Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Tampilkan postingan dengan label kepiting. Tampilkan semua postingan

Mengenal Jenis Kepiting Beracun

Bicara mengenai kepiting, biasanya kita akan mengacu pada kepiting yang bisa dikonsumsi, misalnya kepiting bakau (Scylla spp.) atau rajungan (Portunus pelagicus). Namun, sebenarnya di dunia ini banyak sekali jenis kepiting, baik itu kepiting dari kelompok Brachyura ataupun Anomura. Brachyura merupakan kelompok kepiting sejati, memiliki 4 pasang kaki gerak yang berkembang sempurna, sedangkan Anomura merupakan kelompok kepiting ‘semu’, hanya memiliki 3 pasang kaki gerak yang berkembang sempurna – kaki gerak keempat sangat kecil atau sulit terlihat.

Dari seluruh spesies yg kini dikenal, sesungguhnya hanya beberapa saja yg mampu dikonsumsi. Bahkan, beberapa spesies kepiting diketahui sebagai spesies yg beracun.

Racun Dalam Tubuh Kepiting

Beberapa jenis racun yang telah diketahui terkandung dalam tubuh kepiting adalah domoic acid, okadaic acid, palytoxin, tetrodotoxin, saxitoxin, neosaxitoxin, surugatoxin, brevetoxin, nereistoxin, dan gonyautoxin. Selain palytoxin, semua racun tersebut termasuk dalam kelompok neurotoxin, yaitu racun yang beraksi terhadap sel saraf, dan biasanya berinteraksi terhadap protein membran.

Domoic acid adalah racun yang bersifat asam. Nama ‘domoic’ berasal dari kata ‘doumoi’, yaitu istilah lokal bahasa Jepang dari alga merah Chondria armata. Menurut Horner (publikasi tahun 1996), racun ini diketahui dapat terakumulasi pada jaringan kepiting dan kerang-kerangan.

Okadaic acid memiliki cara kerja yang mirip dengan domoic acid. Istilah okadaic diambil dari spons laut Halichondria okadai. Namun, penghasil racun ini yang sesungguhnya adalah alga dari kelompok Dinophyta. Meskipun demikian, ternyata racun ini juga dapat terkandung dalam tubuh kepiting.

Palytoxin pertama kali diketahui terdapat pada ikan yang mengkonsumsi zoanthid Palythoa, organisme mirip anemon. Palitoksin bekerja dengan cara membentuk saluran membran baru yang melebihi normal sehingga transpor ion menjadi tidak terkontrol dan menyebabkan malfungsi sel serta jaringan tubuh.

Tetrodotoxin (TTX) dideteksi pertama kali pada ikan suku Tetraodontidae. Racun ini juga merupakan neurotoksin dengan mekanisme penghambatan transpor ion natrium.

Saxitoxin (STX) merupakan senyawa racun nonprotein, bersifat larut air dan juga memiliki efek penghambatan transpor ion natrium. Racun ini memiliki efek yang setara dengan TTX. Menurut Groves dkk (1980), STS dan TTX dihasilkan oleh Dinophyta, meski dapat ditemukan pula pada berbagai macam biota laut.

Racun-racun lain seperti Neosaxitoxin (neoSTX), Brevetoxin, Surugatoxin, Nereistoxin, dan Gonyautoxin juga merupakan neurotoksin yang dapat ditemukan dalam tubuh kepiting meski dalam jumlah yang sedikit. Racun-racun ini juga ditemukan dalam tubuh hewan lain seperti kerang dan cacing laut.

Mengapa kepiting sebagai beracun?

Jika kita melihat klasifikasi racun-racun tersebut, bisa diambil kesimpulan ad interim bahwa sesungguhnya penghasil racun-racun tersebut bukanlah spesies kepiting. Beberapa racun bahkan dihasilkan oleh spesies alga. Jadi, bagaimana sanggup kepiting sebagai beracun?

Menurut Ng (1998), kepiting beracun dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu beracun permanen (sifat toksisitas permanen) dan temporer. Kepiting-kepiting tersebut umumnya merupakan anggota dari suku Xanthidae. Kepiting yang diketahui bersifat beracun permanen adalah Lopozozymus pictor, Demania spp., Zosimus aeneus, Platypodia granulosa dan Atergatis floridus. Sementara itu, kepiting-kepiting yang bersifat beracun temporer contohnya adalah Atergatis integerrimus dan Atergatis spp. (semua spesies Atergatis kecuali Atergatis floridus). Kepiting kategori beracun temporer ini tingkat toksisitasnya tergantung pada habitatnya.
Beberapa jenis kepiting yang memiliki racun

Sampai saat ini paling nir ada 2 hal yg diyakini dapat menjadi penyebab kepiting sebagai beracun, yaitu:

(1) Kontaminasi dan akumulasi racun dari konsumsi makanan,

(dua) Pengaruh tempat asli (terutama eksistensi bakteri, alga dan organisme produsen racun).

Beberapa penelitian pada dua atau tiga dekade yang lalu menyebutkan bahwa sumber makanan utama dari spesies kepiting beracun adalah Dinophyta, kerang-kerangan (Bivalvia dan Gastropoda), cacing (Polychaeta) serta beberapa spesies alga. Pola konsumsi semacam ini dapat menyebabkan kepiting mengakumulasi racun-racun tersebut karena ternyata racun-racun seperti TTX, STX dan okadaic acid diketahui dihasilkan oleh Dinophyta.

Pertanyaan menarik merupakan, bagaimana racun-racun menurut kuliner tersebut bisa terakumulasi dan mengapa justru tidak mengakibatkan keracunan pada kepiting-kepiting tadi. Mekanisme eksositosis & endositosis diduga bertenaga sebagai jalan bagi zat racun terakumulasi pada tubuh kepiting. Ng (1998) menyampaikan bahwa senyawa racun paling banyak ditemukan dalam organ hati usus & gonad kepiting. Lehane (2000) membicarakan liputan dari penelitian Negri dan Llewllyn bahwa beberapa spesies dari suku Xanthidae mempunyai mekanisme pertahanan terhadap racun (STX, TTX dan turunanna). Mekanisme ini adalah dengan membuat protein haemolimph yg secara farmakologi sama dengan saxiphilin, yaitu senyawa yg dapat mengikat racun.

Habitat pula mensugesti taraf toksisitas kepiting, terutama kepiting-kepiting yg bersifat beracun temporer. Keberadaan alga, bakteri & organisme penghasil racun pada suatu daerah asal dapat berperan penting sebagai penyebab kepiting (& pula fauna lain misalnya kerang & ikan) menjadi beracun. Bakteri misalnya Pseudomonas sp.,Alteromonas sp., Moraxella sp., dan Acinetobacter sp. Diketahui jua mampu membuat STX dan neoSTX secara otonom. Bakteri lain dari grup Vibrionaceae diketahui dapat menghasilkan TTX. Bakteri-bakteri ini dapat berasosiasi dengan kepiting (contohnya bersimbiosis & hidup dalam bagian di bawah karapas kepiting) & menyebabkan meningkatnya toksisitas kepiting tadi.

Selanjutnya, insiden meledaknya populasi alga berbahaya (terutama yang dapat memproduksi racun) dalam suatu habitat kepiting jua bisa sebagai penyebab meningkatnya toksisitas kepiting. Kepiting-kepiting suku Xanthidae umumnya mempunyai konduite ?Malas? Berkecimpung sebagai akibatnya wilayah jelajahnya terbatas. Apabila habitatnya sedang mengalami ledakan populasi alga produsen racun, sifat ?Malas? Berkiprah ini akan meningkatkan peluang kontaminasi & akumulasi senyawa beracun pada tubuh kepiting.

Sumber : Rubrik Biologi.Majalah 1000 Guru. August 2013

Semoga Bermanfaat...