Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Ada tahapan tertentu yg harus ditempuh pada merogoh tindakan konkrit untuk memperbaiki aturan yang sudah dilanggar itu pelanggaran tata cara. Tahapan penyelesaian masalah atau kasus tata cara disebut menggunakan ator sinlasi yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pelaporan (Mu ota lasi atau tatek oko mama)

Apabila terjadi kasus atau pelanggaran istiadat, pertama-tama akan dilaporkan mengenai masalah atau pelanggaran tadi kepada ketua desa (temukung), forum adat (amnais alat), ketua suku Baineo ataupun amnasit.

Penyampaian laporan dapat dilakukan oleh korban, pelaku (asanat) maupun orang lain. Proses pelaporan ini dikenal dengan istilah “mu ota lasi” yang artinya “menceritakan masalah/pelanggaran”. Proses ini juga dapat disebut dengan istilah “tatek oko mama” yang artinya “membawa/mendudukkan tempat sirih” apabila yang melaporkan masalah atau pelanggaran adat tersebut adalah pelaku itu sendiri. Hal ini disebabkan pada saat melapor, pelaku akan mengakui kesalahannya dan langsung meminta maaf yang dilambangkan dengan membawa tempat sirih (oko mama).

2. Perundingan (Tok ta bua)

Setelah menerima laporan dari pelapor, maka semua pihak terkait akan melakukan perundingan yang disebut dengan istilah ”tok ta bua” yang artinya “duduk bersama”.

Dalam perundingan tadi, mereka akan melakukan musyawarah buat memilih hukuman istiadat yg akan dijatuhkan kepada pelaku dengan mendengarkan kesaksian jika terdapat pihak lain yang sebagai saksi perkara atau pelanggaran tersebut. Dalam penentuan sanksi, setiap pihak yg berunding akan memperhatikan kemampuan menurut pelaku, apakah pelaku dapat memenuhi sanksi istiadat yg diberikan atau tidak.

3. Putusan (Tafek lasi)

Setelah putusan hukuman adat sudah ditetapkan pada perundingan , maka akan disampaikan pada pelaku tentang putusan hukuman yang akan diterimanya yg akan didahului menggunakan anugerah nasehat dan pedoman hidup sang galat satu pihak yang sudah ditunjuk.

Setelah memberikan nasehat kepada pelaku, maka akan disampaikan putusan mengenai sanksi adat yang diberikan. Dalam hukum adat, sanksi adat yang biasa dijatuhkan adalah sanksi denda (opat).

4. Eksekusi putusan (Ta naoba fekat)

Pelaksaan putusan ini akan didahului oleh penyembelihan hewan denda yang dibawa oleh pelaku. Hewan yang telah disembelih akan dimasak dan kemudian dinikmati bersama oleh lembaga adat (amnais alat), kepala desa (temukung), amnasit, pelaku (asanat), dan juga masyarakat (toh).

Proses makan beserta ini jua menjadi lambang bahwa pengikatan diri terhadap ketetapan aturan norma, terutama bagi pelaku buat balik mengikatkan dirinya pada aturan istiadat yg telah dilanggarnya sebagai akibatnya pada kemudian hari nir lagi melakukan pelanggaran. Proses ini jua akan membersihkan diri pelaku atas dampak (kesialan) & kesalahan yg sudah dilakukannya waktu melanggar hukum adat serta memperbaiki hubungannya dengan masyarakat pasca pelanngarannya.

Sumber : Ranny Unbanunaek. Penerapan Hukum Adat Lilifuk terhadap Perusakan Lingkungan Pesisir Teluk Kupang

Semoga Bermanfaat...

Checking your browser before accessing

This process is automatic. Your browser will redirect to your requested content shortly.

Please allow up to 5 seconds…

DDoS protection by Cloudflare
Ray ID: