Loading Website
Diberdayakan oleh Blogger.

Panduan Dropship

Laporkan Penyalahgunaan

Kontributor

Memahami Teknik Pembuatan Garam Rakyat dengan Tehnologi Geomembran

Permasalahan yang ada pada produksi garam rakyat saat ini  adalah kurangnya kualitas dan kuantitas  terhadap kebutuhan garam nasional seirin...

Cari Blog Ini

Arsip Blog

Random Posts

Recent Posts

Recent in Sports

Header Ads

Cloud Hosting Indonesia

Mahir Website

Easy import From China

The Power Of Wanita Idaman

Featured

Seni Menjadi Pedagang Online

Wilayah pesisir Teluk Kupang mengalami peningkatan kegiatan pembangunan, baik yang dilakukan sang pihak swasta maupun rakyat kurang lebih. Banyaknya aktivitas pembangunan ini menaruh imbas jelek bagi lingkungan pesisir karena pembangunan yang dilakukan masih pada penguasaan oleh kepentingan ekonomi menggunakan mengesampingkan keberlanjutan lingkungan pesisir & asal daya alamnya. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir saja wilayah ini sudah mengalami perubahan yang signifikan menggunakan didirikannya bangunan-bangunan perhotelan & industri, baik itu pertokoan juga restaurant. Bangunan-bangunan tadi didirikan sempurna di daerah pesisir sebagai akibatnya mengakibatkan reklamasi pantai. Selain itu aktivitas menurut rakyat lebih kurang wilayah pesisir pula memberikan sumbangan besar terhadap kerusakan lingkungan pada wilayah pesisir. Salah satu aktivitas tersebut merupakan kegiatan penangkapan ikan yg tidak ramah lingkungan.

Pengelolaan wilayah pesisir membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak baik pemerintah maupun pihak swasta termasuk masyarakat, terkhusus masyarakat pesisir memiliki peran yang besar sebagai pihak yang paling dekat dengan wilayah pesisir itu sendiri. Masyarakat pesisir dapat memberikan dukungan nyata terhadap pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan. Masyarakat di wilayah pesisir Teluk Kupang memiliki hukum adat yang dapat mendukung keberlangsungan dari sumber daya alam di wilayah pesisir yakni hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) yang berlaku di wilayah pesisir Desa Kuanheun, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Perairan laut Desa Kuanheun yang juga merupakan bagian dari Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu.

Hukum tata cara lilifuk adalah suatu budaya penangkapan ikan dengan indera dan cara yg ramah lingkungan menggunakan memperhatikan kelestarian ekosistem pesisir dan pula keberlangsungan biota yang ada.

Ketetapan Pada Hukum Adat Lilifuk

Kata lilifuk berasal dari Bahasa Dawan (Bahasa Suku Timor), yaitu kata “nifu” yang artinya kolam. Dinamai demikian karena sesungguhnya lilifuk merupakan suatu cekungan di permukaan dasar perairan pantai yang digenangi air pada saat surut tertinggi. Daerah cekungan ini akan menyerupai kolam yang besar dengan kedalaman maksimum 5 (lima) meter dan luasnya mencapai ± 20.000 (dua puluh ribu) m2. Ketika air laut surut, lilifuk akan dipenuhi dengan berbagai biota laut yang terjebak di dalamnya, seperti: ikan lada dan ikan dusung sertai ditumbuhi beberapa jenis tanaman rumput laut. Ketetapan mengenai pengelolaan lilifuk dibuat oleh Suku Baineo sebagai tuan tanah (pah tuaf) atau pemilik dari lilifuk. Adapun hal-hal yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

  1. Panen lilifuk dilakukan setahun sekali pada bulan Desember yang dikenal dengan istilah “tut nifu”.
  2. Ketika akan melakukan panen, diwajibkan untuk mengundang seluruh masyarakat desa dan desa-desa tetangga.
  3. Setiap orang dilarang untuk memasuki atau mengambil biota laut di wilayah lilifuk di luar dari waktu panen yang ditetapkan.
  4. Pada saat panen, setiap orang wajib menggunakan alat penangkapan ikan yang tidak merusak lilifuk.
  5. Setiap orang yang mengikuti panen diwajibkan untuk memberikan upeti kepada Suku Baineo berupa beberapa ekor ikan dari hasil tangkapannya. Pemberian upeti ini dikenal dengan istilah “tanaib ika” yang artinya ”memotong hasil ikan”.
  6. Setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap ketetapan Suku Baineo dikenakan sanksi adat, yakni denda (opat) berupa seekor babi (fafi).

Eksistensi Hukum Adat Lilifuk pada Menyelesaikan Masalah Perusakan Lingkungan Pesisir Teluk Kupang

Hukum adat lilifuk (atolan alat lilifuk) mengenal beberapa larangan sebagai berikut:

  1. Dilarang mengunakan alat tangkap yang merusak lilifuk (kais taleu talas);
  2. Dilarang melakukan penangkapan ikan di lilifuk jika bukan waktunya (at panen an mui oras);
  3. Dilarang mengambil penyu (kaisat het hek ke);
  4. Dilarang mengambil pasir dan batu laut (kais taitis snaen);
  5. Dilarang mencemari laut (kais taleu tasi);
  6. Dilarang merusak tempat pengeringan garam (kais taleu atoni in masi).

Nilai - Nilai Dalam Hukum Adat Lilifuk, selengkapnya silahkan baca dalam artikel disini

Tahapan Penyelesaian Masalah Atau Perkara Adat, selengkapnya silahkan baca pada artikel disini

Sumber : Ranny Unbanunaek. Penerapan Hukum Adat Lilifuk terhadap Perusakan Lingkungan

Pesisir Teluk Kupang.

Semoga Bermanfaat...

Checking your browser before accessing

This process is automatic. Your browser will redirect to your requested content shortly.

Please allow up to 5 seconds…

DDoS protection by Cloudflare
Ray ID: