Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Chlorella merupakan salah satu jenis fitoplankton yang banyak digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya digunakan sebagai makanan rotifera atau sebagai media budidaya larva ikan.

Budidaya Chlorella dapat dilakukan dalam skala laboratorium dan skala lapangan. Dalam budidaya Chlorella di skala laboratorium digunakan wadah berupa erlenmeyer. Hasil budidaya pada skala laboratorium pada umumnya digunakan sebagai stock untuk budidaya massal. Dalam kegiatan budidaya skala laboratorium wadah harus dibersihkan dan disanitasi. Umumnya pencucian dapat menggunakan deterjen dan dibilas sampai bersih kemudian dikeringkan. Setelah kering kemudian wadah disanitasikan dengan cara direbus pada suhu 1100C.

Air yang digunakan juga harus bersih. Air yang digunakan dapat berupa air sumur atau air mata air atau akuades. Untuk air mata air atau air sumur sebaik air difilter terlebih dahulu untuk menyaring partikel yang tersuspensi dalam air. Selajutnya air juga harus disanitasi dengan cara merebus air sampai mendidih, sehingga air yang digunakan bebas dari kontaminasi plankton lain. Selanjutnya erlenmeyer yang sudah diisi air sebanyak satu liter ditempatkan pada rak yang dilengkapi dengan selang aerasi dan lampu neon. Hal ini dilakukan supaya cahaya cukup untuk proses fotosintesis Chlorella, yang memerlukan intensitas cahaya antara 2500 – 5000 lux dan agar Chlorella tidak mengendap. Dalam budidaya di dalam laboratorium sebaiknya dilakukan pada suhu antara 21-250C, dengan tujuan agar pertumbuhannya tidak terlalu cepat.

Setelah persiapan wadah selesai kemudian dilakukan pemupukan. Pemupukan ini dilakukan agar kebutuhan unsur hara dari Chlorella terpenuhi sehingga Chlorella dapat berkembang. Adapun pupuk yang dapat digunakan untuk skala laboratorium ini adalah pupuk Walne, seperti yang tertera pada Tabel 1. Gunakan 1 ml larutan A pada Tabel 1 tersebut untuk setiap liter media budidaya.

Tabel 1. Komposisi pupuk Walne buat phytoplankton

Untuk budidaya Chlorella skala massal dapat digunakan wadah berupa bak fiber atau bak beton yang berbentuk bulat atau persegi.

Volume wadah untuk budidaya Chlorella secara massal berkisar antara 500 l (minimal) dan 200 ton. Selanjutnya kedalaman air minimal dalam wadah budidaya adalah 40 cm. Hal ini dimaksudkan agar suhu dalam wadah tidak terlalu tinggi pada siang hari dan tidak terlalu dingin pada malam hari.

Untuk skala masal wadah biasanya ditempatkan pada luar ruangan dan mendpat cukup cahaya surya

Dalam budidaya Chlorella skala massal disamping volume dan kedalaman air, bentuk permukaan bak juga harus mendapatkan perhatian. Permukaan bak sebaiknya mampunyai bentuk yang licin agar supaya mudah dibersihkan dari kotoran atau lumut. Bak dibersihkan dengan cara menyikat dinding dan dasar bak sampai semua kotoran hilang.

Sama halnya seperti budidaya dalam laboratorium, air yg akan dipakai pada budidaya massal jua wajib disanitasi. Pada umumnya air tawar yg digunakan bisa bersumber berdasarkan air sumur. Air yang digunakan terlebih dahulu dibersikan menggunakan jalan penyaringan (pencucian air secara fisik). Penyaringan air tawar dapat dilakukan menggunakan filter pasir sebelum masuk ke dalam bak budidaya & pada ujung saluran/selang air yang akan dimasukkan ke bak, perlu diberi kantung penyaring dengan berukuran lubang 25 mm. Hal ini dilakukan untukmencegah masuknya zooplankton melalui air yang akan memakan fitoplankton. Setelah air disaring secara fisik air jua harus disanitasi buat mematikan fitoplankton lain dan telur-telur zooplankton yg lolos saringan.

Sanitasi dapat dilakukan menggunakan menggunakan chlorine dengan takaran 30 ppm (30 g/ton air). Pada umumnya bak budidaya diisi air sebesar 85-90% dari kapasitas. Sebagai contoh dalam bak berukuran 20 ton, hanya diisi air tawar sebanyak 18 ton. Air disanitasi dengan memakai chlorine 30 ppm selama 6 jam. Setelah chlorine dimasukkan, air diaerasi sampai chlorine tercampur rata diseluruh badan air dan sesudah itu aerasi dimatikan. Untuk menetralkan chlorine, air diberi Na?Thiosulfate 10 ppm dan diaerasi kuat.

Setelah air dibersihkan dan disanitasi kemudian air diaeresi kembali. Untuk bak berukuran besar sebaiknya setiap jarak 1 meter diberi satu titik aerasi. Setelah air diaerasi kemudian dilakukan pemupukan. Pemupukan dilakukan dengan tujuan agar unsur hara yang dibutuhan Chlorella dapat terpenuhi sehingga dapat menghasilkan Chlorella dengan kepadatan yang tinggi. Adapun pupuk yang digunakan untuk skala masal berbeda dengan pupuk yang digunakan dalam skala laboratorium. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan faktor ekonomis.

Adapun pupuk yg dipakai dalam skala massal bisa ditinjau dalam Tabel 2.

Tabel 2. Berbagai kombinasi pupuk untuk media Chlorella

Sesuai bahan yang tersedia, jenis pupuk yang akan digunakan dapat dipilih diantara kombinasi pupuk di atas. Satu hari setelah pemupukan kemudian bibit Chlorella dapat ditebar. Jumlah bibit yang ditebar harus mencukupi. Sebagai contoh bibit dengan volume 1 liter tidak bisa digunakan untuk dijadikan bibit pada skala massal. Hal ini disebabkan pencapaian waktu yang dibutuhkan untuk mencapai popolasi puncak lama. Oleh karena itu perlu dilakukan upscaling ( budidaya pada volume wadah yang berurutan mulai dari yang terkecil sampai terbesar) yang akan dijelaskan kemudian.

Selama budidaya Chlorella dilakukan, aerasi perlu diberikan agar terjadi pencampuran air, sehingga semua sel Chlorella bisa mendapatkan pupuk yang diperlukan. Selain itu aerasi berguna untuk menghindari stratifikasi suhu air, dan memberikan kesempatan terjadinya pertukaran gas, dimana udara adalah sebagai sumber gas CO2 untuk keperluan fotosintesis Chlorella, sekaligus untuk mencegah naiknya pH air. Fitoplankton dapat mentolerir pH air 7–9 dan optimum pada pH 8,2 – 8,7.

SUMBER:

Jusadi D., 2003.  Modul Budidaya Rotifera - Budidaya Pakan Alami Air Tawar. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta.

Coutteau, P. 1996. Micro?Algae, p. 7?48. In P. Lavens and P. Sorgeloos (eds) Manual on the production and used of live food for aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper 361..

Checking your browser before accessing

This process is automatic. Your browser will redirect to your requested content shortly.

Please allow up to 5 seconds…

DDoS protection by Cloudflare
Ray ID: