Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Ada 7 (tujuh) nilai dalam hukum tata cara lilifuk, pada antaranya:

1. Nilai Religius

Masyarakat Kuanheun percaya akan adanya kekuatan yang menguasai laut yang disebut dengan Raja Laut (Uis Tasi). Hal ini dapat ditemukan dalam mitos-mitos yang dipercayai, yakni apabila seseorang melakukan pelanggaran hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk), seperti menangkap ikan sebelum waktunya, maka orang tersebut dipercaya akan mendapat sial. Hal ini dikarenakan ada keyakinan bahwa lilifuk dijaga oleh sesuatu yang memiliki kekuatan gaib (supernatural power).

2. Nilai Ekologi

Hukum tata cara lilifuk mengatur bahwa pada melakukan penangkapan ikan pada lilifuk, setiap orang wajib menggunakan alat tangkap yg tidak merusak lilifuk yang dalam ungkapan adatnya: ?Het ika at paek at pake bale le kana leu tasi? Adalah menangkap ikan memakai alat yang tidak merusak bahari.

Norma-norma dalam hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk)  bertujuan untuk menjamin keberlangsungan sumber daya laut agar dapat hidup, tumbuh, berkembang secara optimal, serta mendapat perlindungan dari ancaman perusakan, pemusnahan, dan pencemaran dari berbagai kegiatan atau perilaku manusia yang mengabaikan kelestarian sumber daya pesisir. Hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) ditujukan untuk menjaga lingkungan pesisir mereka.

3. Nilai Komunal

Sebagai tuan tanah (pah tuaf) dari lilifuk, tidak membuat Suku Baineo memiliki lilifuk secara mutlak. Suku Baineo berkuasa terhadap pengelolaan lilifuk, namun hasil dan manfaat dari lilifuk tetap menjadi milik dari setiap warga Desa Kuanheun.

Sekalipun Suku Baineo memiliki interaksi yg bertenaga dengan lilifuk menjadi pemilik tanah namun hal tersebut nir melemahkan nilai kepemilikan bersama atas manfaat lilifuk. Selain itu, dalam merampungkan setiap pelanggaran lilifuk pun wajib dilakukan secara musyawarah dan konsensus menggunakan melibatkan berbagai pihak & rakyat.

4. Nilai Relasi Sosial

Hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) memberikan gambaran mengenai bagaimana manusia seharusnya membangun relasi sosial yang baik, harmonis, seimbang, serasi dan selaras baik antara manusia dengan manusia, maupun manusia dengan lingkungannya.

Hukum ini berusaha untuk menciptakan jalinan hubungan yang baik antar masyarakat melaluipemberian undangan untuk panen dan musyawarah yang dilakukan dalam menyelesaikan segala permasalahan. Tidak hanya relasi antar manusia, hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) juga berupaya untuk menciptakan relasi yang baik antar manusia dengan lingkungan dengan cara menjaga dan berusaha melestarikannya. Ada kesadaran bahwa lingkungan sebagai bagian dari hidup mereka yang bersama-sama memiliki keterikatan satu sama lain yang harus selalu dipertahankan.

5. Nilai Solidaritas & Tanggungjawab

Upaya perlindungan yang dilakukan melalui aturan tata cara lilifuk menunjukan adanya rasa tanggung jawab dan solidaritas menurut masyarakat Kuanheun terhadap keberlangsungan hidup biota laut dan kelestarian lingkungan. Masyarakat merasa bertanggungjawab untuk menjasa kelangsungan hidup biota bahari dengan menjaganya supaya nir punah dan terancam hidupnya sang tindakan serakah insan.

Melalui upaya penangkapan ikan yg ramah lingkungan & tidak Mengganggu lingkungan lilifuk, rakyat sudah menaruh perhatian terhadap kehidupan laut menggunakan berusaha membangun lingkungan yang baik bagi perkembangbiakan biota bahari agar dapat terus lestari. Masyarakat merasa bertanggung jawab terhadap keberlangsungan lingkungan hidup.

6. Nilai Kepemimpinan Sosial

Pengakuan dan penghargaan terhadap eksistensi pemimpin adat terdapat dalam hukum tata cara lilifuk. Pemimpin istiadat, misalnya lembaga istiadat (amnais alat), kepala desa (temukung), tuan tanah (pah tuaf), dan amnasit memiliki peran sentral pada penyelesaian perkara & ritual-ritual istiadat. Masyarakat memberikan ketaatan terhadap keputusan yg dibuat oleh pemimpin adat.

Setiap keputusan yang dibuat oleh seorang pemimpin akan diikuti oleh masyarakat sebagai sesuatu yang benar. Peran dan tugas yang dilakukan oleh pemimpin mereka telah membangun rasa kepemimpinan di dalam masyarakat. Nilai kepemimpinan ini juga terlihat dari sikap masyarakat yang jika ingin melakukan sesuatu di wilayah tuan tanah, maka akan meminta izin kepada tuan tanah sebagai pemimpin mereka dalam ungkapan (“a etun auf tuaf” artinya “kasih tahu tuan tanah”)

7. Nilai Pendidikan

Hukum tata cara lilifuk (atolan indera lilifuk) menjadi wahana pembelajaran banyak hal, baik mengenai ekologi, komunal (kebersamaan), solidaritas & tanggung jawab, relasi sosial maupun tentang kepemimpinan sosial.

Hukum istiadat lilifuk (atolan indera lilifuk) mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan & bagaimana seharusnya manusia menjalin hubungan yang baik & serasi menggunakan sesama dan lingkungan.

Sumber : Ranny Unbanunaek. Penerapan Hukum Adat Lilifuk terhadap Perusakan Lingkungan Pesisir Teluk Kupang

Semoga Bermanfaat...

Checking your browser before accessing

This process is automatic. Your browser will redirect to your requested content shortly.

Please allow up to 5 seconds…

DDoS protection by Cloudflare
Ray ID: