Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

KAPAL PEMASANG RUMPON

Gunakanlah kapal yang berukuran besar, lambung rendah, ruang kerjja geladak yang luas, memiliki winch atau boom.  Jangan menggunakan kapal berukuran kecil atau kapal besar dengan lambung tinggi.  Selain berbahaya juga menyulitka dalam proses penurunan.  Gambar 3.7 adalah contoh kapal yang sesuai untuk pemasangan rumpon.

Gambar 1.  Kapal Pemasang rumpon

Penataan komponen rumpon di atas kapal Pemasang

Diagram pada Gambar 3.8 adalah ilustrasi penataan komponen rumpon di atas kapal pemasang.  Penataan rumpon mengikuti urutan logis dari mulai ponton hingga jangkar. Penjelasan gambar A: Rantai bawah; B: Jangkar dan meja peluncur jangkar; C: Gulungan tali rumpon diikat kuat (ikatan dibuka saat diturunkan); D: Ponton atau pelampung rumpon; E: Rantai atas; F: Ujung rantai diikat erat sampai saatnya dilego; G: Sambungan antara rantai bawwah dengan tali rumpon diikat sampai saatnya dilego.

Gambar 2.  Penataan komponen rumpon sebelum di pasang

Sumber:

Santoso. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan & Perikanan: Seluk Beluk Rumpon & Pemasangannya. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan & Perikanan BPSDMKP.

#Tag :

PROSEDUR PEMASANGAN RUMPON

Kapal melaju ke lokasi penanaman rumpon, untuk memastikan posisi penanaman rumpon dan arah hanyut pelampung.  Mencari kedalaman laut yang ditentukan dalam rencana penanaman rumpon (atau lokasi hasil survey).  Gunakanlah echo sounder.  :Posisi rumpon selai menggunakan GPS harus pula dibandingkan dengan posisi yang diperoleh dengan membaring dua buah benda darat di kenal.  .

Selanjutnya, pada posisi dimana kapal akan melakukan awal penurunan (“jangkar belakangan”).  Posisi ini harus berada tepat dibawah arus dari posisi penanaman rumpon yang direncanakan.  Panjang tali rumpon yang akan dipasang adalah 1.200 meter.  Sehingga posisi aal penurunan adalah sejauh 800 meter atau 2/3 dari panjangg total tali rumpon dari posisi rumpon.

Posisi awal pemsangan di program ke GPS, kapal melaju ke posisi tersebut dan mulai proses pemasangan rumpon. Langkah pertama menurunkan pelampung dan rantai atas, kemudian tali drumpon diturunkan.  Haluan kapal diarahkan melawan arus .

Gambar 1. Haluan kapal saat memasang rumpon

Setelah jangkar diturunkan, dan ditunggu beberapa waktu sampai rumpon tampak stabil.  Tentukanlah posisi sebenarnya penanaman rumpon setelah dipasang.  Sebaiknya posisi penanaman rumpo dilaporkan ke pihak yang berwenang yang mengatur wilayah penangkapan.

Sumber:

Santoso. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Seluk Beluk Rumpon dan Pemasangannya. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

#Tag :

TEKNIK IDENTIFIKASI TERUMBU KARANG

Istilah terumbu karang tersusun atas dua kata, yaitu terumbu dan karang, yang apabila berdiri sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda bila kedua kata tersebut digabungkan.  Istilah terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu mengindikasikan suatu ekosistem dan kata lainnya merujuk pada suatu komunitas bentik atau yang hidup di dasar substrat. Berikut ini adalah definisi singkat dari terumbu, karang, karang terumbu, dan terumbu karang (Gambar 1).

Terumbu Reef

Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yg utamanya didapatkan oleh hewan karang & biota-biota lain yg mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Konstruksi batu kapur biogenis yg menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam global navigasi laut, terumbu merupakan punggungan bahari yang terbentuk sang batu karang atau pasir pada dekat permukaan air.

Karang Coral

Disebut pula karang batu (stony coral), yaitu fauna berdasarkan Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.

Karang terumbu

Pembangun utama struktur terumbu, biasanya dianggap juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral). Berbeda menggunakan batu karang (rock), yg adalah benda mati.

Terumbu karang

Ekosistem pada dasar bahari tropis yang dibangun terutama oleh biota bahari pembuat kapur (CaCO3) khususnya jenis?Jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama menggunakan biota yang hayati di dasar lainnya seperti jenis?Jenis moluska, krustasea, ekhinodermata, polikhaeta, porifera, & tunikata dan biota-biota lain yg hayati bebas di perairan sekitarnya, termasuk jenis-jenis plankton & jenis-jenis nekton

Gambar 1. Ekosistem terumbu karang (atas), karang terumbu & matriks terumbu (tengah), dan insert fauna karang (bawah)

Sumber:

Meuthia. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan & Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

#Tag :

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERPERAN DALAM PERKEMBANGAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG

Ekosistem terumbu karang bisa berkembang menggunakan baik apabila syarat lingkungan perairan mendukung pertumbuhan karang.

Gambar 1. Kombinasi faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan karang dan perkembangan terumbu.

Suhu

Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C.  Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.

Salinitas

Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 32­35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas.  Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur).  Di sisi

lain, terumbu karang bisa berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yg salinitasnya 42 %.

Cahaya dan kedalaman

Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang.  Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.

Kecerahan

Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yg tinggi dan ideal buat memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.

Paparan udara ( aerial exposure )

Paparan udara terbuka merupakan faktor pembatas karena bisa mematikan jaringan hayati dan alga yang bersimbiosis pada dalamnya.

Gelombang

Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami.  Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.

Arus
Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk.  Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif  apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.

Sumber:

Meuthia. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan & Perikanan BPSDMKP.

#Tag :

TIFE TERUMBU KARANG

Berdasarkan bentuk & hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land masses) masih ada 3 pembagian terstruktur mengenai tipe terumbu karang yang sampai kini masih secara luas dipergunakan. Ketiga tipe tersebut merupakan (Gambar dua):

1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)

Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar.  Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau.  Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), P. Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).

Dua. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)

Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.5­2 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer.  Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh:  Great Barrier Reef (Australia), Spermonde (Sulawesi Selatan), Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah).

3. Terumbu karang cincin (atolls)

Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau­pulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter.  Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua)

Gambar 1. Tipe-tipe terumbu karang, yaitu terumbu karang tepi (kiri), terumbu karang penghalang (tengah), dan terumbu karang cincin (kanan).

Namun demikian, tidak semua terumbu karang yang ada di Indonesia bisa digolongkan ke dalam salah satu dari ketiga tipe di atas.  Dengan demikian, ada satu tipe terumbu karang lagi yaitu:

4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs)

Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar.  Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)

Sumber:

Meuthia. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan & Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

#Tag :

JENIS-JENIS TERUMBU KARANG

Sumber:

Meuthia. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan & Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

#Tag :

Kelompok Terumbu Berdasarkan Fungsi Dalam Pembentukan Terumbu

Kelompok terumbu berdasarkan fungsi dalam pembentukan  terumbu

Berdasarkan fungsinya dalam pembentukan terumbu (hermatype-ahermatype) dan ada/tidaknya alga simbion (symbiotic-asymbiotic), maka karang terbagi menjadi empat kelompok berikut: (Gambar 1)

1. Hermatypes-symbionts. Kelompok ini terdiri dari anggota karang pembangun terumbu yaitu sebagian besar anggota Scleractinia (karang batu), Octocorallia (karang lunak) dan Hydrocorallia.

2. Hermatypes-asymbionts.· Kelompok ini merupakan karang dengan pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif tanpa bantuan zooxanthellae, sehingga mereka mampu untuk hidup di dalam perairan yang tidak ada cahaya.· Di antara anggotanya adalah Scleractinia asimbiotik dengan genus Tubastrea dan Dendrophyllia, dan hydro-corals jenis Stylaster rosacea.

3. Ahermatypes-symbionts. Anggota kelompok ini antara lain dari genus Heteropsammia dan Diaseris (Scleractinia: Fungiidae) dan Leptoseris (Agaricidae) yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil atau koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga terdiri dari Ordo Alcyonacea dan Gorgonacea yang mempunyai alga simbion namun bukan pembangun kerangka kapur masif (matriks terumbu).

4. Ahermatypes-asymbionts. Anggota kelompok ini antara lain terdiri dari genus Dendrophyllia dan Tubastrea (Ordo Scleractinia) yang mempunyai polip yang kecil.· Termasuk juga dalam kelompok ini adalah kerabat karang batu dari Ordo Antipatharia dan Corallimorpha (Subkelas Hexacorallia) dan Subkelas Octocorallia asimbiotik.

Gambar 1. Karang dalam sistem Filum Coelenterata; karang hermatypic pembangun terumbu berada dalam garis terputus-putus

Karang hermatipik, yang umumnya didominasi oleh Ordo Scleractinia, memiliki alga simbion atau zooxanthellae yang hidup di lapisan gastrodermis.· Di lapisan ini, zooxanthellae sangat berperan membantu pemenuhan kebutuhan nutrisi dan oksigen bagi hewan karang melalui proses fotosintesis (Gambar 2).· Zooxanthellae merupakan istilah umum bagi alga simbion dari kelompok dinoflagellata yang hidup di dalam jaringan hewan lain, termasuk karang, anemon, moluska, dan taksa hewan yang lain.

Hubungan  yang erat (simbiosis) antara hewan karang dan zooxanthellae dapat dikategorikan sebagai simbiosis mutualisme, karena hewan karang menyediakan tempat berlindung bagi zooxanthellae dan memasok secara rutin kebutuhan bahan-bahan anorganik yang diperlukan untuk fotosintesis, sedangkan hewan karang diuntungkan dengan tersedianya oksigen dan bahan-bahan organik dari zooxanthellae.

Gambar 2. Peran alga simbion (zooxanthellae) dalam menyokong pertumbuhan karang.

Koloni karang baru akan berkembang, jika polip karang melakukan perkembangbiakan secara aseksual, budding dan fragmentation (Gambar 3). Melalui proses budding, koloni karang berkembang melalui dua cara yaitu intratentacular budding dan extratentacular budding. Intratentacular budding terjadi apabila pertambahan polip berasal dari satu polip yang terbelah menjadi dua, sedangkan extratentacular budding terjadi jika tumbuh satu mulut polip bertentakel pada ruang kosong antara polip satu dan polip lain.  Selain itu, koloni baru dapat berkembang dari patahan karang yang terpisah dari koloni induk akibat gelombang atau aksi fisik lain, bila patahan tersebut melekatkan diri pada substrat keras dan tumbuh melalui mekanisme budding.

Gambar 3. Mekanisme pembentukan koloni karang melalui proses budding

Sumber:

Meuthia. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

#Tag :

FUNGSI DAN MANFAAT TERUMBU KARANG

Fungsi terumbu karang

Terumbu karang merupakan ekosistem laut dangkal tropis yang paling kompleks dan produktif.  Terumbu karang juga merupakan ekosistem yang rentan terhadap perubahan lingkungan, namun tekanan yang dialaminya semakin meningkat seiring dengan penambahan jumlah penduduk dan aktivitas masyarakat di wilayah pesisir. Tingginya tekanan ini diakibatkan oleh banyaknya manfaat dan fungsi yang disediakan oleh terumbu karang dengan daya dukung yang terbatas, sedangkan kebutuhan manusia terus bertambah sepanjang waktu.

Secara alami, terumbu karang merupakan habitat bagi banyak spesies laut untuk melakukan pemijahan, peneluran, pembesaran anak, makan dan mencari makan (feeding & foraging), terutama bagi sejumlah spesies yang memiliki nilai ekonomis penting.  Banyaknya spesies makhluk hidup laut yang dapat ditemukan di terumbu karang menjadikan ekosistem ini sebagai gudang keanekaragaman hayati laut.  Saat ini, peran terumbu karang sebagai gudang keanekaragaman hayati menjadikannya sebagai sumber penting bagi berbagai bahan bioaktif yang diperlukan di bidang medis dan farmasi.

Struktur masif dan kokoh dari terumbu berfungsi sebagai pelindung sempadan pantai, dan ekosistem pesisir lain (padang lamun dan hutan mangrove) dari terjangan arus kuat dan gelombang besar.  Struktur terumbu yang mulai terbentuk sejak ratusan juta tahun yang lalu juga merupakan rekaman alami dari variasi iklim dan lingkungan di masa silam, sehingga penting bagi penelitian paleoekologi.  Ekosistem ini juga berperan penting dalam siklus biogeokimia secara global, karena kemampuannya menahan nutrien-nutrien dalam sistem terumbu dan perannya sebagai kolam untuk menampung segala bahan yang berasal dari luar sistem terumbu.

Secara umum, keseluruhan fungsi yang disediakan oleh terumbu karang dapat digolongkan menjadi fungsi fisik, fungsi kimia, dan fungsi biologi dan ekologi.

Manfaat terumbu karang

Dalam konteks ekonomi, terumbu  karang menyediakan sejumlah manfaat yang dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu manfaat berkelanjutan dan manfaat yang tidak berkelanjutan.

Manfaat berkelanjutan

-          Perikanan lepas pantai

Berbagai sumberdaya ikan pelagis (mis. Scombridae, Exocoetidae, Carangidae, Charcharinidae) bergantung pada ekosistem terumbu karang, baik sebagai lokasi memijah, membesarkan anak, dan makan.

-          Perikanan terumbu

Empat kelompok sumberdaya ikan terumbu yang penting bagi nelayan:

  1. Ikan, mis. Muraenidae, Serranidae, Holocentridae, Lutjanidae, dll
  2. Avertebrata, mis. Gastropoda, Bivalva,  Krustasea, Cephalopoda, Ekhinodermata, Coelenterata
  3. Reptil, mis. ular laut dan penyu
  4. Makrofita, mis. alga dan lamun

Gambar 1. Manfaat terumbu karang sebagai daerah tangkap ikan (fishing ground) nelayan tradisional

  1. Perlindungan pantai dan pulau kecil
  2. Wisata bahari
  3. Marikultur
  4. Bioteknologi -Perdagangan biota ornamental
  5. Wilayah perlindungan -Penambangan pasir karang
  6. Kerajinan suvenir -Penelitian dan pendidikan

Berbagai manfaat yang dapat diperoleh manusia dari ekosistem terumbu karang, perlu diatur pengelolaannya karena terumbu karang merupakan ekosistem yang rentan akan perubahan lingkungan dan memiliki daya dukung terbatas. Dengan demikian, beberapa manfaat berkelanjutan yang awalnya mampu disediakan pada akhirnya tidak berkelanjutan karena laju pemanfaatannya yang berlebihan atau metode yang digunakan bersifat merusak (destruktif) seperti penangkapan ikan menggunakan racun sianida atau bom.  Aktivitas seperti pengumpulan biota ornamental (kerang Conus, bintang laut Linckia) yang pada awalnya hanya bertujuan sebagai hobi atau koleksi, apabila sudah bersifat ekstraktif dan bertujuan untuk memenuhi permintaan pasar (perdagangan) akan berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem alami terumbu karang.

Dampak terbesar dan paling merusak yang mungkin terjadi atas ekosistem terumbu karang adalah pembangunan pesisir yang pesat akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan meningkatnya berbagai kebutuhan manusia (pemukiman, perikanan, industri, pelabuhan, dan lain-lain).  Hal ini akan memicu peningkatan tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya hayati yang terkandung di dalamnya.

Sumber:

Meuthia. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

#Tag :

MENGENAL LAMUN

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu (monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae). Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili yaitu : Hydrocharitacea        (9 marga, 35 jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis). Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodoceae serulata, dan Thallasiadendron ciliatum. Dari beberpa jenis lamun, Thalasiadendron ciliatum mempunyai sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya, Belitung dan Lombok. Begitu pula Halophila decipiens baru ditemukan di Teluk Jakarta, Teluk Moti-Moti dan Kepulaun Aru (Den Hartog, 1970; Azkab, 1999; Bengen 2001).

Lamun, adalah bagian berdasarkan beberapa ekosistem menurut wilayah pesisir dan samudera perlu dilestarikan, menaruh donasi dalam peningkatan output perikanan & dalam sektor lainya misalnya pariwisata. Oleh karenanya perlu menerima perhatian khusus seperti halnya ekosistem lainnya dalam wilayah pesisir untuk mempertahankan kelestariannya melalui pengelolaan secara terpadu. Secara eksklusif dan nir eksklusif menaruh manfaat buat menaikkan perekonomian terutama bagi penduduk di wilayah pesisir.

Habitat lamun dapat dipandang sebagai suatu komunitas, pada hal ini padang lamun merupakan suatu kerangka struktural yang bekerjasama dalam proses fisik atau kimiawi yang membangun sebuah ekosistem. Mengingat pentingnya peranan lamun bagi ekosistem di laut dan semakin besarnya tekanan gangguan baik oleh aktifitas manusia maupun akibat alami, maka perlu diupayakan usaha pelestarian lamun melalui pengelolaan yang baik dalam ekosistem padang lamun.

Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska ( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Ekinodermata ( Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).

Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan asal pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun jua menyokong rantai kuliner dan krusial dalam proses siklus nutrien dan menjadi pelindung pantai menurut ancaman erosi ataupun abrasi (Romimohtarto dan Juwana, 1999).

Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas hewan yg tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata & kuliner tersuspensi dalam kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan hewan bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman hewan bentos tinggi.

Daerah Padang Lamun dengan kepadatan tinggi akan dijumpai hewan bentos yg lebih banyak jika dibandingkan menggunakan wilayah yang tidak terdapat tanaman lamunnya. Menurut Romimohtarto & Juwana (1999) ekosistem lamun mempunyai kerapatan fauna keanekaragaman sebesar 52 kali buat epifauna & sebesar 3 kali buat infauna dibandingkan dalam wilayah hamparan tanpa tanaman lamun.

Ekosistem padang lamun memiliki syarat ekologis yang sangat spesifik & berbeda menggunakan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-karakteristik ekologis padang lamun diantaranya adalah :

  1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
  2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang
  3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
  4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
  5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif
  6. Mampu hidup di media air asin
  7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.

Gambar  Ekosistem Lamun

Sumber:

Suharni & Iman. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan dan Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Lamun. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan BPSDMKP.

Http://www.Kaskus.Co.Id/thread/521cc1341cd719396100000b/hot-padang-lamun-bisa-menyimpan-karbon-2-kali-lipat-lebih-poly-daripada-hutan/

https://blogs.Uajy.Ac.Id/nanda2012/2014/09/05/ekosistem-padang-lamun-threats-and-conservation/

http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=141%3Apadang-lamun&catid=72%3Asains&Itemid=52&lang=id

#Tag :

FUNGSI EKOSISTEM LAMUN

Pada dasarnya ekosistem lamun memiliki fungsi yang hampir sama dengan ekosistem lain di perairan seperti ekosistem terumbu karang ataupun ekosistem mangrove, seperti sebagai habitat bagi beberapa organism laut, juga tempat perlindungan dan persembunyian dari predator. Menurut Azkab (1988), ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut  dangkal yang paling produktif. Di samping itu ekosistem lamun mempunyai peranan penting dalam menunjang kehidupan dan perkembangan jasad hidup di laut dangkal, menurut hasil penelitian diketahui  bahwa peranan lamun di lingkungan perairan laut dangkal sebagai berikut:

1.      Sebagai Produsen Primer

Lamun mempunyai tingkat produktifitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal seperti ekosistem terumbu karang  (Thayer et al. 1975).

2.      Sebagai Habitat Biota

Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (alga). Disamping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, padang pengembalaan  dan makan   dari berbagai  jenis ikan herbivora dan ikan–ikan karang (coral fishes) (Kikuchi dan Peres, 1977).

3.      Sebagai Penangkap Sedimen

Daun lamun yang  lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan  dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan  dan menstabilkan dasar permukaaan. Jadi padang lamun dapat berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi ( Gingsburg dan Lowestan 1958).

4.      Sebagai Pendaur Zat Hara

Lamun memegang peranan penting dalam pendauran barbagai zat hara & elemen-elemen yg langka di lingkungan laut. Khususnya zat-zat hara yg diperlukan oleh algae epifit.

Gambar 1. Rantai kuliner pada ekosistem lamun

Sedangkan dari Philips dan Menez (1988), ekosistem lamun adalah keliru satu ekosistem bahari yg produktif. Ekosistem lamun perairan dangkal memiliki fungsi antara lain:

1.      Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui Itekanan–tekanan dari  arus dan gelombang.

2.      Daun-daun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta mengembangkan sedimentasi.

3.      Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun.

4.      Daun–daun sangat membantu organisme-organisme epifit.

5.      Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi.

6.      Menfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.

Selanjutnya dikatakan Philips dan Menez (1988), lamun juga menjadi komoditi yang telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupun secara modern.

Secara tradisional lamun sudah dimanfaatkan buat digunakan buat kompos dan pupuk; cerutu dan mainan anak-anak; dianyam menjadi keranjang; tumpukan buat pematang; mengisi kasur; ada yang dimakan; dibuat jaring ikan.

Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan untuk  penyaring limbah; Stabilizator pantai; Bahan untuk pabrik kertas; Makanan; Obat-obatan; Sumber bahan kimia.

Sumber:

Suharni dan Iman. 2011. Modul Penyuluhan Kelautan & Perikanan: Pengelolaan Ekosistem Lamun. Jakarta, Pusat Penyuluhan Kelautan & Perikanan BPSDMKP.

#Tag :