Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Air yang digunakan untuk budidaya udang atau organisme perairan yang lain mempunyai komposisi dan sifat-sifat kimia yang berbeda dan tidak konstan. Komposisi dan sifat-sifat kimia air ini dapat diketahui melalui analisis kimia air. Dengan demikian apabila ada parameter kimia yang keluar dari batas yang telah  ditentukan dapat segera dikendalikan.

Parameter-parameter kimia yg dipakai buat menganalisis air bagi kepentingan budidaya antara lain :

1. Salinitas

Salinitas dapat didefinisikan sebagai total konsentrasi ion-ion terlarut dalam air. Dalam budidaya perairan, salinitas dinyatakan dalam permil (°/oo) atau ppt (part perthousand) atau gram/liter. Tujuh ion utama yaitu : sodium, potasium, kalium, magnesium, klorida, sulfat dan bikarbonat mempunyai kontribusi besar terhadap besarnya salinitas, sedangkan yang lain dianggap kecil (Boyd, 1990). Sedangkan menurut Davis et al. (2004), ion calsium (Ca), potasium (K), dan magnesium (Mg) merupakan ion yang paling penting dalam menopang tingkat kelulushidupan udang. Salinitas suatu perairan dapat ditentukan dengan menghitung jumlah kadar klor yang ada dalam suatu sampel (klorinitas). Sebagian besar petambak membudidayakan udang dalam air payau (15-30 ppt). Meskipun demikian, udang laut mampu hidup pada salinitas dibawah 2 ppt dan di atas 40 ppt.
Refraktometer adalah alat untuk mengukur salinitas air

2. PH

pH didefinisikan sebagai logaritme negatif dari konsentrasi ion hidrogen [H ] yg mempunyai skala antara 0 hingga 14. PH menandakan apakah air tadi netral, basa atau asam. Air menggunakan pH dibawah 7 termasuk asam dan diatas 7 termasuk basa. PH merupakan variabel kualitas air yg dinamis & berfluktuasi sepanjang hari. Pada perairan generik yang tidak ditentukan kegiatan biologis yang tinggi, nilai pH jarang mencapai diatas 8,lima, namun dalam tambak ikan atau udang, pH air dapat mencapai 9 atau lebih (Boyd, 2002). Perubahan pH ini merupakan imbas pribadi dari fotosintesis yg memakai CO2 selama proses tersebut. Karbon dioksida dalam air bereaksi membentuk asam misalnya yang terdapat pada persamaan pada bawah ini :

CO2 H2O HCO3 - H

Ketika fotosintesis terjadi pada siang hari, CO2 banyak terpakai dalam proses tersebut. Turunnya konsentrasi CO2 akan menurunkan konsentrasi H+ sehingga menaikkan pH air. Sebaliknya pada malam hari semua organisme melakukan respirasi yang menghasilkan CO2 sehingga pH menjadi turun. Fluktuasi pH yang tinggi dapat terjadi jika densitas plankton tinggi. Tambak dengan total alkalinitas yang tinggi mempunyai fluktuasi pH yang lebih rendah dibandingkan dengan tambak yang beralkalinitas rendah. Hal ini disebabkan kemampuan total alkalinitas sebagai buffer atau penyangga (Boyd, 2002).
pH meter merupakan alat untuk mengukur kadar pH air

tiga. Alkalinitas

Alkalinitas merupakan kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam tanpa menurunkan pH larutan. Alkalinitas merupakan buffer terhadap pengaruh pengasaman. Dalam budidaya perairan, alkalinitas dinyatakan dalam mg/l CaCO3. Penyusun utama alkalinitas adalah anion bikarbonat (HC03 -), karbonat (CO3 2- ), hidroksida (OH-) dan juga ion-ion yang jumlahnya kecil seperti borat (BO3 -), fosfat (P04 3-), silikat (SiO4 4-) dan sebagainya (boyd, 1990).
Kertas lakmus dapat digunakan untuk mengukur tingkat alkalinitas air

Peranan krusial alkalinitas pada tambak udang diantaranya menekan fluktuasi pH pagi dan siang dan penentu kesuburan alami perairan. Tambak menggunakan alkalinitas tinggi akan mengalami fluktuasi pH harian yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan tambak menggunakan nilai alkalinitas rendah (Boyd, 2002). Menurut Davis et al. (2004), penambahan kapur dapat menaikkan nilai alkalinitas terutama tambak menggunakan nilai total alkalinitas dibawah 75 ppm.

4. Oksigen Terlarut (dissolved oxygen)

Oksigen terlarut merupakan variabel kualitas air yg sangat penting pada budidaya udang. Semua organisme akuatik membutuhkan oksigen terlarut untuk metabolisme. Kelarutan oksigen pada air tergantung dalam suhu dan salinitas. Kelaruran oksigen akan turun jika suhu dan temperatur naik (Boyd, 1990). Hal ini perlu diperhatikan karena dengan adanya kenaikan suhu air, hewan air akan lebih aktif sebagai akibatnya memerlukan lebih poly oksigen.

Oksigen masuk dalam air melalui beberapa proses. Oksigen dapat terdifusi secara langsung dari atmosfir setelah terjadi kontak antara permukaan air dengan udara yang mengandung oksigen 21% (Boyd, 1990). Fotosintesis tumbuhan air merupakan sumber utama oksigen terlarut dalam air. Sedangkan dalam budidaya udang, penambahan suplai oksigen dilakukan dengan menggunakan aerator (Hargreaves, 2003).
Siklus oksigen terlarut pada suatu perairan

Pada saat cuaca mendung atau hujan dapat merusak pertumbuhan fitoplankton karena kekurangan sinar surya buat proses fotosintesis. Kondisi ini akan menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut lantaran oksigen tidak bisa diproduksi ad interim organisme akuatik tetap mengkonsumsi oksigen. Keterbatasan sinar matahari menembus badan air dapat juga ditimbulkan oleh tingginya partikel yg terdapat dalam kolom air, baik karena bahan organik juga densitas plankton yg terlalu tinggi. Hal ini bisa menyebabkan terganggunya fotosintesis algae yang terdapat di dasar tambak (Hargreaves, 1999).

Tingginya kepadatan tebar (stocking density) dan anugerah pakan (feeding rate) bisa mengakibatkan turunnya kensentrasi oksigen terlarut pada air. Sisa pakan (uneaten feed) dan residu hasil metabolisme menyebabkan tingginya kebutuhan oksigen buat menguraikannya (oxygen demand). Kemampuan ekosistem kolam budidaya buat menguraikan bahan organik terbatas sebagai akibatnya dapat mengakibatkan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dalam air (Boyd, 2004).

5.Biological Oxygen Demand (BOD)

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi (Pescod dalam Salmin, 2005).
Biological Oxygen Demand

Waktu yg dibutuhkan buat proses oksidasi bahan organik secara sempurna sebagai CO2 dan H2O merupakan tidak terbatas. Penghitungan nilai BOD umumnya dilakukan dalam hari ke 5 karena dalam waktu itu persentase reaksi cukup besar , yaitu 70-80% dari nilai BOD total (Sawyer dan MC Carty, 1978 dalam Salmin, 2005).

6. Produktivitas primer

Dalam kolam budidaya, flora air baik macrophyta maupun plankton adalah penghasil utama menjadi asal primer bahan organik. Melalui proses fotosintetis, tumbuhan memakai karbon dioksida, air, cahaya mentari dan nutrien buat menghasilkan bahan organik & oksigen seperti dalam reaksi :

6CO2 6H2O C6H12O6 6O2

Fotosintesis merupakan proses fundamental dalam kolam budidaya. Oksigen terlarut yang diproduksi melalui fotosintesis merupakan sumber utama oksigen bagi semua organisme dalam ekosistem kolam (Howerton, 2001). Glukosa atau bahan organik yang dihasilkan merupakan penyusun utama material organik yang lebih besar dan kompleks. Hewan yang lebih tinggi tingkatannya dalam rantai makanan menggunakan material organik ini baik secara langsung dengan mengkonsumsi tanaman atau mengkonsumsi organisme yang memakan tanaman tersebut (Ghosal et al. 2000).
Siklus fotosintesis pada suatu perairan

Proses biologi lainnya yg sangat krusial dalam budidaya perairan adalah respirasi, dengan reaksi :

C6H12O6 6O2 6CO2 6H2O

Dalam respirasi, bahan organik dioksidasi menggunakan menghasilkan air, karbon dioksida dan tenaga. Pada ketika siang hari proses fotosintesis dan respirasi berjalan secara bersama-sama. Pada malam hari hanya proses respirasi yang berlangsung, sehingga konsentrasi oksigen terlarut pada air turun sedangkan konsentrasi karbon dioksida naik.

Kedua proses tersebut memiliki imbas eksklusif pada budidaya perairan. Oksigen terlarut dibutuhkan organisme buat hidup sedangkan fitoplankton adalah asal primer oksigen terlarut disamping menjadi penyusun utama rantai makanan dalam ekosistem kolam budidaya. Salah satu cara buat menentukan status suatu ekosistem dalam sedimen adalah menggunakan menghitung fotosintesis/respirasi rasio (P/R ratio). Jika P/R ratio lebih mini berdasarkan satu (1) maka sedimen tersebut termasuk heterotropik, dimana karbon lebih banyak dipakai buat respirasi dibandingkan yang dihasilkan menurut fotosintesis. Sedangkan bila P/R ratio lebih besar menurut satu (1) menerangkan sedimen tadi termasuk autotofik, dimana karbon lebih poly diproduksi berdasarkan pada dipakai buat respirasi (Eyre & Ferguson, 2002).

7. Sedimen

Managemen dasar tambak atau sedimen masih kurang diperhatikan jika dibandingkan dengan managemen kualitas air tambak budidaya. Banyak bukti yang mengindikasikan adanya pengaruh yang kuat pertukaran nutrien antara sedimen dengan air terhadap kualitas air (Boyd, 2002).
Kandungan sedimen pada suatu perairan

8. Oxidized Layer

Oxidized layer merupakan lapisan sedimen yang berada paling atas yang mengandung oksigen. Lapisan ini sangat bermanfaat dan harus dipelihara keberadaannya selama siklus budidaya (Boyd, 2002). Pada lapisan tersebut terjadi dekomposisi aerobik yang menghasilkan antara lain : CO2, air, amonia, dan nutrien yang lainnya. Pada sedimen anaerobik, beberapa mikroorganisme menguraikan material organik dengan reaksi fermentasi yang menghasilkan alkohol, keton, aldehida, dan senyawa organik lainnya sebagai hasil metabolisme. Menurut Blackburn (1987) dalam Boyd (2002), beberapa mikroorganisme anaerobik dapat memanfaatkan O2 dari nitrat, nitrit,ferro, sulfat, dan karbon dioksida untuk menguraikan bahan organik dengan mengeluarkan gas nitrogen, amonia, H2S, dan metan sebagai hasil metabolisme.

Beberapa produk metabolisme, khususnya H2S, nitrit, dan amonia berpotensi toksik terhadap ikan atau udang. Lapisan oksigen yang ada dalam permukaan sedimen dapat mencegah difusi sebagian besar senyawa beracun menjadi bentuk yang nir beracun melalui proses kimiawi & biologi ketika melalui bagian atas yang beroksigen. Nitrit diokdidasi sebagai nitrat, ferro dioksidasi menjadi ferri, dan H2S menjadi sulfat (Boyd, 2004c). Selanjutnya dikatakan bahwa kehilangan oksigen dalam sedimen bisa disebabkan sang akumulasi bahan organik yg tinggi sehingga oksigen terlarut terpakai sebelum mencapai bagian atas tanah. Tingkat hadiah pakan yang tinggi & blooming plankton bisa menyebabkan penurunan oksigen terlarut.

9. Bahan Orgnik

Tanah dasar tambak yg mengandung karbon organik 15-20% atau 30- 40% bahan organik tidak baik buat budidaya perairan. Kandungan bahan organik yang baik untuk budidaya udang sekitar 10% atau 20% kandungan karbon organik (Boyd, 2002). Kandungan bahan organik yg tinggi akan mempertinggi kebutuhan oksigen buat menguraikan bahan organik tersebut menjadi molekul yang lebih sederhana sebagai akibatnya akan terjadi persaingan penggunaan oksigen menggunakan biota yang terdapat pada tambak.

Peningkatan kandungan bahan organik pada tanah dasar tambak akan terjadi dengan cepat terutama pada tambak yang menggunakan sistem budidaya secara semi intensif maupun intensif dengan tingkat pemberian pakan (feeding rate) dan pemupukan yang tinggi (Howerton, 2001). Disamping mengendap di dasar tambak, limbah organik juga tersuspensi dalam air sehingga menghambat penetrasi cahaya matahari ke dasar tambak.
Melimpahnya kerang pada dasar perairan merupakan indikasi tingginya kandungan nutrien pada dasar perairan

Limbah tambak yg terdiri dari sisa pakan (uneaten feed), kotoran udang (feces), dan pemupukan terakumulasi pada dasar tambak maupun tersuspensi pada air. Limbah ini terdegradasi melalui proses mikrobiologi dengan menghasilkan amonia, nitrit, nitrat, & fosfat (Zelaya et al., 2001). Nutrien ini merangsang tumbuhnya algae/plankton yang dapat mengakibatkan blooming. Sementara itu beberapa output degradasi limbah organik bersifat toksik terhadap udang pada level eksklusif. Terjadinya die off plankton bisa juga menyebabkan udang stress & kematian karena turunnya kadar oksigen terlarut. Limbah tambak udang mengandung lebih banyak bahan organik, nitrogen, & fosfor dibanding tanah biasa dan mempunyai nilai BOD dan COD yg lebih tinggi (Latt, 2002).

10. Nutrien

Dua nutrien yang paling penting di tambak adalah nitrogen dan fosfor, karena kedua nutrien tersebut keberadaannya terbatas dan dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton (Boyd, 2000). Keberadaan kedua nutrien tersebut di tambak berasal dari pemupukan dan pakan yang diberikan.
Terlalu banyak kandungan nutrien pada perairan dapat mengakibatkan blooming alga

11. Nitrogen

Nitrogen biasanya diaplikasikan sebagai pupuk dalam bentuk urea atau amonium. Di dalam air, urea secara cepat terhidrolisis menjadi amonium yang dapat langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton. Melalui rantai makanan, nitrogen pada fitoplankton akan dikonversi menjadi nitrogen protein pada ikan. Sedangkan nitrogen dari pakan yang diberikan pada ikan, hanya 20-40% yang dirubah menjadi protein ikan, sisanya tersuspensi dalam air dan mengendap di dasar tambak (Boyd, 2002).
Siklus nitrogen pada suatu perairan

Amonium dapat pula teroksidasi sebagai nitrat sang bakteri nitrifikasi yg bisa dimanfaatkan langsung oleh fitoplankton. Nitrogen organik pada plankton yg mati dan kotoran fauna air (feces) akan mengendap di dasar menjadi nitrogen organik tanah. Nitrogen pada material organik tanah akan dimineralisasi sebagai amonia dan balik ke air sehingga bisa dimanfaatkan balik oleh fitoplankton (Durborow, 1997).

12. Fosfor

Fosfor yang ada yang terdapat pada tambak budidaya berasal berdasarkan pupuk seperti ammoniumfosfat dan calsiumfosfat dan berdasarkan pakan. Fosf

Siklus fosfor dalam suatu perairan

or yg terdapat dalam pakan tidak seluruh dikonversi sebagai daging ikan/udang. Menurut Boyd (2002), dua pertiga fosfor pada pakan terakumulasi pada tanah dasar. Sebagian besar diikat oleh tanah dan sebagian kecil larut pada air. Fosfor dimanfaatkan sang fitoplankton pada bentuk ortofosfat (PO4 3-) dan terakumulasi pada tubuh ikan/udang melalui rantai makanan. Phosphat yang tidak diserap oleh fitoplankton akan didikat sang tanah. Kemampuan mengikat tanah ditentukan sang kandungan liat (clay) tanah. Semakin tinggi kandungan liat dalam tanah, semakin meningkat kemampuan tanah mengikat fosfat.

Sumber : Vutut Tuntun

Semoga Bermanfaat...

Checking your browser before accessing

This process is automatic. Your browser will redirect to your requested content shortly.

Please allow up to 5 seconds…

DDoS protection by Cloudflare
Ray ID: