectious

Myonecrosis Virus (IMNV)

Pengendalian

  1. Zonasi melalui pengaturan daerah bebas dan daerah terinfeksi yang didasarkan pada kegiatan monitoring & surveillance yang dilakukan secara longitudinal dan integratif.
  2. Penggunaan benur yang bebas infeksi IMNV
  3. Penerapan sistem budidaya yang dapat menjamin bebas dari masuknya media pembawa IMNV (biosecurity)
  4. Menghindari stress (fisik, biologi dan kimia)
  5. Menjaga status kesehatan udang agar selalu dalam kondisi prima, kualitas lingkungan budidaya yang nyaman serta kualitas dan kuantitas pakan yang sesuai.
  6. Pemberian unsur imunostimulan (vitamin C), serta penggunaan materi bioremediasi/probiotik untuk mengurangi stressor biologis dan kimiawi sangat disarankan.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Macrobranchium White Tail Disease (Penyakit Ekor Putih Pada Udang Galah)

Penyebab : Macrobrachium rosenbergii nodavirus (MrNV) dan extra small virus (XSV)

Bio ? Ekologi Patogen :

  1. Inang penyakit sangat species spesifik yaitu udang galah (Macrobrachium rosenbergii)
  2. Keganasan: tinggi, dalam tempo 2-3 hari mematikan 100% populasi di perbenihan.
  3. Melalui infeksi buatan pada PL, gejala klinis dan mortalitas yang terjadi sama dengan infeksi alamiah; sedangkan pada udang dewasa, bagian sepalotorak lembek diikuti munculnya struktur dua kantung yang menggembung berisi cairan di kanan-kiri hepatopancreas.
  4. Gejala klinis yang sama, menyerupai branchiostegite blister disease (BBD) yang diikuti dengan kematian dilaporkan terjadi pada kolam pembesaran udang galah.
  5. Distribusi: India dan Asia Tenggara (Thailand).

Gejala Klinis :

  1. Lemah, anorexia dan memutih pada otot abdominal pada PL.
  2. Kondisi tersebut secara bertahap meluas ke dua sisi sehingga mengakibatkan degenerasi telson dan uropod.
  3. Warna keputihan pada ekor merupakan gejala klinis yang definitif, sehingga disebut penyakit ekor putih.
  4. Warna kehitaman (melanisasi) akan mengembang ke 2 sisi (anterior & posterior) dan menunjukkan degenerasi dari telson dan uropod

Diagnosa :

  1. Polymerase Chain Reaction (PCR)
  2. In situ hybridization

Larva udang galah yang menderita penyakit ekor putih (white tail

disease)
Udang galah yang menderita penyakit ekor putih di kolam

pembesaran

Pengendalian :

  1. Tindakan karantina terhadap calon induk dan larva udang galah yang baru
  2. Hanya menggunakan induk dan benih yang bebas MrNV dan XSV.
  3. Menjaga status kesehatan udang agar selalu prima melalui pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu
  4. Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang

Penyakit Fungal (Fungal Disease)

Fungi (cendawan atau jamur) adalah organisme heterotrofik yang memerlukan senyawa organik menjadi nutrisi pertumbuhannya. Fungi memiliki sifat parasit dan saprofit yang mencari makanan menurut inang hayati maupun tewas. Perkembangbiakan fungi dapat berlangsung secara seksual & aseksual dan mempunyai ciri yg spesial , yaitu berupa benang putih (hifa), meskipun beberapa gerombolan fungi nir berhifa. Jamur pula bisa mengakibatkan penyakit dalam komoditas perikanan.

Beberapa jenis jamur, seperti Achlya sp, Fusarium sp, Saprolegnia sp, Phoma sp, dan sebagainya adalah spesies yang telah berhasil diidentifikasi sebagai agen infeksius. Meskipun pertumbuhan serabut hifa jamur lebih lambat yang berarti bahwa infeksi jamur relatif lebih lambat, akan tetapi infeksi jamur tidak bisa dianggap ringan karena dapat menyebabkan kegagalan budidaya yang signifikan.

Karakteristik Fungal

Fungi atau cendawan merupakan organisme heterotrofik yang memerlukan senyawa organik sebagai nutrisi pertumbuhan dan perkembangannya. Kelompok fungi tidak mampu menghasilkan makanan sendiri melalui proses fotosintesis dikarenakan fungi tidak memiliki klorofil dan bersifat non fotosintesik. Oleh karenanya, kecenderungan fungi bersifat saprofit yang berarti hidup dari benda organik mati yang terlarut, menghancurkan sisa-sisa tumbuhan ataupun hewan yang kompleks ataupun mati, atau menjadikan senyawa kompleks tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrisinya atau dikenal juga dengan istilah khemoorganoheterotrof. Di dalam dunia mikrobiologi khususnya mikologi (telaah terkait fungi), fungi dimasukkan ke dalam Divisio Mycota. Kata Mycota itu sendiri berasal dari kata mykes dalam bahasa Yunani yang diartikan fungi dalam bahasa Latin.

Terdapat beberapa kata yg dikenal buat menyebut jamur (fungi), yaitu mushroom dimana fungi ini bisa menghasilkan badan buah besar , termasuk fungi yang dapat dimakan. Selain mushroom, fungi bisa menerangkan sifatnya menjadi dimorfisme, yaitu mold adalah fungi yg berbentuk misalnya benangbenang (filamentus) atau dikenal menjadi kapang, dan khamir yg adalah grup fungi bersifat uniseluler (bersel satu) atau diistilahkan sebagai yeast. Selain secara morfologi, jamur pula memiliki disparitas menggunakan mikroorganisme lainnya. Perbedaan yg paling konkret menurut suatu kelompok fungi, khususnya jamur filementus merupakan terbentuknya hifa atau benang-benang yg nir dimiliki oleh mikroorganisme lainnya. Pertumbuhan hifa mempengaruhi waktu regenerasi atau pertumbuhan fungi yg nisbi lebih lambat dibandingkan dengan bakteri atau virus. Perbedaan lainnya bukan hanya pada morfologi dan kecepatan pertumbuhan, namun juga fisiologi dan sifat atau karakteristik kehidupannya yang tidak sama menggunakan mikroorganisme lainnya, misalnya bakteri.

Beberapa sifat fisiologi yg menjadi komparasi atau perbandingan antara kelompok jamur dengan bakteri disajikan dalam Tabel berikut.

Tabel Fisiologi Komperatif antara Fungi dan Bakteri

Morfologi Jamur Benang

Salah satu karakteristik dari jamur benang adalah membentuk filamentus  atau benang-benang di dalam siklus perkembangannya. Benang-benang tersebut terdiri atas massa benang bercabang-cabang yang disebut miselium yang tersusun dari hifa (filamen) atau benang-benang tunggal. Ukuran hifa beragam berkisar antara 5-10 µm. Berdasarkan fungsinya hifa dibedakan menjadi dua macam, yaitu hifa fertil dan hifa vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel-sel reproduksi atau spora-spora dan apabila hifa tersebut arah pertumbuhannya keluar dari media disebut hifa udara. Selain hifa fertil, terdapat juga hifa vegetatif yang berfungsi untuk menyerap makanan dari suatu substrat

Berdasarkan bentuknya dibedakan pula menjadi dua macam hifa, yaitu hifa tidak berseptat dan hifa berseptat. Hifa yang tidak berseptat merupakan ciri jamur yang termasuk Phycomycetes (fungi tingkat rendah). Hifa ini merupakan sel yang memanjang, bercabang-cabang, dan terdiri atas sitoplasma dengan banyak inti (soenositik). Hifa yang berseptat merupakan ciri dari fungi tingkat tinggi atau yang termasuk Eumycetes. Secara umum, berdasarkan morfologi benang-benang hifa, filamentus fungi dapat dikelompokkan menjadi:

  1. Aseptat (senosit) merupakan kelompok fungi dimana hifa tidak mempunyai dinding sekat (septum)
  2. Septat dengan sel-sel uninukleat dimana sekat membagi hifa menjadi ruangruang atau sel-sel yang berisi nukleus tunggal
  3. Septat dengan sel-sel multinukleat dimana sekat membagi hifa menjadi ruang-ruang atau sel-sel yang berisi lebih dari satu nukleus dalam setiap ruangnya.

Perkembangbiakkan Jamur

Secara alami, perkembangbiakan jamur dapat berlangsung melalui dua cara, yaitu perkembangbiakan secara vegetatif (aseksual) dan generatif (seksual). Perkembangbiakan jamur secara aseksual dapat dilakukan dengan fragmentasi atau pemisalah misellium (thalus), pembelahan, penguncupan, dan pembentukan spora aseksual. Perkembangbiakan jamur melalui spora aseksual berfungsi untuk menyebarkan spesies dalam jumlah yang besar. Beberapa macam spora aseksual dari jamur, yaitu:

  1. Konidiospora atau konidium yang dibentuk di ujung atau di sisi hifa. Konidium yang kecil dan bersel satu disebut mikrokonidium, sedangkan yang lebih besar dan bersel banyak dinamakan makrokonidium.
  2. Sporangiospora, yaitu spora sel satu yang terbentuk di dalam kantung sporangium di ujung hifa khusus (sporangiosfor). Sporangiospora ada yang bergerak dikarenakan memiliki flagellum disebut zoospora, sedangkan sporangiospora yang tidak motil disebut aplanospora.
  3. Oidium atau artrospora yang bersel satu dan terbentuk karena terputusnya sel-sel hifa. Segmentasi terjadi pada ujung-ujung hifa, lalu sel-sel membulat, dan akhirnya lepas menjadi spora.
  4. Klamidiospora dimana spora sel tunggal ini berdinding tebal dan sangat resisten terhadap keadaan yang buruk. Spora ini terbentuk dari sel-sel hifa somatik.
  5. Blastospora, yaitu bagian dari calon tunas atau kuncup pada sel-sel jamur uniseluler atau khamir (yeast).

Perkembangbiakan secara seksual dilakukan dengan pembentukan spora seksual dan peleburan gamet (sel seksual). Di dalam perkembangbiakan secara seksual, terdapat dua tipe kelamin (mating type) dari sel seksual, yaitu tipe kelamin jantan (+) dan tipe kelamin betina (-). Peleburan gamet terjadi antara dua tipe kelamin yang berbeda. Adapun proses reproduksi secara seksual dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu (a) plasmogami merupakan proses meleburnya dua plasma sel, (b) kariogami merupakan proses meleburnya dua inti haploid yang menghasilkan satu inti diploid, dan (c) meiosis merupakan pembelahan reduksi yang menghasilkan inti haploid. Spora seksual yang dihasilkan dari peleburan dua nukleus terbentuk lebih jarang, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan  spora aseksual, dan hanya terbentuk dalam keadaan tertentu saja. Beberapa tipespora seksual yang dihasilkan, yaitu:

  1. Askopora, yaitu spora bersel satu yang terbentuk di dalam kantung disebut askus. Biasanya terdapat delapan askospora di dalam setiap askus.
  2. Basidiospora, yaitu spora yang bersel satu dan terbentuk di atas struktur berbentuk gada yang disebut basidium.
  3. Zigospora, yaitu spora besar yang memiliki dinding tebal dan terbentuk apabila ujung-ujung dua hifa yang secara seksual serasi atau disebut juga gametangia.
  4. Oospora, yaitu spora yang terbentuk di dalam struktur betina khusus atau dikenal dengan ooginium. Pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan yang terbentuk di dalam anteredium menghasilkan oospora. Di dalam setiap ooginium terdapat satu atau beberapa oosfer.

Spora aseksual maupun seksual dapat dilapisi oleh struktur pelindung yang sangat terorganisasi disebut tubuh buah. Tubuh buah spora aseksual disebut aservulus dan piknidium. Sedangkan tubuh buah spora seksual disebut peritesium dan apotesium. Spora merupakan salah satu pembeda beberapa jenis kelas fungi. Beberapa ciri lain pada masing-masing kelas fungi disajikan pada Tabel berikut.

Tabel Ciri - Ciri Utama Kelas Fungi

Penyakit Fungal Pada Ikan

Jenis penyakit yg ditimbulkan sang fungi bersifat infeksi sekunder. Hal ini berarti bahwa agresi jamur biasanya lebih dipicu karena adanya luka akibat serangan primer, seperti parasit. Kebanyakan jenis ikan air tawar termasuk telurnya rentan terhadap infeksi fungi. Beberapa faktor yg seringkali memicu terjadinya infeksi fungi merupakan penanganan yg kurang baik sebagai akibatnya menimbulkan luka pada tubuh ikan, kekurangan gizi, suhu, oksigen terlarut yang rendah, bahan organik tinggi, kualitas telur tidak baik atau tidak terbuahi, dan padatnya telur. Jamur masih ada pada semua jenis perairan air tawar terutama yang mengandung poly bahan organik. Jamur hidup menjadi saprofit dalam jaringan tubuh merupakan penyakit sejati lantaran fungi nir dapat menyerang ikan-ikan yg sehat, melainkan menyerang ikan-ikan yang sudah luka atau lemah. Penyakit akibat agresi jamur menular terutama melalui spora fungi yg ada di perairan.

Gejala-gejala serangan jamur dapat dilihat secara visual, yaitu adanya benang-benang halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada bagian eksternal ikan. Jamur juga menyerang telur-telur yang gagal menetas dan kemudian menulari telur-telur lain yang sehat bahkan dapat menyerang larvanya. Sejumlah jamur yang sering ditemukan menginfeksi ikan antara lain jenis jamur Saprolegnia sp, Achlya sp, Aphanomyces sp, Ichthyosporidium sp atau dikenal juga sebagai Ichtyophonus sp, Branchiomyces sp, Fusarium sp, Lagenedium sp, Exophiala sp, dan Phoma sp.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Fungal (Jamur) Pada Ikan : Aphanomyces sp

Jamur ini adalah jenis lain penyebab penyakit saproligniasis. Jamur Aphanomyces sp termasuk ke pada Kelas Phycomycetes, Ordo Saprolegniales, dan Keluarga Saprolegniaceae yg membangun zoospore, & selanjutnya akan membangun spora yg ukuran 8,1-9,lima ?M dan miselium dengan berukuran 7,5-10,00 ?M. Jamur Aphanomyces sp bisa bereproduksi secara seksual juga aseksual & bersifat parasit obligat.

Gejala klinis serangan Aphanomyces sp dalam ikan mirip seperti infeksi yg ditimbulkan oleh Saprolegnia sp juga Achlya sp penyebab saproligniasis. Jamur ini menginfeksi daerah persendian, syaraf, dan otak yg menimbulkan kerusakan dalam ganglion otak. Ikan yang terjangkit mengalami paralisis sehingga nir sanggup berkecimpung & telentang pada dasar kolam hingga tewas. Bentuk infeksi

& morfologi Aphanomyces sp tersaji dalam Gambar berikut.

Bentuk infeksi dan morfologi Aphanomyces sp

Penyebab : Aphanomyces invadans

Bio-Ekologi Patogen :

  1. Merupakan penyakit borok (ulcer) disebabkan infeksi cendawan Aphanomyces invadans.
  2. Spora cendawan menginfeksi permukaan tubuh ikan, sehingga menimbulkan borok.
  3. Inang meliputi ikan air tawar dan payau antara lain: betutu, gabus, betok, gurame, lele dan tambakan.
  4. Tingkat kematian berkisar antara 20-80%

Gejala Klinis :

  1. Infeksi berawal dari adanya bintik merah pada permukaan tubuh.
  2. Hilang nafsu makan, warna tubuh gelap, berenang ke permukaan dan hiperaktif.
  3. Bintik merah berkembang menjadi luka/borok yang berwarna merah cerah dan/atau merah kecoklatan.

Diagnosa :

  1. Pengamatan hifa dan/atau miselia cendawan di bawah luka/borok pada tubuh ikan.
  2. Isolasi cendawan pada media agar dan diidentifikasi secara morfometris.
  3. Secara histopatologis ditemukan adanya hifa cendawan yang terletak di tengah sel granuloma pada jaringan di bawah luka/borok.

Ikan gurame ( Osphronemus gouramy ) yang mengalami luka akibat

terserang penyakit Epizootic Ulcerative Syndrome (EUS)

Luka/borok yang serius pada ikan belanak ( Mugil spp.) akibat

terserang penyakit Epizootic Ulcerative Syndrome (EUS) Pengendalian :

  1. Menetralkan kadar keasaman dan/atau alkalinitas air melalui pengapuran.
  2. Mengisolasi ikan sakit dan/atau membuang ikan yang telah mati.
  3. Persiapan wadah/kolam secara higienis dan steril terhadap keberadaan spora cendawan tersebut melalui pengeringan, pengapuran, desinfeksi, dll.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Fungal (Jamur) Pada Ikan : Achlya sp

Achlya sp jua merupakan jenis jamur yang poly ditemukan sebagai agen infeksius pada penyakit ikan. Jamur ini pula penyebab penyakit saproligniasis, selain yang ditimbulkan oleh Saprolegnia sp & Aphanomyces sp. Gejala klinis seperti misalnya agresi Saprolegnia sp, yaitu menyerang organ eksternal ikan misalnya kulit, sirip, & insang, telur, dan organ yg terserang menujukkan tanda ditumbuhi benang-benang halus misalnya kapas. Gejala klinis lainnya merupakan timbulnya borok dampak agresi sekunder, lalu berkembang menembus jaringan kulit, dan meluas sampai ke tulang belakang ikan yg mengakibatkan ikan kehilangan sebagian komponen tubuh posteriornya. Bentuk infeksi dan morfologi Achlya sp tertera dalam Gambar berikut.

Penyebab : Saprolegnia spp. Dan Achlya spp.

Bio ? Ekolgi Patogen :

  1. Memiliki hifa yang panjang dan tidak bersepta, hidup pada ekosistem air tawar namun ada yang mampu hidup pada salinitas 3 promil.
  2. Tumbuh optimum pada suhu air 18-26 oC. Reproduksi secara aseksual, melalui hifa fertil untuk memproduksi spora infektif.
  3. Menginfeksi semua jenis ikan air tawar dan telurnya.
  4. Serangan bersifat kronis hingga akut, dapat mengakibatkan kematian hingga 100%.

Gejala Klinis :

  1. Terlihat adanya benang-benang halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada bagian eksternal tubuh ikan.
  2. Miselia (kumpulan hifa) berwarna putih atau putih kecoklatan.

Diagnosa :

  1. Pengamatan hifa dan/atau miselia cendawan pada tubuh ikan, terutama pada luka dan/atau di sekitar sirip ikan.
  2. Pengamatan hifa dan/atau miselia cendawan secara mikroskopis pada slide glass.
  3. Isolasi cendawan pada media agar dan diidentifikasi secara morfometris.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Fungal (Jamur) Pada Ikan : Saprolegnia sp

Salah satu kelompok jamur yang sering menyerang ikan air tawar adalah Saprolegnia sp. Saprolegnia sp merupakan penyebab penyakit saproligniasis. Penyakit ini dikenal dengan nama fish mold yang dapat menyerang ikan dan telur ikan. Saprolegnia sp termasuk ke dalam Subdivisi Zygomycotina/ Zygomycetes, Kelas Oomycetes, Ordo Saprolegniales dan kelompok fungi non septat. Jamur ini bereproduksi secara seksual (spora~oospora) dan juga aseksual (antheridia dan oogonia) yang mengalami kematangan. Jamur ini menyerang sebagian besar ikan air tawar, umumnya ikan mas, tawes, gabus, gurami, nila, dan lele. Selain itu, juga menyerang ikan kakap yang dipelihara di salinitas rendah.

Gejala klinis serangan Saprolegnia sp antara lain ikan dan telur yang terserang dapat diketahui dengan mudah karena terlihat benang putih yang kasat mata, terjadi peradangan, granuloma, bagian yang diserang ditumbuhi misellium seperti kapas (white cotton growth), serta dapat menyebabkan kematian akibat masalah osmosis atau respirasi yang berat pada kulit dan insang. Bentuk infeksi

Saprolegnia sp dan morfologi Saprolegnia sp disajikan dalam Gambar berikut.

Bentuk infeksi dan morfologi Saprolegnia sp

Penyebab : Saprolegnia spp. Dan Achlya spp.

Bio ? Ekolgi Patogen :

  1. Memiliki hifa yang panjang dan tidak bersepta, hidup pada ekosistem air tawar namun ada yang mampu hidup pada salinitas 3 promil.
  2. Tumbuh optimum pada suhu air 18-26 oC. Reproduksi secara aseksual, melalui hifa fertil untuk memproduksi spora infektif.
  3. Menginfeksi semua jenis ikan air tawar dan telurnya.
  4. Serangan bersifat kronis hingga akut, dapat mengakibatkan kematian hingga 100%.

Gejala Klinis :

  1. Terlihat adanya benang-benang halus menyerupai kapas yang menempel pada telur atau luka pada bagian eksternal tubuh ikan.
  2. Miselia (kumpulan hifa) berwarna putih atau putih kecoklatan.

Diagnosa :

  1. Pengamatan hifa dan/atau miselia cendawan pada tubuh ikan, terutama pada luka dan/atau di sekitar sirip ikan.
  2. Pengamatan hifa dan/atau miselia cendawan secara mikroskopis pada slide glass.
  3. Isolasi cendawan pada media agar dan diidentifikasi secara morfometris.

Benih ikan patin ( Pangasius spp.) yang terserang penyakit

saprolegniasis akibat penanganan yang kurang baik.
Ikan mas ( Cyprinus carpio ) yang terlebih dahulu terinfeksi oleh virus,

selanjutnya diperparah menggunakan serangan penyakit saprolegniasis

Pengendalian :

  1. Menaikkan dan mempertahankan suhu air ≥ 28 oC dan/atau penggantian air baru yang lebih sering.
  2. Pengobatan dapat dilakukan dengan cara perendaman dengan : Kalium Permanganate (PK) pada dosis 1 gram/100 liter air selama 90 menit.; Formalin pada dosis 100-200 ppm selama 1-3 jam.; Garam dapur pada konsentrasi 1-10 promil (tergantung spesies dan ukuran) selama 10-60 menit; Methylene Blue pada dosis 3-5 ppm selama 24 jam.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Fungal (Jamur) Pada Ikan : Ichthyosporidium sp

Jamur Ichthyosporidium sp atau Ichtyophonus sp adalah agen penyebab penyakit ichthyosporidosis. Jamur ini menginfeksi organ-organ internal berbagai jenis ikan budidaya, baik ikan air tawar maupun ikan laut. Pada ikan air laut, jamur ini sering menyerang ikan kerapu, mackerel, trouts, herring, dan cod.

Serangan jamur ini terbatas pada lingkungan yang dingin, yaitu pada suhu 2-20oC dengan menunjukkan gejala klinis antara lain kulit ikan kasar seperti ampelas karena infeksi menembus bawah kulit dan jaringan, granuloma bulat kecil pada kulit dan berwarna kehitaman yang dapat berkembang menjadi borok, adanya granuloma yang mengandung kista spora besar bereaksi positif (periodic acid-schiff reaction), jaringan yang terinfeksi menjadi bengkak disertai luka berwarna putih kelabu, dan juga ditemukan hifa dengan bentuk tidak beraturan. Bentuk infeksi dan morfologi Ichthyosporidium sp disajikan pada Gambar berikut.

Bentuk infeksi dan morfologi Ichtyosporidium sp

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Fungal (Jamur) Pada Ikan : Fusarium sp

Jamur Fusarium sp merupakan jenis jamur yang sering tumbuh pada bahan pangan. Selain itu, Fusarium sp juga mengakibatkan penyakit pada beberapa tanaman. Jenis Fusarium sp sulit diidentifikasi secara kasat mata dikarenakan penampakan pertumbuhannya bervariasi. Meskipun demikian, jamur ini memiliki ciri-ciri spesifik, yaitu makrokonidia yang berbentuk seperti pedang dan terdiri dari beberapa sel serta berwarna, kadang-kadang terbentuk mikrokonidia yang terdiri dari satu sel berbentuk oval dan tumbuh secara terpisah atau membentuk untaian rantai.

Jamur Fusarium sp adalah patogen opurtunis yang menyerang Penaeids dan bisa menyebabkan infeksi pada udang konsumsi lainnya melalui stress atau kepadatan terlalu tinggi. Gejala klinis serangan jamur Fusarium sp antara lain penampakan black spot yang dapat menyebabkan kematian juvenil udang dan infeksi biasanya dimulai pada jaringan yang rusak atau luka seperti pada insang. Infeksi jamur ini juga dapat menyebabkan penyakit pada ikan-ikan lainnya. Bentuk infeksi dan morfologi Fusarium sp disajikan pada Gambar berikut.

Bentuk infeksi dan morfologi Fusarium sp

Penyebab : Fusarium spp.

Bio-Ekologi Patogen :

  1. Menginfeksi udang di tambak pada stadia juvenil hingga ukuran dewasa.
  2. Prevalensi infeksi lebih tinggi pada lahan tambak yang persiapannya kurang baik, terutama pembuangan bahan organik dan pengeringan yang kurang sempurna.
  3. Pada infeksi akut, hifa cendawan ditemukan pula pada bagian tubuh lainnya.
  4. Mortalitas yang terjadi terutama karena gangguan terhadap proses ganti kulit (moulting).

Gejala Klinis :

  1. Cenderung menginfeksi pada bagian insang, menimbulkan inflamasi yang intensif hingga terjadi melanisasi sehingga insang berwarna hitam (sering disebut penyakit insang hitam/black gill disease).
  2. Organ lain seperti kaki jalan & renang serta ekor udang mengalami kerusakan, bahkan terputus.
  3. Pada bagian tubuh lain sering ditemukan adanya luka atau gejala seperti terbakar, dll.

Diagnosa :

  1. Pengamatan secara mikroskopis, terutama pada organ insang ditemukan adanya makrokonidia cendawan.
  2. Isolasi pada media semi solid (agar), dan diidenfikasi secara morfometris.

Insang udang yang terinfeksi Fusarium spp., tampak adanya

inflamasi yang intensif sehingga terjadi melanisasi.
Udang yang terserang penyakit fusariosis, mengalami kerusakan

pada rostrum (terputus) serta tubuh udang berwarna hitam.

Pengendalian :

  1. Persiapan petak tambak secara sempurna, terutama pembuangan bahan organik dan pengeringan dasar tambak.
  2. Menghindari penumpukan bahan organik dalam media pemeliharaan, melalui penggunaan mikroba esensial atau probiorik dan/atau frekuensi penggantian air yang lebih tinggi.
  3. Penggunaan bahan kimia/desinfektan di tambak tidak efisien.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...