Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

PERKUAT DATABASE PERIKANAN BUDIDAYA MELALUI SIMSTAT

Pembangunan perikanan budidaya yang berdikari, berdaya saing dan berkelanjutan harus pada dukung dengan ketersediaan data yang akurat dan pada himpun secara cepat dan tepat. Untuk mewujudkan hal tadi, dibutuhkan Sistem Data Base atau Basis Data yang selalu update & terhubung dengan sumber data. ?Kevalidan suatu data, khususnya data statistik, sangat dibutuhkan dalam pengambilan keputusan serta penetapan kebijakan. Sehingga kebijakan & keputusan yg diambil akan dapat memenuhi harapan rakyat & pula sempurna target?, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam acara Sinkronisasi Data Base Sistem Informaasi Manajemen Statistik (SIMSTAT) Perikanan Budidaya pada Bogor.

Untuk meningkatan kevalidan dan keakuratan data statistik perikanan budidaya ini, kita wajib sesuaikan metode pengumpulan datanya dengan yg dimiliki sang Badan Pusat Statistik (BPS) dan jua berkoordinasi dengan Pusat Data Statistik dan Informasi (PUSDATIN) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)?, tambah Slamet.

SIMSTAT Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) mengumpulkan data secara triwulan secara berjenjang dari mulai taraf Desa/Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota sampai Propinsi. ?Tahun 2015 kemudian, masih terdapat 35 Kab/Kota di daerah timur, yg belum melakukan input data statistik perikanan budidaya pada SIMSTAT. Mungkin saja hambatan yg dialami merupakan lantaran jarak yang cukup jauh, kekurangan petugas atau enumerator & juga perkara koneksi komunikasi?, Jelas Slamet.

?Jumlah enumaretor yang kita miliki waktu ini ada 4.831 orang. Jumlah ini nisbi masih sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah kecamatan semua Indonesia yang lebih dari 6000 kecamatan. Belum lagi jika dibandingkan menggunakan jumlah desa dan kelurahan se Indonesia yang jumlahnya lebih menurut 150 ribu desa dan kelurahan?, terperinci Slamet.

Untuk mendukung pengumpulan data perikanan budidaya di semua Indonesia, maka DJPB akan mendorong pemanfaatan teknologi warta tetapi permanen dari cara pengumpulan data yg sinkron menggunakan BPS. ?Kita dorong penggunaan teknologi liputan ini sebagai akibatnya data bisa terkumpul secara cepat, sempurna & seksama. Disamping itu jua perlu memperkuat kapasitas petugas pengumpul data di wilayah sebagai akibatnya dapat mengumpulkan data seakurat & setepat mungkin dari rakyat juga pengusaha budidaya ikan. Banyak masalah ditemukan, pengusaha enggan menaruh data produksi yang sebenarnya, menggunakan asa mendapat donasi dana atau khawatir menggunakan pajak yg akan dikenakan. Ketelitian dan kecermatan petugas sangat dibutuhkan pada hal ini, sebagai akibatnya data yang terkumpul merupakan data yg mewakili syarat sebenarnya?, kata Slamet.

Slamet juga memberikan apresiasi pada para petugas statitik atau enumerator yg sudah memberikan data secara cepat dan seksama. ?Dedikasi para enumerator tersebut patut kita acungi jempol. Karena mereka telah mengumpulkan data secara kontinyu. Hal ini sangat kita perlukan. Kita pula akan terus melakukan Komunikasi, Koordinasi & Kerjasama menggunakan pihak terkait buat membantu peningkatan kecepatan & keakuratan pengumpulan data statistik ini. Agar Perikanan Budidaya yg Mandiri, Berdaya Saing & Berkelanjutan, bisa terwujud & sanggup mensejahterakan masyarakat?, pungkas Slamet.

Sumber: http://djpb.kkp.go.id/arsip/c/375/PERKUAT-DATA-BASE-PERIKANAN-BUDIDAYA-MELALUI-SIMSTAT/?category_id=11

#Tag :

Pengembangan Perikanan Budidaya yang Mandiri, Berdaya Saing dan Berkelanjutan Tahun 2015-2019

Di tahun 2013 populasi pada Indonesia sudah mencapai 240 juta orang, diperkirakan pada tahun 2050 jumlah populasi di Indonesia mencapai 300 juta orang. Bahkan populasi global, dalam tahun 2050 diperkirakan mencapai 9 milyar orang. Ledakan populasi global memacu konsumsi ikan & daging lainnya menjadi asal kuliner. ?Ungkap Dirjen Perikanan Budidaya dalam memberikan Arahan pada Forum Evaluasi PUMP-PB Tingkat Nasional tahun 2014 di Semarang.

Kondisi tersebut menaruh tantangan tersendiri bagi Ditjen Perikanan Budidaya untuk menaikkan produksi perikanan budidaya dalam memenuhi kebutuhan pangan khususnya pada Indonesia. Kebutuhan ikan akan naik terus. Ditahun 2030 konsumsi dunia meningkat sebagai 22,5 kg/tahun [Hall et al.(2011)].

Data tersebut didukung sang FAO bahwa perikanan budidaya mempunyai peningkatan produksi 8,2 % pertahun dibandingkan perikanan tangkap yang stabil 1,3 % pertahun dan mempunyai kontribusi sebesar dua,6 % pertahun buat total produksi daging dunia.

Pembangunan perikanan budidaya yang berdaya saing dan berkelanjutan tahun 2015-2019 terdiri dari 3 aspek utama yaitu aspek teknologi produksi, aspek asal daya alam & lingkungan, dan aspek sosial & ekonomi.

Tahun 2015-2019 sasaran capaian produksi perikanan budidaya sebanyak 33,036 juta ton, ikan hias sebesar 2,lima milyar ekor dengan total nilai mencapai Rp 356,824 Triliyun. Target tenaga kerja sebesar 9.583.054 orang serta luas huma yang dimanfaatkan buat budidaya sebanyak 26,8%. ?Imbuh Dirjen PB?

Dirjen PB menambahkan, target produksi perikanan budidaya tersebut perlu didukung oleh berapa faktor diantaranya huma & prasarana-wahana, investasi dan pembiayaan usaha, input produksi (pakan,benih, induk obat ikan, dll), adopsi teknologi, dan menguatkan kelembagaan pokdakan, gapokan, asosiasi dan UPP.

Sumber: http://djpb.kkp.go.id/arsip/c/184/Pengembangan-Perikanan-Budidaya-yang-Mandiri-Berdaya-Saing-dan-Berkelanjutan-Tahun-2015-2019/?category_id=11

#Tag :

KKP FOKUS KURANGI BIAYA PAKAN IKAN MELALUI GERAKAN PAKAN IKAN MANDIRI

Kementerian Kelautan & Perikanan (KKP) fokus kurangi biaya pakan ikan melalui Gerakan Pakan Ikan Mandiri (GERPARI). Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) terus berupaya buat mengurangi biaya pakan yang dikeluarkan dalam bisnis budidaya ikan, khususnya budidaya ikan air tawar.

Saat ini, biaya yg dimuntahkan sang pembudidaya buat pembelian pakan cukup tinggi. Yaitu berkisar 70 hingga 80 persen menurut biaya keseluruhan. ?Sesuai arahan Menteri Kelautan dan Perikanan, harga pakan ikan harus ditekan sampai 60 persen dari harga yg ada sekarang, tutur Direktur Jenderal Perikanan Budidaya (Dirjen PB), Slamet Soebjakto, disela kunjungan kerjanya di BPBAT Mandiangin, Rabu (25/05).

?Pemanfaatan bahan baku lokal akan kita dorong, lantaran masing-masing daerah atau pusat budidaya mempunyai bahan standar yang dapat dipakai menjadi pengganti bahan standar tepung ikan impor, misalnya bungkil sawit, eceng gondok, ampas kelapa & lain-lain. ?Kita jua akan dorong kelompok pakan ikan mandiri (POKANRI) yg terpisah menurut grup pembudidaya, buat menghasilkan pakan berkualitas sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), pada jumlah yang relatif, buat memenuhi kebutuhan kelompok pembudidaya di wilayahnya, secara kontinyu,? Kentara Slamet.

Pada kunjungan kerja tersebut jua, Rabu (25/05), Dirjen PB, Slamet Soebjakto, juga meresmikan Pabrik pakan kecil ikan berdikari pada Balai Perikanan Budidaya Ikan Air Tawar (BPBAT) Mandiangin. Dengan investasi sekitar Rp. 1,5 miliar, dan mempunyai kapasitas produksi sekitar 200 kg per jam.

Saat ini, melalui produksi pakan ikan dari pabrik mini pakan berdikari ini, harga telah berhasil diturunkan. Pakan ikan yg umumnya dibanderol dengan harga Rp 9.000 sampai Rp10.000 per kg, mampu diturunkan menjadi Rp5.500 per kg,? Tambah Slamet.

Pabrik pakan ikan berdikari ini, adalah salah satu pabrik pakan yg dibangun buat mendukung GERPARI. ?Nantinya, disini akan menjadi sentra pembinaan, perekayasaan pakan termasuk formulasi pakan, pengecekan kualitas pakan dan pula sebagai loka studi banding bagi rakyat yg akan berbagi pakan ikan secara berdikari,? Kentara Slamet.

Selain di Banjarbaru ini, pabrik pakan ikan mandiri juga di bangun di beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) DJPB. Seperti di Sukabumi, Karawang, Lampung, Jambi, Situbondo, Aceh,  Lombok, Manado, dan Batam.

Untuk POKANRI, kita juga akan bantu stimulus buat menyebarkan usahanya. Melalui bantuan-donasi bahan standar & mesin menggunakan kapasitas 50 kg per jam. Dan POKANRI akan kita dorong buat mampu meningkatkan produksinya hingga 100 hingga 200 kg per jam?, papar Slamet.

Tentu saja grup yg akan pada berikan bantuan ini, harus memenuhi persyaratan misalnya mempunyai badan hukum, mempunyai huma & tersedia suplai listriknya. Dikarenakan donasi ini merupakan stimulus, maka sehabis satu kali periode donasi maka dibutuhkan kelompok bisa mengelola dan mengembangkannya sendiri, tambah Slamet.

?Kita jua akan melakukan evaluasi terhadap semua POKANRI, dari segi kreatifitas, kontinyuitas, konsistensi, kualitas dan juga pengembangan usahanya. Sehingga akan mendorong keluarnya POKANRI yang berprestasi. Untuk itu kami jua mengharapkan pemerintah daerah melalui dinas terkait pula melakukan bimbingan & pelatihan?, papar Slamet.

Sumber: http://djpb.kkp.go.id/arsip/c/397/KKP-FOKUS-KURANGI-BIAYA-PAKAN-IKAN-MELALUI-GERAKAN-PAKAN-IKAN-MANDIRI/?category_id=13

#Tag :

KEBERLANJUTAN PERIKANAN BUDIDAYA MELALUI STANDARDISASI, MONITORING LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN RESIDU

Perikanan budidaya terus didorong buat menaikkan kualitas produksinya pada samping kuantitasnya, buat memenuhi kebutuhan pasar. Penekanan pada peningkatan kualitas produksi perikanan budidaya ini selaras menggunakan pada bukanya Pasar Bebas ASEAN (MEA) yang mendorong perlunya peningkatan daya saing, keliru satunya dengan kualitas produk yang semakin tinggi dan kondusif di konsumsi. ?Selain produk perikanan budidaya wajib sanggup memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar, wajib di dukung dengan kualitas produk yg mampu bersaing baik di pasar regional maupun pasar dunia. Untuk itu melalui program pembangunan perikanan budidaya yang berdikari, berdaya saing & berkelanjutan, kita wajib menerapkan system agunan mutu dan keamanan mutu output perikanan budidaya dari hulu hingga hilir proses produksi perikanan budidaya, baik itu melalui penerapan standardisasi system produksi perikanan budidaya, system monitoring lingkungan juga pengendalian sisa?, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, pada ketika memberikan arahan pada acara Rapat Koordinasi Standardisasi Perikanan Budidaya, Monitoring Lingkungan Perikanan Budidaya dan Pengendalian Residu di Yogyakarta.

?Persaingan pasar yang semakin terbuka, menuntut kita buat membuat produk perikanan budidaya yang sesuai baku, baik itu standar system produksi maupun standar mutu hasil perikanan. Standardisasi harus dilakukan di semua lini, baik itu standar pembenihan, baku prasarana & sarana budidaya, baku produksi maupun standar pakan yang di dukung menggunakan penerapan baku metode uji pada laboratorium, untuk memberikan jaminan keamanan & jaminan mutu produk perikanan budidaya?, jelas Slamet.

Saat ini, terdapat 250 butir Standar Nasional Indonesia (SNI) bidang perikanan budidaya (5 diantaranya merupakan RSNI) yg dipakai sebagai standar untuk mendukung peningkatan produksi perikanan budidaya dalam memasuki persaingan pasar bebas baik pada tingkat regional maupun global.

Pengendalian Residu

?Disamping penerapan standardisasi perikanan budidaya, diharapkan upaya lain buat dapat menghasilkan produk perikanan budidaya yang berkualitas dan kondusif dikonsumsi, tanpa mengandung residu antibiotik dan bahan kimia yang tidak boleh yaitu penerapan sistem monitoring residu nasional?, terang Slamet.

Slamet menambahkan bahwa Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah berhasil melakukan pengendalian sisa & sekaligus melakukan monitoring penggunaan sisa dalam usaha budidaya sejak tahun 2013, Indonesia sudah dimasukkan sang Direktorat Jenderal Konsumen & Kesehatan, European Commission melalui Commission Decision 2011/163/EU, ke pada daftar negara-negara yang diperbolehkan mengekspor produk perikanan budidaya ke Uni Eropa. Kondisi ini menerangkan bahwa Sistem Monitoring Residu perikanan budidaya Indonesia sudah dinilai setara dengan standard Uni Eropa. Hal ini wajib terus dipertahankan antara lain melalui koordinasi yg berkelanjutan & semakin baik diantara pihak terkait (stakeholders), baik pada taraf pusat & wilayah pada pelaksanaan monitoring sisa?, papar Slamet.

Slamet lebih lanjut mengungkapkan bahwa sehabis di terbitkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 39 Tahun 2015 mengenai Pengendalian Residu Obat Ikan, Bahan Kimia dan Kontaminan dalam kegiatan Pembudidayaan Ikan Konsumsi, menerangkan keseriusan pemerintah dalam hal peningkatan agunan keamanan pangan dan mutu produk perikanan budidaya. ?Permen ini menjadi acuan pada monitoring dan pengendalian residu. Ini harus pada terapkan untuk meningkatkan daya saing produk perikanan budidaya, sampai ke taraf wilayah,? Istilah Slamet.

Monitoring Lingkungan Perikanan Budidaya

Pembangunan perikanan budidaya berbasis lingkungan atau ekosistem terus pada kembangkan dan pada gulirkan. Dengan memperhatikan lingkungan atau ekosistem, perikanan budidaya akan menjadi tumpuan pada pengembangan ekonomi daerah & peningkatan kesejahteraan masyarakat, yg sekaligus memperhatikan dan memanfaatkan sumber daya alam yg terdapat, agar permanen lestari dan berkelanjutan.

“Untuk mendukung keberlanjutan usaha perikanan budidaya, perlu upaya penerapan pendekatan terhadap lingkungan dalam pengembangan perikanan budidaya atau disebut denganEcosystem Approach for Aquaculture (EAA), untuk mengelola perikanan budidaya yang berkelanjutan, bertanggung jawab dan berdasarkan ekosistem di Indonesia. Program Culture Based Fisheries (CBF) juga sangat sesuai dengan EAA. Ini akan kita coba terapkan di beberapa lokasi, sebagai percontohan”, papar Slamet.

Pengelolaan bisnis perikanan budidaya di perairan generik perlu dilakukan. ?Usaha perikanan budidaya di Karamba Jaring Apung (KJA) pada perairan umum, perlu di tata ulang sehingga memberikan hasil yg positif baik berdasarkan segi ekonomi juga lingkungan. Penggunan teknologi pakan yg efisien & ramah lingkungan wajib terus di dorong, sebagai akibatnya meminimalisir impak negative bagi lingkungan?, kata Slamet.

Usaha perikanan budidaya yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan akan  menghasilkan keberhasilan usaha. Karena perikanan budidaya tidak bisa terlepas dari kondisi lingkungan baik lingkungan budidaya maupun lingkungan di sekitarnya. “Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti, sangat perhatian sekali dengan permasalahan lingkungan ini. Karena ini akan menjadi warisan ke anak cucu kita di masa depan. Dengan membangun perikanan budidaya yang berwawasan lingkungan saat ini, artinya kita juga sedang membangun masa depan”, pungkas Slamet.

Sumber: http://djpb.kkp.go.id/arsip/c/378/KEBERLANJUTAN-PERIKANAN-BUDIDAYA-MELALUI-STANDARDISASI-MONITORING-LINGKUNGAN-DAN-PENGENDALIAN-RESIDU/?category_id=12

#Tag :

KKP GULIRKAN GERPARI DI JAMBI DUKUNG KEMANDIRIAN PAKAN

Gerakan Pakan Ikan Mandiri (GERPARI) yg didorong sejak tahun lalu, terus bergulir. Salah satu misalnya adalah di Propinsi Jambi, tepatnya di Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Jambi.

?BPBAT Jambi telah menciptakan pabrik pakan berdikari yg layak buat di jadikan sebagai pusat Pakan Ikan Mandiri, loka pembinaan dan jua asal kabar & alih teknologi, khususnya pada pada hal Pakan Ikan Mandiri?, demikian disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam ketika meninjau Pabrik Pakan Ikan Mandiri, di BPBAT Jambi.

Slamet sangat banggga dan lebih lanjut berkata bahwa pabrik pakan pada BPBAT Jambi ini telah bisa menghasilkan dua ton pakan per jam dengan kemampuan produksi 5 jam per hari. ?Kualitas yg dihasilkan sudah sinkron dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) pakan untuk lele, nila & gurame, yaitu mengandung kadar protein 28 %. Ini yang patut pada tiru dan menjadi contoh bagi rakyat. Kita harapkan masyarakat bisa pribadi datang ke sini untuk belajar menciptakan pakan ikan secara berdikari menggunakan formulasi yang sinkron standard, sebagai akibatnya nantinya bisa menciptakan pakan sendiri dengan kualitas yang bagus. Tentunya, pembuatan pakan sang warga ini dilakukan secara berkelompok menggunakan membangun Kelompok Pakan Ikan Mandiri (POKANRI)?, lanjut Slamet.

?Harga pakan yang di produksi oleh BPBAT Jambi ini, relative terjangkau yaitu Rp. 6000 per kg. Ini akan menambah margin pembudidaya, sehingga semakin menaikkan pendapatannya. Untuk itu, kami mendorong supaya pemerintah daerah juga menyebarkan pakan ikan mandiri, menggunakan memanfaatkan sumberdaya alam masing-masing daerah. Kita sedang jajaki buat menjalin kerjasama dengan pabrik pengolahan kelapa sawit, agara bisa memanfaatkan limbahnya buat dimanfaatkan menjadi bahan standar pakan ikan?, tambah Slamet.

Program 100 juta benih

Program penyediaan 100 juta benih bagi pembudidaya ikan, adalah keliru satu acara prioritas Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB), sesuai arahan Menteri Kelautan & Perikanan, Susi Pudjiastuti. ?Program ini menyediakan benih secara perdeo, tentunya buat warga atau pembudidaya yg memenuhi syarat dan layak untuk diberikan benih. Salah satu jenis ikan yang akan di berikan merupakan ikan patin, yang merupakan komoditas unggulan pada Propinsi Jambi ini?, papar Slamet.

BPBAT Jambi sendiri merupakan Pusat Pengembangan Induk Unggul Patin Nasional (PUSTINA) karena fasilitasnya yang memadai & loaksinya berada di sentra budidaya patin. ?Saat ini BPBAT jambi memiliki 30 ribu ekor induk Patin dan tersedia benih patin sekitar dua juta ekor. Ini akan sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat Jambi & sekitarnya terhadap induk unggul patin dan pula benih yang berkualitas?, terang Slamet.

Pada kesempatan terpisah, Dirjen Perikanan Budidaya bersama Gubernur Jambi, Zumi Zola dan rombongan Komisi IV DPR RI, memberikan donasi benih ikan perdeo ke rakyat pada Desa Pudak, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kab. Muaro Jambi.

?Disini adalah salah satu daerah minapolitan perikanan budidaya, dimana sebagian besar masyarakatnya melakukan usaha perikanan budidaya. Untuk itu, kita berikan bantuan benih, mesin pellet dan ekskavator, supaya perikanan budidaya terus berkembang & lebih maju lagi. Tentunya yg kita dorong adalah perikanan budidaya yang berkelanjutan, yang selalu memperhatikan lingkungan sekitarnya dan memandirikan para pelaku usahanya?, kentara Slamet.

Dukungan dari DPR RI, terhadap kebijakan pembangunan kawasan perikanan budidaya di Muaro Jambi, sangat diperlukan karena ini akan mendorong peningkatan perekonomian daerah dan pendapatan masyarakat. “Kurang lebih  60 persen lahan budidaya di wilayah Minapolitan Desa Pudak ini, telah menjadi lokai budidaya ikan patin yang rata-rata mampu berproduksi berkisar 25 ton per hari untuk kebutuhan masyarakat Kota Jambi”, tambah Slamet.

Bantuan benih yang diberikan adalah 1 juta benih patin buat 10 UPR, 150 ekor induk patin buat 10 UPR, 40 ribu ekor benih patin buat 10 pembudidaya & 20 ribu benih ikan mas untuk lima pembudidaya

Sumber: http://djpb.kkp.go.id/arsip/c/379/KKP-GULIRKAN-GERPARI-DI-JAMBI-DUKUNG-KEMANDIRIAN-PAKAN/?category_id=13

#Tag :

MEWUJUDKAN KEDAULATAN RUMPUT LAUT NASIONAL

Komoditas rumput laut merupakan komoditas yang mempunyai nilai startegis ekonomi yang besar baik sebagai penggerak ekonomi masyarakat maupun sebagai penopang perekonomian nasional. Indonesia sebagai bagian dariCoral Three Angel (segitiga karang dunia) disuguhi begitu besar potensi dan ragam jenis sumberdaya rumput laut. Hasil identifikasi menyebutkan bahwa perairan Indonesia mmempunyai lebih dari 550 jenis rumput laut potensial, hanya saja dalam hal pemanfaatan sampai saat ini tidak lebih dari 5 jenis rumput laut bernilai potensial tinggi yang baru mampu dimanfaatkan.

Mewaspadai tantangan pada zona hulu

Merujuk pada data statistik, produksi rumput laut selalu mengalami tren positif, dimana produksi rumput laut (untukGracilaria danE. Cottoni) mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu tahun 2010 s/d 2013 misalnya produksi rumput laut nasional untuk kedua jenis tersebut mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 27,88%. Namun demikian, kinerja peningkatan produksi tersebut tidak bisa lantas menjadikan semuanya tidak akan mengalami tantangan ke depan. Beragam fenomena permasalahan yang bisa muncul harus sudah menjadi perhatian serius sebagai upaya menjamin usaha budidaya terus berkesinambungan.

Kita bisa lihat misalnya, peningkatan produksi rumput laut saat ini harus dihadapkan pada sebuah tantangan salah satunya adalah fenomena penurunan daya dukung lingkungan perairan dan perubahan iklim global yang secara langsung berdampak pada pertumbuhan rumput laut yang dibudidayakan. Kondisi ini dapat dilihat bahwa pada beberapa lokasi misalnnya telah terjadi pergeseran pola musim tanam yang lebih pendek dari sebelumnya. Berbagai konflik pemanfaatan ruang juga disinyalir menyebabkan usaha rumput laut mulai tereduksi oleh sektor lain semisal parawisata. Kasus ini sudah mulai terjadi di beberapa daerah. Di Karimunjawa misalnya terjadi penurunan aktivitas usaha budidaya rumput laut secara signifikan seiring perkembangan sektor parawisata; di Kutai Kartanegara aktivitas usaha budidaya rumput laut harus berbenturan dengan jalur lintasan kapal pengangkut batu bara; sedangkan di Lombok Barat bagian selatan geliat usaha budidaya rumput laut megalami penurunan akibat perubahan lingkungan yang fluktuatif dan degradasi kualitas bibit.  Masih banyak lagi tantangan permasalahan termasuk aspek non teknis yang berkaitan dengan masalah di hilir yang sudah barang tentu berdampak langsung terhadap geliat usaha budidaya di hulu, misalnya posisi tawar dan nilai ttambah yang masih minim dirasakan oleh para pembudidaya.

Ada beberapa hal krusial yang harus segera dilakukan sebagai upaya meminimalisir & mengantisipasi tantangan di zona hulu, yaitu :

Pertama, terkait fenomena produksi yang fluktuatif di beberapa daerah, maka perlu ada upaya : (1) segera melakukan identifikasi untuk menentukan peta kesesuaian lahan budidaya untuk mengantisipasi penurunan kaualitas lingkungan dan perubahan iklim; (2) mempercepat perekayasaan terkait inovasi bioteknologi rumput laut untuk menghasilkan bibit rumput laut unggul dan adaptif dan melakukan percepatan distribusi bibit hasil kultur jaringan ke sentral-sentral produksi dan kawasan potensial.

Kedua, kaitannya dengan potensi konflik penataan ruang, maka perlu segera untuk mendorong Pemda (sesuai kewennangannya) untuk menyusun dan menetapkan Rencana Zonasi Pemanfaatan Willayah Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil khususnya zonasi kawasan budidaya laut, dimana di dalamnya mencakup zonasi untuk budidaya rumput laut sebagai acuan dalam pemanfaatan ruang di kawasan sentral produksi dan kawasan potensial baru.

Ketiga, dalam upaya meningkatkan nilai tambah dan posisi tawar pembudidaya, maka perlu didorong upaya : (1) memfasilitasi terbangunnya sebuah kemitraan yang efektif dengan industri di setral-sentral produksi, sebagai upaya dalam mengurangi mata rantai distribusi pasar dan mempermudah kontrol terhadap stabilitas harga dan kualitas produk; (2) menyusun standar produk hasil panen budidaya, untuk kemudian disosialisasikan secara massive dan ditetapkan sebagai aturan yang wajib.

Hiilirisasi rumput laut nasional belum optimal

Ada tantangan yang kerap kali menjadi momok dalam mewujudkan kedaulatan industri rumput laut nasional yaitu bahwasannya anugerah sumberdaya rumput laut yang Indonesia miliki pada kenyataannya belum mampu dirasakan dan dimanfaatkan secara optimal, dimana nilai tambah produk rumput laut belum sepenuhnya secara langsung dirasakan di dalam negeri. Hal ini disebabkan karena Indonesia masih sebatas menjadi eksportirraw material, sementaraend productlebih banyak dihasilkan oleh negara-negara importir seperti China, sehingga mereka lebih banyak merasakan nilai tambah.  Ironisnya lagi setiap tahun Indonesia harus mengimpor produk setengah jadi sepertiRefiine Carrageenan dan sudah barang tentuend product, inilah yang menyebabkan Indonesia mempunyai posisi tawar rendah karena pada kenyataannya harga komoditas rumput laut lebih banyak dikendalikan oleh negara-negara importir khususnya China.

Disatu sisi, upaya buat memperkuat & mengembangkan industri nasional belum bisa dilakukan secara optimal. Tingginya nilai investasi pada membangun sebuah industri nasional skala besar sebagai keliru satu penghambat pertumbuhan industri rumput laut nasional. Masalah lain adalah belum ada jaminan ketersediaan bahan standar secara kontinyu baik kuantitas maupun kualitas yang dirasakan Industri nasional saat ini. Ketimpangan terjadi manakala di hulu terjadi peningkatan produksi sementara di hilir (industri) kekurangan bahan baku. Apa yang terjadi sesungguhnya?

Jika diidentifikasi selain permasalahan di hulu, masalah utama yang mengganggu siklus bisnis rumput laut nasional adalah terkaitsupply chain dan pola tata niaga rumput laut yang tidak tertata dengan baik. Pada setiap sentral produksi misalnya terdapat begitu banyak pelaku yang melakukan kompetisi dagang yang tidak sehat. Begitu banyak peran tengkulak dan spekulan yang melakukan sistemhit and run. Pada beberapa sentral produksi seperti di Lombok para eksportir cenderung menempatkan pedagang pengumpul di setiap lokasi, diimana pengumpul tersebut menjalin kontrak quota, yang terjadi manakala karena dibebani kewajiban pemenuhan quota banyak diantara pengepul yang melakukan hit and run tanpa mempertimbangkan standar kualitas dengan harga yang sama atau bahkan lebih tinggi (diatas standar pasar yang berlaku). Kondisi ini memicu pembudidaya untuk tidak lagi mempertimbagkan kualitas namun lebih mempertiimbangkan harga. Masalah inilah yang kemudian menjadi salah satu penyebab industri nasional kehilanngan kesempatan untuk mendapatkan produk yang sesuai standar kualitas, disamping para pelaku industri nasional tidak cukup kuat untuk bersaing dengan para eksportirraw material karena harga banyak dikendalikan mereka.

Permasalahan lain adalah hampir disetiap sentral produksi belum terbangun sebuah kelembagaan baik Pokdakan maupun kelembagaan penunjang yang kuat dan mandiri. Yang terjadi adalah pembudidaya berjalan sendiri-sendiri sehingga tidak punya kekuatan posisi tawar. Belum adanya kelembagaan yang kuat juga berpengaruh terhadap pola kemitraan usaha yang rentan pecah kongsi. Padahal sebuah kemmitraan usaha menjadi bagian penting dalam  memutus/mengurangi mata rantai distribusi pasar/pola tata niaga dengan begitu akan tercipta efesiensi dan nilai tambah.

Upaya menciptakan nilai tambah dengan membangun unit-unit pengolahan produk setengah jadi sepertichips yang mulai gencar dilakukan di sentral produksi pada kenyataannya tdak berjalan secara optimal. Jika kita analisa, ada beberapa kekurangan yang mestinya dijadikan pertimbangan utama, yaitu : (1) kapasitas sdm penggelola yang tidak disiapkan dengan baik; (2) SOP teknologi yang tidak dikuasai oleh pengelola sehingga kualitas produk yang dihasilkan rendah; (3) jaminan pasar hasil produk yang tidak terkoneksi secara pasti dengan industri nasional; dan (5) pola kemitraan yang tidak dibangun secara kuat.

Ironisnya masalah rantai pasok dan hilirisasi rumput laut sampai saat ini masih urung terselesaikan dengan baik, mungkin secara tidak sadar kita masih menganggapnya sebagaimicro problem, padahal semuanya masalah bisnis rumput laut berawal dari sini. Ada beberapa hal terkait upaya pengembangan hilirisasi rumput laut nasional yang perlu segera ditindaklanjuti, yaitu :

Pertama, terkait jaminan kualitas produkraw material, maka harus ada upaya : (a) membangun kelembagaan dan kemitraan usaha, sehingga industri dapat secara langsung melakukan kontrol kualitas, disamping itu akan mempermudah dalam melakukan pembinaan secara langsung; (b) mendorong pemda bekerjasama dengan industri untuk membangun sisitem pergudangan dengan tata kelola yang efektif. Penerapan resi gudang (gudang serah) menjadi salah satu upaya yang dinilai efektif dalam memperbaiki rantai tata niaga rumput laut; (c) optimalisasi unit pengolahan yang telah ada dengan meperbaiki tata kelola dan membuka akses konektivitas produk yang dihasilkan dengan industri nasional.

Kedua, kaitannya dengan masalah rantai pasok, maka perlu ada upaya ; (a) pemerintah pusat menyusun pedoman teknis terkait model tata kelola usaha rumput laut yang efektif dan berkelanjutan; (b) mendorong pemda untuk menyusun sebuah aturan terkait tata kelola usaha rumput laut yang efektif. Aturan mengacu pada model yang ada dalam pedoman teknis dan atau bisa mencontoh pada model yang telah diterapkkan di daerah lain dan berjalan efektif; (c) Pemerintah bersama Asosiasi segera melakukan pendataan (licensi) terhadap pengepul/middle mandi masing-masing sentral produksi sebagai upaya kontrol dantreacibility dalam penataan rantai tata niaga rumput laut; (e) pemda perlu mengeluarkan regulasi dalam upaya memperpendek rantai distribusi pasar dengan membangun kelembagaan yang kuat untuk kemudian memfasilitasi terwujudnya pola kemitraan yangg kuat dan berkesinambungan di setiap sentral produksi; dan  (f) meng-counterperan spekulan melalui kontrol dan  pengaturan tata kelola usaha rumput laut yang efektif

Ketiga, polemik tentang ketimpangan terkaitsupply and demand, maka harus ada upaya : (a) Pemerintah, Pemda dan Asosiasi secara bersama-sama melakukan pemetaan terkait kapsitas produksi, kapasitas terpasang yang mampu diserap industri nasional, kapsitas terpasang untuk eksporraw material, dan kapsitas terpasang untuk msing-masing segmen pasar berdasarkan tipe produk; (b) Pemerintah melakukan pendataan terhadap pengumpul, para eksportir dan industri nasional beserta kapasitas produksi; dan (c) bersama-sama secara tranasparan menyusun peta realisasi dan kebutuhan rumput laut nasional

Keempat, kaitannya dengan pengembangan industri rumput laut nasional, maka perlu ada upaya-upaya yaitu : (a) memperkuat industri nasional melalui fasilitasi akses terhadap pembiayaan dan pemberian insentif serta penciptaan ikllim usaha dan investasi yang kondusif; dan (b) memfasilitasi kemitraan  usaha langsung dengan industri nasional dan melakukan pengaturan pola tata niaga sebagai upaya dalam menjamin ketersediaan bahan baku baik kualitas maupun kuantitas.

Perluaction plan yang konkrit dan implementatif

Pada era Pemerintahan yang kemudian mantan wapres Boediono telah mengamanatkan buat secara penekanan menggarap usaha rumput laut menjadi keliru satu potensi strategis ekonomi nasional. Hasilnnya sudah terbentuk Kelompok Kerja (Pokja) rumput bahari nasional yg melibatkan lintas sektoral terkait. Harus diakui kemudian kinerja Pokja inipun nir berjalan optimal sebagaimana yg diharapkan, ini mampu kita lihat menurut tidak adanya sinergi dalam implementasi program yg terdapat, kegiatan yg masih bersifat parsial menjadi penyebab program nir fokus dalam upaya-upaya penyelesiaian perkara secara komprehensif, tetapi yang terjadi justru adanya tumpang tindih wewenang. Begitupula kiprah Komisi Rumput Laut Indonesia masih belum optimal, kiprahnya yg masih terbatas dalam level dalam menaruh masukan & rekomendasi dirasa masih kurang kuat lantaran masih bersifat normatif.

Seiring dengan misi besar kabinet kinerja yaitu dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka komoditas rumput laut menjadi sangat startegis sebagai bagian dalam pengembangan ekonomi maritim. Oleh karena itu, masalah perumput-lautan nasional harus mendapat porsi perhatian yang lebih besar. Pembentukan semacam Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pengembangan Bisnis Rumput Laut Nasional yang langsung dibawah kendali Presiden, mungkin menjadi hal yang bisa dilakukan, sebagai upaya dalam memperkuat dan mempercepat proses industrialisasi rumput laut nasional. Keberadaan Kemenko Kemaritiman harus dijadikan wadah dalam mengkonsolidasikan semua lintas sektoral terkait untuk fokus bersama-sama secara sinergi dalam pengembangan industri rumput laut nasional. Penyusunan dan implementasiroad map danaction plan rumput laut skala nasional yang mengakomodir kepentinganstakeholders pada seluruh level secara konkrit (tidak normatif) menjadi hal mutlak yang harus segera dilakukan.

Sumber: http://djpb.kkp.go.id/arsip/c/272/MEWUJUDKAN-KEDAULATAN-RUMPUT-LAUT-NASIONAL/?category_id=13

#Tag :

PENEMPATAN RUMPON

Pemasangan rumpon memerlukan beberapa persyaratan, antara lain merupakan dasar perairan,

Dasar Perairan:

Kontur dasar perairan terbaik untuk menanamkan rumpon adalah dasar datar yang luas atau sedikit kemiringan. Daerah yang luas adalah penting karena, alur pergeseran jangkar saat diturunkan sangat tidak bisa diprediksi. Akibatnya mungkin jangkar terletak beberapa ratus meter dari tempat penanaman yang telah ditentukan. Dasar rata yang sempit, slope yang sempit, lereng curam,  Flatareas sempit, lereng tajam, menyebabkan meningkatkan potensi penempatan jangkar yang keliru, menyebabkan terjadinya kegagalan.

Dasar laut datar atau landai jua akan membantu mencegah jangkar terseret ke kedalaman air yg dalam waktu terjadinya tegangan geser rumpon dampak cuaca buruk. Dasar perairan yg berbentuk gunung yang curam, jurang bahari, atau celah sempit wajib dihindari, karena akan menyebabkan kegagalan prematur penanaman rumpon, misalnya akibat goresan tali pada batu atau pegunungan. Rumpon mampu hilang atau bergeser jauh, jangkar sanggup terseret ke pada air yg lebih pada, atau penanaman mungkin tidak berfungsi sesuai dengan desain yg direncanakan.

Kedalaman:

Rumpon yg ditempatkan di perairan dangkal kurang berdasarkan 500 meter biasanya tidak efektif mengagregasi tuna. Selain itu, porto penanaman rumpon meningkat sebanding menggunakan kedalaman, karena semakin dalam semakin panjang tali tambat yang diharapkan. Rumpon yg ditanam dalam kedalaman antara 1000 - 2000 m biasanya berfungsi menggunakan baik. Pada kondisi eksklusif, bagaimanapun, mungkin perlu buat menanamkan rumpon di kedalaman yang lebih akbar.

Kondisi Laut & Cuca:

Berhati-hati, untuk menghindari wilayah perairan yang bercuaca buruk, dan laut yang terlalu bergelombang, untuk mengurangi nelayan untuk memperbaiki rumpon.  Pada kondisi seperti ini, biaya investasi akan tinggi dibanding denngan manfaat yang dihasilkannya.

Perairan yang berarus kuat harus dihindari. Seperti juga cuaca buruk dan laut kasar, arus kuat akan meningkatkan ketegangan pada tali rumpon, menyebabkan komponen tali cepat rusak.  Ilayah berarus deras sering terjadi di ujung pulau (tanjung), dan selat sempit di antara pulau-pulau yang berdekatan.

Jarak antar rumpon:

Umumnya rumpon akan mengagregasi lebih efektif jika ditempak pada jarak sekitar 4 – 5 mil laut dari terumbu karang ke arah laut.   Jarak antar rumpon sekitar 10 – 12 mkil laut.  Jjarak ini cukup untuk menghindari interferensi dari karang dan rumpon lainnya.

Tentu saja selalu ada pengecualian. Beberapa rumpon yang ditanam lebih dekat ke pantai sudah berhasil mengagregasi ikan secara efektif. Wilayah yg mempunyai dasar curam (slope) tidak mungkin buat menanam rumpon dalam jarak 4 atau 5 mil bahari dari pantai lantaran terlalu dalam. Namun demikian, ketika memilih sebuah situs baru yg belum pernah diuji sebelumnya, jika memungkinkan pakai jeda tersebut di atas.

Aksesebilitas & Keselamatan:

Rumpon harus ditempatkan agar aman untuk dicapai dari pelabuhan.  Letak lokasi dan jarak dari pantai tergantung pada kondisi laut dan jarak operasi yang aman untuk perahu berukuran kecil.  Nelayan sangat berpengalaman mengenai faktor dan kondisi laut disekitarnya.

Umumnya buat menaikkan keselamatan dengan mengonsentrasikan rumpon pada suatau wilayah yang dikenal.

Sumber:

Santoso. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan & Perikanan: Seluk Beluk Rumpon & Pemasangannya. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

#Tag :

PERSIAPAN PEMIJAHAN IKAN BANDENG

1. Alasan Melakukan Pembenihan

Benih bandeng (nener) adalah salah satu sarana produksi yg primer pada usaha budidaya bandeng pada tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng pada tambak dirasakan sangat lambat dibandingkan menggunakan bisnis budidaya udang. Faktor ketersediaan benih adalah keliru satu kendala dalam menaikkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu buat mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yg terus berkembang, sang karenanya peranan bisnis pembenihan bandeng dalam upaya buat mengatasi kasus kekurangan nener tersebut sebagai sangat krusial. Tanpa mengabaikan arti penting pada pelestarian alam, pengembangan daerah, penyediaan dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya & pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng pada hatchery harus diarahkan buat tidak sebagai penyaing bagi aktivitas penangkapan nener pada alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus semakin tinggi dan pasok penangkapan di alam yg diduga akan menurun.

Teknologi produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di  hatchery sepenggal dapat diandalkan. Karena resiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok dikembangkan di daerah miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan kemiskinan bila dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak, hatchery lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener) yang bermutu serta tepat musim,  jumlah dan harga. Usaha pembenihan bandeng di hatchery dapat mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi kondisi alam serta tidak memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan budidaya bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat mendukung kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap sumber daya benih species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun melalui penebaran di perairan pantai (restocking).

Disisi lain, perkembangan hatchery bandeng pada tempat pantai dapat dijadikan titik tumbuh aktivitas ekonomi pada rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja yg mengarah dalam pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, energi yg terserap pada hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen pula berlaku sebagai konsumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yg dapat mendorong kegiatan ekonomi warga kurang lebih hatchery.

2.   PERSYARATAN LOKASI

Pemilihan loka perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan menggunakan lokasi. Hal-hal yg perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah menjadi berikut:

1) Status tanah dalam kaitan menggunakan peraturan wilayah dan kentara sebelum hatchery dibangun.

Dua) Mampu menjamin ketersediaan air & pengairan yg memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;

- Pergantian air minimal; 200 % per hari.

- Suhu air, 26,5-310C.

- PH; 6,5-8,5.

- Oksigen larut; 3,0-8,lima ppm.

- Alkalinitas 50-500ppm.

- Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).

- Air terhindar berdasarkan polusi baik polusi bahan organik juga an organik.

3) Sifat-sifat perairan pantai pada kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.

4) Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, species secara umum dikuasai, eksistensi predator dan kompetitor, dan penyakit endemik harus diperhatikan lantaran mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.

3.   SARANA DAN PRASARANA

1) Sarana Pokok

Fasilitas utama yang dimanfaatkan secara pribadi buat kegiatan produksi merupakan bak penampungan air tawar & air bahari, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak pemeliharaan induk & inkubasi telur dan bak pakan alami.

A. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.

Bak penampungan air (reservoir) dibangun dalam ketinggian sedemikian rupa sebagai akibatnya air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan wahana lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan & pembuangan air perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan pakan alami, laboratorium kering & basah serta saran lain yang memerlukan air tawar dan air bahari dan udara (aerator). Laboratorium basah sebaiknya dibangun berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva & banguna kultur murni plankton serta diatur menghadap ke kultur masal plankton & dilengkapi dengan sistim pemipaan air tawar, air laut & udara.

B. Bak Pemeliharaan Induk

Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat menggunakan kedalaman lebih menurut 1 meter yg sudut-sudutnya dibentuk lengkung dan dapat diletakkan di luar ruangan pribadi mendapat cahaya tanpa dinding.

C. Bak Pemeliharan Telur

Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung lebih menurut 2.000.000 buah telur pada kepadatan 10.000 buah per liter.

D. Bak Pemeliharaan Larva

Bak pemeliharaan larva yg berfungsi jua menjadi bak penetasan telur bisa terbuat dari serat kaca juga konstruksi beton, usahakan berwarna agak gelap, berukuran (4x5x1,5) m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bundar atau bujur sangkar yg sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan di dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding balik . Untuk mengatasi penurunan suhu air dalam malam hari, bak larva diberi penutup berupa terpal plastik untuk menyangga atap plastik, dapat digunakan bentangan kayu/bambu.

e. Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.

Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan.

a)  Bak kultur chlorella

         b) Tabung loka kultur rotifera

Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m3. Bak kultur rotifera terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton yang ditempatkan dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera dan larva sebaliknya 5:5:1.

2) Sarana Penunjang

Untuk menunjang perbenihan wahana yang diharapkan merupakan laboratorium pakan alami, ruang pompa,air blower, ruang packing, ruang genset, bengkel, tunggangan roda 2 & roda empat dan gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional) wajib tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan & ditata buat mengklaim kemudahan dan keselamatan kerja.

a. Laboratorium pakan alami seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah yakni 22~25 0C.

B.Laboratorium kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi sebaiknya dibangun berdekatan menggunakan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan penyimpanan plankton menggunakan suhu sekitar 22~25 0C serta pada ruangan. Untuk aktivitas yg berkaitan menggunakan pemasaran output dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengpaki menggunakan sistimpemipaan air tawar & air laut, udara serta sarana lainnya misalnya peti kedap air, kardus, bak plastik, karet & oksigen murni. Alat angkut roda 2 & empat yang berfungsi buat memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih wajib tersedia tetap pada keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi menggunakan fasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air & blower, ruang pendingin dan gudang.

Tiga) Sarana Pelengkap

Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, loka tinggal staf & karyawan.

Sumber:

Tristian, 2011. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos): Modul Penyuluhan Perikanan. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

#Tag :

PEMELIHARAAN BENIH IKAN BANDENG

1) Persiapan Operasional.

A. Sarana yang dipakai memenuhi persyaratan bersih, siap digunakan & bebas cemaran. Bak-bak sebelum dipakai dibersihkan atau dicuci menggunakan sabun detergen dan disikat lalu dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak bisa jua dilakukan dengan cara membasuh bagian pada bak kain yg dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine 10% pada 1 m3 air) & didiamkan selama 1~dua jam dan dinetralisir dengan larutan Natrium thiosulfat menggunakan takaran 40 ppm atau desinfektan lain yaitu formalin 50 ppm. Menyiapkan suku cadang misalnya pompa, genset & blower buat mengantisipasi kerusakan dalam waktu proses produksi.

B. Menyiapkan bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia relatif sesuai jumlah dan persyaratan mutu buat tiap tahap pembenihan.

C. Menyiapkan energi pembenihan yg terampil, disiplin & berpengalaman dan mampu menguasai bidang kerjanya.

Dua) Pengadaan Induk.

a.  Umur induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.

B. Pengangkutan induk jarak jauh memakai bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi & diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, dan suhu 24~25 0C. Atau serat kaca dilengkapi aerasi & diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0C.

c. Kepadatan induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air.   Kedalaman air dalam bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya dan panas.

D. Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata yg tadinya keruh sebagai bening balik . Setelah terselesaikan aklimatisasi salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air bahari dan mematikan pasok air tawar.

3) Pemeliharaan Induk

a. Induk berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara dalam kepadatan satu ekor per dua~4 m3 dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman dua meter.

B. Pergantian air 150 % per hari & sisa kuliner disiphon setiap tiga hari sekali. Ukuran bak induk lebih besar menurut 30 ton.

C. Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % & lemak 6~8 % diberikan 2~3 % berdasarkan bobot bio per hari diberikan dua kali per hari yaitu pagi dan masa sore.

d. Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang < 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 C.

4) Pemilihan Induk

a. Berat induk lebih menurut 5 kg atau panjang antara 55~60 centimeter, bersisik bersih, cerah dan nir banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.

B. Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara membius ikan menggunakan 2 phenoxyethanol dosis 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20~40 cm tergantung menurut panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama buat induk jantan.

C. Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat dipakai buat memilih tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih berdasarkan 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.

D. Induk jantan yg siap dipijahkan adalah yg mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yg mengeluarkan sperma cupuk poly sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang kelamin.

Lima) Pematangan Gonad

a. Hormon berdasarkan luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yg berkaitan dengan aktivitas reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi memakai implanter khusus. Jenis hormon yg lazim digunakan buat mengacu pematangan gonad & pemijahan bandeng LHRH ?A, 17 alpha methiltestoteron & HCG.

Cara penyuntikan pellet hormon ke ikan bandeng

  • Induk bandeng diletakkan di atas bantalan busa.
  • Lendir yang melapisi bagian punggung  sebelah kanan indukan dibersihkan.
  • Salah satu sisik dilepas dengan pisau kecil kemudian pisau tersebut ditisukkan untuk membuat lubang untuk menanam pellet hormon.
  • Pellet hormon dimasukkan dengan bantuan implanter.
  • Indukan kemudian dimasukkan lagi ke bak pemeliharaan.

B. Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari waktu pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren masing-masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor (berat induk tiga,lima hingga 7 kg).

6) Pemijahan Alami.

A. Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,lima-tiga,0 meter berbentuk bundar dilengkapi aerasi bertenaga memakai ?Diffuser? Hingga dasar bak serta ditutup menggunakan jaring.

B. Pergantian air minimal 150 % setiap hari.

C. Kepadatan nir lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.

D. Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma & induk betina mengeluarkan telur sebagai akibatnya fertilisasi terjadi secara eksternal.

7) Pemijahan Buatan.

A. Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan pada waktu induk jantan & betina telah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).

b. Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).

C. Pemijahan induk betina yg mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yg mengandung sperma taraf 3 bisa dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH- a dalam dosis lima.000 10.000IU per Kg berat tubuh.

D. Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bundar terbuat menurut serat kaca atau beton ditutup menggunakan jaring dihindarkan menurut kilasan cahaya pada malam hari buat mencegah induk meloncat keluar tangki.

8) Penanganan Telur.

a. Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.

B. Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur padam tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi tidak boleh. Selanjutnya telur yg mengapung dipindahkan secara hati-hati ke pada bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan antara 20-30 buah per liter.

C. Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tadi penanganan dilakukan menggunakan sangat hati-hati buat menghindarkan benturan antar telur yg bisa menyebabkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini belum sanggup dilakukan.

D. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yg menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 mnt buat menghindarkan telur dari bakteri, penyakit & parasit.

9) Pemeliharaan Larva.

A. Air media pemeliharaan larva yang bebas berdasarkan pencemaran, suhu 27 31 C salinitas 30 ppt, pH 8 & oksigen lima-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang menurut 100 cm yg telah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.

b. Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera.  Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.

C. Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yg baru menetas perlu disiphon hingga hari ke 8-10 larva dipelihara dalam kondisi air stagnan & setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap hingga 100% menjelang panen.

D. Masa kritis dalam pemeliharaan larva umumnya terjadi mulai hari ke tiga-4 hingga ketujuh-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal.

E. Nener yang tumbuh normal & sehat umumnya berukuran panjang 12- 16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari ketika penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.

10) Pemberian Makanan Alami

a. Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.

B. Kepadatan rotifera pada awal anugerah 5-10 ind/mililiter dan semakin tinggi jumlahnya hingga 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = dua.500.000: 250 : 1 dalam awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari selesainya menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 sesudah menetas.

C. Pakan buatan (artificial feed) diberikan jika jumlah rotifera tidak mencukupi dalam saat larva berumur lebih dari 10 hari. Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan kuliner alami yang ada.

D. Perbandingan yg baik antara pakan alami & pakan protesis bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan usahakan berukuran sinkron dengan bukaan ekspresi larva dalam tiap taraf umur & mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan protesis komersial yg biasa diberikan buat larva udang bisa dipakai sebagai pakan larva bandeng.

11) Budidaya Chlorella

Kepadatan chlorella yang dihasilkan harus bisa mendukung produksi larva yg dikehendaki dalam kaitan menggunakan ratio volume yang digunakan dan ketepatan waktu. Wadah pemeliharaan chlorella skala mini memakai botol kaca/plastik yg tembus cahaya volume tiga-10 liter yg berada dalam ruangan bersih dengan suhu 23-25 0C, sedangkan buat skala akbar menggunkan wadah serat kaca volume 0,lima-20 ton & diletakkan pada luar ruangan sebagai akibatnya eksklusif dengan kepadatan ? 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan menggunakan cara memompa, dialirkan ke tangki-tangki pemeliharaan rotifera & larva bandeng. Pompa yang digunakan usahakan pompa benam (submersible) buat menjamin genre yg paripurna. Pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta saringan yang bermata jaring 60-70 mikron, ukuran 40x40x50 centimeter, di bawah genre tadi. Rotifer yg tertampung dalam saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatanya per milimeter.

12) Budidaya Rotifera.

Budidaya rotifera skala besar sebaiknya dilakukan dengan cara  harian yaitu sebagian hasil panen disisakan untuk bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial harvest). Sedangkan dilakukan dengan cara panen penuh harian (batch harvest). Kepadatan awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya disesuaikan dengan volume kultur, biasanya sepersepuluh dari volume wadah. Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca volume 1-10 ton diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegah kemungkinan mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang dapat mempercepat pertumbuhan chlorella.

Gambar Chlorela

Gambar Rotifera

Keberhasilan budidaya rotifera berkaitan menggunakan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yg merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella & rotifer berkisar 100.000 : 1 buat mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml. Pada masalah-perkara eksklusif perkembangan populasi rotifer bisa dipacu menggunakan penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi dapat dipakai ragi (yeast) dalam takaran 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan menggunakan cara membuka saluran pembuangan dan sebelumnya sudah disiapkan wadah penampungan serta jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran 40x40x50 cm, pada bawah genre tadi. Rotifer yg tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya per milimeter. Pencatatan mengenai perkembangan rotifer dilakukan secara teratur & berkala serta data output pengamatan dicatat buat mengetahui perkembangan populasi serta cermat & buat bahan pertimbangan pemeliharaan berikutnya.

Sumber:

Tristian, 2011. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos): Modul Penyuluhan Perikanan. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

#Tag :

PANEN DAN DISTRIBUSI TELUR IKAN BANDENG

Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1x5,5x0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa  disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok.

Gambar Kontruksi tambak

Gambar Akuarium tempat penetasan

Telur yg terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30 mnt & didesinfeksi menggunakan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 mnt sebelum diseleksi. Sortasi telur dilakukan menggunakan cara menaikkan salinitas air hingga 40 ppt & menghentikan aerasi. Telur yg baik terapung atau melayang dan yg jelek mengendap. Persentasi telur yang baik buat pemeliharaan selanjutnya wajib lebih berdasarkan 50 %. Kalau persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yg baik output sortasi dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen yang memerlukan dan masih berada dalam jeda yang bisa dijangkau sebelum telur menetas ( ? 12 jam).

Dua) Distribusi Telur.

Pengangkutan telur bisa dilakukan secara tertutup memakai kantong plastik berukuran 40x60 cm, dengan ketebalan 0,05 ? 0,08 mm yg diisi air dan oksigen murni menggunakan perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin usang transportasi dilakukan disarankan makin poly oksigen yg wajib ditambahkan. Kepadatan aporisma buat usang angkut 8 ? 16 jam pada suhu air antara 20 ? 25 0C berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air bisa dipertahankan tetap rendah menggunakan cara menempatkan es pada kotak pada luar kantong plastik.

Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah  telur menetas selama transportasi. Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan penyamaan suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar kantong sama maka telur dapat segera dicurahkan ke luar.

Tiga) Panen dan Distribusi Nener.

Pemanenen usahakan diawali dengan pengurangan volume air, pada tangki benih lalu diikuti menggunakan menggunakan indera panen yang bisa disesuaikan dengan berukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis & ekonomis. Serok yang digunakan buat memanen benih harus dibentuk menurut bahan yg halus & lunak ukuran mata jaring 0,05 mm supaya tidak melukai nener.

Nener nir perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yg dapat membentuk amoniak danmengurangi oksigen terlarut secara n yata dalam wadah pengangkutan

         Gambar Penghitungan benih

Gambar Packing benih

a)     Persiapan plastik packing, dan memasukan benih ke dalam plastik packing

b)     Memasukkan oksigen ke dalam plastik packing

c)     Pengikatan plastik, plastik di ikat secara kuat agar oksigen tidak keluar

d)    Pengemasan ke dalam kotak pengemasan

e)            Benih siap di distribusikan

4) Panen dan Distribusi Induk.

Panen induk harus diperhatikan kondisi pasang surut air dalam syarat air surut volume air tambak dikurangi, lalu diikuti penangkapan menggunakan indera jaring yg disesuaikan berukuran induk, dilakukan sang energi yang terampil dan cermat. Seser / serok penangkap usahakan ukuran mata jaring 1 cm supaya tidak melukai induk. Pemindahan induk berdasarkan tambak wajib memakai kantong plastik yang kuat, diberi oksigen serta suhu air dibuat rendah supaya induk nir luka & mengurangi tertekan. Pengangkutan induk bisa memakai kantong plastik, serat gelas ukuran dua m3, oksigen murni selama distribusi. Kepadatan induk pada wadah 10 ekor/m3 tergantung usang transportasi. Suhu rendah antara 25 ? 27 0C & salinitas rendah antara 10-15 ppt dapat mengurangi metabolisme & tertekan dampak transportasi. Aklimatisasi induk selesainya transportasi sangat dianjurkan buat meningkatkan kecepatan kondisi induk pulih balik .

Sumber:

#Tag :