Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

DESKRIPSI TEKNOLOGI

Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi

Rajungan (Portunus pelagicus) sekarang sudah sebagai salah satu komoditas perikanan yg bernilai ekonomis tinggi. Hasil olahan komoditas tersebut menjadi salah satu kuliner kegemaran (luxury food) di Amerika dan negara Eropa. Rasa yang enak dan kandungan nutrisi cukup tinggi (healty food) mengakibatkan permintaan akan komoditas ini semakin meningkat.

Hasil olahan rajungan atau yg juga dikenal menggunakan nama Blue Swimming Crab banyak diekspor ke pasaran Amerika, Australia, Jepang & Uni Eropa. Pasokan daging olahan tadi bahkan menaruh kontribusi 80% terhadap market share Amerika. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat setiap tahunnya nilai ekspor rajungandan rajungan mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 menempati urutan ketiga setelah udang dan tuna yaitu sejumlah 21.510 ton dengan nilai 170 juta dolar Alaihi Salam. Sedangkan buat tahun 2011 nilai ekspor rajungandan rajungan mencapai 250 juta dolar Alaihi Salam atau mengalami kenaikan 10 - 20 persen.

Hasil samping (by product) produksi rajungan berupa cangkang atau karapasnya rajungan pula mempunyai nilai jual relatif tinggi. Berat cangkang berkisar 25 - 50% menurut bobot tubuh. Cangkang adalah keliru satu asal chitin dan bisa diolah menjadi senyawa-senyawa polisakarida seperti chitin [(C8H13NO5)n]. Chitin tersebut dapat diolah lebih lanjut sebagai chitosan [(C6H11NO4)n] & glucosamin (C6H13NO5). Produk chitin dan chitosan sangat diharapkan dibanyak bidang, terutama kedokteran, farmasi, industri tekstil, pengolahan limbah, pertanian, peternakan dan perikanan sebagai akibatnya dapat mendukung & mensukseskan acara blue economy Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Hingga saat ini, bahan baku mentah rajungan masih mengandalkan output penangkapan berdasarkan alam. Usaha budidaya pada tambak atau karamba telah mulai dirintis, namun belum memberikan kontribusi terhadap penambahan volume ekspor. Harga yg semakin meningkat & permintaan pasar yg semakin poly mendorong terjadinya penangkapan rajungan secara akbar-besaran. Penangkapan rajungan pada beberapa daerah dirasakan semakin semakin tinggi kemudian cenderung stagnan. Sebagai model, output tangkapan rajungan di Sulawesi Selatan pada tahun 2003 sudah mengalami penurunan menjadi dua.886,9 MT dari kisaran tiga.335,tiga MT dalam tahun sebelumnya. Penurunan stok populasi ini, jika nir diantisipasi, akan berpotensi menurunkan donasi bagi pendapatan asli daerah dan menghilangkan kesempatan kerja khususnya di daerah pesisir.

Melihat hal tersebut, maka upaya penyediaan bahan standar mentah rajungan secara periodik perlu dilakukan. Salah satu upaya buat dapat memenuhi bahan standar mentah merupakan menggunakan melakukan budidaya atau melakukan penebaran benih melalui aktivitas culture based fisheries (CBF) dalam daerah asal rajungan yg bertujuan untuk peningkatan stok populasi (stock enhancement). Kedua aktivitas tersebut bisa berjalan sinergi yg bertujuan buat ketersediaan bahan baku rajungan. Selain itu aktivitas culture based fisheries (CBF) adalah tuntutan konsumen luar negeri buat memastikan produk yg mereka gunakan adalah sumberdaya yang berkelanjutan (environment suistanable) yg tetap terjaga kelestariannya. Kendala utama dalam melakukan budidaya atau culture based fisheries (CBF) merupakan ketersediaan benih. Selama ini, benih rajungan hanya diperoleh berdasarkan hasil tangkap pada alam. Akan namun, degradasi lingkungan & over exploitation terhadap rajungan sangat berpengaruh terhadap ketersediaan benih pada alam. Dengan demikian, upaya perbenihan dibutuhkan sebagai solusi bagi ketersediaan & kontinyuitas benih. Perkembangan teknologi pembenihan rajungan memiliki manfaat yg signifikan antar lintas sektor usaha selain berkembangnya segmentasi usaha baru budidaya perikanan sektor industri perikanan tangkap mendapat manfaat yg cukup signifikan dari perkembangan teknologi pembenihan rajungan. Dengan teknologi pembenihan rajungan kebutuhan benih buat aktivitas culture based fisheries (CBF) dapat tersedia menggunakan mutu terjamin baik kualitas juga kuantitasnya. Dengan aktivitas culture based fisheries (CBF) yang rutin & kontinyu pendapatan nelayan penangkapan rajungan meningkat dan kebutuhan bahan standar bagi industri pengolahan terpenuhi.

PENGERTIAN / DEFINISI

a. Culture Based Fisheries (CBF) adalah Pengelolaan Perikanan Berbasis Budidaya pada rangka menaikkan produktivitas perairan umum menggunakan menitikberatkan dalam penambahan atau mempertahankan organisme perairan, memperbaiki lingkungan perairan, dan mempertinggi produksi perikanan.

B.Stock enhancement merupakan aktivitas peningkatan stok yang meliputi seluruh kegiatan yang bermuara dalam penebaran benih rajungan buat peningkatan stok pada perairan generik & bahari (habitatnya).

C.Over exploitation adalah pemanfaatan hasil sumberdaya rajungan yang berlebihan & tidak bertanggungjawab tanpa memperhatikan kelestariannya.

D. Substrat adalah tempat induk rajungan berlindung dan mengerami telurnya.

E. Pemilahan ukuran (grading) : Pemisahan berukuran benih rajungan dari ukuran tertentu buat keseragaman benih dan menghindari kematian akibat kanibalisme.

F. Shelter : Tempat berlindung benih/larva rajungan untuk menghindari kanibalisme

g. Sekat ? Sekat Pemeliharaan Induk adalah Tempat pemeliharaan induk denganpembatas yg terbuat menurut bambu / kayu buat menghindari kanibalisme.

H. Tingkat Kematangan Ovarium merupakan Tingkatan perkembangan ciri seks sekunder pada induk rajungan

I. Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) adalah cara mengembangbiakan ikan menggunakan cara melakukan manajemen induk, pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva/benih pada lingkungan yang terkontrol, melalui penerapan teknologi yang memenuhi persyaratan biosecurity, bisa telusur (traceability) & keamanan pangan (food paling aman).

J. Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan Dokumen yang menjelaskan cara kerjasuatu proses produksi pembenihan rajungan.

K. Biosecurity adalah upaya pengamanan sistem pembenihan berdasarkan kontaminasi organisme pathogen berdasarkan luar & mencegah berkembangnya organisme pathogen ke lingkungan pembenihan rajungan.

APLIKASI TEKNIS

Kegiatan Pra Produksi

Kegiatan pra produksi pembenihan rajungan meliputi kegiatan pengetahuan mengenai pengenalan biologi rajungan yg mencakup sosialisasi spesies, morfologi, tempat asal, kebiasaan makan, perkembangan & pertumbuhan rajungan.

A. Sistematika

Rajungan adalah biota laut dengan sistematika menjadi berikut :

b. Morfologi

Secara umum, rajungan mempunyai karapas yg lebar, berbentuk bundar pipih menggunakan warna yang sangat menarik. Lebar kaparas dapat mencapai berukuran dua 1/3 berukuran panjang. Permukaan karapas mempunyai granula halus dan kedap atau malah kasar dan sporadis. Pada kiri & kanan karapas terdapat duri besar dengan jumlah sembilan buah dan empat butir antara ke 2 matanya serta memiliki lima pasang kaki jalan. Kaki jalan pertama akbar, disebut menggunakan capit yg berfungsi memegang mangsa. Kaki jalan ke- dua, ke-3 dan ke-4 permanen berfungsi sebagaimana biasa sedangkan kaki jalan terakhir mengalami modifikasi pada dua ruas terakhir. Modifikasi berbentuk pipih dan terdapat bundar seperti sebuah dayung, berfungsi menjadi indera renang. Dayung tersebut mempunyai keistimewaan bisa berputar 360?, sebagai akibatnya memunyai kecepatan yg lebih dibanding rajungan jenis lain. Oleh karenanya, rajungan juga acapkali pula disebut menjadi rajungan yg pandai berenang (swimming crab). Jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dengan capit yg lebih panjang berdasarkan betina. Warna dasar rajungan jantan merupakan kebiru ? Biruan dengan bercak putih terang, sedang betina berwarna kehijau ? Hijauan menggunakan rona relatif kusam. Perbedaan rona ini nampak kentara dalam individu yg relatif besar walaupun belum dewasa. Jenis kelamin rajungan dapat dibedakan secara eksternal. Rajungan jantan organ kelaminnya menempel dalam bagian perut berbentuk segitiga dan relatif meruncing. Betina bentuknya cenderung membulat berbentuk huruf V atau U terbalik. Perbedaan jenis kelamin pula dapat dilakukan dengan membandingkan berat capit terhadap berat tubuh. Pada perkembangan awal ketika lebar karapas antara 3 ? 10 cm, berat capit mencapai kisaran 22 % menurut berat tubuh. Setelah berukuran karapasnya mencapai 10 ? 15 cm, capit rajungan jantan menjadi lebih besar , berkisar 30 ? 35 % menurut berat tubuh, ad interim capit betina sama 22 % dari berat tubuh.

Gambar 1. Tampak atas rajungan betina (2A), tampak bawah abdomen betina (2B). Tampak atas rajungan jantan (2C) dan tampak bawah abdomen jantan (2D)

c. Habitat Rajungan

Penyebaran rajungan mencakup wilayah Atlantik, Lautan teduh, Laut Merah, Jepang, Selandia Baru, Pantai Timur Afrika dan Indonesia serta ditemukan jua pada Singapura, Philipina, Australia, Jepang & China. Rajungan dapat hidup pada aneka macam ragam habitat, termasuk tambak- tambak ikan di perairan pantai yang menerima masukan air laut dengan baik. Kedalaman perairan loka rajungan ditemukan berkisar antara 0 ? 60 m. Substrat dasar daerah asal sangat majemuk mulai berdasarkan pasir kasar, pasir halus, pasir bercampur lumpur, hingga perairan yg ditumbuhi lamun. Rajungan hayati pada daerah estuaria lalu bermigrasi ke perairan yang mempunyai salinitas lebih tinggi. Saat sudah dewasa, rajungan yg siap memasuki masa perkawainan akan bermigrasi pada daerah pantai. Setelah melakukan perkawinan, maka akan kembali ke bahari buat menetaskan telurnya. Saat fase larva masih bersifat planktonik yang melayang ? Layang dilepas pantai, sedangkan fase megalopa berada pada dekat pantai dan balik ke daerah eustaria setelah mencapai rajungan belia.

D. Kebiasaan Makan

Saat masih larva, rajungan cenderung sebagai pemakan plankton (Plankton feeder). Semakin besar berukuran tubuh, rajungan akan sebagai omnivora atau pemakan segala. Jenis pakan yang disukai waktu masih larva antara udang ? Udangan misalnya rotifera sedangkan saat dewasa telah sebagai hewan pemakan daging dan tumbuh-tumbuhan scavenger dan bersifat kanibal akan memakan segala misalnya ikan rucah, bangkai binatang, siput, kerang-kerangan, tiram, moluska & jenis crustacea lainnya terutama udang-udang kecil, pemakan bahan tersuspensi di dataran lumpur & bahan terdeposit. Kebiasaan dalam mencari makan adalah membenamkan diri dalam pasir dan hanya menonjolkan ke 2 matanya. Rajungan bersifat menunggu ikan atau invertebrata lainya yang mendekat buat diserang & dimangsa.

E. Perkembangan dan Pertumbuhan Rajungan

Induk yang matang gomad saat ovulasi akan mengeluarkan telur. Sebelum dilepaskan keluar tubuh, telur tadi akan & melalui spermateka, yaitu kantung sperma yg ada dalam bagian pleopod betina. Spertemateka umumnya telah berisi sperma jantan yg sudah dititipkan waktu terjadi perkawinan atau kopulasi. Umumnya, telur yg melewati spermateka secara otomatis akan terbuahi.

Telur yang keluar berdasarkan tubuh akan terkumpul dengan bantuan pleopod dan dierami pada bagian bawah abdomen. Masa pengeraman atau inkubasi berkisar 9 ? 10 hari. Saat telur pertama kali pada erami akan berwarna kuning belia. Proses embriogenesis mengakibatkan warna berubah menjadi oranye, lalu coklat kehitaman. Warna coklat kehitaman menerangkan bahwa bintik mata (eye spot) telah terbentuk.

Gambar 2. Perkembangan warna dalam masa inkubasi induk rajungan pasca melepaskan telur (salin). Warna oranye menampakan masa inkubasi tiga ? 4 hari (kiri), warna coklat kehitaman berkisar 5 ? 6 hari (kanan)

Bila saat menetas tiba, induk rajungan akan mengais deretan telur memakai kaki jalan. Telur rajungan akan menetas sebagai pre zoea atau langsung menjadi zoea. Pre zoea akan menjadi zoea selesainya kurang lebih 30 mnt menetas. Zorea yg sehat berwarna transparan cerah & berenang mendekati permukaan air. Zoea rajungan bersifat melayang dalam air (planktonis) & akan melalui empat sub stadia zoea selama 8 ? 9 hari. Pada zoea 1, nampak bahwa karapas memiliki sepasang mata yang tidak bertangkai, sepasang spina lateralis si samping kiri & kanan yg pendek dan tajam, sebuah spina dorsalis dibagian punggung & sebuah spina seperti rostrum yg lebih pendek berdasarkan spina dorsalis. Abdomen terdiri dari 5 ruas dan di ujung abdomen masih ada telson yg terdiri dari 2 furca. Perkembangan pada sub stadia ini akan dilewati selama 2 ? Tiga hari. Memasuki zoea dua, mata mulai bertangkai & pada telson terlihat tambahan sebuah rambut sederhana (simple setae) sempurna dibagian tengah lengkungan sebelah dalam. Pada bagian ventral cephalothorax, nampak tonjolan pada periopod 1 hingga ke-5. Pada kondisi optimal, perkembangan dalam sub stadia zoea 2 akan dilewati selama 2 hari. Saat memasuki zoea 3, abdomen telah bertambah menjadi 6 ruas. Tonjolan dalam periopod 1 nampak berkembang lebih besar pada banding yang lain. Selain itu, terlihat pula tonjolan pleopod dalam bagian abdomen. Perkembangan sub stadia zoea tiga akan berlangsung selama 2 hari. Pada zoea 4, periopod 1 mulai mengembang berbentuk capit sedangkan pleopod ke-2 sampai ke-5 akan berkembang semakin panjang. Sub stadia zoea 4 akan pada lalui selama 2 hari.

Selanjutnya larva melakukan metamorfosis sebagai megalopa. Metamorfosis zoea dilakukan melalui perobekan lapisan kulit pada bagian punggung yaitu antara cephalothorax dan abdomen. Pada fase ini, bentuk telah mulai mirip rajungan dewasa, tubuhnya makin melebar, kaki dan sepitnya makin kentara wujudnya, sedangkan mata akan mengembang. Karapas berbentuk segi empat memanjang tanpa spina dorsalis & lateralis. Panjang karapas homogen-homogen mencapai 1,40 mm, diukur dari bagian frontal mata sampai posterior. Lebar karapas rata-rata mencapai 1,20 mm, diukur pada bagian terlebar mulai tepi kanan sampai tepi kiri. Pada karapas masih terlihat rostrum yg tajam & menonjol ke depan dengan panjang berkisar 1/2 berdasarkan antena. Periopod 1 berbentuk capit sedangkan abdomen menjadi lebih pendek & terlihat kaku. Salah satu ciri bahwa megalopa telah melakukan metamorfosis adalah timbulnya kanibalisme. Pada fase megolopa nir terdapat sub stadia misalnya pada zoea dan telah bersifat menetap pada dasar substrat (benthik). Setelah lima ? 6 hari maka megalopa akan berubah menjadi crab atau rajungan belia.

Crab 1 ditandai dengan panjang karapas yang lebih pendek dibanding lebarnya. Dua ruas terminal yaitu propodus dan dactylus pada pasangan periopod ke-lima telah sangat memipih & berfungsi buat berenang. Abdomen sudah terlihat mengecil dan terlipat pada bagian bawah cephalothorax. Crab muda terlihat senang membenamkan diri dalam substrat pasir.

Selama proses tumbuh menjadi dewasa, rajungan akan mengalami beberapa kali pergantian kulit atau moulting. Pergantian kulit terjadi lantaran rangka luar pembungkus tubuhnya nir lagi dapat mengembang sehingga perlu dibuang & diganti menggunakan yg lebih akbar. Rajungan yg baru berganti kulit, tubuhnya masih sangat lunak sehingga diharapkan beberapa waktu buat dapat membentuki kulit pelindung yg keras. Frekuensi ganti kulit akan berkurang jika rajungan telah bertelur. Umumnya hanya berlangsung sekali setahun atau bahkan mungkin hanya sekali pada beberapa tahun. Pada rajungan dewasa, aktivitas ganti kulit dihentikan dan akan berlangsung kegiatan reproduksi atau pertumbuhan somatik.

Persyaratan Teknis

a. Sumber Air

Sumber air yang digunakan buat operasional kegiatan merupakan air laut. Air laut yg dipakai harus higienis bebas dari bahan pencemar, jauh berdasarkan kegiatan industri (pabrik, pelabuhan dll), usahakan dipilih lokasi pesisir pantai berkarang atau berpasir & nir berlumpur. Bila kondisi perairan berlumpur diharapkan bak pengendapan untuk mendapat air yg sinkron kelayakan hidup rajungan. Penggunaan system sand filter disrankan buat mengurangi bakteri pathogen yang merugikan. Perairan yg mengandung kadar besi tinggi tidak disarankan lantaran memerlukan porto operasional lebih buat perlakuan awal. Air usahakan dialirkan menggunakan cara gravitasi namun bila nir memungkinkan sebaiknya dibuat sistem tandon/ penampungan air.

B. Lokasi

Lokasi pembenihan sebaiknya dekat menggunakan akses jalan raya, telepon, listrik (PLN) & kawasan budidaya perikanan buat memudahkan pemasaran output pembenihannya. Untuk mengurangi biaya operasioanal sebaiknya lokasi pada pesisir pantai sebagai akibatnya memudahkan pada pemompaan air laut yang adalah kebutuhan utama operasioanal pembenihan rajungan. C. Peralatan Perikanan Peralatan yang dibutuhkan buat kegiatan pembenihan mencakup pompa & sistem aliran air, hiblow atau blower buat sumber aerasi,alat-alat sistem aerasi, baskom, ember, timbangan, tabung oksigen dan regulator, thermometer, refraktometer, pH meter (optional), DO meter (optional), dan mikroskop (optional).

D. Bahan Perikanan

Bahan perikanan yang digunakan buat proses pembenihan rajungan mencakup : induk jantan dan betina, pakan induk, artemia, alga (Nannochloropsis sp.) dan rotifer (Brachionus sp.), pakan buatan, obat ? Obatan/probiotik & formalin.

E. Wadah

Proses pengelolaan induk memerlukan wadah berupa bak beton ukuran lima m X dua m X 1 m yang dilengkapi penyekat dan substrat pasir putih setinggi 30 centimeter. Ataupun bisa mengguanakan bak fiber persegi ukuran lima m X 1 m X 1 m yang dilengkapi penyekat dan substrat pasir putih, proses pemijahan/ penetasan induk dapat memakai fiber bulat kapasitas 500 Liter warna gelap. Wadah pemeliharaan larva bisa berupa fiber glass konikal kapasitas 250 liter rona gelap atau bak beton ukuran 5 m X 2 m X 1 m. Corong penetasan artemia kapasitas 20 ? 30 liter. Bak plankton berupa bak beton ukuran 10 m x 4 m x 1,5 m sebanyak 4 butir dan bak kultur rotifer ukuran tiga m X 1,5 m X 1 m sebanyak 6 ? 8 buah. Sedangkan buat hatchery skala rumah tangga (HSRT/ backyard) umumnya bak pemeliharaan larva hanya ditutup menggunakan terpal.

Tabel 1. Spesifikasi Wadah / Bak Pembenihan Rajungan

Bak pemeliharaan larva stadia zoea sebaiknya memakai bak fiberglass konikal volume 250 L. Bak konikal mempunyai beberapa keunggulan antara lain: lebih efektif dalam pengontrolan & pengeluaran kotoran, kepadatan larva bisa lebih tinggi, kebutuhan pakan alami terutama Brachionus dapat dioptimalkan.

F. Panti Benih

Panti benih bisa berupa bangunan permanen atau semi tetap. Secara prinsip, bangunan harus dapat memanfaatkan panas secara alami dan pemanasan buatan hanya dipakai bila syarat darurat. Pemanfaatan panas alami bisa dilakukan dengan pengaturan tinggi & atap bangunan. Tinggi bangunan cukup diadaptasi menggunakan kebutuhan kemudian lintas pelaksana pembenihan dan wadah pembenihan. Atap bangunan dapat menggunakan bahan fiberglass tembus cahaya yang diubahsuaikan dengan kebutuhan kelayakan hidup benih rajungan. Ruang indoor wajib bisa mempertahankan suhu ruang supaya relatif tinggi menggunakan kisaran 36 ? 42oC (suhu air media pemeliharaan larva/benih berkisar antara 28-31 C). Suhu cukup o tinggi/optimal tadi akan menunjang laju pertumbuhan lebih cepat, konversi pakan lebih kecil, dan resiko terjangkit penyakit lebih rendah. Untuk bak-bak larva/benih pada hatchery skala rumah tangga (HSRT/backyard) umumnya relatif menutupnya menggunakan terpal.

Gambar tiga. Contoh skema layout pembenihan Rajungan

Prosedur Teknis / Standar Operasional Prosedur (SOP)

Teknologi pembenihan rajungan (Portunus pelagicus) merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai menurut kegiatan persiapan wahana prasarana dan sterilisasi air, pemilihan dan pemeliharaan induk, penetasan larva, pemeliharaan larva, pengelolaan pakan, kultur & pengkayaan pakan alami, pemeliharaan megalopa dan crablet, pengelolaan kualitas air, pemilahan ukuran (grading) & panen. Rangkaian aktivitas tersebut adalah satu kesatuan pada aplikasi penerapan teknologi pembenihan rajungan (Portunus pelagicus). Adapun penerapan masing ? Masing rangkaian kegiatan tadi sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) adalah menjadi berikut :

a. Persiapan Sarana Prasarana & Sterilisasi Air

Persiapan wahana, prasana & sterilisasi air adalah langkah awal pada proses pembenihan buat menunjang keberhasilan kegiatan yang akan dilaksanakan. Persiapan wahana prasarana meliputi aktivitas persiapan dalam bak tandon air, bak induk, bak penetasan & bak pemeliharaan larva. Persiapan dilakukan dengan mencuci & menggosok menggunakan larutan kaporit 15 ppm atau menggunakan deterjen. Selanjutnya dibilas menggunakan air streril. Aerasi & kelengkapannya serta seluruh peralatan yang akan digunakan pada proses produksi direndam dalam larutan formalin 100 ppm selama 24 jam. Peralatan tadi kemudian dibilas menggunakan air steril hingga bersih. Peralatan tersebut lalu dikeringkan minimal 24 jam sebelum digunakan. Air yang dipakai dalam proses produksi merupakan output berdasarkan proses filtrasi menggunakan metode sand filter. Filter tersebut bertingkat mulai dari lapisan batu kali, arang, ijuk & pasir kwarsa, lalu ditampung dalam bak penampungan. Air bersih sebelum masuk ke bak pemeliharaan larva disterilkan memakai radiasi lampu ultraviolet. Penyinaran lampu ultraviolet ini bertujuan buat membunuh bakteri patogen yang mungkin terdapat dalam air.

B. Pemilihan dan Pemeliharaan Induk

Induk yang dipakai pada pemeliharaan rajungan adalah induk alam output tangkapan nelayan yg diperoleh dari pengumpul. Induk ? Induk tadi kemudian diseleksi dengan persyaratan : organ tubuh lengkap, tidak cacat, gerakan lincah, berat induk antara 150 ? 250 gr dengan panjang karapas antara lima-8 centimeter & lebar karapas 10-13 centimeter. Induk setidaknya sudah mencapai tingkat kematangan ovarium (TKO) II yg berwarna putih buram waktu diamati menurut sambungan (joint) antara karapas menggunakan abdomen terakhir. Induk yang sudah diseleksi kemudian dibawa ke lokasi pembenihan. Setelah hingga pada lokasi pembenihan semua induk rajungan diadaptasikan menggunakan syarat lingkungan pembenihan. Sterilisasi dan pencegahan terhadap infeksi penyakit & parasit dilakukan dengan merendam induk pada larutan formalin sebelum dimasukkan ke bak pemeliharaan. Tiap induk dimasukkan pada wadah/waskom yang diisi air laut 10 Liter dengan kandungan 25 ppm larutan formalin. Perendaman dilakukan selama 15 ? 30 mnt, serta diaerasi terus menerus. Induk kemudian dimasukkan kedalam bak pemeliharaan induk ukuran 1,5 m x dua m x 1 m dengan kepadatan 1 - dua individu /m2. Perbandingan antar induk jantan & betina merupakan 1 : 1. Ketinggian air pemeliharaan induk berkisar 20 ? 30 cm. Air yang dipakai merupakan air steril menggunakan salinitas 30 ? 33 ppt. Kanibalisme antar induk dicegah dengan sekatsekat bambu yg berisi 1 individu induk dalam satu sekat. Sekat ? Sekat dibuat dengan ukuran 60 X 60 X 60 centimeter. Sekat diatur sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pengontrolan. Sekat pemeliharaan induk bisa terbuat berdasarkan bambu atau kayu.

Dasar bak berisi hamparan substrat pasir koral dengan tinggi sekitar 10 ? 15 cm. Pada subtrat diletakkan rabat pipa PVC dengan diameter berkisar 20 - 30 cm. Sebagai sumber oksigen di dalam air, bak dilengkapi menggunakan aerasi. Batu aerasi dipasang dengan tinggi lima centimeter pada atas permukaan pasir agar nir menyebabkan dasar pasir teraduk. Pengamatan induk dilakukan setiap hari buat mengetahui induk tadi telah siap memijah atau belum. Selama masa pemeliharaan induk diberi pakan cumi ? Cumi, kerang dan ikan rucah menggunakan perbandingan 70 % : 30 %. Jumlah pakan antara 10 ? 15 % dari bobot tubuh setiap hari. Pakan diberikan dua kali sehari pada pagi & sore hari dengan perbandingan 30 % : 70 %. Pakan yg tidak termakan disiphon keluar dari bak pemeliharaan. Pergantian air dilakukan setiap pagi hari sebelum anugerah pakan sebanyak 100 ? 200 % dengan sistem air mengalir. Pemberian pakan tambahan berupa kerang, tiram & cacing laut sangat dianjurkan dengan prosentase berkisar 5 ? 10%.

C. Penetasan Larva

Induk yang sudah memijah ditandai dengan keluarnya telur yg melekat dalam lipatan abdomen. Perkembangan telur selalu diamati setiap hari dan perubahan warna akan terlihat dari rona kuning, oranye, coklat lalu berwarna hitam. Induk yang telurnya telah berwarna hitam segera dipindahkan ke bak penetasan larva volume 100 Liter. Kepadatan yang digunakan merupakan satu individu induk dalam tiap wadah penetasan. Pada keadaan normal, telur akan menetas pada malam hari atau pagi hari satu hari sesudah induk dipelihara pada wadah penetasan. Setelah seluruh telur menetas, aerasi pada bak penetasan dimatikan. Larva yg sehat akan berkumpul dekat permukaan air. Induk yang sudah menetas diambil & dikembalikan ke bak pemeliharaan induk. Induk rajungan sesudah menetaskan telurnya bisa digunakan lagi buat penetasan berikutnya. Melalui pemberian pakan yg berkualitas & lingkungan pemeliharaan yg optimal induk tadi dapat menghasilkan bertelur sampai dua - 3 kali. Induk rajungan menggunakan berat 150 ? 250 gram bisa membuat lebih kurang 450.000 ? 900.000 larva. Cara menseleksi larva yg bermutu baik dilakukan menggunakan mengamati warna yg transparan & cerah, pergerakan yang aktif, respon terhadap cahaya, mengumpul dalam bagian tertentu & nir mengendap pada dasar bak penetasan. Larva yang kurang bagus biasanya akan mengendap pada dasar bak, gerakan kurang aktif dan kurang respon terhadap cahaya. Larva yg sehat kemudian diambil secara perlahan - huma dengan serok panen berukuran 200 ?M. Larva layak dipelihara sebaiknya bila yang mengendap kurang berdasarkan 20%. Larva yang sudah diseleksi lalu ditampung pada wadah volume 10 Liter dan diberi aerasi lalu dihitung jumlahnya.

D. Pemeliharaan Larva

Wadah yang dipakai buat pemeliharaan larva rajungan dapat berupa bak plastik, fiber glass ataupun bak beton. Ukuran bak pemeliharaan larva rajungan bisa bervariasi mulai menurut 2.000 ? 10.000 m3 ataupun fiber glass berukuran 300 ? 1000 m3. Pada pemeliharaan zoea, sangat dianjurkan buat mempergunakan wadah ukuran antara 100 ? 250 Liter untuk lebih memudahkan penanganan dan pengawasan serta mencegah kontaminasi penyakit individu. Bak pemeliharaan larva dilengkapi sistem aerasi yang berfungsi buat mempertinggi kandungan oksigen terlarut. Aerasi jua berfungsi menciptakan aliran air pada media pemeliharaan dan buat meningkatkan kecepatan proses penguapan gas beracun output proses pembusukan residu pakan dan kotoran. Jumlah titik aerasi diatur sesuai menggunakan besaran bak pemeliharaan yg dipakai. Kekuatan aerasi juga harus diatur sedemikian rupa sehingga tekanannya nir terlalu kuat atau lemah. Air media pemeliharaan yg dipakai adalah air laut dengan salinitas 30 ? 32 ppt. Zoea yg telah dipanen menurut bak penetasan dipindahkan ke bak pemeliharaan buat menghindari stress dampak terlalu padat dalam wadah penampungan. Sebelum ditebar, larva disterilisasi menggunakan formalin 20 ppm selama 10 ? 15 detik buat menghindari kontaminasi patogen. Padat penebaran larva sebaiknya antara 50 ? 60 individu/Liter. Sebelum larva ditebar, aklimatisasi usahakan dilakukan buat menghindari stres dalam larva akibat perbedaan lingkungan pemeliharaan & bak penetasan. Larva ditebar secara perlahan ? Lahan dengan memasukkan air media pemeliharaan ke pada wadah selama kurang lebih lima ? 15 mnt. Setelah sanggup mengikuti keadaan, maka larva dapat ditebar dalam bak pemeliharaan.

E. Pengelolaan Pakan

Kebutuhan akan zooplankton merupakan sesuatu yang absolut menjadi asal energi pada pemeliharaan larva rajungan. Pakan yang diberikan sangat berpengaruh buat menunjang aktifitas pertumbuhan larva. Pakan alami yg diberikan selama stadia zoea adalah rotifer (Brachionus plicatilis), Artemia & pakan protesis. Pakan buatan diberikan menjadi penunjang buat melengkapi nutrisi yang diharapkan larva rajungan ataupun menjadi pengganti pakan alami. Hal yang perlu diperhatikan pada penggunaan pakan protesis merupakan diubahsuaikan menggunakan kebutuhan nutrisi, bukaan lisan & nafsu makan larva. Pakan protesis yg tidak tergoda akan berpotensi menurunkan kualitas lingkungan media pemeliharaan & mengakibatkan stres dalam larva.

Rotifer Brachionus plicatilis diberikan dengan kepadatan 10 ? 15 individu/ml mulai stadia zoea 1. Selain rotifer, pakan protesis berukuran 150 ?M mulai diberikan menggunakan takaran 0,tiga ppm. Memasuki stadia zoea dua, naupli Artemia salina mulai diberikan dengan kepadatan 0,lima ? Lima individu/mililiter & semakin tinggi seiring pertumbuhan dan pergantian stadia dalam larva. Rotifer & naupli artemia tidak mempunyai kandungan asam lemak EPA & DHA yg cukup tinggi buat memenuhi kebutuhan larva. Upaya optimalisasi nutrisi perlu dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi larva sehingga dilakukan pengkayaan pada pakan alami. Hasil kajian yang dilakukan pada BBAP Takalar memperlihatkan bahwa pengkayaan pakan alami memakai asam lemak dengan takaran 200 ppm memberikan hasil yg signifikan dalam pertumbuhan & sintasan larva.

Pada stadia megalopa, pakan yg diberikan merupakan naupli artemia yang sudah diperkaya. Pemberian rotifer (Brachionus plicatilis) dilarang karena telah tidak sesuai menggunakan ukuran lisan megalopa. Artemia diberikan dengan kepadatan tiga ? 5 individu/Liter, sedangkan pakan protesis yang diberikan ukuran 200 ? 300 ?M dengan dosis pakan buatan yang diberikan merupakan 1 ppm. Dosis & frekuensi hadiah pakan dalam pemeliharaan larva rajungan dapat dicermati pada tabel 2.

Tabel dua. Dosis pakan selama pemeliharaan larva rajungan

f. Kultur dan Pengkayaan Pakan Alami

1. Kultur pakan alami

Larva rajungan pada stadia awal membutuhkan pakan alami buat tumbuh dan berkembang. Pada habitatnya, pakan alami diperoleh dengan berburu zooplankton. Kebutuhan akan zooplankton dalam perkembangan larva adalah sesuatu yg mutlak menjadi asal tenaga. Zooplankton yang tak jarang digunakan dalam pemeliharaan larva rajungan adalah rotifer, dan artemia.

Persyaratan yang wajib dipenuhi oleh pakan alami menjadi kuliner bagi larva rajungan adalah :

1. Mempunyai bentuk dan berukuran yg sesuai bukaan lisan larva

dua. Mempunyai kandungan gizi tinggi dan bentuk morfologi gampang larva

3. Mempunyai kemampuan berkembang biak menggunakan cepat

4. Mempunyai toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan

lima. Tidak mengeluarkan bahan beracun ketika dilakukan kultur massal

6. Pergerakan nir terlalu aktif sebagai akibatnya mudah ditangkap sang larva

Artemia sp memiliki lapisan eksoskleton yg tipis sehingga gampang dicerna sang larva, mengandung asam lemak jenis 3 HUFA tinggi dan protein kasar yg dapat mencapai level 54,4 %. Akan namun, dalam stadia nauplii artemia terjadi defisiensi asam amino terutama histidine, methionine, phenylalanine,& threonine sedangkan ketika dewasa, defisiensi tersebut sudah bisa dilengkapi. Penambahan komposisi asam amino tersebut diperoleh berdasarkan pakan alami berupa phytoplankton yg masih ada habitat perairan, contohnya Chlorella sp atau Nannochloropsis sp. Rotifer dan artemia adalah organisme non selektif plankton feeder. Kandungan nutrisi pada tubuh tergantung dari nutrient menurut lingkungan, baik dari plankton yg dikonsumsi juga dari pertukaran ion mineral dalam air. Peningkatan nutrisi bisa dilakukan menggunakan kultur pada media chlorella tipe air laut (Nannochloropsis), hadiah pakan microencapsulated yg mengandung tiga HUFA atau anugerah adonan suplemen yg terdiri dari vitamin, asam amino & elektrolit. Hasil kajian yg dilakukan pada BBAP Takalar menunjukkan bahwa larva yg diberi pakan alami yg sudah diperkaya mempunyai laju pertumbuhan dan sintasan yg lebih baik.

Dua. Pengkayaan Rotifer dan Artemia

Saat ini, bahan-bahan pengkaya pakan alami telah bisa diperoleh secara bebas pada pasaran. Selain bahan - bahan tadi, pengkayaan (enrichment) rotifer & artemia jua bisa dilakukan dengan metode perendaman dengan menaruh larutan emulsi minyak hati ikan cod, cuttlefish atau material hewani lain yg mengandung tiga HUFA tinggi. Metode lain adalah menggunakan melakukan perendaman kista artemia menggunakan 30% tiga HUFA pada larutan aseton selama 7 hari dalam suhu 23-30?C. Perlakuan tersebut bisa mempertinggi kandungan 3 HUFA berdasarkan 3% menjadi 11%. Kultur rotifer atau artemia dilakukan pada media berdasar kerucut, supaya cangkang atau kotoran bisa mengendap. Proses dekapsulasi usahakan dilakukan sebelum kultur artemia. Dekapsulasi bertujuan mengikis lapisan chorion sehingga ketika kultur akan lebih singkat. Proses tadi dilakukan menggunakan mengaduk kista artemia pada larutan kaporit atau soda barah selama sekitar 5 - 10 mnt. Hal yg perlu diperhatikan merupakan suhu larutan sebaiknya berada di bawah 40?C agar tidak mematikan kista. Apabila suhu semakin semakin tinggi maka segera ditambahkan air ke pada larutan dekapsulasi. Hasil dekapsulasi yang baik adalah warna kista berubah menurut coklat ke oranye, kista masih berbentuk butiran halus dan memiliki tekstur elastis. Kista yang didekapsulasi akan menetas dalam kisaran 15 ? 16 jam sesudah dikultur, sedangkan apabila tanpa dekapsulasi berkisar 24 ? 28 jam.

Dosis hadiah bahan pengkaya umumnya berkisar antara 15 ? 20 ppm. Kepadatan pakan alami nauplii rotifer atau artemia yang akan diperkaya berkisar 400 ? 600 individu/mL. Setengah berdasarkan takaran tadi dilarutkan pada air tawar, diaduk kuat sampai larut. Larutan yg sudah homogen tadi lalu pada tebar merata dalam wadah pengkayaan rotifer atau artemia. Prosedur tadi diulang kembali untuk dosis yg ke-2 supaya proses pengkayaan berjalan dengan optimal. Perendaman dalam stadia nauplii dilakukan selama 6-8 jam. Selanjutnya, rotifer dan artemia yg sudah diperkaya siap dipanen dan diberikan pada larva. Panen rotifer atau artemia dari wadah kultur sebaiknya menggunakan cara siphon atau menggunakan saringan halus. Saringan halus rotifer berkisar 300 mikron. Saringan halus untuk artemia umumnya memakai saringan 100 ? 150 mikron. Penyaringan bisa dilakukan dua kali, menggunakan saringan yang lebih besar kemudian dilanjutkan dengan menggunakan saringan yg lebih mini . Tujuan penyaringan tadi adalah menerima berukuran pakan alami yang sinkron menggunakan bukaan ekspresi larva. Pemanenan yg dilakukan dengan cara membuka kran dalam bagian bawah wadah kultur sangat tidak dianjurkan. Panen dengan cara demikian akan menyebabkan tekanan air merusak organ tubuh berdasarkan pakan alami tadi. Rusaknya organ tubuh akan menyebabkan kandungan nutrisi terbuang pada air (leaching), sehingga larva tidak menerima nutrisi yang cukup buat tumbuh & berkembang. Selanjutnya pakan alami diberikan sinkron dosisnya.

G. Pemeliharaan Megalopa dan Crablet

Setelah larva mencapai stadia megalopa, pelindung (shelter) segera dipasang. Shelter bisa berupa waring hitam yg dipasang dalam dasar & digantung pada kolom air (shelter dasar & gantung). Shelter dipotong ? Potong ukuran 1 m (1 x 1 m).2 Pemberian shelter ini sangat herbi sifat megalopa yg kanibal. Shelter diperlukan dapat memperluas permukaan substrat & sebagai loka persembunyian berdasarkan pemangsaan megalopa lain, terutama dalam saat ganti kulit (moulting). Megalopa yg sudah berubah menjadi crablet dipindah ke bak pendederan. Sebelum dipindah dalam bak pendederan, semua crablet dihitung buat mengetahui taraf keberhasilan pemeliharaan. Shelter dasar dan gantung dipasang pada bak pendederan sebelum crablet ditebar. Crablet dipelihara menggunakan kepadatan 0,lima individu/L dan dipelihara sampai crablet hari ke-30, atau berukuran karapas berkisar 1- 1,lima cm. Pakan stadia crab bisa berupa biomass artemia, udang rebon, jambret ataupun rebon. Pakan diberikan pagi dan sore hari diubahsuaikan dengan kebutuhan crablet. H. Pengelolaan kualitas Air

Lingkungan yg optimal dalam media pemeliharaan sangat diperlukan buat menunjang proses pemeliharaan larva. Sumber air yg digunakan pada produksi larva adalah air bahari yg telah disaring menggunakan sand filter & disterilisasi memakai sinar ultraviolet. Probiotik diberikan untuk menekan kepadatan bakteri yang merugikan dan peningkatan laju penguraian bahan organik. Probiotik dipakai setiap 3 hari sekali menggunakan dosis 3 ? Lima ppm. Prinsip kehati-hatian wajib tetap diperhatikan dalam penggunaan antibiotik supaya tidak mengakibatkan strain bakteri yg lebih resisten. Pergantian air mulai dilakukan pada stadia zoea II sebanyak 10 ? 20%/hari dan meningkat hingga 80%/hari pada stadia megalopa. Menjelang pergantian stadia menjadi crab, pergantian dapat ditingkatkan menjadi 100%/hari. Pengamatan terhadap parameter kualitas air dilakukan setidaknya setiap tiga hari buat mengetahui perubahan salinitas, pH, alkalinitas, ammonia, nitrit & nitrat yg akan berpengaruh dalam larva.

I. Pemilahan Ukuran (Grading) Pemilahan berukuran (Grading) dilakukan dalam stadia crablet. Grading bertujuan buat keseragaman ukuran benih & menekan nomor kanibalisme. Grading sebaiknya dilakukan setiap 2 kali/minggu. Jika grading tidak dilakukan, maka populasi akan menurun hingga 50% pada ketika 7 hari.

J. Panen Crablet yg telah mencapai ukuran lebar karapas (internal carapace width) mencapai 1,lima ? Dua centimeter dapat dipanen dan ditebar di tambak. Crablet sebaiknya dipuasakan dulu sebelum dipanen. Panen dilakukan dengan menyurutkan air yang ada di bak. Crablet diambil menggunakan serok panen dan ditampung pada wadah yg diaerasi. Setelah panen terselesaikan dilakukan penghitungan sinkron menggunakan kebutuhan. Sistem pengemasan pada transportasi jeda dekat bisa dilakukan dengan sistem terbuka dengan cara memasukkan crablet dimasukkan dalam waskom yang diberi potongan-potongan shelter kecil. Jika benih akan ditransportasikan lebih dari 8 jam, maka digunakan kantong plastik kapasitas 5 liter. Satu kantong diisi air 5 Liter dan diberi potongan shelter kecil & diisi crablet dengan kepadatan 200 ? 250 individu/kantong. Setelah diberikan oksigen dan air bahari menggunakan perbandingan dua : 1, maka kantong plastik diikat rapat menggunakan karet gelang kemudian dimasukkan dalam styrofoam. Perubahan suhu yang ekstrem dihindari dengan menaruh es batu dalam kantong plastik. Es batu tadi dibungkus menggunakan kertas koran dan di atur dalam styrofoam hingga suhu berkisar 20?C. Styroform lalu ditutup & diplester kedap, selanjutnya benih siap ditransportasikan.

Uji Kaji Terap Teknologi

Uji kaji terap teknologi pembenihan rajungan (Portunus pelagicus) telah dilakasanakan di BBAP Takalar & beberapa hatchery skala rumah tangga (backyard) di wilayah sekitarnya. Hasil berdasarkan penerapan teknologi pembenihan rajungan memperlihatkan perkembangan yg cukup signifikan setiap tahunnya. Penerapan teknologi sudah berhasil menghasilkan secara massal menggunakan sintasan rata ? Rata mencapai 45 %. Adopsi penerapan teknologi sudah dilakukan beberapa institusi maupun perorangan menggunakan melakukan magang teknis teknologi pembenihan rajungan diantaranya Dinas Kelautan & Perikanan Propinsi Jatim mengirimkan perwakilan 3 instansi Unit Pelaksana Teknisnya (UPTD), Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, Dinas Kelautan dan Perikanan Tanjung Redep Kaltim, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten, Dinas Kelautan & Perikanan Propinsi DKI Jakarta, BPPP Ambon, BPPP Aertembaga Sulut, The Philippines Bureau of Fisheries and Aquatic Resources (BFAR) and The Philippine Association of Crab Processors, Inc. (PACPI), Kementerian Perikanan Sri Lanka, & perusahaan Swasta berdasarkan Malaysia, Taiwan, Jepang dan USA. Hasil menurut teknologi pembenihan rajungan berupa benih (crablet rajungan) pula sudah dimanfaatkan sang stakeholder melalui aktivitas restocking/culture based fisheries (CBF) diantaranya restocking/culture based fisheries (CBF) benih rajungan 100.000 ekor beserta Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI) di Teluk Laikang Takalar, restocking/culture based fisheries (CBF) benih rajungan ke 1.000.000 ekor sang Menteri Kelautan dan Perikanan pada Makassar, Kerjasama Pengembangan Budidaya Rajungan ditambak dengan ACIAR dan Perusahaan Swasta Pengolahan Rajungan Kemilau Bintang Timur (KBT) Makassar.

KEUNGGULAN TEKNOLOGI

Keunggulan teknologi pembenihan rajungan hingga saat ini taraf keberhasilan pembenihan rajungan BBAP Takalar adalah pembenihan dengan tingkat keberhasilan menggunakan sintasan paling tinggi di global yaitu mencapi homogen ? Homogen 45 %. Hal tersebut terbukti dengan adanya institusi atau perorangan magang teknis dari aneka macam negara seperti Philipina, Jepang, Malaysia, Taiwan, USA & Srilanka dan beberapa instansi Dinas Kelautan & Perikanan. Selain itu keunggulan berdasarkan pengembangan teknologi pembenihan rajungan diantaranya menjadi berikut : a. Segmentasi bisnis baru di bidang perikanan b. Dapat dikembangkan dalam skala kecil/rumah tangga (backyard) dan skala akbar /industri (hatchery) c. Tenaga kerja bisa dilakukan anggota famili d. Lokasi dapat memanfaatkan laman tempat tinggal (skala kecil/backyard) terutama pada daerah pesisir/kampung nelayan/pembudidaya e. Teknologi yg dipakai sederhana sebagai akibatnya gampang diadopsi dan diaplikasikan f. Siklus produksi nisbi singkat hanya 25 -30 hari Dalam aplikasi penerapan teknologi pembenihan rajungan relatif ramah lingkungan. Teknologi pembenihan rajungan tidak memakai bahan kimia berbahaya atau sintetis yg bisa mengakibatkan pencemaran lingkungan. Bahan standar produksi sebagian besar merupakan bahan lokal yg gampang diperoleh serta limbah output proses produksi menggunakan pengolahan/ treatment yang tepat terlebih dahulu sehingga tidak menyebabkan kerusakan/pencemaran lingkungan. Selain itu penerapan biosecurity secara ketat dan konsisten dapat meminimalisir dampak negatif kerusakan lingkungan sekitarnya.

LOKASI PENELITIAN /PENGKAJIAN

Pengembangan kegiatan pembenihan Rajungan telah dilaksanakan di Balai Budidaya Air Payau Takalar Desa Mappakalompo Kecamatan Galesong Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan mulai tahun 2005 sampai dengan sekarang. Sedangkan pengembangan teknologi pembenihan ini kedepannya dapat dilaksanakan di seluruh daerah pesisir Indonesia mulai menurut Sumatera, Jawa, Bali, NTT, Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua.

KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF

Kemungkinan pengaruh negatif teknologi pembenihan rajungan hampir tidak ada selama mengikuti teknologi anjuran dengan penerapan cara pembenihan ikan yg baik (CPIB), penerapan standar operasional prosedur (SOP) dan biosecurity secara baik dan benar. Kemungkinan imbas negatif menurut hasil pembenihan buat aktivitas culture based fisheries (CBF) berupa stocking yang tidak sehat atau penurunan kualitas genetis bisa dicegah menggunakan seleksi ketat & sahih mulai menurut pemilihan, pemeliharaan induk & larva dan monitoring pertumbuhan secara periodik dan terkontrol.

TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI :

Komponen material produksi yg dipakai merupakan sebagian akbar bahan lokal / pada negeri sedang material impor/produksi luar negeri yang digunakan adalah pakan larva artemia. Komponen material produksi seperti tersaji dalam tabel tiga berikut.

Tabel tiga. Komponen material produksi teknologi pembenihan rajungan

KELAYAKAN FINANSIAL

Usaha pembenihan rajungan ini adalah usaha kecil menengah yg bisa dilaksanakan sang masyarakat pembudidaya dan nelayan menjadi usaha skala tempat tinggal tangga/sampingan menggunakan energi kerja dari anggota keluarga. Adapun porto operasional kegiatan buat skala rumah tangga (backyard) buat 1 unit usaha diharapkan porto investasi Rp. 45.802.500 biaya operasional pertahun menggunakan 4 daur produksi sebanyak Rp. 26.570.000 per tahun. Dengan hasil produksi diperkirakan sintasan 20% akan membuat 240.000 ekor benih dengan harga benih per ekor Rp. 300 diperoleh output persiklusnya Rp. 3.917.579 atau pendapatan pertahun mencapai Rp. 23.505.475 atau pendapatan bersih per bulan mencapai Rp. 1.598.790. Dari segi kalayakan finansial relatif layak dengan B/C ratio mencapai 1,48, rentabilitas ekonomi 88,47 % dengan payback period mencapai tiga,19 tahun.

1. Komponen Fasilitas Pembenihan Rajungan skala Rumah Tangga (backyard) meliputi:

a. Bak pemeliharaan larva sebesar tiga buah ukuran 5 X dua X 1 m

b. Bak penampungan air kapasitas 20.000 liter

c. Bak kultur Nannochloropsis kapasitas 40.000 liter (bak ukuran lima X dua X 1 m sebesar 2buah)

d. Bak kultur Brachionus kapasitas 4000 liter (bak beton ukuran 2 X dua X 1 m sebanyak 2buah)

e. Bak kultur artemia kapasitas 20 liter sebanyak 4 butir.

F. Bak pemeliharaan larva menggunakan tutup terpal plastic

2. Penebaran awal larva sebesar 300.000 ekor (kepadatan 50 ekor/liter dan volume bak 6000 L) ditebar dalam satu bak pemeliharaan lalu memasuki stadia megalopa dijarangkan kepadatannya menggunakan membaginya dalam tiga bak pemeliharaan

Sumber:

Raharjo S., Usman E.N.S., Sujaka S., & Kasturi. 2013. Pembenihan Rajungan (Portunus pelagicus). Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan & Perikanan 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan ? Kementerian Kelautan & Perikanan, Jakarta.

Checking your browser before accessing

This process is automatic. Your browser will redirect to your requested content shortly.

Please allow up to 5 seconds…

DDoS protection by Cloudflare
Ray ID: