Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Tampilkan postingan dengan label Penyakit Ikan. Tampilkan semua postingan

Penyakit Ikan Golongan Bakteri (Bacterial Disease)

Bakteri merupakan salah satu kelompok mikroorganisme yang asal katanya adalah bakterion Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal (uniseluler) berukuran antara 0,5-10 µm x 2,0-5,0 µm. Pengamatan bakteri dilakukan dengan bantuan mikroskop melalui pemeriksaan koloni. Sel bakteri hanya akan terlihat di bawah mikroskop pada ulasan yang diwarnai di atas gelas preparat. Karakteristik lain dari bakteri adalah bakteri berkembangbiak secara aseksual dengan pembelahan biner, yaitu secara amitosis membelah menjadi dua bagian dan secara seksual. Pada umumnya bakteri tidak berklorofil dan beberapa saja yang bersifat fotosintetik, dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik, beberapa jenis membentuk spora untuk pertahanan diri dari lingkungan yang tidak sesuai, bergerak dengan flagel, bersigat patogen, serta bebarapa jenis bakteri berguna bagi manusia, hewan, dan tumbuhan. Berkaitan dengan jumlah flagel yang berfungsi sebagai alat gerak, bakteri dapat kelompokkan menjadi monotrik yang memiliki satu flagel di ujung tubuhnya, lofotrik dengan banyak flagel yang hanya terletak di salah satu sisi tubuhnya, amfitrik yang memiliki banyak flagel di kedua sisi tubuhnya, serta peritrik yang memiliki banyak flagel dan tersebar di seluruh sisi tubuhnya sebagaimana tertera pada ilustrasi berikut.

Kelompok Bakteri Berdasarkan Letak Flagel
Bakteri merupakan bagian dari mikroorganisme prokariot (inti sel tidak sejati) yang berbeda dengan organisme maupun mikroorganisme eukariot (inti sel sejati). Pada organisme prokariot, inti sel tidak lindungi oleh dinding inti selnya sehingga dikatakan tidak memiliki dinding inti sel yang sejati. Sedangkan organisme eukariot memiliki dinding inti sel yang membungkus materi inti sel tersebut. Sejumlah perbedaan lainnya antara makhluk hidup prokariot dan eukariot disajikan pada tabel dan gambar berikut.

Tabel Perbedaan Organisme Prokariot dan Eukariot
Perbedaan Sel Prokariot (atas) dan Eukariot (bawah)
Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB KKP

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Ikan Golongan Bakteri : Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan bakteri pada dasarnya sama misalnya makhluk hidup yg lainnya, yaitu mengalami banyak sekali fase kehidupan, meskipun secara definisi pertumbuhan organisme uniseluler & multiseluler tidak selaras. Pada organisme multiseluler, pertumbuhan diartikan menjadi peningkatan jumlah sel per organisme dimana ukuran sel juga menjadi lebih akbar. Sedangkan dalam organisme uniseluler, pertumbuhan merupakan pertambahan jumlah sel yang berarti jua pertambahan jumlah organisme. Pertumbuhan mikroorganisme bisa dipandang berdasarkan 2 sudut, yaitu pertumbuhan individu dan pertumbuhan koloni atau pertumbuhan populasi. Pertumbuhan individu diartikan menjadi bertambahnya ukuran tubuh, sedangkan pertumbuhan populasi diartikan sebagai bertambahnya kuantitas individu dalam suatu populasi atau bertambahnya berukuran koloni. Namun suatu pertumbuhan mikroorganisme unisel (bersel tunggal) sulit diukur menurut segi pertambahan panjang, luas, volume, juga berat karena pertambahannya sangat sedikit & berlangsung sangat cepat sebagai akibatnya pertumbuhan mikroorganisme dipercaya sama dengan satuan perkembangannya. Secara umumnya, siklus pertumbuhan makhluk hayati mengalami empat fase, yaitu adaptasi, pertumbuhan cepat, pertumbuhan yang stagnan, & kematian. Demikian jua kehidupan mikroorganisme, termasuk bakteri mengalami fase pertumbuhan sebagaimana digambarkan menjadi kurva pertumbuhan yg tertera pada Gambar berikut.

Fase Pertumbuhan Bakteri

a) Lag Phase atau Fase Adaptasi

Fase lag bisa dikatakan menjadi fase persiapan, permulaan, adaptasi, atau penyesuaian yang merupakan fase pengaturan suatu kegiatan dalam lingkungan baru fase adaptasi & pertumbuhan lambat. Pada fase lag, bakteri belum tumbuh menggunakan cepat dikarenakan sel masih mengikuti keadaan menggunakan syarat lingkungan pada sekitarnya. Pada fase ini juga, pertumbuhan sel berjalan lambat atau bahkan belum terjadi pembelahan dikarenakan beberapa enzim belum disintesis. Kecepatan setiap jenis sel bakteri beradaptasi dengan lingkungannya ditentukan oleh banyak faktor, terutama ketersediaan nutrisi, asal tenaga, pH, aktivitas air, senyawa penghambat, kompetitor, & sebagainya. Semakin ideal faktor-faktor lingkungan, maka semakin cepat terjadinya fase adaptasi & bakteri akan tumbuh dengan baik secara eksponensial.

B) Log Phase atau Fase Eksponensial

Pada fase log, sel membelah menggunakan cepat dimana pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Keberadaan faktor-faktor pertumbuhan yang ideal mempercepat bakteri buat tumbuh dan berkembang. Pada fase ini sel bakteri jua membutuhkan energi lebih poly dibandingkan dengan fase lainnya dan sel sangat sensitif dengan keadaan lingkungannya. Pada kondisi ini, metabolisme bakteri sudah aktif, termasuk membentuk enzim-enzim yang diharapkan oleh bakteri buat beraktivitas seperti enzim proteolitik, lipolitik, selulolitik, dan sebagainya. Sampai pada batas ketika eksklusif, maka produksi metabolik yang dihasilkan akan memberi pengaruh bagi kehidupan mikroorganisme tadi. Hasil metabolisme yang diproduksi pada rentang saat eksklusif bisa mengganggu kehidupan bakteri sehingga pertumbuhan pada akhirnya akan berjalan melambat.

C) Stasionary Phase atau Fase Stagnan

Pada fase ini, pertumbuhan populasi melambat, stagnan, atau stasioner. Hal ini dikarenakan sang beberapa faktor, antara lain zat nutrisi sudah berkurang, adanya hasil-output metabolisme yang mungkin beracun & dapat menghambat pertumbuhan, adanya kompetitor, dan sebagainya. Meskipun masih menampakan peningkatan jumlah sel, tetapi sudah lambat dan bahkan dapat terjadi stagnasi pertumbuhan dimana jumlah sel yg tumbuh sama dengan jumlah sel yg meninggal. Oleh karenanya, dalam fase ini menciptakan kurva datar & akan mengalami kesamaan menuju fase kematian manakala kondisi nir ideal terus dibiarkan. Jika syarat lingkungan dirancang ideal, maka kehidupan bakteri akan berkembang pulang melalui siklus adaptasi atau logaritmik.

D) Death Phase atau Fase Kematian

Pada fase ini, populasi mikroorganisme mulai mengalami kematian yg dikarenakan oleh kehabisan nutrisi di dalam lingkungan & energi cadangan pada pada sel pula telah habis. Jumlah sel yang mangkat semakin lama akan semakin banyak dan kecepatan kematian ini sangat ditentukan sang kondisi nutrisi, lingkungan, & jenis mikroorganisme tersebut.

Kurva pertumbuhan bakteri menaruh citra mengenai fase-fase kehidupan & umur kultur bakteri tadi. Kurva pertumbuhan dibentuk menggunakan memakai 2 metode, yaitu dari densitas optik (optical density-OD) yang menunjukkan jumlah sebaran cahaya oleh suatu populasi, perhitungan jumlah sel dengan haemocytometer yang menampakan perhitungan jumlah sel melalui pengamatan secara pribadi, serta perhitungan koloni dengan memakai metode standard plate count (SPC) yg menerangkan jumlah koloni bakteri hayati per mililiter sampel (colony form unit/ml). Gambaran kurva pertumbuhan bakteri yg diuji pada bakteri Micrococcus sp dengan metode yg

berbeda disajikan pada Gambar berikut.
Fase Pertumbuhan Bakteri Micrococcus sp Pada Berbagai Analisis

Sumber : Penyakit Ak uatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Ikan Golongan Bakteri : Klasifikasi Bakteri

Seiring majunya ilmu pengetahuan di bidang mikrobiologi yang diawali dengan penemuan mikroskop oleh Antony Van Leeuwenhoek (1632-1723), morfologi bakteri yang diketahui bukan hanya berbentuk batang. Beberapa bentuk bakteri telah berhasil diidentifikasi memiliki bentuk bulat (coccus), batang (bacil), koma (spiral), serta beberapa bentuk lainnya, seperti Stella yang memiliki bentuk bintang dan Haloarcula yang merupakan Genus Archaea halofilik berbentuk rektangular.

Bakteri dengan bentuk kokus atau bulat dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok dikarenakan jumlah gandengan bulatan pada setiap koloninya, yaitu diplococcus (berbentuk dua bulatan), streptococcus (berbentuk untaian rantai), staphylococcus (bersusun seperti buah anggur), tetracoccus (bergandengan empat bulatan seperti persegi), dan sarcina (berbentuk kubus). Demikian juga pada pengklasifikasian kelompok bakteri yang berbentuk batang (bacil) dimana apabila untaian batang bergandengan dua disebut diplobacil, batang bergandengan banyak disebut streptobacil, serta berbatang pendek menyerupai coccus disebut coccobacilli. Sedangkan bakteri berbentuk spiral merupakan golongan yang paling sedikit dibandingkan dengan kelompok lainnya. Pada bakteri dengan bentuk spiral, morfologi tubuh bakteri berpilin seperti spiral atau membengkok seperti koma atau vibrio.

Klasifikasi bakteri bukan hanya dapat dilihat dari aspek morfologi saja, akan tetapi bakteri juga dapat dibedakan berdasarkan kebutuhan oksigen, yaitu aerob dan anaerob serta klasifikasi berdasarkan sifat pewarnaan biokimiawinya, yaitu bakteri gram positif dan gram negatif. Di dalam Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, bakteri dikelompokkan berdasarkan grup menurut bentuk, sifat pewarnaan gram, dan kebutuhannya akan oksigen, antara lain bakteri basili, koki gram negatif, dan aerobik; bakteri basili gram negatif dan anaerobik fakultatif, bakteri basili gram negatif dan anaerobik; bakteri basili dan kokobasili gram negatif; bakteri koki gram positif; bakteri basili gram positif tidak berspora; bakteri basili gram positif dan berspora; dan bakteri dengan sel bercabang atau bertunas. Gambaran morfologi bakteri disajikan pada Gambar berikut.

Beberapa Bentuk Bakteri

Pewarnaan gr pula sebagai indikator dalam pengklasifikasian bakteri. Pewarnaan gram memberikan gambaran fisiologi, kandungan yg dimiliki oleh dinding sel, ketahanan terhadap perlakuan fisik & antibiotik, dan taraf patogensitasnya. Pewarnaan gr adalah metode diferensial yg sangat berguna & paling banyak digunakan pada tahapan krusial identifikasi bakteri.

Pewarnaan ini didasarkan jenis lapisan pada dinding sel bakteri dimana sejumlah bakteri memiliki lapisan peptidoglikan yang dominan pada dinding sel dan sebagian lainnya memiliki lapisan lemak pada membran sel. Perbedaan lainnya dari bakteri gram positif dan negatif disajikan pada Tabel berikut.
Tabel Perbedaan Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

Dinding Sel Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba

Mikroorganisme jua bagian dari makhluk hidup dimana pertumbuhan dan perkembangannya ditentukan sang beberapa faktor, baik faktor biotik maupun faktor abiotik. Faktor biotik terdapat yg berdasarkan pada dan terdapat faktor biotik menurut lingkungan. Faktor biotik meliputi bentuk mikroorganisme, sifat mikroorganisme terkait respon terhadap perubahan lingkungan, kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi), serta keberadaan organisme lainnya di pada lingkungan tadi.

Sedangkan faktor abiotik meliputi susunan & jumlah senyawa yang diperlukan di pada medium kultur, lingkungan fisik (suhu, kelembaban, cahaya, dan sebagainya), serta keberadaan senyawa-senyawa lain yg dapat bersifat toksik, penghambat, atau pemacu yang dari menurut lingkungaan maupun yang didapatkan sendiri. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jasad renik heterotrof adalah nutrien, aktivitas air, suhu, pH, oksigen, potensi oksidasi-reduksi, zat penghambat, dan adanya jasad renik lainnya.

A. NUTRISI

Medium pertumbuhan merupakan nutrisi untuk tumbuh mikroba dimana harus mengandung semua elemen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba dalam proporsi yang serupa (isotonik) dengan sel mikroba. Mikroorganisme juga membutuhkan suplai makanan sebagai sumber energi dan penyedia unsur-unsur kimia dasar bagi pertumbuhan sel, seperti karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat besi, dan sejumlah kecil logam lainnya. Pada umumnya mikroba memerlukan makro nutrien, yaitu nutrisi yang dibutuhkan dalam jumlah besar seperti C, H, O, dan N. Selain makro nutrient, mikroba juga memerlukan meso nutrien seperti Mg, P, serta S, dan mikro nutrien seperti Fe, Cu, Zn, dan Mo. Pertumbuhan mikroba juga dipengaruhi faktor lainnya dimana mikroba dapat tumbuh dengan baik apabila tersedia cukup air, sumber karbon, sumber nitrogen, vitamin, zat tumbuh lainnya, dan mineral.

B. SUMBER KARBON

Karbon merupakan unsur yang paling krusial bagi pertumbuhan mikroba & bahan yang paling besar pada medium kultur. Berdasarkan berat mikroba, lebih kurang 50% dari berat mikroba merupakan karbon. Jasad renik yang heterotrof memakai karbohidrat sebagai sumber energi dan karbon, walaupun komponen organik lainnya yg mengandung karbon mungkin pula dapat.

C. AKTIVITAS AIR

Semua organisme membutuhkan air buat kehidupannya, termasuk pula mikroorganisme. Air berperan dalam reaksi metabolisme sel & adalah indera pengangkut zat-zat gizi atau bahan limbah ke pada dan ke luar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan air pada bentuk cair & jika air tersebut mengalami kristalisasi serta membangun es atau terikat secara kimiawi pada larutan gula atau garam, maka air tadi nir dapat digunakan oleh mikroorganisme. Jumlah air yg masih ada pada bahan pangan atau larutan dikenal menjadi aktivitas air (water activity atau aW). Setiap mikroorganisme membutuhkan air dalam jumlah yg tidak selaras. Bakteri umumnya membutuhkan nilai aW yg tinggi, yaitu 0,91, sedangkan khamir 0,87-0,91, & kapang memiliki aW yg paling rendah, yaitu 0,80-0,87.

D. KONSENTRASI OKSIGEN

Konsentrasi oksigen pada pada lingkungan akan menghipnotis pertumbuhan mikroba. Selama proses pertumbuhan bakteri aerob, oksigen wajib diatur sebaik mungkin buat memperbanyak atau menghambat pertumbuhan mikroba. Di pada proses peningkatan kandungan oksigen pada dalam media bisa dilakukan menggunakan memakai proses aerasi. Proses aerasi berguna buat mensuplai oksigen, mengusir CO2, uap air, metabolit yang volatil, & buat mengatur suhu.

E. SUMBER NITROGEN

Pertumbuhan mikroorganisme memerlukan senyawa nitrogen baik dalam bentuk organik maupun anorganik. Garam organik yg umumnya dipakai adalah garam amonium nitrat atau urea. Sumber Nitrogen organik yang terbukti berguna merupakan pepton, ekstrak khamir, tepung kedelai, dan lain-lain. Penambahan senyawa organik seringkali kali dapat menaikkan pertumbuhan mikroorganisme & produk katabolitnya. Kebanyakan mikroorganisme heterotrof menggunakan komponen organik yang mengandung nitrogen menjadi asal N, tetapi beberapa bisa jua memakai asal nitrogen anorganik.

F. SUHU

Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan mikroba. Beberapa mikroba dapat tumbuh pada kisran suhu yang luas. Suhu optimum pertumbuhan adalah suhu yang paling baik untuk kehidupan, sedangkan suhu minimum adalah suhu yang paling rendah dimana kegiatan mikroba masih berlangsung dan suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang masih dapat menumbuhkan mikroba tetapi pada tingkat kegiatan fisiologi yang paling rendah. Suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan suhu pertumbuhannya, mikroorganisme dikelompokkan menjadi psikrofil (mampu bertahan pada suhu dingin), mesofil (mampu bertahan pada suhu normal), dan termofil (mampu bertahan pada suhu tinggi) sebagaimana tertera pada Tabel berikut.
Tabel Kisaran Suhu untuk Pertumbuhan Jasad Renik

G. DERAJAT KEASAMAN (pH)

Salah satu faktor kritis bagi pertumbuhan mikroba merupakan pH. Derajat keasaman mempunyai nilai 1 sampai menggunakan 14. Setiap spesies mikroorganisme mempunyai kisaran hayati dalam pH tertentu yg terdiri atas pH minimum, optimum dan maksimum. Bakteri memiliki kisaran nilai pH pertumbuhan kurang lebih 6,5 sampai dengan 7,lima, sedangkan khamir di wilayah asam antara 4,0 sampai 4,5. Jamur benang dan aktinomiset tertentu memiliki kisaran pH yang lebih luas dibanding bakteri maupun khamir. Oleh karena itu berdasarkan nilai pH, mikroorganisme pula dikelompokan sebagai tiga, yaitu gerombolan acidofilik (asam), alkalifilik atau basofilik (basa), serta mesofilik atau neutrofilik (netral).

H. SENYAWA PENGHAMBAT (INHIBITOR)

Keberadaan beberapa senyawa dalam lingkungan dapat menghambat kegiatan mikroorganisme. Senyawa penghambat seperti asam, gula, garam, alkohol, peroksida, & antibiotik bisa mengganggu metabolisme baik secara pribadi Mengganggu sel maupun tidak eksklusif. Perusakan sel bakteri terjadi melalui aktivitas lisis dimana sitoplasma sel ditarik keluar tubuh, pengrusakan dinding sel, peracunan terhadap sel, dan mengganggu stabilitas lingkungan sehingga berbahaya bagi pertumbuhan & perkembangan sel bakteri.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Jenis - Jenis Penyakit Bakterial Pada Ikan

Beberapa penyakit ikan yang ditimbulkan sang bakteri menyebabkan kematian yg akbar baik pada alam maupun dalam aktivitas budidaya ikan. Sejumlah bakteri sanggup hayati pada perairan & seringkali juga ditemukan dalam setiap komponen akuatik. Sebagian besar bakteri termasuk dalam bagian mikroflora normal di pada suatu lingkungan perairan. Bakteri tadi biasanya sebagai mikroorganisme patogen yg opurtunis & penyebab infeksi sekunder, hanya sedikit bakteri yang bersifat patogen obligat. Meskipun demikian bakteri dapat hayati pada waktu yg lama pada jaringan inangnya tanpa menimbulkan gejala klinik. Gejala klinik penyakit bakterial umumnya tarnpak sesudah sebelumnya didahului oleh perubahan fisiologi di dalam tubuh inangnya. Oleh karena itu, buat mengetahui prosedur infeksi bakteri dalam ikan, harus dipahami interaksi antara bakteri (patogen), tanda-tanda klinik, inang, & lingkungannya.

Penyakit bakterial adalah galat satu kasus utama di pada bisnis budidaya, terutama berkaitan dengan penurunan produksi. Perlakuan buat mengurangi infeksi penyakit bakterial dalam kegiatan budidaya dapat dilakukan dengan tindakan pencegahan melalui penanganan yang baik & mempertahankan syarat lingkungan yang optimal bagi inang, tetapi tidak cukup baik bagi perkembangan bakteri.

Penyakit bakterial dalam ikan umumnya memperlihatkan gejal-gejala klinik yg hampir serupa. Infeksi bakteri akan menampakan perubahan abnormal (lesi) pada kulit atau sirip, jaringan otot, dan organ-organ internal. Penentuan spesies bakteri yg menginfeksi tidak sanggup pribadi secara visual, melainkan diuji dalam skala laboratoris baik pengujian morfologi juga biokimiawinya.

Sejumlah bakteri yang tak jarang ditemukan menginfeksi ikan diantaranya :

1. Aeromonas sp,

2.Vibrio anguillarum,

3.Flexibacter columnaris,

4.Pseudomonas sp,

5.Edwardsiella sp,

6.Yersinia ruckeri,

7. Columnaris Disease

8.Streptococcus agalactiae, S. iniae

9.Mycobacteriosis/Fish Tuberculosis (TB)

10.Ice - Ice

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Bakterial Ikan : Vibrio sp

Bakteri Vibrio sp merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, sebagian besar hidup di perairan laut dan payau, penyebab penyakit pada ikan air payau dan laut. Bakteri ini penyebab penyakit vibriosis atau dikenal juga dengan red pest, salt water furunculosis, red boil, atau pike pest.

Gejala klinis serangan Vibrio anguillarum ditandai dengan gerakan latergik, kehilangan nafsu makan, kulit mengalami pemucatan (discolor), terjadi peradangan dan nekrotik, dilanjutkan dengan kulit melepur dan borok, di sekitar mulut dan insang terjadi bercak darah (erythema), jika infeksi berlanjut ke tingkat sistemik, terjadi exopthalmia serta pendarahan pada saluran pernafasan dan muara pengeluaran, necrosis pada jaringan otot, dan beberapa lainnya mirip seperti infeksi bakteri A. salmonicida dan A. hydrophila.

Jenis ikan yang terinfeksi antara lain kerapu (Epinephelus sp), beronang (Siganus sp), bandeng (Chanos chanos), kakap putih (Lates calcarifer). Vibriosis pada umumnya timbul seiring dengan tingginya padat penebaran, salinitas, dan bahan organik. Ikan stres akan lebih mudah terserang oleh Vibrio sp. Pada saat wabah terjadi, pada ikan muda tingkat kematian dapat mencapai 50% atau lebih. Ikan yang terinfeksi nafsu makannya menurun sehingga akan mengakibatkan hambatan pertumbuhan.

Bentuk infeksi bakteri Vibrio sp pada ikan Sea Bass Dicentrarchus labrax dan mofologi Vibrio sp tertera pada Gambar berikut.
Bentuk Infeksi dan Morfologi Vibrio sp

Pengendalian

  1. Desinfeksi sarana budidaya sebelum dan selama proses pemeliharaan ikan.
  2. Pemberian unsur immunostimulan (misalnya penambahan vitamin C pada pakan) secara rutin selama pemeliharaan.
  3. Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi).
  4. Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen).
  5. Membatasi dan/atau mengatur pemberian pakan dan mencampur pakan dengan obat-obatan (medicated feed and feed restriction).
  6. Melakukan vaksinasi anti vibriosis.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Bakterial Ikan : Aeromonas sp

Aeromonas merupakan salah satu contoh bakteri yang sering dijumpai menyerang ikan sehingga mengakibatkan kematian masal pada ikan budidaya. Bakteri Aeromonas yang sering diidentifikasi menyebabkan penyakit pada ikan berasal dari spesies A. hydrophila dan A. salmonicida.

Bakteri A. hydrophila dimasukkankan ke dalam kelompok bakteri gram negatif dengan ciri-ciri berbentuk batang, motil, terdapat di perairan tawar, opurtunis pada ikan yang mengalami stress atau pada pemeliharaan padat tebar tinggi. Bakteri ini dapat menyerang semua jenis ikan air tawar dan bersifat laten. Penyakit ini dikenal dengan nama motile aeromonas septicemia (MAS) atau disebut juga hemorrhage septicemia.

Ciri - Ciri SeranganA. hydrophila

Serangan bakteri ini baru terlihat apabila pertahanan tubuh ikan menurun dengan menunjukkan gejala klinis seperti adanya hemorrhage pada kulit, insang, rongga mulut, borok pada kulit hingga jaringan otot, exopthalmia, ascites, pembengkakan limpa dan ginjal, dropsy, serta necrosis pada limpa, hati, ginjal, dan jantung.

Bakteri A. salmonicida juga dimasukkankan ke dalam kelompok bakteri gram negatif dengan ciri-ciri berbentuk batang, non motil, serta terdapat di perairan air tawar, payau, dan laut, penyebab utama penyakit pada ikan salmonid dengan penyakit yang dikenal dengan nama furunkulosis.

Ciri - Ciri Serangan A. salmonicida

Tanda-tanda klinis serangan A. salmonicida antara lain adanya hemorrhage pada otot tubuh dan bagian tubuh lainnya, jaringan subkutan seperti melepuh dan berkembang menjadi borok yang dalam (ulcerative dermatitis). Pada beberapa kasus septicemia terjadi pembengkakan limpa, ginjal, dan ascites, necrosis pada jaringan, serta akumulasi sel bakteri dan sel inflamatori (sel fagositosis) akibat eksotoksin leukositolitik. Secara umum, serangan bakteri Aeromonas sp dapat dilihat pada Gambar berikut.
Bentuk Infeksi dan Morfologi Aeromonas sp

Pengendalian

  1. Pencegahan secara dini (benih) melalui vaksinasi antiAeromonas hydrophila (HydroVac).
  2. Desinfeksi sarana budidaya sebelum dan selama proses pemeliharaan ikan.
  3. Pemberian unsur immunostimulan (misalnya penambahan vitamin C pada pakan) secara rutin selama pemeliharaan.
  4. Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi).
  5. Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru.
  6. Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan pathogen).
  7. Oxolinic acid pada dosis 10 mg/kg bobot tubuh ikan/hari selama 10 hari.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Bakterial Ikan : Flexibacter columnaris

Bakteri Flexibacter columnaris adalah penyebab penyakit columnaris. Penyakit columnaris disebut cotton woll disease atau saddle-back disease yang merupakan penyakit serius dan mudah menyebar pada ikan-ikan salmonid, catfish, dan ikan air tawar lainnya pada tingkat juvenil. Bakteri Flexibacter columnaris merupakan bakteri gram negatif dan berbentuk batang dengan ukuran panjang 12 µm dan lebar 0,5 µm. Bakteri ini menyukai perairan yang bersuhu relatif tinggi dan bersifat aerobik, dan tergolong bakteri gram negatif. Penyakit columnaris sering berkaitan dengan stress lingkungan terutama jika temperatur lingkungan meningkat terlalu tinggi. Berbeda dengan kebanyakan kondisi penyakit ikan lain, penyakit columnaris umumnya terjadi pada temperature 18-20oC.

Gejala klinis serangan berupa terjadi peradangan kulit yang disertai dengan bintik-bintik putih kecil pada sirip ekor dan selanjutnya meluas ke arah kepala. Selain itu, sirip ekor dan sirip anal dapat mengalami kerusakan berat, kulit mengalami borok berwarna putih keruh atau kelabu, insang mengalami kerusakan ditandai dengan necrosis di ujung distal lamellae insang dan menyebar ke seluruh lamellae insang, serta sering berkaitan dengan kondisi ikan stress. Bentuk infeksi dan morfologi bakteri Flexibacter columnaris disajikan pada Gambar berikut.
Bentuk Infeksi dan Morfologi Flexibacter columnaris

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Bakterial Ikan : Columnaris Disease

Penyakit ini disebabkan olehFlavobacterium columnare atau Fexibacterium columnare.Bakteri gram negatif, berbentuk batang kecil, bergerak meluncur, dan terdapat di ekosistem air tawar. Sifat bakteri ini adalah berkelompok membentuk kumpulan seperti column. Serangan sering terjadi pada kelompok ikan pasca transportasi. Sifat serangan umumnya sub acut – acut, apabila insang yang dominan sebagai target organ, ikan akan mati lemas dan kematian yang ditimbulkannya bisa mencapai 100%.

Gejala klinis :

  1. Luka di sekitar mulut, kepala, badan atau sirip. Luka berwarna putih kecoklatan kemudian berkembang menjadi borok.
  2. Infeksi di sekitar mulut, terlihat seperti diselaputi benang (thread-like) sehingga sering disebut penyakit “jamur mulut”.
  3. Di sekeliling luka tertutup oleh pigmen berwarna kuning cerah.
  4. Apabila menginfeksi insang, kerusakan dimulai dari ujung filamen insang dan merambat ke bagian pangkal, akhirnya filamen membusuk dan rontok (gill rot)

Pengendalian :

  1. Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi)
  2. Mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru
  3. Melalui perendaman dengan beberapa bahan kimia seperti : Garam dapur 0,5% atau kalium permanganat 5 ppm selama 1 hari. Acriflavine 5-10 ppm melalui perendaman selama beberapa hari. Chloramin B atau T 18-20 ppm melalui perendaman selama 2-3 hari. Benzalkonium chloride pada dosis 18-20 ppm selama 2-3 hari. Oxolinic acid pada dosis 1 ppm selama 24 jam

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Bakterial Ikan : Pseudomonas sp

Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu bakteri gram negatif dari Keluarga Pseudomonadaceae yang menjadi penyebab penyakit pada ikan. Bakteri ini memiliki sifat tidak fermentatif, aerob, dan berbentuk batang pendek, motil dengan flagella polar, serta adanya flagellum yang terikat kuat di ujung sel. Di lingkungan perairan seperti laut, air payau, sungai, danau, dan kolam, beberapa spesies dari Pseudomonas yang juga banyak ditemukan adalah P. fluorescens, P. putida, dan P. anguilliseptica dengan bentuk serangan penyakit diantaranya hemorragic bacterial septicaemia akibat bakteri P. fluorescens, red spot disease akibat bakteri P. anguilliseptica, infeksi pada hampir semua jaringan dalam tubuh inang dengan jalan menyebar dari bagian lesi setempat melalui saluran darah mengakibatkan lesi pada jaringan lain, dan menyebabkan kematian ikan nila hingga 30% akibat serangan jenis bakteri P. aeruginosa dengan kelimpahan bakteri sebanyak 192 ×106 CFU/ml.

Bakteri ini merupakan patogen opurtunistik yang menyerang ikan air tawar dan digolongkan ke dalam kelompok bakteri perusak sirip (bacterial fin rot). Gejala klinis serangan bakteri Pseudomonas sp seperti kebanyakan infeksi bakteri lainnya, yaitu mirip seperti infeksi A. hydrophila, terjadi hemorrhage pada insang dan ekor, borok pada kulit, dan septicemia. Bentuk infeksi dan morfologi bakteri Pseudomonas sp disajikan pada Gambar berikut.
Bentuk Infeksi dan Morfologi Pseudomonas sp

Gejala Klinis :

  1. Ikan lemah bergerak lambat, bernafas megap-megap di permukaan air.
  2. Warna insang pucat dan warna tubuh berubah gelap.
  3. Terdapat bercak-bercak merah pada bagian luar tubuhnya dan kerusakan pada sirip, insang dan kulit.
  4. Mula-mula lendir berlebihan, kemudian timbul perdarahan.
  5. Sirip dan ekor rontok (membusuk).
  6. Perdarahan, perut ikan menjadi kembung yang dikenal dengan dropsy.

Ikan Lele yang Terinfeksi Bakteri Pseudomonas sp, Mengalami Pendarahan pada Seluruh Bagian Tubuh

Pengendalian

  1. Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi).
  2. Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru.
  3. Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen).
  4. Kurangi pemberian pakan dan jumlah ikan dalam kolam.
  5. Perendaman dalam larutan PK 20 ppm selama 30 menit.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Bakterial Ikan : Edwardsiella sp

Bakteri Edwardsiella sp merupakan salah satu jenis bakteri yang memerlukan kewaspadaan tinggi untuk mencegah penyebaran dan infeksinya di perairan. Bakteri ini tergolong bakteri gram negatif yang berbentuk batang melengkung pleomorfik. Bakteri Edwardsiella sp merupakan penyebab penyakit edwardsilosis dan dikenal sebagai agen penyebab infeksi pada ikan Ictalurus punctatus (septicemia enteric). Sejumlah kejadian ditemukan pada ikan air tawar, yaitu Carassius auratus, Notemigonus crysoleucas (golden shiner), Micropterus salmoides (langermouth bass), dan Ictalurus nebulosus (brown bullhead).

Bentuk infeksi dan morfologi bakteri Edwardsiella sp ditampilkan pada Gambar berikut.
Bentuk Infeksi dan Morfologi Edwardsiella sp

Gejala klinis serangan bakteriEdwardsiella sp mirip infeksi oleh bakteriA. hydrophila berupa seperti borok-borok kecil di kulit dan kerusakan jaringan otot yang biasanya disertai dengan pembentukan gas yang terjebak di antara jaringan yang rusak (malodorous). Ikan yang sakit akan kehilangan kendali separuh tubuh bagian posterior meskipun tetap makan serta terjadi kerusakan jaringan (tonjolan atau borok) terbuka pada tulang kepala depan di antara kedua mata (hole in the head disease atau penyakit kepala berlubang) dansepticemia padacatfish (enteric septicemia of catfish).
Organ Hati Ikan Flounder yang Terinfeksi Bakteri Edwardsiella tarda Berwarna Pucat dan Terdapat Bercak - Bercak Putih

Pengendalian :

  1. Menghindari terjadinya stress (fisik, kimia, biologi).
  2. Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru.
  3. Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen).
  4. Membatasi dan/atau mengatur pemberian pakan dan mencampur pakan dengan obat-obatan (medicated feed and feed restriction).
  5. Melakukan vaksinasi anti Edwardsiella tarda.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Bakterial Ikan : Yersinia ruckeri

Bakteri Yersinia ruckeri merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, dan motil. Bakteri ini penyebab penyakit enteric red mouth (ERM) pada ikan-ikan salmonid, terutama rainbow trout. Gejala klinis serangan Yersinia ruckeri antara lain septicemia disertai exopthalmia, ascites, hemorrhage, serta borok yang terjadi di rahang, langit-langit rongga mulut, insang, dan operkulum.Hemorrhage terjadi pada jaringan otot dan permukaan serosal intestinum, pembengkakan pada limpa dan ginjal. Pada sejumlah kasus ERM, dari muara pengeluaran sering keluar cairan kuning saat perut ditekan, serta necrosis terjadi pada jaringan hati, ginjal, dan limpa. Bentuk infeksi dan morfologi bakteri Yersinia ruckeri ditampilkan pada Gambar berikut.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan :Karakteristik Penyakit Virus

Pengetahuan dunia mikroorganisme semakin berkembang seiring menggunakan penemuan piranti-piranti yang sanggup dipakai buat menggali informasi terkait mikroorganisme yang dipelajari. Salah satu berita yg dewasa ini jua menjadi perhatian merupakan herbi keberadaan virus pada suatu organisme biologi. Virus adalah organisme mikroskopis selain bakteri, fungi, & sejumlah parasit lainnya. Virus mempunyai keistimewaan & berkarakteristik ganda, yaitu sanggup menyerupai makhluk hidup dan makhluk nir hidup (mati).

Di dalam aktivitasnya, virus hanya mengandalkan materi genetik buat hidup melalui proses infeksi dalam inang yang khusus & kemudian ikut memperbanyak diri bersamaan menggunakan perkembangan atau pembelahan sel yg terjadi. Akan tetapi apabila virus nir menemukan inang yang sesuai untuk perkembangannya, virus hanya melakukan proses dormanisasi dan nir terjadi aktivitas kehidupan virus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa virus adalah parasit obligat yang hanya mampu bereproduksi sebagai makhluk hayati melalui transfer materi genetik kepada makhluk hidup inangnya (host) karena virus nir memiliki perlengkapan seluler untuk bereproduksi sendiri.

Secara generik virus adalah partikel tersusun atas elemen genetik, yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) atau asam ribonukleat (RNA). Virus bertindak sebagai agen penyakit melalui pewarisan sifat pada rangkaian proses penetrasi, replikasi, dan sintesis asam nukleat kepada inangnya. Secara morfologi, berukuran virus lebih kecil dibandingkan menggunakan sel bakteri, yaitu 0,02-0,tiga ?M dimana 1 ?M

setara menggunakan 1/1000 mm yg terdiri atas materi genetik (DNA atau RNA) dan tiga komponen lainnya, yaitu ketua, seludang, dan serabut ekor. Meskipun demikian, terdapat sejumlah virus yang nir memiliki komponen-komponen tadi dengan lengkap dan bahkan terkadang virus hanya memiliki materi genetik saja.

Berdasarkan materi genetik yg dimiliki, virus dikelompokkan sebagai virus DNA dan virus RNA. Sedangkan menurut alur genomnya, maka virus diklasifikasikan sebagai tujuh kelompok, yaitu virus DNA utas ganda, DNA utas tunggal, RNA utas ganda, RNA utas tunggal ( ), RNA utas tunggal (-), RNA utas tunggal ( ) dengan DNA perantara, dan DNA utas ganda menggunakan RNA perantara. Apabila dicermati dari proses perubahan materi genetik menjadi protein, maka materi genetik RNA akan lebih cepat dipetakan menjadi protein dibandingkan materi genentik DNA. Virus bermateri genetik DNA buat dapat dibaca menjadi protein antigen diharapkan proses transkripsi menjadi RNA dan translasi dari RNA sebagai protein. Sedangkan virus bermateri genetik RNA hanya perlu satu proses translasi saja buat dibaca menjadi protein antigen yang bisa memberi dampak bagi sel inang yg ditempelinya. Oleh karena itu, virus bermateri genetik RNA dipercaya lebih berbahaya & memiliki penyebaran yang lebih cepat dibandingkan dengan virus bermateri genetik DNA.

Selain menurut materi genetik dan alur genom, virus jua dapat digolongkan sebagai virus berselubung dan virus tidak berselubung menggunakan berbagai bentuk. Beberapa model bentuk virus disajikan dalam Gambar berikut.

Gambaran dan Morfologi Virus

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Bakterial Ikan : Streptococcus agalactiae, S. iniae

Bio ? Ekologi Pathogen :

  • Bakteri gram positif, berbentuk bulat kecil (cocci), bergabung menyerupai rantai, non-motil, koloni transparan dan halus.
  • Infeksi Streptococcus iniae sering terjadi pada budidaya ikan air laut (kakap, kerapu), sedangkan S. agalactiae lebih banyak ditemukan pada ikan budidaya air tawar (nila). Pola serangan kedua jenis bakteri tersebut umumnya bersifat kronik – akut.
  • Target organ infeksi Streptococcus spp. banyak ditemukan di otak dan mata, sehingga disebut “syndrome meningoencephalitis dan panophthalmitis”. Penyakit ini sering dilaporkan pada sistem budidaya intensif, lingkungan perairan tenang (stagnant) dan/atau sistem resirkulasi.
  • Secara kumulatif, akibat serangan penyakit ini dapat menimbulkan mortalitas 30-100% dari total populasi selama masa pemeliharaan; dan penyakit ini merupakan kendala potensial yang harus diantisipasi berkenaan dengan program intensifikasi dan peningkatan produksi nila nasional.

Gejala Klinis :

Benih ikan nila yang terinfeksi Streptococcus agalactiae, menunjukkan gejala biexopthalmia
Ikan nila yan terifeksi Streptococcus agalactiae, menunjukkan gejala ulcer (borok) serius

  • Menunjukkan tingkah laku abnormal seperti kejang atau berputar serta mata menonjol (exopthalmus).
  • Nafsu makan menurun, lemah, tubuh berwarna gelap, dan pertumbuhan lambat.
  • Warna gelap di bawah rahang, mata menonjol, pendarahan, perut gembung (dropsy) atau luka yang berkembang menjadi borok.
  • Adakalanya. tidak menunjukkan gejala klinis yang jelas kecuali kematian yang terus berlangsung.
  • Pergerakan tidak terarah (nervous) dan pendarahan pada tutup insang (operculum).
  • Sering pula ditemukan bahwa ikan yang terinfeksi terlihat normal sampai sesaat sebelum mati.

Diagnosa :

  • Isolasi dan identifikasi bakteri melalui uji bio-kimia.
  • Deteksi gen bakteri melalui teknik polymerase chain reaction (PCR)

Pengendalian :

  • Desinfeksi sarana budidaya sebelum dan selama proses pemeliharaan ikan.
  • Pencegahan secara dini (benih) melalui vaksinasi anti Streptococcus spp.
  • Pemberian unsur immunostimulan (misalnya penambahan vitamin C pada pakan) secara rutin selama pemeliharaan.
  • Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru.
  • Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen).

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Bakterial Ikan : Mycobacteriosis/Fish Tuberculosis (TB)

Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium marinum (air laut) dan M. fortuitum (air tawar)

Bio ? Ekologi Pathogen :

  • Bakteri gram positif, berbentuk batang pendek dan non-motil.
  • Kolam tadah hujan dan pekarangan dengan sumber air terbatas lebih rentan terhadap infeksi jenis penyakit ini.
  • Menunjukkan gejala yang variatif, namun sering pula tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali.
  • Pola serangan mycobacteriosis bersifat kronik - sub akut, baik pada ikan air tawar, payau maupun ikan air laut.
  • Suhu optimum berkisar 25–35 °C, tetapi masih dapat tumbuh baik pada suhu 18-20 °C.

Gejala Klinis :

  • Hilang nasfu makan, lemah, kurus, mata melotot (exopthalmia) serta pembengkakan tubuh.
  • Apabila menginfeksi kulit, timbul bercak-bercak merah dan berkembang menjadi luka, sirip dan ekor geripis.
  • Pada fase infeksi lanjut, secara internal telah terjadi pembengkakan empedu, ginjal dan hati; serta sering ditemukan adanya tubercle/nodule yang berwarna putih kecoklatan.
  • Pertumbuhan lambat, warna pucat dan tidak indah terutama untuk ikan hias.
  • Lordosis, skoliosis, ulser dan rusaknya sirip (patah-patah) dapat terjadi pada beberapa ekor ikan yang terserang.

Diagnosa :

? Isolasi dengan menggunakan media selektif, & diidentifikasi melalui uji bio-kimia.

• Deteksi gen bakteri melalui teknik polymerase chain reaction (PCR)

Ikan gurame yang menderita mycobacteriosis, bercak - bercak merah dikulit

(menyerupai cacar) dan selanjutnya berkembang menjadi luka
Ikan gurame yang menderitamycobacteriosis, tampak dipenuhi tubercle/nodule

yg berwarna putih kecokelatan dalam organ dalam dan daging ikan

Pengendalian :

  • Ikan yang terinfeksi segera diambil dan dimusnahkan.
  • Hindari penggunaan air dari kolam yang sedang terinfeksi bakteri tersebut.
  • Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau meningkatkan frekuensi penggantian air baru.
  • Pengelolaan kesehatan ikan secara terpadu (ikan, lingkungan dan patogen)
  • Perendaman Chloramine B atau T 10 ppm selama 24 jam dan setelah itu dilakukan pergantian air baru.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Reproduksi Virus

Virus sebagai makhluk hidup antara (metaorganisme) hanya mengalami siklus kehidupan manakala virus menemukan inang yang memiliki kecocokan materi genetik bagi virus mentransfer dan menempelkan materi genetiknya. Virus dapat memperbanyak diri apabila partikel virus menginfeksi inang agar mensintesis semua komponen yang diperlukan untuk membentuk lebih banyak partikel virus. Komponen-komponen tersebut kemudian dirakit menjadi bentuk struktur virus dan partikel virus yang baru tersebut akan keluar dari sel inang untuk menginfeksi sel-sel lain. Perkembangbiakkan virus sering disebut replikasi.

Virus memerlukan lingkungan sel yang hidup sebagai inang sebagai vektor bagi virus untuk mensistesis komponen virus. Virus mengalami dua jenis siklus dalam kehidupannya, yaitu siklus litik dan siklus lisogenik. Secara umum, tahapan reproduksi dilakukan dalam beberapa langkah, yaitu adsorpsi (penempelan), penetrasi (injeksi), replikasi (eklipse), sintesis, dan pelapasan partikel virus yang matang dari sel. Meskipun demikian, siklus litik dan lisogenik tetap memiliki perbedaan mekanisme reproduksi virion baru sebagaimana ilustrasi Gambar berikut.

Proses Reproduksi Virus

Pada siklus litik, infeksi virus terjadi melalui beberapa fase kehidupan, yaitu fase adsorpsi, pentrasi, replikasi & buatan, perakitan, dan lisis. Fase absorpsi adalah fase dimana fage melekat dalam sel inang pada wilayah pelekatan eksklusif yg disebut reseptor. Setelah itu, fage akan melakukan penetrasi materi genetik virus pada sel inangnya, manunggal dengan materi genetik inang, dan kemudian membangun komponen-komponen virus yg diikuti terjadi perakitan komponenkomponen tadi menjadi virion baru. Pada kondisi yg ideal bagi virus buat hidup, maka virus akan merusak sel inang & terjadilah lisis sel. Virus yang terbentuk akan melakukan kegiatan infeksi berikutnya.

Sedangkan dalam daur lisogenik, virus juga melakukan absorpsi dalam inang dan melakukan transfer materi genetik ke pada tubuh inangnya. Setelah itu materi genetik virus dan inang akan menyatu, tetapi nir diikuti oleh buatan komponen-komponen virion. Hal ini dapat ditentukan oleh lingkungan yang nir ideal bagi sel inang buat memfasilitasi aktivitas buatan tersebut. Oleh karena itu, materi genetik virus bersifat inaktif & hanya berkembang seiring pembelahan sel inang yang terjadi. Pada waktu sel inang membelah, maka inang telah tercemar & membawa materi genetik virus. Pada suatu ketika, sel inang dapat mengalami lisis sang virus bila sel inang pada keadaan yang cocok bagi virus buat melakukan perakitan komponen-komponen virionnya atau mengalami siklus litik.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Bakterial Ikan : Ice - Ice Pada Rumput Laut

Penyakit ini disebabkan oleh faktor lingkungan dan beberapa jenis bakteri: Pseudoalteromonas gracilis, Pseudomonas spp., dan Vibrio spp.

Bio ? Ekologi Patogen :

  • Kasus ice-ice pada budidaya rumput laut dipicu oleh fluktuasi parameter kualitas air yang ekstrim (kadar garam, suhu air, bahan organik terlarut dan intensitas cahaya matahari).
  • Pemicu lain adalah serangan hama seperti ikan baronang, penyu hijau, bulu babi dan bintang laut menyebabkan luka pada thallus, sehingga mudah terinfeksi oleh mikroorganisme.
  • Pada keadaan stress, rumput laut akan membebaskan substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir dan merangsang bakteri tumbuh melimpah di sekitarnya.
  • Pertumbuhan bakteri pada thallus akan menyebabkan bagian thallus menjadi putih dan rapuh. Selanjutnya, mudah patah, dan jaringan menjadi lunak yang menjadi ciri penyakit ice-ice.
  • Penyebaran penyakit inidapat terjadi secara vertikal (dari bibit) atau horizontal melalui perantaraan air.

Gejala klinis :

  • Penyakit ini ditandai dengan timbulnya bintik/bercak-bercak merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi kuning pucat dan akhirnya berangsur-angsur menjadi putih. Thallus menjadi rapuh dan mudah putus.
  • Gejala yang diperlihatkan adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa cabang thallus menjadi putih dan membusuk.

Thallus Eucheuma yang terinfeksi ice - ice
ThallusEucheuma yang terinfeksiice - ice

Pengendalian :

  • Penggunaan bibit unggul merupakan cara yang sangat penting untuk pengendalian penyakit ice-ice.
  • Desinfeksi bibit dapat dilakukan dengan cara dicelupkan pada larutan PK (potasium permanganat) dengan dosis 20 ppm.
  • Pemilihan lokasi budidaya yang memenuhi persyaratan optimum bagi pertumbuhan rumput laut.
  • Penerapan teknik budidaya yang disesuaikan dengan lingkungan perairan
  • Memperhatikan musim dalam kaitannya dengan teknik budidaya yang hendak diterapkan.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Jenis - Jenis Penyakit Viral Pada Ikan

Organisme perairan adalah salah satu inang yang sebagai objek bagi beberapa grup virus buat hidup. Oleh lantaran virus bukanlah suatu jenis organisme independen, maka virus berusaha mencari inang penempelan yang memiliki struktur fisiologi sama menggunakan materi genetik virus. Seiring berkembang ilmu pengetahuan & teknologi, beberapa gerombolan virus yg menyebabkan penyakit dalam komoditas perairan telah berhasil diteliti dan diidentifikasi.

Sejumlah komoditas perairan telah menjadi sasaran infeksi berbagai kelompok virus, seperti Iridovirus, Herpesvirus, Birnavirus, Adenovirus, Rhabdovirus, Reovirus, Retrovirus, dan beberapa jenis virus lainnya sebagaimana disajikan pada Tabel berikut.
Jenis virus dan inang yang diinfeksi

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : Koi Herves Virus (KHV)

Sebuah virus yang menyerupai serangan virus herpes telah ditemukan dan disolasi di Amerika Serikat pada tahun 1998 seiring serangan ikan koi dan jenis ikan Carp lainnya di Israel dan Amerika Serikat. Virus ini diisolasi dari sejumlah jaringan tisu ikan yang menunjukkan gejala-gejala serangan KHV, termasuk hati, ginjal, insang, dan saluran pencernaan. Pertumbuhan optimal bagi KHV terjadi pada suhu 15oC sampai 20oC, sedangkan pada suhu di atas 30oC atau 37oC tidak ditemukan aktivitas pertumbuhan KHV. Virus KHV adalah Herpesvirus dsDNA yang terdiri atas 31 polipeptida virion, sedikitnya 8 glycosylated proteins yang memiliki kapsid dalam dengan bentuk simetris icosahedral berdiameter sekitar 100–110 nm. Komponen utama dari envelope adalah lipoprotein lapis ganda.

Morfologi dan ukuran sangat memiliki kemiripan dengan virus dari Keluarga Herpesviridae yang memiliki estimasi ukuran genom 277 kbp. Pada penelitian lainnya dijelaskan bahwa genom KHV memiliki kemiripan sebagaimana virus yang ditemukan pada kelompok catfish, yaitu channel catfish virus (CCV) dan herpesvirus cyprinid (CHV) dimana sebanyak 12 polipeptida virion memiliki kesamaan berat molekul dengan CHV dan 10 polipeptida mirip dengan CCV.

Infeksi yang disebabkan oleh koi herpes virus merupakan penyakit menular dengan gejala serangan seperti hancurnya jaringan dan organ internal, luka pada kulit, lepasnya sisik, pucat, perubahan warna, hingga kematian massif pada ikan mas koi (Cyprinus carpio koi) dan common carp (Cyprinus carpio carpio) sebagaimana disajikan pada Gambar berikut.
Bentuk infeksi dan morfologi KHV

Pada tahun 1999, referensi pertama terkait kematian massal dari ikan jenis koi dan Carp lainnya disampaikan pada 9th International Conference of European Association of Fish Pathologists (EAFP). Berdasarkan konferensi tersebut diperoleh informasi bahwa KHV merupakan penyakit menular yang belum terlaporkan serta banyak menyerang pada ikan koi dan jenis Carp lainnya. Oleh

karenanya dilakukan kajian terkait infeksi yang menyebabkan kerugian pada budidaya ikan jenis Carp di beberapa negara mulai dari Eropa Barat; Belgia, United Kingdom, Belanda, Jerman, Itali, Austria, Switzerland, dan Luxemburg hingga Afrika Selatan, Israel, Indonesia, dan Japan. Beberapa laporan kejadian serangan KHV pada sektor budidaya tertera pada Tabel berikut.

Beberapa kejadian infeksi KHV diseluruh dunia

Bio-Ekologi Patogen :

  1. Hanya menginfeksi ikan mas dan koi. Jenis ikan lain tidak terinfeksi, termasuk dari family cyprinidae.
  2. Tidak menular ke manusia yang menkonsumsi atau kontak dengan ikan terinfeksi KHV (tidak zoonosis).
  3. Sangat virulen, masa inkubasi 1 - 7 hari dengan kematian mencapai 100%
  4. Keganasan dipicu oleh kondisi lingkungan, terutama suhu air < 26 oC dan kualitas air yang buruk.
  5. Penularan melalui kontak antar ikan, air/lumpur & peralatan perikanan yang terkontaminasi, serta media lain: sarana transportasi, manusia, dll.
  6. Ikan yang bertahan hidup (survivors) dapat berlaku sebagai pembawa (carriers) atau menjadi kebal, namun tetap berpotensi sebagai carriers.

Gejala Klinis :

  1. Nafsu makan menurun, gelisah (nervous).
  2. Megap-megap, lemah dan ekses mukus Insang pucat, terdapat bercak putih (white patch), akhirnya rusak dan membusuk.
  3. Kulit melepuh (umumnya pada ikan koi).
  4. Sering diikuti infeksi sekunder oleh parasit, bakteri dan/atau jamur.
  5. Kematian massal bisa terjadi dalam waktu 24 – 48 jam
Diagnosa :

  1. Diagnosa berbasis molekuler/serologis : Polymerase Chain reaction (PCR), Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Immunohistochemistry.
  2. Isolasi virus pada kultur jaringan yang sesuai
Pengendalian :

  1. Desinfeksi sebelum/selama proses produksi.
  2. Manajemen kesehatan ikan yang terintegrasi.
  3. Penggunaa ikan bebas KHV & karantina (biosecurity).
  4. Vaksinasi anti-KHV dan/atau pemberian unsur imunostimulan selama masa pemeliharaan.
  5. Mengurangi padat tebar dan hindari stress.
  6. Budidaya ikan sistem polikultur.
  7. Pengobatan terhadap penginfeksi sekunder (bila diperlukan).
Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...

Penyakit Virus Pada Ikan : White Spot Syndrome Virus (WSSV)

White syndrome disease dikenal jua dengan nama white spot disease (WSD) merupakan penyakit menular dampak virus yg menyerang udang jenis Penaeid. Penyakit lain yang jua tak jarang ditemukan pada udang adalah penyakit yang ditimbulkan oleh adanya infeksi hepatopancreatic parvovirus (HPV) & monodon baculovirus (MBV). Berkenaan menggunakan infeksi virus WSSV, beberapa jenis udang Penaeid yg dibudidayakan dapat sebagai inang bagi WSSV, yaitu P. Monodon, Marsupenaeus, L. Vannamei, dan Fenneropenaeus. Beberapa jenis crustacea lainnya misalnya rajungan (Portunus spp), lobster (Panulirus spp & Cherax spp), kepiting (Scylla spp), serta udang air tawar (Macrobrachium spp) juga dapat terinfeksi WSSV.

Penyakit ini disebabkan sang white spot syndrome virus (WSSV), yaitu suatu jenis virus yang mempunyai envelope, berbentuk batang (rod) yang mengandung double-stranded DNA genom. Virus WSSV dikelompokkan ke pada anggota Keluarga Nimaviridae. Virus ini menginfeksi aneka macam jenis

crustacean, khususnya udang. Udang yang terkena penyakit ini mempunyai tanda-tanda klinis, yaitu keluarnya bintik-bintik putih berdiameter 0.Lima-dua.0 mm, perubahan rona menjadi kemerahan, dan divestasi kutikula udang. Luka tak jarang dijadikan tanda kerusakan sistemik jaringan ektodermal & mesodermal, termasuk jaringan haemopoietic, insang, epitelium subkutikula, epidermis kutikula perut, dan organ lymphoid. Indikasi terinfeksinya jaringan ditunjukkan sang adanya titik nekrosis yang beredar dan sel-sel yang terdegenerasi diitandai menggunakan adanya inti-inti yg mengalami hiperthrophy (mengembang) menggunakan kromatin yg terpinggirkan, inklusi intranuklear eosinofil hingga basofil, dan enkapsulasi hemosit berdasarkan sel nekrosis terlihat menjadi massa berwarna coklat pada dalam perut. Bentuk infeksi & morfologi WSSV dapat dicermati pada Gambar 25.

Bentuk infeksi & morfologi wssv

Penyebab : White Spot Baculovirus Complex

Bio ? Ekologi Patogen :

  1. Memiliki kisaran inang yang luas yaitu golongan udang penaeid (Penaeus monodon, P. japonicus, P. chinensis, P. indicus, Litopenaeus vannamei, dll.) serta beberapa krustase air.
  2. Sangat virulen dan menyebabkan kematian hingga 100% dalam beberapa hari. Individu yang bertahan hidup pada saat terjadi kasus tetap berpotensi sebagai carrier.

Penularan umumnya terjadi melalui kanibalisme terhadap udang yg sakit dan mangkat , atau langsung melalui air. Beberapa jenis krustase pula diketahui sangat potensial menjadi pembawa (carriers).

  1. Burung dapat menularkan WSSV dari satu petak tambak ke petak lainnya melalui bangkai udang yang lepas dari gigitannya.
  2. WSSV mampu bertahan dan tetap infektif di luar inang (di dalam air) selama 4-7 hari.

Gejala Klinis :

  1. Infeksi akut akan mengakibatkan penurunan konsumsi pakan secara drastic
  2. Lemah, berenang ke permukaan air, tidak tidak terarah atau mengarah ke pematang tambak
  3. Tampak bercak putih di karapas dan rostrum, tidak selalu tampak pada fase acute tetapi akan tampak pada fase subacute dan kronis
  4. Udang yang sekarat umumnya berwarna merah kecoklatan atau pink
  5. Populasi udang dengan gejala-gejala tersebut umumnya akan mengalami laju kematian yang tinggi hingga 100% dalam tempo 3-10 hari.

Diagnosa :

Polymerase Chain Raection (PCR)

Udang windu yang terinfeksi white spot syndrome virus (WSSV),

tampak adanya bercak putih di semua tubuhnya

Karapas udang vannamei yang terinfeksi white spot syndrome virus

(WSSV), penuh dengan bercak putih

Pengendalian :

  1. Belum ada teknik pengobatan yang efektif, oleh karena itu penerapan biosecurity total selama proses produksi (a.l penggunaan benur bebas WSSV, pemberian pakan yang tepat jumlah dan mutu, stabilitas kuialitas lingkungan) sangat dianjurkan.
  2. Menjaga kualitas lingkungan budidaya agar tidak menimbulkan stress bagi udang (misalnya aplikasi mikroba esensial: probiotik, bacterial flock, dll.).
  3. Desinfeksi suplai air dan pencucian dan/atau desinfeksi telur dan nauplius juga dapat mencegah transmisi vertikal
  4. Pemberian unsur imunostimulan (misalnya suplementasi vitamin C pada pakan) selama proses pemeliharaan udang.
  5. Teknik polikultur udang dengan spesies ikan (mis: tilapia) dapat dilakukan untuk membatasi tingkat patogenitas virus WSSV dalam tambak, karena ikan akan memakan udang terinfeksi sebelum terjadi kanibalisme oleh udang lainnya.

Sumber : Penyakit Akuatik. Andri Kurniawan; Buku Saku Penyakit Ikan. DJPB

Semoga Bermanfaat...