Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Artemia merupakan salah satu makanan hidup yang sampai saat ini paling banyak di gunakan dalam kegiatan budidaya ikan, khususnya dalam pengolahan pembenihan. Sebagai makanan hidup, artemia tidak hanya digunakan dalam bentuk nauplius, tetapi juga dalam bentuk dewasanya. Nilai nutrisi artemia dewasa mempuyai kandungan proteinya meningkat dari rata – rata 42%  pada nauplius menjadi 60% pada artemia dewasa yang telah di keringkan.

TAKSONOMI

Pennak (1978) & Dales (1981) menyatakan bahwa Artemia Salina diklasifikasikan sebagai berikut :

Phylla : Arthropoda

Class :Crustaceae

Subclass : Branchiopoda

Ordo :Anostraca

Family :Artemiidae

Genus : Artemia

Species : Artemia salina
Artemia salina [sumber]

Nama species tadi diberikan sang Schlossser yang menemukan artemia ini buat pertama kalinya di suatu danau asin dalam tahun 1755.

REPRODUKSI DAN DAUR HIDUP

Berdasarkan perkembangbiakannya ada dua jenis yaitu biseksual dan partenogenesis. Perkembangbiakan jenis biseksual melalui proses perkawinan, sedangkan partenogenetik tanpa perkawinan. Selanjutnya pada pekembangbiakan secara biseksual maupun partenogenesis, keduanya dapat terjadi secara ovovivipar maupun ovipar. Pada ovovivipar yang dihasilkan induk adalah burayak yang disebut nauplius dan biasanya terjadi bila keadaan lingkungan cukup baik dengan kadar garam kurang dari 5‰ dan kandungan oksigen terlarutnya cukup. Sedangkan pada cara ovipar yang dihasilkan induk berupa telur bercangkang tebal yang dinamakan kista, dan biasanya terjadi bila kondisi lingkungan memburuk dengan kadar garam diatas 150‰ dan oksigen terlarutnya rendah, Anonimous (2002).
Siklus hidup Artemia salina

Cholik & Daulay (1985), mengatakan dalam kehidupan artemia dikenal 2 macam cara reproduksi yaitu secara ovovivipar dimana telur yang telah dibuahi menetas menjadi nauplius dan lalu dilepas oleh induknya didalam air. Cara lainya adalah ovipar yaitu telur yg telah dibuahi telah mencapai stadia gastrula yg terbungkus dengan kulit luar yang relatif tebal dimuntahkan oleh induknya pada bentuk kista.

Reproduksi secara ovovivipar terjadi dalam kadar garam rendah, sedangkan ovipar terjadi dalam garam tinggi, yaitu 100-200 ppt, & kadar oksigen rendah. Telur artemia pada bentuk kista jika keadaan memungkinkan, pada salinitas 30-35 ppt akan menetas menjadi nauplius yg ukurannya bekisar antara 450-475 mikron, larva ini akan tumbuh dan berkembang sehabis melalui 15 kali ganti kulit akan tumbuh menjadi dewasa, (Sorgeloos & Kulasekarapandian, 1987).

Berdasarkan jenis kelaminnya, artemia dapat dibedakan antara individu yang berkelamin jantan dan betina. Dalam siklus hidupnya, proses reproduksi atau perkembangbiakan dilakukan secara generatif. Dalam proses generatif dihasilkan telur-telur atau kista yang berbentuk butiran-butiran halus. Apabila berada ditempat kering atau di air yang bersalinitas tinggi maka kista tetap dalam keadaan dorman atau tidur. Keadaan tersebut dikenal dengan istilah fase cryptobiosis. Apabila kista tersebut direndam didalam air laut dengan salinitas 30-35 ppt maka akan terjadi hidrasi. Setelah 24 jam, membran luar akan pecah dan kista menetas menjadi embrio. Beberapa jam kemudian, embrio berkembang menjadi nauplius dan mampu berenang bebas didalam air,  Harefa (2003).

Individu yg baru ditetaskan dikenal dengan instar I. Instar I ini akan berganti kulit sebagai instar II, demikian seterusnya sampai 15 kali. Setiap tahap pergantian kulit dinamai nomor instar pada termin tadi sehingga pergantian kulit yang terakhir disebut instar XV. Selanjutnya artemia berkembang sebagai individu dewasa dengan ukuran 10-20 mm, Harefa (2003).

Perkembangan artemia dari proses penetasan hingga menjadi individu dewasa membutuhkan ketika kurang lebih 7-10 hari. Pada ketika sudah sebagai dewasa, artemia siap buat melakukan proses proses perkawinan. Proses perkawinan dalam artemia ditandai menggunakan penempelan individu jantan pada tubuh individu betina (riding position). Keadaan misalnya ini berlangsung hingga telur masak, Harefa (2003).

Dalam kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya salinitas air amat tinggi atau kadar oksigen rendah, telur segera dibungkus sang kulit luar yg disebut korion. Korion yg diproduksi sang kelenjar kulit ini cukup keras, tidak gampang pecah, ringan, & berwarna coklat tua. Dengan terbentuknya korion ini maka telur hanya mampu berkembang hingga fase gastrula & kemudian berlanjut kepada fase dormansi atau diapauze, Harefa (2003).

Pada waktu terbentuk korion, proses metabolisme sebagai terhenti. Telur lalu diklaim menggunakan kista. Kista ini dilepas induknya kedalam air dan mengapung dibawa sang angin atau arus air karena beratnya yg sangat ringan. Proses pelepasan kista menurut induknya disebut dengan ovipar. Kista artemia terbentuk bundar & cukup keras sehingga nir mudah pecah, Harefa (2003).

Dalam kondisi lingkungan yg baik dan salinitas rendah, telur eksklusif menetas sebagai larva yg diklaim nauplius. Larva ini akan membebaskan diri dari induknya menggunakan berenang bebas didalam air. Proses penetasan telur eksklusif menjadi larva ini dianggap dengan ovovivipar, (Harefa 2003).

Sumber : Paper Kultur Artemia

Semoga Bermanfaat...

Checking your browser before accessing

This process is automatic. Your browser will redirect to your requested content shortly.

Please allow up to 5 seconds…

DDoS protection by Cloudflare
Ray ID: