Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

DESKRIPSI TEKNOLOGI

Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi

Teknologi pelaksanaan probiotik RICA ditujukan buat pencegahan penyakit udang windu melalui perbaikan kualitas air, sebagai akibatnya dibutuhkan bermanfaat dalam peningkatan sintasan dan produksi udang windu di tambak. Aplikasi probiotik RICA secara nasional diperlukan dapat mendukung program peningkatan produksi udang windu secara ramah lingkungan sebesar 30% menurut kondisi kini .

Pengertian/definisi

Yang dimaksud dengan Probiotik RICA (Gambar 1) adalah bakteri yg mempunyai peranan positif (bermanfaat) pada memperbaiki kualitas air, dihasilkan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros (singkatan bahasa Inggrisnya disebut RICA = Research Institute for Coastal Aquaculture), sehingga sintasan & produksi udang windu di tambak dapat ditingkatkan. Selanjutnya bakteri probiotik RICA tersebut diproduksi massal sang KPRI (Koperasi Pegawai Republik Indonesia) Mina Lestari

Gambar 1. Bakteri probiotik RICA-1, RICA-dua, danRICA-tiga produksi BRPBAP Maros.

Rincian & Aplikasi Teknis

Persyaratan Teknis Penerapan Teknologi

Mengingat bahwa teknologi pelaksanaan probiotik RICA hanya adalah galat satu dari serangkaian teknologi budidaya udang windu di tambak, maka keberhasilan penerapan teknologi ini sangat tergantung dalam segala aspek budidaya yang lainnya semenjak pemilihan lokasi tambak, persiapan tambak, pemberantasan hama, pengapuran (dasar tambak dan kapur susulan), pemupukan (dasar & susulan), pengisian air tambak, aklimatisasi benur, anugerah pakan (bila ada), pengelolaan kualitas air, & pemantauan pertumbuhan udang.

Uraian lengkap tentang SOP Aplikasi Probiotik RICA

a. Rincian Teknologi

Hingga sekarang masih poly pembudidaya udang tradisional yg melakukan usahanya hanya dari ?Feeling? Saja. Persiapan tambak & berbagai cara pengelolaan tambak hanya dilakukan seadanya. Kalaupun mereka melakukan perubahan, maka mereka hanya mengikuti apa yg dilakukan sang pembudidaya udang di sekitarnya yg syarat tambaknya belum tentu sama, sehingga tak jarang diperoleh output berbeda. Oleh karena itu teknologi budidaya udang windu perlu diperbaiki semenjak persiapan tambak, pengisian air tambak, penebaran benur, dan cara pengelolaannya.

Selain itu, selama ini juga telah banyak produk bakteri probiotik komersial pada pasaran, baik produk lokal maupun import. Namun demikian rakyat pembudidaya udang masih poly yang kurang memahami tentang cara penggunaannya, baik cara kulturnya, penyimpanannya maupun cara aplikasinya. Bakteri probiotik merupakan organisme hidup yg jumlahnya akan mengalami penurunan dengan semakin lamanya disimpan. Jadi suatu produk probiotik komersial yg cara pemakaiannya tanpa dilakukan kultur terlebih dahulu, cenderung akan tidak efektif untuk pencegahan penyakit udang. Hal ini lantaran pada awal pembuatan probiotik pada bentuk cair dapat mencapai kepadatan bakteri hingga 1011 ? 1012 CFU/mL, sedangkan dalam bentuk padat (bubuk) umumnya hanya mencapai kepadatan bakteri kurang lebih 109 CFU/g. Produk probiotik komersial tadi akan mengalami penurunan kepadatan bakteri sampai tinggal 103 ? 106 CFU/mL (CFU/g) selesainya disimpan lebih berdasarkan tiga bulan. Oleh karena itu penggunaan probiotik RICA harus dikultur/difermentasi tiga-4 hari terlebih dahulu agar kepadatannya semakin tinggi hingga 1011 CFU/mL. Dengan demikian bakteri tadi dapat berfungsi lebih baik pada memperbaiki kualitas air (menurunkan kandungan bahan-bahan beracun pada tambak, misalnya bahan organik total, amoniak, nitrit, & hidrogen sulfida), menekan perkembangbiakan organisme patogen terutama bakteri Vibrio harveyi, sebagai akibatnya dapat meningkatkan sintasan & produksi udang windu pada tambak.

B. Cara Penerapan Teknologi

Pemilihan Lokasi Tambak

Kematian udang di sekitar caren tambak pada awal isu terkini penghujan diduga ditimbulkan sang jenis tanah tambak yang tergolong tanah sulfat masam (TSM). Hal ini poly terjadi di daerah pertambakan yg dibangun dari bekas lahan mangrove (terutama nipah) misalnya pada Aceh, Lampung Timur, Sulawesi Selatan bagian Timur, pula di daerah Kalimantan. Pada pematang tambak TSM umumnya dijumpai adanya bagian tanah yg berwarna kuning (jarosit). Bila tanah ini tersiram air hujan, maka air yg turun ke tambak bersifat sangat masam, lantaran mengandung H2SO4 (senyawa asam pekat yg digunakan buat air aki). Senyawa inilah yang menyebabkan sebagian kulit dan daging udang terkelupas & akhirnya mati.

Tambak TSM usahakan direklamasi (pengeringan, perendaman, & pembilasan tanah dasar tambak) terlebih dahulu selama persiapan tambak & bila memungkinkan pematang tambak ditanami rumput yg mampu menunda peluruhan jarosit ke dalam tambak. Pengapuran menggunakan dolomit di sekeliling pematang menjelang hujan deras terbukti cukup berguna mengurangi kematian udang di tambak. Oleh karenanya, agar pelaksanaan probiotik RICA lebih efektif sebaiknya dilakukan di wilayah pertambakan yang nir tergolong tanah sulfat masam (TSM), yaitu pada pertambakan menggunakan pH tanah dasar tambak normal (6,lima-7,0).

Persiapan Tambak Udang Windu

Persiapan tambak mencakup penambalan bocoran tambak, keduk teplok (pengangkatan lumpur hitam dari dasar tambak ke atas pematang tambak), pemberantasan hama, pengeringan tambak, pengapuran & pemupukan dasar tambak, dan pengisian air tambak.

Penambalan bocoran tambak selain dibutuhkan buat mencegah habisnya air pada tambak, juga mencegah masukya predator (pemangsa udang) dan kontaminan aneka macam penyakit (vibriosis sang bakteri Vibrio harveyi & bintik putih sang white spot syndrome virus). Keduk teplok dimaksudkan buat membuang lumpur hitam yang berbau busuk (mengandung hidrogen sulfida) yg umumnya dilakukan dalam ketika tambak masih berair lebih kurang 10 centimeter (macak-macak) buat memudahkan pengangkatan lumpur.

Pemberantasan hama dilakukan dengan memakai saponin 15-30 ppm (15-30 kg saponin per hektar tambak dengan kedalaman air kurang lebih 10 cm) & kaporit dua-tiga ppm (dua-3 kg kaporit per hektar tambak menggunakan kedalaman air lebih kurang 10 cm). Pada salinitas tinggi (di atas 25 ppt) penggunaan saponin relatif 15-20 ppm, tetapi dalam salinitas air tambak pada bawah lima ppt diperlukan saponin hingga 30 ppm. Pemberantasan hama dimaksudkan buat membunuh ikan- ikan liar (mujahir, gabus, ketua timah, bocci-bocci & lain-lain) & krustase liar (udang, kepiting, jembret, & sejenisnya). Setelah empat hari, air dibuang, kemudian tanah dasar tambak dibajak & dikeringkan secara paripurna hingga retak-retak agar limbah organik pada dasar tambak teroksidasi sempurna. Apabila masih dijumpai adanya ikan-ikan liar pada bagian cekungan air, pemberantasan hama diulangi di bagian tersebut. Kemudian pengapuran dilakukan menggunakan memakai kapur bakar (CaO, yaitu kapur yg apabila direndam air akan mengeluarkan gelembung panas seperti air mendidih). Jumlah kapur bakar yg digunakan tergantung pada syarat kemasaman tanah dasar tambak tadi. Makin masam tanah dasar tambak, maka diharapkan kapur bakar yang lebih poly. Secara generik dibutuhkan kapur bakar antara 1-5 ton per hektar tambak buat meningkatkan kecepatan proses oksidasi bahan organik & peningkatan pH tanah dasar tambak. Setelah dilakukan pengapuran, sebaiknya dilakukan pengecekan pH & redoks potensial tanah dasar tersebut. Menurut Poernomo (2004), redoks potensial tanah dasar tambak dalam waktu kemarau sebaiknya minimal 50 mv. Namun dalam kenyataannya hal ini tak jarang sulit diperoleh di lapangan. Apabila pH tanah dan redoks potensialnya masih rendah, maka, pengapuran perlu dilakukan balik menggunakan kapur bakar sampai pH tanah meningkat.

Setelah 1-2 minggu pengeringan dan tanah terlihat retak-retak, lalu pemupukan tambak sinkron kebutuhan. Untuk tambak tradisional plus, memerlukan pupuk organik, urea, & SP-36 (super fosfat) tergantung kondisi tanah & demam isu penebaran. Umumnya tambak udang tradisional plus memerlukan pupuk organik 200-400 kg/ha, urea 50-100 kg/ha, dan SP-36 50100 kg/ha menjadi pupuk dasar. Namun pemakaian seminimal mungkin lebih disarankan. Pada animo hujan penggunaan urea bisa dikurangi lantaran adanya masukan nitrogen berdasarkan air hujan. Tambak yg relatif dekat dengan bahari umumnya memerlukan urea lebih poly dan SP-36 lebih sedikit daripada tambak yang jauh dari bahari. Pemupukan dasar dengan SP-36 tidak diharapkan pada tambak TSM yg merupakan tanah gambut, lantaran fosfatnya akan terikat sang asam humus dari tanah, sebagai akibatnya sulit terlepas ke air. Pada tambak TSM pemupukan susulan yg sedikit-sedikit dilakukan (dua-5 kg/minggu) lebih baik daripada penggunaannya sebagai pupuk dasar. Secara umum, dalam kondisi tanah normal (tanah mineral) diperlukan pupuk dasar urea sebesar 20-50 kg/ha dan SP-36 sebesar 20-50 kg/ha. Sedangkan pemupukan susulan sebaiknya dilakukan sebulan setelah penebaran benur, yaitu lebih kurang 10% berdasarkan jumlah pupuk dasarnya (masing-masing 2-5 kg/ha/mg), tergantung syarat & warna airnya.

Tambak kemudian diisi air higienis (air yang sudah ditandon terlebih dahulu ataupun air saluran yg nisbi baru) langsung penuh (misal satu meter atau sampai ketinggian maksimal yg sanggup dicapai). Pada pengisian air tambak udang nir boleh dilakukan secara sedikit demi sedikit 10 centimeter setiap hari sebagaimana dilakukan pada tambak ikan bandeng, karena bandeng perlu klekap sebagai makanannya. Tumbuhnya klekap pada tambak udang, merupakan masalah bagi udang yg dipelihara. Klekap akan terapung & akhirnya mangkat , membusuk pada dasar tambak, sebagai akibatnya sebagai galat satu pemicu stres bagi udang windu. Secara umum tambak udang windu memerlukan air yang lebih dalam dibanding tambak bandeng, lantaran udang lebih menyukai plankton dari pada klekap.

Apabila memiliki petak tandon yang dilengkapi dengan biofilter, sebaiknya air baru berdasarkan saluran air (12 jam setelah air pasang) disimpan pada tandon terlebih dahulu kurang lebih tiga-4 hari sebelum dimasukkan ke dalam petakan tambak. Air yg ditandon 3-4 hari tadi bisa menurunkan jumlah bakteri patogen yang terdapat, dan bisa mengurangi peluang virus WSSV mendapatkan inangnya. Dengan demikian air yg telah ditandon ini nisbi lebih kondusif berdasarkan dalam air pribadi (tidak ditandon). Kualitas air yg terbaik (optimum) bagi udang windu di tambak tradisional plus bisa dipandang pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Kualitas air optimum bagi pertumbuhan udang windu (Atmomarsono, 2004)

Aklimatisasi & penebaran benur / tokolan

Tiga sampai empat hari sebelum benur windu diambil menurut hatchery, pengambilan model benur dilakukan menggunakan cara diawetkan dalam larutan alkohol 70% sebelum dicek dengan ?Polymerase Chain Reaction? (PCR) buat pengujian WSSV pada laboratorium. Sebelum benur windu ditebar pada tambak, terlebih dahulu ditokolkan atau dibantut (ditokolkan) selama 2-6 minggu di loka yg nisbi higienis (tidak tercemar oleh organisme patogen). Benur yg sudah dibantut akan mempunyai vitalitas lebih tinggi, dan masa pemeliharaannya pada tambak lebih singkat (dua-tiga bulan). Tokolan udang windu sangat dibutuhkan khususnya pada tambak TSM, karena tingginya kandungan besi & aluminium yang memungkinkan sebagai pemicu stres dalam udang. Waktu pemeliharaan udang pada tambak TSM wajib diusahakan lebih singkat supaya terhindar dari agresi penyakit yang umumnya terjadi dalam umur antara 40-70 hari. Agar udang cepat mencapai berukuran konsumsi, maka padat penebaran pada tambak TSM jua wajib diadaptasi menggunakan syarat tanahnya, misalnya hanya 0,lima-1 ekor/m . Sedangkan pada tambak tanah mineral (nir masam) bisa ditebari 2 hingga 4 ekor/m . Secara umum padat penebaran benur/tokolan udang windu pada pertambakan dua Sulsel hanya 1-dua ekor/m , sedangkan pada pantura Jawa mampu mencapai 2-4 ekor/m .Dua 2 Benur ataupun tokolan udang windu sebelum ditebar wajib diaklimatisasi terhadap suhu & salinitas air. Penebaran benur atau tokolan dapat dilakukan jika air dalam petakan tambak telah dipersiapkan minimal 2 minggu sebelumnya. Hal ini dibutuhkan agar fitoplankton sudah tumbuh menggunakan stabil yg ditandai menggunakan rona air hijau agak coklat & kecerahan air lebih kurang 30-40 %. Apabila kedalaman air tambak merupakan satu meter, maka sebaiknya kecerahan air 30-40 cm, bila kedalaman air sekitar 60 centimeter, maka kecerahan air 18-24 centimeter. Secara generik buat pemeliharaan udang, makin dalam airnya makin indah, karena udang lebih menyukai plankton yang poly terdapat di kolom air dari dalam klekap pada dasar tambak. Berbagai jenis pestisida (Thiodan, Trithion, Aquadyne, Brestan dan sebagainya) tidak boleh (DILARANG) dipakai lagi buat pemberantasan hama pada tambak, lantaran mengakibatkan air terlalu jernih (nilai kecerahan hampir sama dengan kedalaman). Hal ini dimungkinkan lantaran fitoplankton kurang bisa tumbuh sebagai dampak kurangnya unsur hara nitrogen (N) & fosfor (P) dalam kolom air yang sebagian akbar terikat pada tanah oleh impak pestisida yg digunakan. Pada kondisi demikian udang akan gampang mengalami stress, sehingga mudah terserang penyakit.

Pengelolaan Pakan

Pada dasarnya pakan protesis yang diberikan ke udang windu yang dipelihara dalam sistem budidaya udang tradisional plus (ekstensif plus) hanya bersifat tambahan saja, lantaran udang diperlukan makan plankton yang ada pada tambak (fitoplankton & zooplankton). Di tambak tersebut, pakan berupa pellet biasanya diberikan satu bulan menjelang udang dipanen. Namun di tambak dengan sistem semi-intensif & intensif, pakan protesis berupa pelet yg bermutu mutlak dibutuhkan.

Mutu, ukuran, & jumlah pakan harus diadaptasi dengan umur udang. Pada umur belia, udang memerlukan pakan dengan kandungan protein yang tinggi. Jumlah pakan yg diberikan setiap harinya harus diadaptasi menggunakan pertumbuhan dan kondisi udang pada waktu sampling. Jika dalam ketika sampling poly didapat udang yg ?Molting? (ganti kulit), maka usahakan jumlah pakannya dikurangi. Hal ini mengingat, bahwa udang yg molting akan istirahat makan lebih kurang 24-48 jam. Jadi jikalau pakannya justru ditambah, maka kelebihannya menjadi limbah organik yg dapat memicu perkembangbiakan bakteri V. Harveyi dan WSSV yg dapat membahayakan udang windu di tambak. Sebaiknya jangan memakai pakan segar berdasarkan kelompok krustase misalnya kepiting, kepala udang & sebagainya, karena ini bisa menjadi ?Carrier? (pembawa) penyakit WSSV. Pakan yg berupa pellet wajib disimpan pada loka yg kemarau & sejuk, serta dialas papan agar tidak mudah berjamur. Pemberian pakan (pellet) di tambak tradisional plus sanggup dimulai pada minggu ke enam selesainya penebaran tokolan udang windu, yaitu sekitar 1 kg/hr yang ditebar merata ke sekeliling tambak. Setelah 7 hari, jumlah pakan dinaikkan sebagai 1,2 kg/hr selama 7 hari, kemudian 1,lima kg/hr selama 7 hari. Demikian seterusnya dilakukan sedikit penambahan pakan setiap minggunya. Jumlah pemberian pakan lebih kurang 1-tiga% bobot biomass/hari. Diharapkan FCR (feed convertion ratio = rasio konversi pakan) di tambak udang windu tradisional plus adalah kurang berdasarkan satu.

Pengelolaan Air

Satu hal perlu dicatat, bahwa sebaiknya hanya mengubah air tambak apabila dibutuhkan saja, ialah lakukan sesedikit mungkin, karena makin banyak dilakukan penggantian air memungkinkan terjadinya udang tertekan. Perubahan rona air tambak usahakan diamati setiap saat. Warna air yg berubah-ubah setiap saat, misal pagi kuning, siang hijau, dan sore sebagai biru, adalah indikator bahwa air tambak tadi mempunyai alkalinitas total yg rendah (pada bawah 80 mg CaCO3 equivalen/L) (Atmomarsono, 2004). Akibatnya dapat terjadi goncangan pH air harian yang melebihi 0,lima (misal 7,5 hingga 9,5). Apabila hal ini terjadi, maka udang akan mudah mengalami tertekan. Oleh karenanya harus dilakukan aplikasi kapur dolomit di tambak tadi. Warna air yang dianggap mengagumkan buat budidaya udang windu adalah hijau kecoklatan. Secara generik kapur dolomit bisa diaplikasikan secara rutin 3-5 ppm per minggu (lebih kurang 30-50 kg/ha tambak menggunakan kedalaman air satu meter) buat mencegah terjadinya goncangan pH dalam animo penghujan. Hal ini sangat dibutuhkan terutama di areal pertambakan yg masih masam (tanah TSM). Untuk mempertahankan rona air tersebut bisa dilakukan dengan cara pemupukan susulan urea dan SP-36 sekitar 0,1 ? 1 ppm (tergantung rona airnya) serta aplikasi bakteri probiotik tertentu. Untuk rona air tambak yg cenderung hijau belia kekuningan, dibutuhkan pupuk susulan SP-36 lebih banyak menurut pada ureanya. Sebaliknya bila warna air cenderung coklat kemerahan, maka dibutuhkan pupuk susulan urea lebih poly menurut pada SP-36.

Aplikasi Bakteri Probiotik RICA

Peralatan ?Aerator ?Double power? (AC/DC, tetap hayati walaupun mati listrik) satu unit yg dilengkapi menggunakan slang aerasi, pengatur gas, dan batu aerasi. ? Ember besar bertutup buat wadah kultur bakteri probiotik, volume ember tergantung jumlah bakteri yg dibutuhkan, misal 20, 40, atau 50 L. ? Ember dengan volume 10-15 L buat menebar bakteri probiotik ke tambak. ? Jerigen steril buat membawa bakteri probiotik hasil kultur. ? Corong plastik buat memasukkan bakteri probiotik ke dalam jerigen. ? Gayung air buat memasukkan bakteri ke dalam jerigen plastik dan buat menebar bakteri ke tambak. ? Timbangan 1-5 kg, buat menimbang dedak, tepung ikan, yeast (ragi roti), & molase. ? Takaran atau literan, buat menakar volume air tambak & volume molase yang diperlukan (molase ditimbang & diukur volumenya dalam awal pengukuran saja, selanjutnya ditandai menggunakan supidol agar lain kali nir perlu ditimbang lagi). ? Spidol permanen untuk penanda pada dosis yang digunakan. ? Kompor gas lengkap dengan tabung gas, slang, dan regulatornya. ? Panci stainless volume 50 L buat mengolah adonan bahan. ? Pengaduk menurut kayu buat mengaduk bahan-bahan yang dimasak. ? Beberapa ember menggunakan tutup dan stoples plastik buat menyimpan tepung & bahan-bahan lainnya.

Bahan-bahan ? Bakteri probiotik RICA, yaitu isolat BT951, MY1112, dan BL542 dalam media Nutrient Broth (200 mL per 20 L air tambak). ?Tepung ikan (400 g per 20 L air tambak) ?Dedak halus (1.000 g per 20 L air tambak) ?Ragi roti (yeast) (100 g per 20 L air tambak) ?Molase (tetes tebu) atau gula 500 g (sekitar 375 mL) per 20 L air tambak ?Air tambak sebesar 20 L.

Cara kultur ? Masak 1.000 g dedak halus dan 400 g tepung ikan dengan memakai 20 L air tambak pada panci stainless sembari terus diaduk sampai mendidih selama 5-10 mnt (supaya bakteri kontaminan berdasarkan tambak mati). ? Matikan barah, kemudian masukkan ragi roti sebesar 100 g, sambil terus diaduk merata. ? Kemudian masukkan molase 500 g, sambil terus diaduk merata. ? Dinginkan adonan tersebut menggunakan cara merendam panci ke air tambak atau membaginya ke beberapa loka agar lebih cepat dingin. ? Setelah dingin, dibagi ke dalam dua ember. ? Masukkan bakteri probiotik sebesar 100-200 mL per ember. ? Diaerasi secara terus menerus menggunakan aerator AC/DC. ? Setelah dikultur tiga-4 hari, aerasi dimatikan & bakteri probiotik siap digunakan pada tambak, yaitu 0,2-1 ppm (dua-10 L per hektar tambak tradisional plus menggunakan kedalaman air satu meter); 1-5 ppm di tambak semi-intensif udang windu menggunakan padat penebaran hingga 10 ekor/m ; atau 5-10 ppm di tambak udang intensif dengan padat penebaran hingga 20 dua ekor/m .Dua

Cara pelaksanaan ?Bakteri probiotik RICA yg sudah dikultur tiga-4 hari mempunyai kepadatan kurang lebih 1010 ? 1012 CFU/mL, umumnya berbau tape dan siap ditebar ke tambak dengan takaran seperti tersebut pada atas. ? Bakteri probiotik tersebut dicampur/diencerkan dengan air tambak secukupnya, lalu ditebar merata ke bagian atas air tambak. ? Pemberian bakteri probiotik dilakukan seminggu sekali untuk budidaya udang windu tradisional plus & semi-intensif. Sedangkan buat teknologi sistem intensif dibutuhkan penebaran 1-2 kali/minggu tergantung syarat airnya. ? Aplikasi bakteri probiotik RICA yg terbaik dilakukan secara bergiliran, yaitu BT951 diberikan tiga-4 kali sejak minggu 2-tiga pemeliharaan, lalu diganti menggunakan MY1112 diberikan 3-4 kali berturut-turut, lalu diganti BL542 diberikan 3-4 kali berturutturut, & diulang lagi menggunakan BT951 hingga panen. ? Bakteri probiotik RICA perlu dikultur selama 3-4 hari agar diperoleh konsentrasi sampai 1010-1012 CFU/mL, sehingga dalam ketika dipakai pada tambak hanya memerlukan jumlah sedikit (kurang menurut 10 L/ha).

Jumlah Kaji Terap di Beberapa Daerah ? Kabupaten Barru (2 orang, tahun 2009), sistem ekstensif plus menggunakan padat penebaran dua ekor/m , sintasan 30,9 % (261 % dari pada kontrol = petak tambak yg nir 2 memakai probiotik), produksi 81,4 kg/ha (428 % dari pada kontrol) dengan masa pemeliharaan 70 hari. ? Kabupaten Pinrang (6 orang tahun 2010, 36 orang tahun 2012), sistem ekstensif plus dengan padat penebaran 2 ekor/m2, sintasan 61,9 % (206 % dari dalam sintasan udang pada petak tambak tanpa probiotik dalam tahun 2011 yg lebih kurang 30%), produksi 240 kg/ha (205% dari pada produksi rata-rata pada tahun 2011) menggunakan masa pemeliharaan 70-90 hari. ? Kabupaten Pangkep (71 orang tahun 2011, 18 orang tahun 2012), sistem ekstensif plus menggunakan padat penebaran 2 ekor/m2, sintasan 49,24 % (246 % dari pada sintasan di tambak rakyat tanpa probiotik yang hanya sekitar 20%), produksi 267 kg/ha (178 % dari dalam produksi udang pada tambak rakyat tanpa probiotik yg hanya kurang lebih 150 kg/ha) dengan masa pemeliharaan 70-100 hari. ? Pada tahun 2013 sedang berlangsung kaji terap pada Kabupaten Indramayu (12 pembudidaya), pada Kabupaten Brebes (16 orang), di Kabupaten Pangkep (20 orang).

KEUNGGULAN TEKNOLOGI

Teknologi Aplikasi Probiotik RICA ini lebih unggul karena dalam pemakaiannya bakteri diperlukan jumlah relatif lebih sedikit dibandingkan dengan pemakaian probiotik lainnya yang memerlukan volume akbar. Sebagai akibatnya, porto aplikasinya jauh lebih murah, kurang berdasarkan Rp 200.000,- per trend tanam.

Berdasarkan hasil kaji terap di beberapa Kabupaten di Sulawesi Selatan, menunjukkan, bahwa aplikasi probiotik RICA bisa menaikkan sintasan lebih 2 kali lipatnya (30-61%) dibandingkan kondisi awalnya (11-20 %), pula menaikkan produksi udang windu hampir 2 kali lipatnya (81-267 kg/ha/MT) dibandingkan syarat awalnya (11-150 kg/ha/MT). Secara generik teknologi budidaya udang windu tradisional plus dengan pelaksanaan bakteri probiotik RICA dapat meningkatkan sintasan dan produksi udang windu pada atas 30 % daripada tanpa probiotik. Teknologi Aplikasi Probiotik RICA mudah diterapkan pada masyarakat dalam suatu grup pembudidaya udang (pada hamparan), supaya lebih efisien dalam penggunaan peralatan kultur bakteri probiotik. Secara praktis pada masyarakat bisa membangun kelompok kerjasama sosial pada bentuk koperasi yg saling menguntungkan baik dalam hal teknis maupun ekologis.

Probiotik RICA merupakan tiga jenis bakteri yang diisolasi menurut tambak (RICA-1 = isolat BT951, Brevibacillus sp), dari mangrove (RICA-dua = MY1112, Serratia sp), & berdasarkan laut (RICA-tiga = BL542, Pseudoalteromonas sp), yg adalah hasil seleksi menurut 3.976 isolat orisinil perairan Sulawesi Selatan, yg sudah diuji secara ?In vitro? & ?In vivo? Kemampuannya dalam memperbaiki kualitas air (menurunkan kandungan bahan organik total, amoniak, nitrit, dan H2S) dan tidak patogen terhadap udang, serta mampu menekan perkembangbiakan bakteri patogen V. Harveyi. Oleh karena itu ketiga isolat probiotik RICA tadi tergolong bakteri yang ramah lingkungan.

WAKTU - LOKASI PENELITIAN DAN DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN

Penelitian dasar yg mencakup skrining isolat menurut alam, uji berlawanan terhadap bakteri patogen Vibrio harveyi, kemampuan terhadap masing-masing parameter kualitas air, uji patogenesitasnya terhadap udang windu telah dilakukan antara 2002 ? 2005 di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Penelitian & Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros, & Laboratorium PAU Institut Pertanian Bogor, & Universitas Atmajaya (sekuensing menggunakan 16S-rRNA). Pengujian daya simpan isolat bakteri (suhu kamar dan suhu kulkas) juga telah dilakukan hingga 2008 di BPPBAP Maros.

Selanjutnya pengkajian di Instalasi Tambak Percobaan Marana, Maros telah dilakukan dari tahun 2006 hingga kini , jua Pengembangan di Instalasi Tambak Percobaan Punaga, Takalar pada tahun 2009. Mulai tahun 2009 dirintis aplikasinya pada tambak rakyat pada Kabupaten Barru, lalu tahun 2010 di tambak rakyat Kabupaten Pinrang (sampai 2012), dan pada tambak masyarakat Kabupaten Pangkep pada tahun 2011-2013. Pada tahun 2011 seorang pembudidaya menurut Samarinda Kaltim juga telah menguji coba di tambaknya. Pada tahun 2012 seorang pembudidaya dari Gresik, Jatim pula telah menguji coba pada tambaknya. Pada tahun 2013 jua diaplikasi di 12 petak tambak udang windu pada Kabupaten Indramayu, 16 petak tambak pada Kabupaten Brebes, & 20 petak tambak pada Kabupaten Pangkep.

Lokasi daerah yang direkomendasikan buat penerapan teknologi probiotik RICA sebaiknya pada wilayah dengan kondisi tanah mineral seperti di Jawa pada biasanya, pantai barat Lampung, dan sebagian pantai barat Sulawesi Selatan. Di lokasi lain yg masih relatif masam tanahnya (TSM) seperti pada Aceh umumnya, Kalimantan umumnya, & pantai timur Sulawesi Selatan masih perlu dilakukan tambahan aplikasi berupa penambahan kapur dolomit agar probiotik tersebut bisa lebih efektif.

KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF Sangat kecil kemungkinan imbas negatif menurut pelaksanaan probiotik RICA, lantaran ketiga isolat berasal dari tambak, mangrove, & bahari di sekitar tambak. Bahkan dengan aplikasi ketiga jenis probiotik tersebut bisa memperbaiki kualitas perairan di sekitarnya. Namun demikian cara penyimpanan bakteri probiotik RICA secara ?Sembrono? (sembarangan) dapat memungkinkan terjadinya kontaminasi menggunakan bakteri lain di lebih kurang tambak. Oleh karena itu probiotik RICA sebaiknya dikultur di suatu tempat yang higienis pada grup pembudidaya buat lebih kurang 10 ha tambak.

KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISIS USAHA

Tabel 2. Analisis usaha budidaya udang windu dengan Aplikasi probiotik RICA di lahan tambak tradisional plus seluas 10 ha (contoh kasus di Kabupaten Pinrang, Sulsel 2012). • R/C 1,98 > 1 Layak Usaha (Bisa dikembangkan di masyarakat)

TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI

Semua (100 %) bahan pada penerapan probiotik RICA merupakan produk dalam negeri, kecuali buat biakan isolat murni bakteri probiotik (TSA & Nutrient Broth) yg masih diimpor. Di masa yg akan tiba, masih akan dicoba mengganti ke 2 jenis media tadi dengan media lokal (apabila memungkinkan tentunya).

Sumber:

Atmomarsono M., Muliani, Nurbaya & Endang. 2013. Peningkatan Produksi Udang Windu pada Tambak Tradisional Plus menggunakan Aplikasi Probiotik RICA. Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan & Perikanan, Kementerian Kelautan & Perikanan, Jakarta.

Checking your browser before accessing

This process is automatic. Your browser will redirect to your requested content shortly.

Please allow up to 5 seconds…

DDoS protection by Cloudflare
Ray ID: